Chapter 1
Disclaimer: Naruto by Masashi Kishimoto
Warning: AU, OOC, Sangat berantakan.
"Sasuke."
"Sakura."
"Bagaimana kalau kalian main disini dulu?" kata perempuan paruh baya bersurai merah muda. "Sasuke sayang, tolong ajak main Sakura sebentar ya? Sakura disini dulu sama Kakak Sasuke, ya?" kata perempuan lainnya yang tersebar hitam. Mereka berdua mengangguk.
Setelah melihat kedua Ibu mereka masuk ke dalam rumah, emerald dan onxy bertemu.
"Kak—" Sasuke berlalu dan pergi kearah mainan robotnya. Sakura menatap bocah yang baru dikenalnya itu dengan tatapan kesal—kesal karena tidak diacuhkan. Ia juga berlalu ke sisi lain teras itu, lalu bermain boneka sendirian.
"Mau main sepeda?" sebuah tangan mungil muncul di hadapannya. Sakura mendongak dan tercengang saat melihat sosok Sasuke. Namun senyum Sasuke menguapkan semua kekesalannya barusan. Sakura mengangguk lalu berjalan bersama Sasuke dengan tangan bertautan.
"Aku nggak bisa naik sepeda, Kak," katanya murung. Sasuke menepuk bangku belakang sepedanya dan Sakura mengerti lalu mengangguk.
"KYAAAAAAAA! KAK SASUKEEEE!" teriakan cempreng bocah empat tahun mengusik sore hari yang tenang.
Sasuke terkekeh saat mendengar teriakan dan gerutuan Sakura dari belakang yang masih berlanjut. Ia bahkan tidak protes saat Sakura memukul punggungnya—ia tetap konsentrasi melajukan sepeda yang membawa mereka di jalan menurun yang curam ini.
.
.
.
.
.
"Kak Sasuke, main yuk?" Gadis kecil itu melongokan kepalanya ke rumah tetangganya. "Maaf Sakura, tidak bisa. Kakak mau sekolah," sahut bocah berusia lima tahun seraya berjalan menghampiri gadis kecil.
Sakura menatap bingung. "Sekolah itu apa?" Sasuke tersenyum ramah lalu mengacak-acak rambut merah muda milik tetangganya itu. "Sekolah itu tempat belajar Sakura," jawabnya. Sakura masih bingung. "Apakah itu artinya kak Sasuke tidak bisa bermain denganku lagi?" Sasuke terkekeh geli. "Tentu saja masih bisa. Kita bermain saat sore saja," Sakura cemberut. "tahun depan kau juga bersekolah dan kau akan mengerti, Sakura." Kalimat tambahan terakhir dari Sasuke berhasil membuatnya tersenyum. "Apa itu berarti kita bisa bermain sepanjang hari di sekolah?" Sasuke hanya tersenyum lalu berjalan melewatinya, menuju sekolah. Dan detik itu juga, Sakura tidak sabar untuk menunggu tahun depan.
Stay With Me
.
by nopi
"HOI Sasuke!"
Mengerang kecil lalu mengerjap, membiarkan pandangannya perlahan menjelas. Sasuke melirik jam di atas meja sebelah ranjangnya. Masih jam satu pagi.
"Apa tujuanmu berteriak seperti itu, Naruto?!" Beruntung Sasuke mempunyai mata setajam elang, yang berguna untuk langsung menemukan pelaku keributan tengah malam itu didalam kegelapan lalu memicingnya dengan tajam. Ayolah, Sasuke juga butuh istirahat setelah sepanjang hari bertanding basket tanpa henti. Kalau ini rumahnya, tentu saja Sasuke sudah lama menendang bokong pemuda tengil ini dengan senang hati. Namun sayangnya ini bukan rumahnya. Dan sayangnya lagi, pemuda tengil ini adalah sahabatnya. Ck.
"Aku tadi bermimpi buruk!" kata Naruto histeris, tanpa merasa bersalah sedikitpun karena telah membangunkan teman sekamarnya.
"Jadi kau berteriak seperti itu hanya karena mimpi buruk, huh? Dasar idiot." Sasuke kembali bergelung di selimut nyamannya, merasa tidak perlu mengindahkan kepanikan Naruto. "Ini serius, mimpi burukku sangat menyeramkan!" Naruto masih enggan memutuskan pembicaraan, ia masih duduk dengan posisi memeluk guling. Ketakutan.
"Karena itu mereka menamakannya mimpi buruk," balas Sasuke dari dalam selimutnya. "Dasar mimpi sialan! Aku benar-benar ketakutan." ujar Naruto. Hening sejenak.
"SASUKE! AKU TIDAK BISA TIDUR!"
