JKR own Harry Potter's world. Me owned nothing. It's all just a leisure filler.

Summary :: Dumbledore memilih menjadi pahlawan super. Sehingga Harry tumbuh dengan cara yang seharusnya, dan dia menjadi seorang remaja tanpa beban. In-progress.

1. The Must A Do

Harry belum bisa membayangkan bagaimana rasanya andaikan Kau-Tahu-Siapa masih hidup pada zamannya. Menciptakan teror yang mereka bilang bahkan terasa sampai ke balik dinding Hogwarts. Bayangan mengerikan bahwa mungkin ada orang-orang terdekatnya sekarang yang gugur sebelum Harry sempat mengenal mereka.

Musim panas ini—akhirnya—Ayahnya menceritakan semua detil kejatuhan Kau-Tahu-Siapa tujuh belas tahun silam, tak lama setelah Ayahnya lulus Hogwarts pada 1979, yang dirayakan dengan pernikahannya. Setelah pengawasan ketat selama tiga tahun oleh ratu rumah tangga alias Ibunya, yang bersabda kalau sampai bercerita kisah tragis itu kepada Harry yang katanya masih anak-anak, ia takkan memberikan 'kesukaan' Ayahnya dan berpaling pada Harry, kelewat serius seperti biasa, akan memotong uang sakunya.

Dan ditambah ketika Harry tak menunjukkan ekspresi terancam, dia akan dilarang membeli Firebolt.

Dan Harry lebih tak bisa membayangkan itu. Sapu tercepat yang sangat ingin dia miliki, coba bayangkan. Ibunya telah mengenai titik lemahnya, ia tahu kalau Harry dengan sportif yang akan justru meminta Ayahnya agar menahan diri untuk tidak bercerita kisah seru itu.

Tapi semenjak ultimatum bersejarah itu, rasa penasaran bangkit bersamaan dengan kesadaran pasti bukan cuma orang tuanya yang mengetahui cerita lengkapnya. Harry bertanya pada penyihir dewasa lain yang dia jumpai di waktu senggang yang memungkinkan, atau anak-anak mereka, lagipula dia tinggal di Hogwarts dan apa yang Ibunya harapkan dari dia tidak boleh tahu, sekarang juga?

Tapi sampai sekarang hanya garis besarnya yang Harry tahu, sebagian besar informasi itu didapat dari buku, itu pun sarat desas-desus. Dia mengonfirmasi pengetahuan itu pada Ayahnya, yang dengan berat hanya dapat mengiyakan atau sebaliknya, masih segan pada ulitimatum yang dulu, tak diberi 'kesukaan' oleh Ibunya.

Dan berita benar yang paling umum, tanpa Harry harus bertanya, adalah yang menjatuhkan Kau-Tahu-Siapa tidak lain ialah kepala sekolah Harry saat ini, Albus Dumbledore. Lalu ada yang dikoreksi Ayahnya dengan hati-hati, bahwa keenam benda yang harus ikut dihancurkan bukanlah senjata rahasia melainkan bagian dari jiwa Kau-Tahu-Siapa yang harus rusak jika ingin benar-benar memusnahkan empunya.

Dan ada cerita lain yang kerap kali disanggah. Beberapa Harry sudah tahu kalau itu konyol tapi tetap disampaikan memita pendapat Ayahnya, atau terkadang lebih tepatnya, dia ingin menertawakannya bersama-sama. Seperti contoh; salah satu dari tujuh totem itu... adalah wig. Ayahnya berkomentar di sela tawanya, "Well, informanmu punya poin, mengingat kalau dia pasti malu kepalanya sebotak batu akik dimantra pernis. Kau tau apa itu batu akik, kan?"

Dan sekarang sudah tiga tahun semenjak ultimatum bersejarah. Harry masih bertanya sana-sini, menebak dan menanyakan ulang pada Ayahnya. Tapi menjelang berakhirnya tahun ajaran kemarin, saat Harry iseng menyelinap ke dapur, dia mendapatkan satu cerita tentang Kau-Tahu-Siapa lagi dari salah satu peri-rumah tua. Cerita itu yang paling mengganjal dari semua yang pernah dia dapatkan, sampai musim panas ini. Cerita itu yang menyebabkan Ayahnya mengungkapkan detil kisah dengan persetujuan Ibunya.

"Dad," mulai Harry, selagi memoles gagang Firebolt. Mengerling Ibunya yang mengumpulkan pakaian kotor.

Mr. Potter mengeluarkan wajah dari Daily Prophet. "Ya?"

