Nafas orang itu masih saja terengah-engah. Dia berusaha menyeret kakinya keluar dari kegelapan, menuju ke luar sana. Namun tubuhnya terlalu berat untuk digerakkan, sementara kesadarannya hilang selapis demi selapis.
"Mau ke mana kau?" bisik sosok lain yang berdiri di belakangnya. Posturnya tinggi besar, dengan helaian perak melambai dari balik topinya. Revolver ada di tangan kanan, sementara pisau yang berlumuran darah di tangan kiri.
"Hhh... hhh... aku... aku akan... AARGGH!" belum sempat dia menjawab, peluru itu meluncur tanpa suara membuat sarang di punggungnya. Darah kembali mengalir, mengotori lantai semen putih yang kasar dan tidak rata.
"Kau akan bernasib sama dengan ayahmu."
Orang yang terluka itu mendengus pelan. Seiring dengan nafasnya yang memendek setiap waktu, dia masih saja berusaha berbicara. "K-kau... lihat saja... a-akhirnya... kau a-akan kalah... dan ter... tang... kap..."
"Huh!" si rambut perak tersenyum kecut. "Maaf, aku tak punya karangan bunga untukmu. Mungkin hanya ini yang bisa kuberikan." Diletakkannya sebuah kotak di depan wajah orang tersebut.
A-ap-apa? Bom... waktu...?
Rambut perak berlalu dengan cepat dari sana, tepat ketika sirine mobil polisi dan ambulans mulai bernyanyi. "Selamat tinggal," ucapnya datar.
Sosok di dalam gelam itu merasa takut, tapi dia juga merasa yakin dengan sesuatu. Dia membiarkan dirinya terhanyut dalam kesakitan dari serangan peluru dan pisau. Dipejamkannya mata.
A-aku tahu, 'dia' pa-pasti akan... m-menghancurkan mereka...
5.
4.
3.
2.
1.
0.
DUAR!
Semua hancur bersama kelamnya langit malam.
.
.
A first fic with pen name Arsasa Aokidemi and a good bye fic for lexazurider.
.
.
JUST A CHILD
[By: Arsasa Aokidemi]
Disclaimer: AR & DC © Anthony Horowitz & Aoyama Gosho
Warning: Alternate Reality. Crossover. Trying not to be OOC (Out Of Character).
Genre: Friendship, (a bit) Angst, Hurt/Comfort.
Rate: T
[Jika Anda menemukan masalah lain dengan fanfiksi ini, sampaikan di kotak review. Saya akan mengepost ulang (re-post) ini di blog fanfiksi saya. Jadi jika Anda menemukan blog yang menuliskan fanfiksi ini, silahkan tanya saya. Saya akan pastikan bahwa itu adalah blog saya, bukan plagiat]
.
.
'Cause we're just a child
We just wanna live happily with our family
And we want to build our dreams
We're just a child
(JUST A CHILD © Arsasa Aokidemi)
.
.
Kadangkala keteraturan bisa membuatmu terlalu perfeksionis. Dan kadangkala keteraturan bisa membuatmu gila.
Bagi Alex Rider, seorang Alan Blunt adalah keteraturan abu-abu. Ya, karena segala sesuatu di dalam ruang kerjanya abu-abu. Gray suit, gray face, gray furniture and... gray life. Tapi toh, seberapapun Alex membenci sosok itu, Blunt juga manusia. Hanya itu yang bisa membuat Alex masih bertahan menghadapi 'bos'nya itu. Apa yang membuat Alex kesal adalah ia kembali harus menginjakkan kaki di kantor Royal & General yang menyamarkan markas MI6... di liburan musim panas. Hal tipikal yang dilakukannya selain hidup dan belajar. Tapi sebenarnya masih merasa tidak jelas terhadap statusnya. Pemuda biasa berumur 14 tahun berkewarnegaraan Inggris atau agen inteligensi yang termuda? Keduanya? Entah.
Begitu pintu ruangan itu terbuka, pemandangan yang nyaris sama setiap kali dia datang menyergap kedua matanya.
Mrs. Tulip Jones dan peppermint yang sangat disayanginya. Seperti teddy bear milik anak-anak kecil. Hanya saja, itu bukan boneka. Lalu masih di balik meja kerjanya, si orang datar. Dia tak punya akselerasi senang di wajahnya, yang ada mungkin akselerasi penuaan karena terus saja memasang wajah datar. Bukan datar seperti televisi flat, tapi benar-benar datar dan kosong.
"Selamat pagi, Alex," sapa Mrs. Jones. Wanita yang sering mengkhawatirkan Alex itu berdiri di dekat pintu sambil membawa beberapa map dalam genggamannya.
"Hmm, selamat pagi."