Teriakan itu kembali berhasil membuat Sasuke menampakkan oxnynya. Dengan kekesalan yang memuncak karena kantuk yang semakin menjadi-jadi, ia menyibak selimutnya dan melotot marah pada Naruto. "Dengar, aku tidakpeduli jika kau bermimpi buruk ataupun tidakbisa tidur. Tapi sekarang, lebih baik kau tutup mulutmu dan berhenti menggangguku!"
"Cih, kau seperti gadis yang sedang datang bulan saja, marah-marah begitu," cibir Naruto. Sasuke melotot. "Sikapmu yang ketakutan dengan mimpi buruk itu lebih mirip seperti gadis kecil, tahu!" Naruto mendelik namun tak membantah. Setelah merasa pelototan matanya sudah cukup untuk membuat Naruto diam, Sasuke kembali berbaring dan menarik selimutnya hingga pucuk kepala.
"Sasuke, ngomong-ngomong tentang gadis, aku ingin punya pacar."
Hening.
"Aku serius."
Masih hening.
"Sasukw-"
"Lebih baik kau tidur dan bermimpi memiliki seorang pacar, dari pada terus-terusan menggangguku."
Kali ini Naruto menurut dan menyembunyikan seluruh tubuhnya di balik selimut. Sedangkan Sasuke, tiba-tiba saja tidak bisa tidur. Padahal ia yakin tadi dirinya tidak mengalami mimpi buruk atau mempunyai penyakit insomnia yang datang mendadak. Sasuke memikirkan sesuatu namun ia juga takmengerti apa yang ada dipikirannya saat ini. Ini terasa aneh.
.
.
.
.
"Aku merindukan seseorang."
Sakura terkekeh kecil saat mendengar pernyataan itu. "Ino hanya pergi dua minggu." Sai merengut lalu memalingkan wajahnya. "Tapi setelah itu dia akan pergi lagi selama sebulan lebih." Sakura tertawa. Cukup menggelikan melihat Sai yang pendiam tiba-tiba menjadi uring-uringan seperti ini hanya karena ditinggal pergi kekasihnya yang menjadi perwakilan atlet volly ke luar kota. Sakura mencoba membayangkan bagaimana ekspresi Ino saat mengetahui Sai uring-uringan seperti ini sampai meminta Sakura menemaninya di café untuk curhat bahwa sedaritadi ia merindukan kekasih pirangnya itu.
"Kak," panggil Sakura. Sai menoleh. "Keluar yuk, kita udah satu jam disini." Sai melirik jam tangannya. Ah, Sakura benar. Sai mengangguk lalu beranjak bersama Sakura keluar dari café.
"Mau langsung pulang?" tanya Sai. Sakura mengerutkan keningnya, sedang berpikir. "Bagaimana kalau kita jalan-jalan sebentar?" Sai mengangguk. "Ide bagus." Berjalan mengelilingi Konoha City bukanlah hal yang membosankan, walau mereka berdua sudah sering kesini. Ada saja hal baru yang menarik yang dapat dilihat disini. Café dengan menu-menu yang unik dan berbeda, ada juga café bernuansa klasik yang selalu mengadakan pertunjukan live music, stand makanan lezat yang berjejer di pinggir jalan, pet shop yang berisi binatang menggemaskan, dan masih banyak toko-toko yang unik dan menarik yang takkan bosan untuk dikunjungi disini.
"Kak, duduk disitu yuk," Sakura menunjuk bangku panjang yang berada di taman Konoha City. Taman ini tepat berada di tengah-tengah Konoha City. Mungkin sengaja dibangun untuk menyeimbangkan Konoha City yang di dominasi dengan pertokoan dan pengunjung lalu lalang berdesak-desakan di jalan, dan taman inilah yang membuat Konoha City menjadi terlihat asri dan menyegarkan. Taman yang tidak terlalu luas namun rindang. Ada air mancur di tengah-tengahnya, di kelilingi oleh banyak pohon disana sini dan dilengkapi bangku-bangku panjang yang banyak—agar pengunjung yang lelah belanja bisa duduk disana untuk sekedar menghirup udara segar.
"Mau permen kapas?" tawar Sai seraya mengendikkan dagunya kearah penjual permen kapas keliling. Sakura mengangguk.
Sembari menunggu Sai yang mengantre bersama beberapa anak kecil di penjual permen kapas, Sakura memainkan ponselnya. Ternyata ada email masuk, dari Ino.
Hei Forehead, bagaimana kabar Sai disana? Huh, aku merindukannya.
