Udah lama aku ga nulis multi chapter.. dari kemarin-kemarin selalu one shot nge-gantung yang bikin reader emosi ahaha XD Maaf ya, sekarang mari kita lihat apa aku masih bisa nulis story dengan plot yang properly. PS: saya ada fetish sama military thingy /3
Summary: Sebuah ore, tiga negara dan peperangan. Military!AU. Akakise. R and R please!
Disclaimer: I don't own KnB. Also I just realized I forgot to add this in some of my last stories. LOL sorry.
Warning: /harap dibaca/ Timeline ada di antara medieval era dan modern era. Sekitar late 19th century. Disini mereka telah mengenal senjata mesiu dan alat komunikasi jarak jauh. Namun penerbangan belum dimasukan kedalam militer dan mereka hanya memiliki navy dan arteleri. Semua nama disini hanyalah fiktif.
Untuk refrensi, era-nya mirip dengan di game Valkryia Chronicle www.. uk.. /media/119559/Valk_hero_vf3..jpg (hapus dua titik menjadi satu titik)
The Three Countries
Pada abad ke-19 akhir, terdapat sebuah kontingen besar yang dihuni oleh negara-negara dengan peradaban paling maju di kala itu. Negara tersebut adalah Lestrace, Vindic, dan Terrale. Masing-masing dari negara tersebut memiliki kemajuan paling pesat di bidangnya. Negara yang terletak paling utara, yaitu Lestrace, memiliki keunggulan di bidang iron work.Negara tersebut ahli dalam pembuatan barang-barang dengan bahan baku besi atau baja. Negara yang terletak di paling timur, yaitu Vindic, unggul dalam bidang kedokteran. Negara tersebut pernah berhasil menekan angka kematian dan menciptakan vaksin ketika pandemic atau wabah menyerang kontingen tersebut. Negara paling barat, yaitu Teralle, terkenal akan literature dan seni mereka yang memukau. Banyak seniman besar dan karya-karya luar biasa lahir di negara itu. Negara tersebut mengelilingi daerah tandus kecil yang sama sekali tidak di-claim oleh masing-masing negara. Daerah tersebut adalah sebuah daerah netral tanpa penduduk.
Kau bisa bilang bahwa negara-negara tersebut adalah pusat peradaban di bidangnya dan keahlian mereka dipelajari oleh negara-negara lain bahkan dari luar kontingen. Banyak sekali perahu pesiar berlalu ke negara mereka untuk mengantarkan turis atau pelajar. Masa-masa itu begitu nyaman dan tentram bagi orang-orang untuk mengagumi ketiga negara tersebut. Sampai suatu ketika, sebuah bidang berkembang pesat, bahkan terlalu pesat bagi kebaikan dunia. Bidang tersebut adalah militer. Ya, negara-negara tersebut seketika memperkuat pertahanan mereka. Seperti pada dasarnya manusia, mereka tidak akan puas dengan pengetahuan. Ketika mereka hebat disuatu hal, mereka akan terus mencari hal lain untuk dipelajari dan diasah. Lalu mereka menyadari bahwa sebuah negara haruslah memiliki militer yang kuat. Dimulai mereka mengembangkan senjata seperti senapan dengan peluru timah yang lebih baik. Bahkan mereka mulai mencari teknologi untuk senapan semi-automatis. Mereka juga memperbaiki daya ledak dari granat-granat kuno mereka.
Apa yang kau lakukan ketika kau memiliki kekuatan yang begitu besar? Mencobanya bukan? Tepat. Itulah yang mereka lakukan. Melihat negara lain memiliki keunggulan lain yang luar biasa, hal itu membuat masing-masing negara haus untuk memilikinya. Keinginan untuk memperluas daerah dan memiliki kekuatan cukup mendorong mereka untuk melakukan invasi ke negara lain. Awalnya hanya penyerangan kecil ke suatu daerah, lambat laun target utama mereka adalah kota besarnya.