Alex duduk di hadapan Blunt dengan malas-malasan. Prosedur yang sama ketika orang nomor satu MI6 itu akan memberinya suatu misi baru. Keteraturan—seperti frasa di awal tadi—dapat membuatmu bosan. Dan Alex memang sudah terlalu bosan dengan keteraturan tipe Alant Blunt. Keteraturan abu-abu yang absurd.
"Aku ingin memperkenalkan seseorang kepadamu," ujar Blunt memulai, "Dia adalah anggota yang aku rekrut untuk bekerjasama denganmu."
"Tunggu," Alex memotong, "Apa hubungannya orang ini denganku?"
Blunt mengangguk ke arah Mrs. Jones, memintanya menyerahkan sebuah map bening ke tangan Alex. Di sana terdapat berlembar-lembar deskripsi tentang seseorang... dan juga foto yang di klip di ujung kanan atas. Mata Alex langsung bergerak seperti scanner, yang disertakan itu membuatnya sedikit bergidik. Foto anak kecil berwajah Jepang, berambut hitam, bermata biru, dan berkacamata.
Anak kecil?
Blunt ikut menjelaskan sembari Alex membaca data-data tersebut. "Namanya Conan Edogawa-Kudo. Anak kedua dari pasangan Yusaku dan Yukiko Kudo. Kau tahu keluarga Kudo?"
Alex berusaha mengingat-ngingat. Dia pernah mendengar nama itu dulu, ketika dirinya masih duduk di bangku sekolah dasar. "Kalau tidak salah, Yusaku itu penulis novel terkenal... Night Baron, dan juga detektif. Istrinya adalah mantan aktris. Tapi aku tidak begitu tahu tentang anak mereka."
"Shinichi Kudo, si bungsu, adalah detektif terkenal di Jepang. Dijuluki Holmes jaman Heisei," tambah Blunt, "Sementara adiknya adalah Conan ini."
Alex menyandarkan dirinya sambil melipat sebelah kakinya. Data-data itu dipelajarinya seperti sedang membaca sebuah novel. Alan Blunt yang sudah terbiasa dengan sikap acuh tak acuh dari keponakan Ian Rider tersebut meletakkan tiga buah foto lain di atas meja. Terdapat sebuah nama dan penjelasan pendek di bawah foto.
Code name: VERMOUTH. Seorang wanita yang memiliki rambut platina blonde. Aktris.
Code name:GIN. Pria berambut perak dan bermata tajam. Orang kepercayaan Anokata.
Code name: VODKA. Pria berkacamata hitam. Mungkin memiliki hubungan saudara dengan Gin.
Semuanya mengenakan pakaian gelap. Ekspresi wajah mereka juga sama seperti orang di depanku ini, pikir Alex. D-a-t-a-r.
"Chris Vineyard," Alex meraih foto si wanita. "Aktris Amerika, putri tunggal Sharon Vineyard."
Blunt mengangguk.
"Sharon bukannya sudah meninggal?" tanya Alex. "Dan nama Chris sekarang sudah jarang terdengar."
"Ya. Tapi ada kabar sumbang yang terdengar tentangnya. Katanya dia bersama kedua lelaki ini," ditunjuknya kedua foto yang lain, "Adalah anggota dari sebuah perkumpulan rahasia. Perkumpulan yang melakukan kejahatan terencana dan tidak berbekas sama sekali. Black Organization. Selain itu, ada hubungan aneh antara organisasi ini dengan keluarga Kudo. Yusaku, si kepala keluarga, berusaha membongkar rahasia Black Organization dan menangkap ketua mereka yang dipanggil Anokata."
Sepertinya Alex mulai memahami ke mana isi pembicaraan ini mengarah.
"Tapi sayangnya," —meski Blunt mengatakan 'sayangnya,' air mukanya tidak mencerminkan tanda-tanda sedih sama sekali— "Ketiga anggota keluarga Kudo terbunuh 3 minggu yang lalu. Yusaku dan Shinichi meninggal karena tertembak dan tertikam ketika menggrebek tempat yang diduga markas Black Organization. Sementara Yukiko ditemukan tewas diracun di rumahnya, diduga ia dibunuh orang-orang Black Organization agar bungkam."
"Hanya Conan yang luput dari mereka," Alex mengambil kesimpulan.
Blunt meraih ketiga foto itu kembali dan menyimpannya. "Conan pernah tertangkap, tapi ia berhasil kabur. Dia bersembunyi di rumah salah satu kawannya. Dia tahu hal itu takkan bertahan lama, jadi dia berusaha menghubungi MI6. Hari ini adalah hari pertamanya di Inggris."
"Apakah aku harus menjadi babysitter baginya?" Alex bertanya seakan-akan hal itu akan terjadi.
