when it rains

disclaimer
hetalia series © himaruya hidekazu
fanfiction © pindanglicious

saya tidak mengambil sedikit pun keuntungan dari pembuatan karya ini karena sesungguhnya saya hanya menulis atas dasar menambah asupan dan amunisi, bukan untuk memperkaya diri.

warning: au . bl . ficlet . engspaweek2015

.

.

.

Antonio merasa atensinya seolah disedot oleh rinai hujan yang turun membasahi ubun-ubun, datang bersama embus angin yang menyepuh kedua belah pipi. Ujung saraf krause di kulitnya menghantar rasa dingin bukan main. Iklim di sini jelas berbeda dengan iklim janabijana.

Jas hitam itu sengaja ia tanggalkan karena basah kuyup seperti terendam air dalam bejana. Yang melekat di tubuhnya kini cuma kemeja putih yang telah lusuh; dikoyak air hujan dan ciprat genangan kotor di sisi jalan. Merasa nelangsa, Antonio Fernandez Carriedo cuma bisa menghela napas panjang berulang-ulang.

Dia belum mengenal kapan hujan akan tiba di kota London. Dia harus mengingatkan dirinya berkali-kali untuk sedia payung kapanpun dia akan pergi menyusuri kota asri ini. Antonio tak pernah bisa menduga dan menerka bilamana awan akan menggelap.

Pemuda berdarah Spanyol itu tak akan berhenti memandangi sepatu pantofel hitam mengilatnya dengan tatapan kosong, kalau seseorang tidak menepuk bahunya dari belakang. Ia menoleh kemudian, mendapati seorang anak adam berambut pirang dengan sorot mata menantang.

Netra zambrud mereka yang identik saling bertukar pandang. Antonio mengerut kening dan berkedip sekali sampai dua kali untuk memastikan siapa sosok familiar di hadapannya.

"Arturo?" serunya terkejut bercampur senang—keduanya menjadi satu paduan emosi yang tak bisa ia jabarkan apa maknanya.

"Hn,"

—namanya Arthur Kirkland dan Antonio sangat mengenalnya.

Sudut bibir Arthur tertarik. Ia memacu otot zygomaticus-nya untuk mengukir seulas senyum—atau lebih tepatnya seringai—super tipis. "Kau seperti tikus got kebasahan, my poor mate," ejeknya dengan gelak tawa sarkastis nan hina. Ya, inilah Arthur sang raja dari sisi gelap dunia. (Begitu Antonio menjulukinya)

"Pakai ini."

Lelaki pirang itu kembali bertitah; tangan dinginnya melempar tak acuh jas hitam yang dilepasnya sekejap dari tubuh rampingnya. Dia tak berceloteh panjang untuk mengomeli sang kawan. Payung hitam miliknya yang bicara di atas puncak kepala mereka.

Si brunette mengulum senyum yang sarat akan ekspresi tak-perlu-repot-repot-memberikan-jasmu, hendak mengembalikan jas hitam pada sang empu, namun yang didapatnya adalah penolakan dalam gestur dorongan pelan.

"Arturo, aku—"

"Tidak membutuhkannya padahal kau jelas menggigil kedinginan seperti gelandangan yang diam di jalanan umum saat hujan badai?"

Arthur hanya perlu mendekatkan bibirnya ke depan indra pendengar rekannya, membisikkan desisan sinis di sana untuk membuat Antonio direngkuh diam. Tinggi tubuh mereka sama-sama seratus tujuh puluh lima sentimeter; ia tak perlu menunduk ataupun menengadah.

Antonio bisa menghirup harum yang menguar dari punggung tegap Arthur. Aromanya seperti mawar, kayu-kayu basah di hutan bluebell—bahkan bubuk mesiu. Rasa hangat menjalari jasadnya saat itu juga.

Arthur itu sulit ditebak.

Dia seperti debur ombak yang datang tiba-tiba. Dia seperti angin di padang ilalang; kadang berhilir pelan, kadang berkelebat kencang.

Dia Arthur Kirkland yang tak pandai mengungkap rasa pedulinya. (Tapi itu sisi baik miliknya yang Antonio suka.)

"Pfft!"

"Hei, tidak ada yang pantas kautertawakan, daft cow. Apa yang lucu?"

Tuan Kirkland menyemprot kawan brunette-nya galak.

"Tidak ada. Tumben sekali kau baik padaku hari ini, sampai mau repot-repot menjemput dan meminjamkan jasmu,"

Bola matanya berotasi, kemudian ia memalingkan wajah ke arah berlawanan hanya untuk menyembunyikan rona tipis yang terpeta di sana. "Kalau aku bukan penanggung jawabmu selama kau menumpang hidup di negeriku, aku tak akan sudi melakukan semuanya," cibirnya dingin.

"Ya, ya, aku tahu."

Antonio kembali terkekeh untuk yang terakhir kalinya, sebelum ia menarik ujung lengan kemeja Arthur dan menariknya pergi dari tempat mereka bercengkrama dan berdiri. "Ayo pulang, amigo."

.

.

.

Karena kau pasti lelah mencariku sepanjang waktu.

end