Tahun-tahun tersebut adalah tahun penuh darah. Negara-negara kecil di kontingen lain berhenti melakukan kunjungan ke negara-negara tersebut karena ketegangan yang menjalar ke seluruh dunia. Masing-masing negara begitu kuat dan seimbang. Tak ada yang mau berhenti, apalagi mengalah. Masing-masing negara tidak tanggung-tanggung menyerang satu negara saja, namun sekaligus dua. Ilmu dan teknologi yang selama ini mereka pelajari digunakan untuk mengembangkan senjata yang mampu merenggang ribuan nyawa. Kekuatan mereka seimbang dan tak terpecahkan.
Namun keseimbangan itu terpecahkan ketika komando utama dari seluruh pasukan di negara Lestrace di ambil alih oleh seorang pemuda. Bahkan umurnya tak lebih dari 25 tahun. Pemuda jenius ini mampu melejit ke posisi kolonel karena kemampuan strateginya yang luar biasa. Tak hanya mental, secara fisik tak ada yang bisa mengalahkan kolonel muda tersebut. Kecepatan dan kegesitannya tak perlu dipertanyakan. Fisiknya tidak terlalu kekar dan besar, namun kekuatannya mampu menjatuhkan selusin pasukan khusus di negara tersebut. Akurasinya dalam menembak tak bisa dipatahkan oleh apapun. Kekuatannya yang luar biasa diimbangi pula dengan kharismanya. Pria berambut merah darah dan mata heterokromatik ini dapat membuat lawannya mematung berkeringat dingin ketika melihat dirinya. Kesempurnaan ini hanya dimiliki oleh seorang pria bernama Akashi Seijuro.
Akashi Seijurou tidak sendirian. Disampingnya selalu ada pemuda berambut emas yang memiliki postur dan ketampanan yang begitu sempurna. Namun bukan wajah cantik dan charming yang membuatnya pantas bersanding di samping sang Kolonel. Pria berambut emas itu menyandang jabatan Letnan Kolonel (satu tingkat lebih rendah dari Kolonel) di usia yang cukup mengaggumkan. Dirinya setahun lebih muda dari Akashi, yaitu 24 tahun. Mungkin pria ini tidak memiliki otak dan charisma seperti Akashi, namun besar tenaga dan keakuratannya begitu mengagumkan. Selama Akashi menjabat, hanya pria inilah yang Akashi puji kemampuan fisiknya terutama keakuratannya dalam membidik. Akashi pernah mengatakan bahwa keakuratannya setara dengan kemampuannya sendiri dan tidak ada pujian yang lebih baik daripada itu karena Akashi sendiri adalah nomer satu. Mungkin pria ini tidak memiliki kecerdasan dan kejeniusan yang brilian seperti Akashi, namun dia memiliki hal yang lain. Personality pria ini yang ramah dan riang begitu kontras dengan suasana suram dan menyedihkan di medan perang. Oleh karena itu, secara natural teman-temannya dan bawahannya menghormatinya dan mempercayainya. Bahkan tak sedikit dari mereka mau berkorban deminya. Beberapa yakin dan percaya apabila berada di dalam komandonya, mereka akan aman dan selamat karena pria ini mampu tetap tenang di bawah situasi apapun. Pria ini bernama Kise Ryouta.
Dibawah komando kedua pemuda ini, seluruh serangan dari timur dan barat dapat dihentikan tanpa ada kerugian berarti. Di dalam peperangan, Akashi Seijuro akan membentuk suatu strategi brilian tanpa celah dan Kise Ryouta akan menjadi eksekutor dari rencana tersebut. Serangan-serangan mendadak dari skala kecil ataupun besar selalu melumpuhkan lawan. Semua strategi lawan tak mempan menembus pertahanan mereka. Seakan-akan Akashi adalah paranormal yang dapat meramal masa depan. Hal tersebut sendiri menjadi masalah internal besar di negara lawan. Mereka mengira Akashi memiliki banyak mata-mata terlatih yang tersebar dikedua negara. Mereka mati-matian mencari mata-mata tersebut dan mengintrograsi semua orang. Bahkan salah satu dari mereka mengambil kambing hitam untuk dituduh dan menenangkan internal meraka sendiri. Namun usaha apapun yang mereka lakukan untuk menghentikan Akashi, tak akan ada yang berhasil karena bukan jumlah mata-mata Akashi yang membuatnya menang, tapi Akashi lah yang membuat kemenangan.