Sakura terkekeh geli. Cukup terhibur saat mengetahui sepasang kekasih ini saling merindukan namun tidak mau mengakui satu sama lain dan malah curhat pada dirinya. Hm, saling merindukan, eh? Tiba-tiba Sakura teringat sesuatu. Sesuatu yang ia rindukan namun terus menerus terlupakan. Bahkan ini lebih buruk dari kerinduan antara Ino dan Sai, yang sesungguhnya di lubuk hati masing-masing pasti tahu bahwa mereka saling merindukan. Sedangkan kerinduan yang ia alami, tak lebih dari serpihan rindu yang takpernah tersampaikan dan berakhir tanpa jawaban tentu saja. Serpihan rindu yang kian menumpuk di sudut ruang hati tanpa tahu kapan harus dinyatakan, atau memang lebih baik dibiarkan tetap disana dimakan oleh waktu, lalu lenyap tanpa sisa.
Apa ia juga merindukanku?
—pertanyaan itu selalu berputar-putar di benaknya, takpernah enyah. Berbagai pernyataan yang ia dugapun selalu muncul bersamaan dengan itu. Bagaimana caranya merindukan sesuatu yang sudah dilupakan? Bagaimana berharap dirindukan saat tahu sudah dilupakan? Semua orang juga tahu, hal yang dirindukan pastilah hal yang selalu diingat tanpa mau dilupakan. Taktahu kabar satu sama lain, atau memang tidak pernah mau tahu?—itu sama saja dilupakan. Tidak dingikan untuk diingat kembali lalu di rindukan.
"Sakura, ini," permen kapas yang disodorkan Sai tepat di wajahnya membuyarkan Sakura dari lamunannya. "Terimakasih kak." Sakura menerimanya namun tiba-tiba ia kehilangan selera untuk menikmati makanan kesukaannya itu.
"Ada apa? Kau kelihatan lesu," ucap Sai lalu meraba dahi Sakura. "Aku baik-baik saja, kak," jawab Sakura, menepis lembut tangan Sai lalu tersenyum manis saat melihat ekspresi cemas Sai. "Kalau ada apa-apa, segera katakan padaku. Jangan aku terus yang curhat padamu," kata Sai, masih dengan raut cemasnya. Sakura mengangguk sambil tertawa. Sai selalu saja begini, terlalu berlebihan saat mencemaskan dirinya. "Siap laksanakan Bos!"
"Sakura, aku serius. Kau 'kan sudah kuanggap adikku sendiri."
Tawa Sakura segera menyurut, ia tersentak sebentar lalu ekspresinya kosong.
"Sakura?" Sai melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Sakura. "Hei, bumi pada Sakura." Sakura tiba-tiba beranjak pergi. "Sakura! Mau kemana?" Sai berlari mengikutinya. Heran pada perubahan mendadak Sakura. Mengenal Sakura selama hampir dua tahun terakhir ini membuatnya menjadi semakin mengerti bagaimana tanda-tanda seorang gadis yang suasana hatinya sedang tidak baik.
Sai lupa bahwa hari ini adalah hari sabtu, Konoha City sedang ramai-ramainya, ditambah lagi langkah Sakura yang tiba-tiba lebih cepat dari biasanya, membuatnya jauh tertinggal di belakang gadis itu. Berjinjit dari antara kerumunan orang, mencari warna pink lalu segera berlari mengejarnya. Sai bahkan tidak sempat berhenti saat taksengaja menabrak beberapa orang yang berada di depannya, ia hanya menggumamkan kata maaf dengan volume sedang sambil terus menerus berlari kecil dengan mata yang tetap fokus pada satu objek jauh di depan sana.
"Sakura!" Sai berhasil menyusul gadis merah jambu itu, lalu menggenggam tangannya agar tidak ketinggalan lagi. Seperti baru tersadar saat melihat Sai, Sakura tersenyum. "Kok Kak Sai jalannya lama banget sih?" Sai tidak menjawab. "Ayo pulang."
.
.
.
.
"Kau lama sekali."
Sasuke berdecak kesal saat Naruto baru saja datang dengan seporsi takoyaki di tangan. Kalau tidak mengingat bahwa Naruto adalah sahabatnya, mungkin ia sudah pergi darisini. Daridulu Sasuke taksuka keramaian dan sekarang ia sedang berada di keramaian dengan tujuan menemani Naruto membeli cemilan. Yang menyebalkannya, Naruto selalu berhenti di depan stand makanan pinggir jalan yang kelihatan enak lalu membelinya dengan waktu yang sangat lama. Sasuke tidak suka menunggu.
"Ayo pulang. Aku tidak terima pemberhentian berikutnya, kau sudah banyak makan." Sasuke segera berjalan di depan. Naruto mengikutinya dengan bersungut-sungut, merasa bahwa haknya memakan makanan enak disini dilarang oleh Sasuke.