"Ada yang mau aku tanyakan," kata Harry lagi, berhenti memainkan peralatan sapunya.

James diam sejenak menebak wajah putranya. Mengerling Lily dengan waspada, seketika itu juga beradu tatap, ia ikut mendengarkan dan juga bisa menebak Harry karena ini sudah terlalu sering. Tetapi James tetap melanjutkan, walau dengan suara rendah, "Tentang ceritanya?"

Harry mengangguk. Sekarang ganjalan hatinya lebih besar daripada semua kewaspadaan konyol Ayahnya atau kegalakan Ibunya. Jadi dia langsung cerita. "Yeah... Mei kemarin aku sedang masuk ke dapur Hogwarts, dan peri-rumah ini datang padaku sambil menawarkan tar. Dia mengenalku, dan... tau-tau menceritakan apa yang dia tahu tentang kejatuhan Kau-Tahu-Siapa. Jadi apa, apa itu benar Dumbledore mengorbankan seorang peri-rumah untuk mendapat salah satu benda itu?"

"Tidak, sama sekali tidak," kata James, menggeleng-geleng agak tegang. "Kau telah salah paham. Bukan begitu kejadian sebenarnya."

"Lalu bagaimana kejadian yang sebenarnya?" tuntut Harry, tak bisa menahan diri lagi. Atau lebih karena Firebolt sudah ada di tangannya, sekarang tak ada lagi yang lebih diinginkannya dari mendengar lengkap kisah ini.

"Lily?" kata James, tapi tatapannya lekat pada anaknya. Harry berpaling saat Ayahnya berpaling duluan pada Ibunya.

Lily berhenti dalam langkahnya mengumpulkan lebih banyak jubah kotor. "Baiklah. Aku tak mau anakku sendiri berpikiran macam-macam, kami tidak mengorbankan siapa pun dalam mencapai kemenangan itu. Itu cara Voldemort, Harry, kau harus tahu."

Serangan perasaan bersalah karena dalam artian tertentu Harry memang menuduh, tapi dia tak termakan oleh itu. Dia menatap Ibunya dengan hati—yang mendadak—merasa penting untuk mengetahui apa pun kebenarannya.

"Okei," kata James dengan keras, nyengir untuk meredam tensi. Di sisi yang sama memang inilah yang sudah dia tunggu-tunggu. Setelah mendapat perhatian penuh dari Harry dia mulai bercerita. "Kau ingin tahu bagaimana detil kejatuhan Voldemort, dan aku akan menguraikannya untukmu lebih detil dari buku mana pun. Kau tak bisa mempelajari ini dari buku karena kami hanya membuka informasi seperlunya, jadi aku pun berharap kau pun harus bijak dengan pengetahuan ini."

Harry mengangguk. "Yeah, siapa 'kami'?"

"Orde Phoenix, tentu saja, kau pasti pernah dengar, orang tuamu salah satu anggotanya," kata James, mengisyaratkan dirinya dan Lily. "Begitu Voldemort dalam kekuatan penuh, Dumbledore harus memastikan dia mempunyai—jika aku boleh sebut—pasukan, yang mesti seelit Auror, namun dia sendiri tangan pertama yang harus memastikan penjagaan rahasia informasi yang kami miliki agar jangan sampai bocor. Itu penting, pada akhirnya."

"Dumbledore adalah satu-satunya penyihir yang disegani Voldemort, bukan segan karena rasa hormat, tapi dia tahu Dumbledore lebih kuat darinya... Dan Dumbledore bukan pensiunan yang mendamba kesunyian sekalipun ada perang berkecamuk di bawah hidungnya, dia sangat sadar apa yang dia mampu lakukan. Jadi dia mendorong faktor itu sampai limit. Dia menunjukkan kemampuannya sampai limit, dan menekan rasa takut Voldemort sampai limit. Dumbledore yang sekarang beda dengan dulu. Kau mungkin mengira dia penyihir tua yang eksentrik, sedikit gila, dengan selera humor paling garing. Kau tak pernah melihatnya marah, itulah dia dulu. Sepanjang waktu, sepanjang yang aku pernah saksikan, kemarahan pejuang terpatri di wajahnya. Aku menganggapnya pahlawan super karena dia menunjukkan pengampunan yang cukup, garis besar perbedaan dia dengan Voldemort. Dan karena tentu saja, dia di pihak yang baik..."