Karena Kemenangan adalah Akashi.
Pada suatu titik puncak, kedua negara merasakan keputus asaan yang amat sangat sehingga mereka berkoalisi untuk melawan negara utara tersebut. Serangannya disusun begitu rapi dan bersamaan. Namun Akashi telah memprediksi hal ini dan telah menyiapkan senjata terakhir. Dengan mempercayakan Ryouta disisi lain dan juga ikut terjun dalam medan perang, rencana Akashi berjalan mulus hingga semua kekuatan militer yang dimiliki kedua negara habis. Negara Lestrace menang tanpa melawan balik.
Sejak saat itu, keduanya disebut The Crimson Golden of the North.
.
.
.
.
Akashi memijit dahinya perlahan.
Sudah lima jam dia berkutat dikantornya dan rasanya tumpukan file-file ini tidak berkurang jumlahnya. Jangankan berkurang, lambat laun jumlahnya bertambah karena sekretarisnya tak kunjung berhenti menambah gunung-gunung file itu.
Akashi merasa lebih baik jika dia berkutat diruang strategi daripada mengurusi semua laporan-laporan ini. Walaupun sebenarnya akan sama beratnya, setidaknya membuat strategi terhitung sebagai sebuah hobi bagi Akashi. Tapi apa daya, dia adalah salah satu puncak di dalam struktur jabatan dan berarti ini tanggung jawabnya. Dia tetap melanjutkan perkerjaannya dengan tenang tanpa mengeluh.
Memandang ke sekitar ruangan megah nan sunyi, dia bersandar ke kursi mahogany-nya yang nyaman, 'Dimana dia..'
Tok tok tok..
'Ah.. speak of the devil.' Akashi menaikan sudut bibirnya sebelum menjawab, "Masuk."
Seorang pria berambut emas masuk kedalam ruangan itu. Langkahnya panjang dan tegas karena tubuhnya yang proposional dan jenjang. Mimik wajahnya menyenangkan untuk dilihat, begitu kontras dengan seragam ketatnya yang berisi tanda jasa walau tak sebanyak Akashi. Begitu sampai didepan meja Akashi, Ryouta segera memberi hormat untuk atasannya itu. "Akashi-sama, saya membawa file-file yang akan dilaporkan pada rapat sore ini."
"Terima kasih, Ryouta."
Kise membungkuk sopan setelah meletakan dokumen itu di meja Akashi, "Kalau begitu saya-.."
"Tidak perlu tunggu diluar Ryouta. Tunggulah disini dan kita bisa ke ruangan rapat bersama nanti."
Kise hanya tersenyum kecil. Lagi-lagi Akashi menebak apa yang dia pikirkan. Pria ini tak akan pernah berhenti membuatnya terpukau. Kise segera melangkah ke salah satu kursi Akashi. Namun sebelum bisa duduk, Akashi menghentikannya.
"Bukan di situ Ryouta. Disini." Akashi tersenyum penuh arti sambil menepuk pahanya. Pipi Ryouta yang putih bersih itu segera tersapu warna merah karena tersipu. Namun dia tak akan membantahnya dan perlahan berjalan ke arah Akashi lalu duduk diantara pelukannya. Kursi mahagony itu cukup besar untuk membuat dua pasangan itu duduk nyaman.
Ya, mereka pasangan. Namun bukan sekedar pasangan atasan dan bawahan atau teman, lebih.. mereka mempunyai hubungan lebih dari itu. Bahkan sejak mereka berdua merangkak dari bawah hingga sekarang ini. Banyak life and death situation yang mereka lalui bersama dan hal-hal tersebut telah mengikat mereka begitu erat.