"Dasar Sasuke, padahal 'kan ini hari pertama aku dan dia pulang ke Konoha lagi, kenapa dia malah tidakmau jalan-jalan sebentar di Konoha City," gerutu Naruto. "Aku dengar itu," ujar Sasuke yang tetap berjalan didepannya. "Aku dengar itu," Naruto mengulang kalimat Sasuke (dengan nada rendah, tentu saja) dengan menirukan gaya bicara dan gerak tubuh Sasuke, yang malah terkesan berlebihan.
Naruto menusuk takoyakinya lalu memakannya sambil tetap berjalan. Matanya menatap punggung Sasuke, lalu kembali menggerutu dalam hati. Padahal Naruto berpikir Sasuke akan mau menemaninya berkeliling sampai malam tiba disini. Naruto 'kan sudah lama tidak ke Konoha. Jika dihitung tanpa liburan singkat asramanya yang bisa membuatnya pulang kesini walau tidak lebih dari dua minggu dan itupun —kurang lebih sudah lima tahun Naruto tidak berkeliling Konoha dengan bebas. Dan seharusnya sekarang adalah kesempatannya. Kembali ke Konoha dan akan memulai hidup baru lagi disini. Naruto menjadi tidak sabar akan menjadi murid SMA di sini, mungkin ia dapat bertemu teman-teman masa kecilnya dulu, lagi.
Sasuke berdecak saat melihat lampu hijau untuk kendaraan dan lampu merah untuk pejalan kaki. Padahal ia ingin cepat sampai ke rumah—rumah Naruto lebih tepatnya. Apa boleh buat, kedua orangtuanya baru sampai di Konoha satu bulan lagi, rumah lamanya ditempati oleh pamannya dan kakaknya—Sasuke sangat tidak ingin tinggal bersama kedua itu, walau istri pamannya bisa di toleransi. Dan jadilah pilihan satu-satunya adalah tinggal di rumah Naruto. Sasuke mengambil keputusan; lebih baik tinggal satu atap dengan satu orang idiot daripada dengan dua orang idiot bersama dua bocah kecil yang sama menyebalkannya.
Sekali lagi, Sasuke berdecak tak sabaran dengan lampu yang masih menyala dengan warna yang sama. Terasa sangat lama untuk berubah. Mengalihkan pandangan dari lampu tak bersalah yang sedari tadi ia pelototi. Ia menemukan objek baru yang menarik dan sangat mengagetkannya. Napasnya tercekat. Kalau Sasuke bukan Uchiha, ia yakin tampangnya sekarang sudah berubah; mata melotot lebar seakan ingin keluar dari tempatnya dan mulut terbuka yang jatuh sampai ke jalanan, saking panjangnya. Namun sekarang ia hanya bisa memasang ekspresi datar kembali setelah tercengang selama lima detik. Onxynya taklepas dari objek itu. Jantungnya berdebar lebih kencang dari sebelumnya.
Merah jambu.
—itu, ada di seberang jalan sana. Sejujurnya Sasuke ragu namun tetap menatap itu. Merah jambu disana, sedang memegang benda yang sama merah jambu-nya dengan surai miliknya. Berjalan cepat namun tidak terlalu cepat, lalu tiba-tiba ada pemuda yang menggapainya. Menggapai tangannya lalu digenggam erat. Sasuke bisa melihat sejelas itu dari sini. Dan lampu masih belum berubah, padahal Sasuke ingin segera lari kesana.
Lalu pemuda itu berbicara dan gadis itu menjawab dengan senyum ramah, dan berakhir dengan mereka berjalan pelan sambil bergandengan. Sasuke tak akan melupakan senyum gadis itu barusan.
Dan saat lampu berubah warna, Sasuke dengan cepat menerobos kerumunan orang yang ada di depannya. Menjadi gesit dengan menyalip banyak orang.
"HOI SASUKEEE! JALANNYA PELAN-PELAN DONG!"
Sasuke merasa tidak bisa.
Ia semakin melajukan kecepatannya. Dan saat ia berhasil melewati empat orang remaja yang berjalan lambat, ia menemukan jalan menjadi lengang. Namun ia tak menemukan yang sedaritadi ia kejar. Tidak ada. Berjinjit, menoleh ke kanan dan kiri. Tidak ada. Hilang.
Untuk tiga tahun terakhir ini, Sasuke kembali menemukan rasa kehilangan itu.
.
.
.
TBC ...
.
.
.
Yeay, akhirnya setelah sekian lama dibiarkan menumpuk cerita ini bisa di upload juga dan jadi fic perdana saya:3
btw ini terinspirasi dari kisah nyata saya dan sahabat masa kecil saya, tapi bedanya nggak ada cinta-cintaan nyaa, huehehe
RnR?
21.06.2015