"Dumbledore mengetahui kelemahan Voldemort, tapi tidak tahu rahasianya, belum," lanjut James dramatis, mengambil napas dan menegakkan badan. "Pada musim panas setelah aku lulus, tapi, mari kita mundur sedikit... you see, Voldemort menggalakan kampanye tentang visi misinya mengontrol muggle dan segalanya untuk mengumpulkan pengikut, dan Dumbledore dalam waktu yang bersamaan juga menggelar kampanye berbeda, bahwa dia akan memberikan rasa selamat dan aman yang dia jamin sendiri kepada orang-orang yang mendukungnya, dengan kata lain, yang menentang Voldemort. Ada banyak orang yang menyadari Dumbledore lebih kuat, jadi dia sendiri memanfaatkan itu bukan hanya untuk membuat kesal Voldemort, tapi untuk menarik 'orang-orang penting'."

"Jadi di musim panas setelah aku dan Ibumu lulus dan bergabung dengan Orde walaupun tanpa dijanjikan apa pun selain kedamaian, kampanye Dumbledore berhasil, walaupun kampanye Voldemort juga—aku dan Ibumu sendiri, bersama-sama kami lolos darinya saat dia sendiri datang untuk merekrutku tapi kutolak mentah-mentah," James berhenti untuk tersenyum pada Lily yang sedang tersenyum bagaikan senyum itu bisa membuat siapa pun jatuh cinta. Harry berdeham, Ayahnya dengan gembira melanjutkan, "Ada dua orang yang mengetahui rahasia terpenting Voldemort, dan cukup berani untuk datang. Salah satunya—pada waktu itu kami pun tak pernah menyangka—adalah Regulus adik Sirius, yang diperkenalkan padamu musim panas kemarin. Dia—jangan bilang siapa yang memberitahumu—tadinya Pelahap Maut. Dicap tanda kegelapan pada umur enambelas, enambelas! Coba bayangkan, saat itu Ibumu sedang menjambak-jambak rambutnya, atau rambutku, atau rambut siapa saja dalam jangkauan tangannya kerena stres ujian NEWT!"

Kaus kaki kotor mendarat di wajah Ayahnya. Dia menarik kaus kaki itu dan mengangkatnya di udara, untuk di-Accio balik oleh Ibunya. Harry nyengir, sementara Ayahnya meneruskan.

"Well, itu benar. Tapi tak sedalam lingkaran utama seperti Malfoy, atau Lestrange atau Bellatrix, atau... teman lama kita," James diberi pandangan mencela oleh Lily. "Jadi Regulus mengetahui rahasia tuannya bukan karena dipercaya, dia mencari tahu, dan dia tahu, dan datang kepada kami karena dendam."

James menceritakan kisah yang diceritakan Regulus pada Orde Phoenix, tentang peri-rumah keluarga Black yang disuruh menguji coba ramuan penderitaan, ditinggalkan di dalam gua penuh inferi tapi berhasil kembali dengan selamat.

Harry menyambar cerita itu. "Apa itu peri-rumah yang aku tanyakan di awal?"

"Kurang lebih mungkin iya, dan, dia dimintai tolong oleh Dumbledore, bukan dikorbankan, catat itu... Regulus berhasil tahu benda yang disimpan di sana—dari semua benda atau senjata yang barangkali penting—ternyata adalah pecahan jiwa Voldemort itu sendiri, Horcrux."

"Horcrux?" tanya Harry, mengernyit.

"Ya, pengait kehidupan, kalau kau tak mau menyebutnya hidup kekal. Itu yang membuat wajah manusianya berubah, tak punya rambut, dan hidung. Informasi Regulus tidak langsung diterima waktu itu, bisa jadi itu jebakan, kita tahu masih menjadi siapa dia... tapi Dumbledore percaya, dia memberikan kesempatan, karena seperti itulah Dumbledore. Saat itu juga dia meminta untuk diantar ke gua itu. Peri-rumah itu dipanggil Regulus untuk memenuhi permintaan Dumbledore dengan syarat dia sendiri ikut. Jelas sekali dia pun kurang memercayai Dumbledore, jadi tak ada gunanya berdebat, lagipula masa dia berpikir bisa menandingi kalaupun Dumbledore berniat mencekoki ramuan ini lagi ke peri-rumahnya, atau ke Regulus itu sendiri. Tapi mereka kembali tak lama kemudian, Dumbledore hanya memeriksa tempat itu, dia bilang tak mau salah langkah. Dan dia bilang kalau Regulus berkata jujur, maka mulai sejak itu dia dan peri-rumahnya diberikan perlindungan khusus oleh Dumbledore."

