Untitled by suyominie
VMin x Vkook
.
.
.
Angin begitu tak tenang, terbukti dari gemersiknya yang memantul ke sana kemari. Malam ini terasa dingin. Bagi Kim Taehyung, pemuda dengan paras bak pahatan, dinginnya sampai menembus pori-pori. Ya, tak mengherankan. Pasalnya, dia sendiri sedang berjalan di tengah malam tanpa busana. Tidak tanpa busana juga, tetapi bawahan longgar berwarna merah bata sebatas mata lutut masih melekat. Jadi, ya, wajar saja.
"Huh! Terkutuklah Jeon Sialan Jungkook!" Taehyung menyerapah seraya mengeratkan pelukannya pada diri sendiri. Barangkali cukup efektif, walau realitanya tidak sama sekali.
Pemuda Kim tak perlu mengedar untuk memastikan berapa berpasang mata yang menyoroti. Jawabannya, tidak ada.
Ya, mau bagaimana lagi. Orang sehat mana yang dengan sengaja berkeliaran di gang seperti ini pada pukul satu lewat limapuluh dini hari?
Terlalu fokus pada hujaman dingin dan juga mengutuk, Kim Taehyung tak menyadari, bahwa ada sepasang manik kembar menyipit padanya. Seolah menerka serta memastikan siapa orang tak waras tersebut, yang di mana Taehyunglah si penyandang.
"Tae!" seruannya terdengar melengking manakala langkah makin mengikis. Sadar.
Si pemilik nama sontak mencari si pemilik suara. Tak perlu sekon panjang, mata elangnya sudah menemukan. Sesosok pemuda pendek yang kala ini membuat Taehyung iri setengah hidup. Bukan padanya, tapi pada balutan tebal pada tubuhnya yang mengandung unsur kehangatan. Dan untuk yang ratusan kalinya, Taehyung mengumpat.
"Hei, Tae! Kim Taehyung! Apa yang telah terjadi padamu?" pemuda sepantaran umurnya itu lekas menyerbu. "Pakaianmu dirampok?"
"Kau khawatir atau ingin meledekku, Jim?" Taehyung memang telah terlalap kesal, bertambah kesal waktu menangkap gurat kecil berupa kegelian tercetak jelas di wajah Park Jimin. Ingin rasanya Taehyung menyimpan wajah gempal itu di bawah ketiaknya hingga menggelepar, memohon pengampunan.
Di lain sisi, buru-buru, Jimin meminta maaf. Bahaya jika sahabatnya yang nyaris telanjang ini semakin marah. Otot bibir penuhnya tertarik sepihak. "Apa yang mereka lakukan padamu?"
Karena tekanan intonasi Jimin di kata mereka, Taehyung lekas menyambung. Mereka itu, ya, mereka. Teman sepermainan, teman gilanya, teman berharga, dan entah apa, terserah.
"Biar kutebak, kau pasti kalah, 'kan?"
Tidak ada hal yang bisa Taehyung sembunyikan dari Jimin. Ya, dia benar-benar kalah telak oleh si paling maniak di antara maniak game, bahkan yang tercupu sekalipun.
"Kau juga, sudah tahu pasti kalah, kenapa sok-sok menantangnya?" Ketimbang bertanya, ini lebih mirip hardikan.
Seketika Taehyung menghela lalu mendesah payah. "Aku 'kan, hanya ingin memandang wajahnya lebih lama."
Wajah kawannya ini menjadi begitu kusut kala dilanda suatu rasa, dan sebagai teman yang baik, Jimin hanya mampu menggeleng maklum. Sejurus kemudian, ia bergerak melepaskan mantel super tebalnya lalu menyelampirkannya pada tubuh pemuda seatapnya ini. Ingat, Taehyung itu hanya tinggi, bukan lebar. Jadi, tak mustahil ukuran mereka ada yang pas.
Di sela Taehyung merapatkan, Jimin lantas menutup pembahasan, "Perasaanmu merepotkan juga, ya." Padahal, perasaan miliknya juga sama merepotkannya.
END