Perkataan Alex tersebut sepertinya hanya dianggap angin sepoi-sepoi yang menumpang lewat. "Kami mendapat kabar bahwa belum lama Black Organization melakukan pekerjaan mereka di negara ini. Bisakah kau tebak, siapa rekan baru mereka?"
Alex terdiam sejenak. Namun otaknya merangkai sebuah nama. Assassin yang pertama kali bertemu dengannya saat kasus Stormbreaker. "Yassen Gregorovich?"
"Tepat."
Jantung Alex tiba-tiba saja berdetak lebih cepat.
Nama itu. Nama itu. Nama itu. Nama itu lagi...
"Kami ingin agar kau bersama Conan menyelidiki sebuah mansion yang katanya ditinggali orang-orang mencurigakan. Rata-rata adalah mahasiswa, dan mereka menyewa tempat—semacam mengontrak—di sana. Pemilik mansion itu memiliki ciri-ciri mirip seperti Chris Vineyard," kata Blunt.
Alex menggumam, "Apa nama mansion itu?"
Mrs. Jones yang sedari tadi diam saja memberikan sebuah map lain berisi setumpuk kertas, "Namanya Secreta Mansion. Terletak di Harminghay Road, sekitar 2 bulan yang lalu dibangun. Pemiliknya bernama Felloza Emily, wanita berusia 26 tahun dan berkewarnegaraan Amerika."
"Mansion rahasia? Spanish name," komentar Alex. Memang kemampuan bahasa pemuda itu tidak diragukan lagi.
Mansion itu bercat biru kusam dan dilapisi lumut di beberapa bagian, serta terdiri dari 3 lantai. Pintu gerbangnya berwarna hitam legam dan tak lagi berkilau. Terdapat hiasan patung singa kayu di dekat pintu masuk. Pepohonan lebat menutupi sekeliling mansion tersebut, dan jalan setapak dari batu sudah pudar tertutup tanah.
Kemudian Alex menatap foto si pemilik mansion.
Felloza Emily. Mancung, berkulit putih pucat. Bibirnya tipis, nyaris tidak terlihat kalau saja di foto itu ia tidak mengenakan lipstick merah menyala. Alis cokelatnya tebal dan nyaris menyatu di tengah seperti Frida Kahlo. Rambutnya dicat warna-warni: biru di bagian poni sampai ke tengah, pirang di sisi kanan telinga, lalu sisanya rambut cokelat kemerahan—mungkin rambut aslinya. Agak absurd untuk penampilan seorang wanita berumur 26 tahun.
Blunt berdeham, "Chris alias Vermouth dikenal sebagai ahli menyamar, jadi kau pasti tahu maksudku."
"Conan sendiri bagaimana? Katamu dia tiba di Inggris hari ini?"
Blunt menatap arlojinya, kemudian melirik Mrs. Jones yang sedang menelepon seseorang, "Jones?"
"Dia sudah ada di perempatan dekat sini," jawab Mrs. Jones sambil mematikan telepon genggamnya. "Sekitar 5 menit lagi sampai."
"Baik. Terima kasih."
"Anak kelas 5 SD? Kau yakin?" Alex mengutarakan pertanyaan yang masih menyangkut di cerebrum bagian frontal alias dahi. Tempat dimana manusia meramu pikirannya.
Blunt hanya menyilangkan tangan di depan dada. Bahasa tubuh menolak. Alex paham betul, Blunt tidak pernah ingin dan tidak akan bisa dibantah. Berarti dia yakin untuk mengancam kelangsungan hidup anggota keluarga Kudo yang termuda itu, Conan Edogawa-Kudo. Berarti dia yakin untuk menyerahkan satu manusia lagi ke dalam sebuah ancaman yang bernama kematian.
"Tunggulah sebentar lagi, kau akan bertemu anak itu," Blunt menutup percakapan.
To Be Continued
.
.
.
'Cause we're just a child
We just wanna live with those happy memories
Although the truth isn't same
We're just a child
.
.
.
.
Arsasa's note:
Chapter 1: finished. Fanfiksi pertama dengan akun Arsasa Aokidemi. Saya harap Anda sekalian sudi memberi review dan masukan, bukan celaan.
Saya penggemar AR dan DC, jadi saya terpikir untuk menggabungkannya. Oh ya, soal blog itu memang benar. Saya pasti mengepost ulang fanfiksi ini di sana. Jadi kalau ada yang menemukan, kirim PM ke saya ya. Biar saya beritahu nanti, apakah itu asli blog saya atau tidak. Itu saja.
Terima kasih telah membaca~!
A.R.S.A.S.A. – A.O.K.I.D.E.M.I.