"Berita Horcrux ini beredar di Orde dengan hati-hati, diobrolkan dengan kode-kode yang dimantrai Dumbledore dan tak lama setelahnya, Horace Slughorn datang dengan gugup, dia adalah profesor ramuan aku dan Ibumu saat kami di Hogwarts, mengambil pensiun pas sesudah perang. Dia berkata seperti ada racun di tiap kalimatnya, sebuah pengakuan, dulu sekali seorang murid yang nantinya menjadi Voldemort pernah menemuinya dan bertanya mungkinkah kita membuat tujuh Horcrux, membagi satu jiwa jadi tujuh bagian. Dan dia menjawab secara teori itu mungkin, dia mengaku dulu dia menyukai Voldemort muda, anak yang jenius, tapi kini dia menyesal."

"Horace punya hati yang baik," kata Lily, kini sudah menyelesaikan cucian dan ikut duduk di samping Harry.

Ayahnya mengiyakan sebelum meneruskan, "Kemudian Dumbledore lebih garang dari biasanya, karena dia bilang dugaannya benar. Dan besoknya dia mulai menelusuri masa lalu Voldemort dengan cara dan gayanya sendiri untuk menebak benda-benda seperti apa yang dijadikan Horcrux Voldemort."

"Anggota Orde yang lain bolak-balik ke gua dengan Apparate peri-rumah langsung ke pulau di tengah danau, mempelajari bagaimana penanggulangan yang tak merugikan, mumpung Voldemort tidak mampir ke sana setiap sarapan. Kami punya ahli ramuan, rintangannya jadi begitu konyol setelah dikaji berulang kali, itu akan membunuh kalau baru pertama kali datang tapi langsung mencoba mengambil Horcrux-nya, kecuali kau Dumbledore. Tapi bahkan dia meminta kami menunggu sampai dia mendapat titik cerah apa benda-benda lainnya. Lalu tiba giliran Mad-Eye Moody pergi ke gua, dia langsung dapat melihat ke dasar baskom, dan dia mendeskripsikan bentuk liontin asli Slytherin di balik ramuan itu." James memelankan penjelasannya. "Lalu wajah Dumbledore cerah, dia bilang waktunya sebentar lagi. Dan dia mulai memberikan misi-misi sulit."

"Misi bahaya dan berisiko," kata Lily. "Itu yang mereka sukai."

James terkekeh, lebih karena tingkahnya tak mau dicontoh Harry. "Dumbledore berkata yang lebih penting adalah tempat persembunyian Horcrux-nya. Dia curiga selain tempat-tempat yang berkesan bagi Voldemort, dia juga curiga Voldemort memercayai Pelahap Maut lingkaran dalamnya. Sementara kami menyeludup ke rumah-rumah Pelahap Maut, menyergap mereka dalam kediaman mereka sendiri, mengorek informasi dan berusaha pergi tanpa jejak... Dumbledore mengunjungi tempat-tempat dalam daftarnya. Dalam cuma sehari, dengan kemampuan dan nalurinya, salah satu tempat itu terbukti jadi tempat persembunyian. Dia sekali lagi cuma memeriksa tempat itu, seperti kubilang mumpung Voldemort tak sadar sedang diburu, kembali pada kami untuk menceritakan detil gubuk keluarga Gaunt ini dan jenis rintangan pelindungnya."

"Di saat yang sama, kami menemukan kemungkinan dua Horcrux lain. Kecurigaan Dumbledore benar, Voldemort menitipkan sesuatu kepada Pelahap Mautnya untuk dijaga. Kau tahu, ini menjadi keahlian Ayah dan walimu," Harry menjadi lebih tertarik saat dia nyengir lagi. "itu benar, aku dalam Jubah Gaib dan Sirius berubah jadi Padfoot yang selincah bayangan. Kami menyergap Rodolphus Lestrange di kamarnya sendiri, tanpa basa-basi menjejalkan Veritaserum, dia langsung menjelaskan benda ini, sebuah piala dengan lambang Hufflepuff, dia simpan di brankas Gringotts-nya. Kami menjadi begitu bersemangat sampai kami tak lupa bilang terima kasih sebelum memorinya kami modifikasi."