Kise selalu berusaha untuk tampak ramah dan tenang, namun kalau sudah didepan Akashinya, pasti charisma yang berusaha dia bangun selalu runtuh. Dia selalu berhasil menggoda Kise dimanapun dia mau, "Ne, Akashicchi.. bagaimana kalau ada orang masuk.." dia memandang Akashi dengan wajah malu dan itu hanya membuat Akashi ingin melahap Kise saat ini juga. Tapi sayangnya mereka ada rapat 15 menit lagi.
"Hm?" jawaban singkat itu ditambah dengan gerakan Akashi yang membuka laci mejanya. Disana terdapat pistol revolver caliber 55mm yang cukup untuk melubangi tubuh manusia. Melihatnya, Kise hanya tertawa terbahak-bahak.
"Akashicchi tolonglah, bercandanya tidak lucu ssu. Kau tidak bisa menembak orang karena aku malu."
"Tidak, aku tak akan menembak anak buahku bila tak ada alasan yang jelas."
"Haha.. tentu saja-.."
"Mungkin menggores pipi mereka dengan peluruku bisa."
"Uh.. Akashicchi aku serius."
"Aku serius Ryouta." Mata heterokromatik itu menatap sepasang mata honey brown dalam-dalam. Untuk orang lain, tatapan itu bisa membuatmu terpaku dan merinding, namun Kise telah immune dengan tatapannya. Malah, tatapan itu terkadang meluluhkannya. "Aku tak akan membiarkan siapapun melukaimu atau mengganggumu. Kau tak akan lupa janjiku setelah menyeretmu kejalan ini kan?"
"Akashicchi.." Tentu. Dia tidak akan lupa dengan apapun yang terjadi dan setiap ucapan Akashi kepadanya.
Sedikit terlarut dengan lamunannya, Kise tak sadar saat Akashi perlahan menuntun wajahnya mendekat, menuntun bibir cerah itu mendekat dan-..
Tok tok tok..
Dengan sigap Kise berdiri tegak di samping Akashi dan telah memasang kembali wajah tenangnya. Akashi hanya mendengus kecil dan dalam hati mengutuk siapa saja yang ada di balik pintu itu, "Masuk."
Sekretaris cantik Akashi muncul. Mungkin negara lain mengira bahwa Akashi memiliki banyak mata-mata, namun memiliki sekretaris ini cukup. Wanita ini sangat cekatan dan berbakat dalam analisis. Dia bisa memberikan semua data yang Akashi inginkan. Melihat mereka, wanita tersebut langsung memberi hormat kepada kolonel dan letnan kolonel tersebut. "Lapor, ruangan rapat sudah siap. Akashi-sama dan Kise-sama diharapkan untuk hadir di ruangan segera."
"Baik, kau bisa pergi, Satsuki."
"Akashi-sama.. sebelum itu, saya ingin menunjukan ini." Dengan wajah yang dipaksa tenang, dia memberikan sebuah file tebal lengkap dengan foto-fotonya. Akashi membuka file tersebut dengan Kise di sampingnya dan segera membaca fakta-fakta di sana. Setelah membacanya, Akashi tetap dingin namun Kise tak bisa menghentikan wajah terkejutnya. "Atas perintah siapa kau menganalisis hal ini, Satsuki?"
"Ini saya buat secara pribadi, Akashi-sama. Beberapa minggu lalu saya melihat pergerakan mencurigakan dan segera mencari apa yang terjadi. Ini yang bisa saya rangkum sejauh ini. Saya yakin masalah ini akan di angkat dirapat nanti."
Dengan segera, Akashi beranjak dari kursinya dan diikuti oleh Kise
.
Yap, sekian prolog story ini. Saya menunggu review dari teman-teman reader, kalau misal sepertinya tidak menarik, story ini akan ku-drop. :')
Stay tune what's next!