"Bahkan kami meraih hasil yang lebih bagus saat menyergap Lucius Malfoy di kamar mandinya, kau tak mau tau apa yang sedang dia lakukan... Setelah sesi Veritaserum, apakah Voldemort menitipkanmu bendanya yang sangat penting, tanyaku, lalu di luar harapan kami, dia menarik sebuah buku tua dari balik jubahnya... Itu masih jadi lelucon yang bagus, Malfoy membawa potongan jiwa tuannya meski saat buang air." James dan Harry tertawa keras, bahkan Lily tersenyum. "Baiklah, saat itu kami melakukan perjudian, berpikir keadaan bisa jadi dipersulit kalau Malfoy memindahkan itu misalnya ke Gringotts juga, jadi kami membuat duplikatnya dan membawa yang asli. Tapi itu berdampak seperti pecutan, saat kami memberikan buku itu pada Dumbledore, dia bilang kita akan berlomba dengan waktu mulai saat itu."

"Jadi teknisnya kami sudah menemukan tiga Horcrux; liontin Slytherin, cincin di gubuk Gaunt, dan buku itu. Satu lagi, Horcrux piala Hufflepuff telah kami tahu letaknya. Lalu menurut penyergapan lain, Dumbledore menyimpulkan ada satu yang disembunyikan di Hogwarts. Jika kami mengetahuinya berarti sudah lima dan tinggal satu sebelum menyerang frontal Voldemort. Selama Horcrux aman, Voldemort akan selalu bangkit dari kekalahan atau bahkan kematian. Jadi itu penting untuk menghancurkan semua Horcrux sebelum mengalahkan Voldemort itu sendiri."

"Dumbledore meminta kami menyampaikan pendapat, tapi pendapat kami tak lebih berguna dari tebakannya sendiri. Kami berdiskusi tentang peninggalan Empat Pendiri lagi, relik Ravenclaw yang hilang berabad-abad menjadi semacam titik buntu, jadi apa Voldemort memilikinya atau tidak, sementara ada satu hantu ini, kau mungkin kenal, ia dijuluki Grey Lady, salah satu hantu asrama Hogwarts, yang sewaktu hidup adalah anak kandung Ravenclaw akan tetapi tak mau memberi petunjuk pada Dumbledore yang menurutnya justru hantu itu tahu sesuatu. Dia mengaku dengan seluruh sihirnya tak dapat mengorek informasi dari hantu itu..." James kemudian tersenyum pada Lily. "Lalu kau bilang apa pada pertemuan itu, sayang?"

Harry bisa melihat perubahan warna merah pada wajah Ibunya. "Itu memalukan," katanya.

"Tapi berhasil!" seru James gembira. "Ibumu berkata, Harry, 'mungkin kau harus membujuknya', mengusulkan ide sesederhana itu di dalam situasi yang bahkan Dumbledore memutar-mutar otaknya untuk membuat Grey Lady bicara. Jadi dia meminta Lily, meminta tolong bahkan, untuk membujuk hantu itu sambil berkata kelembutan Lily mungkin lebih efektif dari kelembutan Dumbledore, kalau aku tak salah ingat ucapannya... tapi Dumbledore percaya padanya."

"Tak ada kesan meremehkan darinya saat memintaku," kata Lily.

"Karena kau memang tidak remeh! Kau berhasil membujuk Grey Lady bercerita!" sementara Ayahnya cerita tentang pencurian Helena Ravenclaw, hutan di Albania, Rowena Ravenclaw sakit keras, dan Baron Berdarah membunuh lalu bunuh diri... Harry membayangkan mata cemerlang Lily menghipnotis hantu Grey Lady untuk bercerita, dan pikiran ngawur berkata Harry mungkin sanggup membujuknya juga kalau dia mau. "-dan Dumbledore kembali dari Albania satu jam kemudian berkata kita telah keduluan, katanya ada jejak sihir rumit yang sulit diuraikan dalam hutan itu. Tapi dia bilang belum selesai, setelah tahu apa yang mungkin tersembunyi di kastilnya sendiri, Dumbledore kembali ke Hogwarts dan melakukan perjudian lain dengan menyuruh semua peri-rumah mencari diadem Ravenclaw, menjelaskan bentuknya dengan teliti. Peri-rumah Hogwarts mengetahui rahasia kastil mungkin sebaik para pendirinya, asal kita memintanya dengan tepat, kata Dumbledore—aku sendiri saat masih sekolah kenal sebagian besar jalan rahasia dari peri-rumah. Dan saat ratusan dari mereka melacak sesuatu, satu jam kemudian laporan datang. Kami bersulang saat Dumbledore mengonfirmasinya. Kami bergantian menjaganya dan melihatnya langsung, letaknya di dalam ruang tersembunyi di lantai tujuh."

"Dumbledore bersulang untuk jangan pernah meremehkan sihir peri-rumah," kata Lily.

"Tapi masih ada... berapa, satu atau dua lagi?" tanya Harry, yang belum bisa membayangkan persulangan.

"Baru akan ke sana," kata James, lalu menjadi lebih serius, lalu perlahan-lahan ada wajah kesedihan di sana. "Setelah itu kami benar-benar berlomba dengan waktu. Salah satu sobat karibku hilang, aku yakin dia pasti disergap, sekalipun Dumbledore tak merasakan kebocoran rahasia pada mantra yang dia terapkan pada informasi Orde," James diam sejenak, dia menunduk layaknya mengheningkan cipta. "itu karena mereka gagal membuat Peter bicara, aku tahu." dan Harry melihat Ibunya bangkit untuk berpindah duduk ke samping James dan menggenggam tangannya. Harry seperti tak perlu bertanya apa sobatnya itu tak pernah ditemukan.

James melanjutkan dengan kuat. "Tapi walaupun begitu, Dumbledore memerintahkan kami mengumpulkan Horcrux-Horcrux yang masih ada pada tempatnya. Aku dan Sirius mengambil yang ada di Hogwarts tanpa halangan. Empat orang; Dorcas Meadowes, Horace Slughorn si master ramuan, Regulus dan peri-rumahnya mengambil yang di gua. Regulus yang meminum ramuannya... Mad-Eye, Gideon dan Fabian Prewett mengambil yang ada di gubuk Gaunt dengan sedikit kesulitan, tapi berhasil berkat arahan Dumbledore yang juga berpesan jangan sampai kami tergoda untuk mengenakan benda-benda itu, yang aku temukan tidak menjadi rintangan. Dumbledore sendiri mengambil yang ada di lemari besi Lestrange di Gringotts, dia berkata dia hanya tinggal mengambilnya, dengan beberapa jentikan kontra kutukan, dan pulang sama seperti berangkatnya dengan teleport api phoenix-nya."

"Fawkes?" tanya Harry. "Bisa keluar-masuk bank goblin itu?"

"Dumbledore bilang begitu. Dan masalahnya bukan lagi pada sisa waktu sebelum Voldemort menyadari kami memburu Horcrux, tapi kami hanya ingin mengakhiri kebrutalan Voldemort." kata James. "Jika benar-benar Voldemort sudah membuat Horcrux keenam, karena Dumbledore sedikit meragukannya, itu akan ditandai dengan invasi keluar Britania karena Voldemort menganggap tujuh Horcrux membuat kekuatannya penuh. Dan itu terjadi tak lama kemudian, invasi Voldemort selalu perlahan tapi Orde menyadarinya. Salah satu Pelahap Mautnya sejengkal lagi menjadi kepala sekolah Durmstrang, setelah pendahulunya hilang secara misterius. Jadi hanya ada satu cara untuk menebak apa dan di mana Horcrux terakhir... yaitu saat Voldemort sendiri menunjukkannya."

"Jadi Dumbledore mengundang wartawan Daily Prophet, untuk meliputnya saat dia melenyapkan kelima benda milik Voldemort," James mengangkat koran tersebut di tangannya. "Dumbledore membujuknya agar berani ketika Dumbledore membeberkan maksud dan tujuannya, karena Orde tak bisa mengarang cerita baru kenapa kami mau mempublikasikan penghancuran kelima benda itu sekaligus di depan mata mereka. Di situ Dumbledore sedikit berkata bohong itu semua senjata Voldemort, bukan Horcrux. Dan tetap saja, kecemasan wartawan itu tak berkurang, dia bukan hanya menyadari beberapa benda itu peninggalan bersejarah, tapi ini membuka diri menentang Voldemort. Maka Dumbledore berjanji akan memalsukan identitas si penulis, dan jaminan keselamatan yang sudah terbukti tak sekalipun gagal. Dan berita itu terbit dua hari kemudian, begini judulnya; Albus Dumbledore membakar senjata-senjata Kau-Tahu-Siapa. Kemudian di akhir artikel, Dumbledore dikutip; dia menantang Lord Voldemort berduel, pada Halloween di satu pulau kosong dekat Azkaban. Dumbledore menambahkan, kukutip, jika tidak datang bahkan telat satu menit saja, dia akan mencari dan menemukan Lord Voldemort, dan keruntuhannya akan menjadi sangat tidak hormat untuk penyihir sebesar Lord Voldemort."

"Apa dia serius?" kata Harry terkesima.

"Dumbledore? Ya, dia serius, dengan satu kondisi taruhannya benar."

"Taruhan apa?"

"See, koran itu perjudiannya. Artikel itu pasti sampai ke telinga Voldemort, dan dia akan tahu lima Horcrux-nya—bukan senjatanya—telah hancur, kalau-kalau dia tidak merasakan pecahan jiwanya dibakar. Dumbledore tak perlu ragu-ragu lagi apa Voldemort sadar atau tidak sedang diburu oleh Orde, karena dia menghancurkan kelimanya sekaligus... Dan jika memang ada Horcrux keenam-"

"Dia akan menjawab tantangan itu?"

"Hah? Bukan, justru sebaliknya, Dumbledore berkata pangeran kegelapan ini lebih rendah dari pengecut yang dia kenal... Jikapun terjadi duel, Voldemort tak mau Dumbledore yang menentukan lokasi. Jadi saat Halloween datang dia membiarkan Dumbledore datang ke lokasi pilihannya. Dia tahu dia tak bisa menghalangi Dumbledore untuk menemukannya." James tertawa sedikit. "Tapi itu semua masih tebak-menebak sebelum Halloween datang. Dan jika memang ada Horcrux keenam, tandanya Voldemort akan menambah perlindungan sihir pada Horcrux itu. Karena kalau memang tidak ada, ataupun belum dibuat, Voldemort mungkin takkan datang berduel, sebelum itu Orde akan mulai sulit melacaknya, akan tetapi aktivitasnya masih dapat terlacak. Jadi kami diminta untuk mengamati baik-baik... Dan perjudian dimenangkan oleh Dumbledore lagi, Voldemort sendiri yang menunjukkan Horcrux terakhirnya... Kami pun menyadari Horcrux keenam itu yang memang ada, masih baru dibuat, dan dengan sangat beruntung tebakan Dumbledore benar lagi, bahwa Horcrux itu takkan dibiarkan jauh dari sisi Voldemort karena kesombongannya."

Harry yang tak mengerti di mana letak beruntungnya tidak bicara saat Ayahnya mengambil nafas.

"Dia menjadikan ular besar peliharaannya Horcrux keenam, satu-satunya Horcrux hidup, dengan racun bisa yang mematikan dan hampir tanpa penawar, tapi saat itu sepanjang waktu selalu berada dalam kandang sihir yang Voldemort buat sendiri... Kami menyusun strategi, semua harus berakhir di Halloween. Jadi sementara Dumbledore tetap menunggu di arena duel, tak peduli akan datang ataupun Dumbledore yang mendatangi Voldemort, kami harus melenyapkan ular itu terlebih dahulu. Sisa dari kami berusaha mengambil perhatian Voldemort dan memisahkannya dengan ularnya, dan yang berhasil adalah orang tua Neville temanmu, Frank Longbottom berdua istrinya, Alice. Auror tangguh, mereka berdua, mereka berhasil lolos... sementara Moony kita yang berhasil membunuh Horcrux ular itu. Kau tahu bagaimana metodenya?"

Harry mengangkat bahu. Mengatakan tanpa pikir panjang, "Memenggal kepalanya?"

"Well, yeah, yeah, tepat sekali! Tapi lebih tepatnya adalah Moony menggigitnya sampai putus, ("James!" protes Lily.) AW! Sori, sayang... Well, ya itu tadi, Moony sedang dalam transformasinya yang cukup dapat dia bisa kendalikan. See, tak ada yang sembuh dari gigitan werewolf."

"Kepala ularnya dipenggal katamu, Dad, apa yang bisa sembuh dari itu?"

"Ya, tapi kaulupa kalau ular itu sebuah Horcrux. Dengan cara yang salah, Horcrux bisa memperbaiki diri, atau bahkan tak tergores. Coba kau bayangkan kalau kita cuma memakai kutukan pemenggal, kita pergi setelah kita kira ular itu mati, tapi kemudian ular itu hidup lagi berkat Horcrux, kita mengira sudah menghancurkan Horcrux padahal belum, lalu sekalipun Voldemort tumbang... dia bakal bangkit lagi, membuat Horcrux lebih banyak, mungkin berikutnya menggunakan empat belas benda yang tak saling berkaitan sama sekali..."

"Aku mengerti, kembali total ke awal," kata Harry.

"Tak hanya itu, masa-masa suram itu akan sampai pada anak-anak kami," kata Ibunya pelan. "Akan sampai padamu. Salah satu hal yang paling aku tidak inginkan."

"Itu benar, bukan hanya Dumbledore yang ingin menyudahinya saat itu juga, kami pun begitu," sahut James. "Jadi begitulah cerita detilnya. Voldemort kabarnya menyiksa semua Pelahap Mautnya yang setia saat kembali dan mendapati ularnya mati. Lucius Malfoy kabarnya yang paling parah, yang dijadikan alasan dia bisa menghirup udara bebas sampai sekarang. Tapi Halloween tiba, ketika Voldemort tidak muncul, maka Dumbledore mencari dan menemukannya di Belgia, ada informasi itu di pegunungan tempat perkemahan Raksasa, namun lalu tetap dibawa ke pulau yang sudah disiapkan Dumbledore untuk berduel sportif; tak ada aling-aling selain kemampuan mereka sendiri. Dan bagi Voldemort, tak ada yang bisa dijadikan korban sandera, dan tak bisa kabur dari pulau itu. Dan dia... kalah." James menyudahinya.

"Untuk... selamanya?" Harry bertanya begitu sebagai ganti pertanyaan status Voldemort kalah atau mati.

James sepertinya mengerti akan kerisauan putranya. "Dumbledore harus melakukannya. Jika bukan dia, tak ada lagi yang sanggup. Dia mengakhiri Voldemort dengan simpel tanpa siksaan, kalau itu cukup meringankanmu."

"'Makasih," Harry mengangguk tanpa komentar tambahan, bangkit menjauh sambil menatap keluar jendela menghindar dari Ayah ataupun Ibunya. Dia tidak tahu soal bunuh membunuh, tapi membunuh Voldemort pastinya tindakan tepat, karena diperlukan alasan yang tepat untuk membunuh. Dari semua informasi yang Harry tampung tentang Voldemort, penyihir hitam ini memang layak dan pantas mati. Dan Harry melihatnya dari sisi lain, setidaknya bukan dia yang harus mengambil nyawa siapapun.

Lalu—dengan tanpa berhubungan sama sekali—dalam waktu yang cepat Harry mendengar pekikan Ibunya, bersama kursi terbalik. Ditambah Ayahnya yang mengumpat saat Harry ditabrak dan wajahnya tersabet oleh rambut merah gelap Ibunya. "Apa-" kata Harry, waktu Ibunya sedang membuka jendela di depan mereka lebar-lebar. Harry baru memerhatikan penyebabnya.

Seekor burung hantu kuning kecokelatan terbang meluncur masuk, menghambur berputar pada langit-langit ruang santai sebelum mendarat di bingkai jendela tempatnya datang. Dia menjulurkan kakinya tempat surat bercap Hogwarts terikat pada Harry, tapi Ibunya yang menyambar surat itu bahkan sebelum Harry berpikir untuk mengambilnya. Burung hantu itu memberi Lily tatapan 'grow-up!' sebelum terbang keluar jendela sekali lagi.

"Mum!" protes Harry, saat Ibunya membuka surat itu tanpa permisi, ini baru pertama kalinya terjadi tapi toh dia diam saja sementara James tertawa. "Biarkan, Harry, aku senang melihatnya begitu."

"Kau hanya boleh begini-" kata Lily, memegang ujung surat putranya dengan dua jari seakan tak mau membuat lecak amplopnya. "pada keluarga saja, atau temanmu yang dekat, ini-" Ia menyobek amplop dengan dua jari yang lain. "tidak sopan." Tangannya bergetar kecil saat menarik perkamen terlipatnya, tapi justru ia terfokus pada amplopnya, dan Ibunya membalik amplop itu ke bawah, seperti berniat menuang, tapi kelewat gemas dengan mengguncang-guncangnya kemudian ia mengerang.

Oleh karena itu Ayahnya tertawa semakin keras, yang membuat Harry ikutan nyengir walaupun masih belum mengerti kenapa. "Ada apa? Itu cuma daftar buku pelajaranku, kan?"

James mengangguk. "Daftar buku dan surat tahun ajaranmu yang kelima, dan Ibumu, sedang mencari lencana Prefek," Harry mulai mengerti, tersenyum jail dan manggut-manggut, tapi tidak tega mengatakan apa yang ada di pikirannya di depan Ibunya. Tapi Ayahnya sedikit banyak menyampaikan itu. "Sori, sayang, bukan di dunia ini Harry menjadi Prefek... Yang aku lihat dia sedang asik menikmati masa-masanya." Dia menambahkan pada Harry, dengan intonasi kebanggaan dan rasa puas diri yang tak tanggung-tanggung. "Kau terlalu mirip denganku, son."

TBC