Oke, aku punya pengakuan. Aku sering berfantasi soal cowok.
Iya, iya, emang udah rahasia umum kalau Ino Yamanaka suka mikirin cowok. Tapi akhir-akhir ini, aku sering mikirin cowok dalam konteks yang berbeda.
Aku… suka boys' love.
-#-
Disclaimer : Naruto © Masashi Kishimoto
Warning : AU, OOC, straight pairings
.
.
.
ABNORMAL
.
.
.
-#-
Apakah aku fujoshi? Well, entahlah. Yang jelas aku hampir selalu histeris setiap kali lihat dua cowok lagi berinteraksi. Iya, berinteraksi doang. Dua cowok yang ngobrol bisa kelihatan kaya' dua cowok yang lagi make out di mataku. Apalagi kalau mereka lagi berantem, pikiranku pasti melayang ke mana-mana.
Oh well, kaya'nya aku emang beneran fujoshi.
Masalahnya cowok-cowok di sekolahku seolah memberiku izin buat berfantasi soal mereka. Ambil contoh Sai yang selalu caper di depan Naruto, atau Neji dan Gaara yang sama-sama jaim, tapi perhatian satu sama lain, dan jangan tanya soal Sasuke dan Naruto.
Mereka ciuman. Iya, CIUMAN! Yah, nggak sengaja sih, tapi yang namanya ciuman tetep aja ciuman. Aku dulu sempet dendam sama Naruto gara-gara dia ngambil ciuman pertama Sasuke yang harusnya jadi milikku, tapi sekarang itu nggak penting lagi.
Mereka berdua itu… gimana ya? Gayanya sih nganggep satu sama lain sebagai rival—frenemy lah, tapi aku yakin mereka lebih dari itu. Serius deh, mereka bahkan nggak mau susah-susah buat nyembunyiin ketertarikan mereka.
Iya deh, Naruto masih keukeuh ngejar si Billboard Brow, tapi gimana kalau itu cuma pengalih perhatian? Gimana kalau sebenarnya dia punya hasrat sama cowok, dalam kasus ini Sasuke, tapi nggak mau identitasnya ketahuan karena takut sama respon orang-orang di sekitarnya?
Dan Sasuke. Ck, ayolah, coba deh sekarang sebutin nama Sasuke, kedengeran kaya' "Sasgay" 'kan? Dan jangan bilang kalau style rambutnya itu nggak gay.
"Woi, Ino."
Teguran si Billboard Brow membangunkanku dari lamunan.
"Eh…" Sakura kelihatan ragu. "Kaya'nya… hari ini aku nggak bisa ke rumahmu deh."
Aku melotot. "Loh? Kenapa? Bukannya kamu udah janji? Terus aku nonton HSM-nya sama siapa dong?"
"Masalahnya…" Dia menghindari kontak mata denganku. "Aku harus belajar buat tes masuk universitas."
Eh?
"Forehead, kita sama-sama tahu kalau tesnya masih lama." Heh, emangnya gampang ngebohongin aku. Butuh lebih dari trik murahan kaya' gini. "Lagian kamu pasti bisa masuk lewat jalur undangan."
"Iya… tapi…" Dia kelihatan makin gelisah. Ini anak kenapa sih? "Gini aja deh, nontonnya diundur minggu depan. Kali ini janji deh."
Iya sih, acaranya emang nggak penting banget, cuma nonton DVD sambil makan dan ngegosip, tapi 'kan…
Akhirnya aku nyerah, kasihan juga dia.
"Iya deh."
Meski begitu aku nggak bisa langsung percaya sama dia.
-#-
Pulang sekolah, Sakura pamit buat pulang duluan. Aku mengiyakan, dan meskipun rasa penasaranku memuncak, aku nggak nanya.
Kenapa sih ini anak? Biasanya juga kalau pulang nyantai, sambil ngelirikin cowok-cowok ganteng di kelas sebelah. Hm, mencurigakan. Aku mengawasi sosoknya yang terus menjauh. Tiba-tiba aku dapat ide.
Maka, aku bangkit, melangkah dengan cepat mengikuti jejak Sakura. Koridor yang ramai bikin aku harus ekstra teliti buat nyari dia. Tapi thanks to nenek moyangnya yang mewariskan rambut warna ngejreng, aku bisa menemukannya dengan mudah.
Aku tahu dia bakal ngamuk kalau tahu aku nguntit dia. Tapi 'kan salah dia sendiri pake main rahasia sama sohib sendiri. Udah gitu bohongnya payah lagi.
Sakura terus melangkah dengan tergesa menuju halaman depan. Aku menjaga jarak supaya dia nggak sadar. Akhirnya, sampai di gerbang, dia berhenti. Kepalanya menoleh ke kanan dan kiri. Aku bertanya-tanya siapa yang sedang dia tunggu.
Semenit, dua menit, lima menit, belum ada yang datang. Dia masih sibuk celingak-celinguk aja. Aku yang sembunyi di balik pilar jadi bete.
Sepuluh menit kemudian, aku yang nyaris ketiduran, melek lagi. Sebuah motor butut warna biru dongker berhenti tepat di depan si Billboard Brow. Dan aku nyaris pingsan saat lihat siapa yang mengendarai motor itu.
Naruto.
Aku bener-bener ngerasa dikhianati. Dia ngebatalin janji nonton HSM yang udah kita buat dua minggu lalu, buat Naruto? Ayolah, Forehead, masa' selera lo juga separah itu sih? Dan yang paling bikin aku ngerasa nggak ikhlas itu, Naruto-nya! Kenapa oh kenapa, kamu dengan mudahnya menghancurkan mimpiku sebagai seorang fujoshi?
Aku berdiri tegang di balik pilar, menahan keinginan buat lari ke arah dua pengkhianat itu. Rasanya pengen ngomelin mereka sampai mulut berbusa, tapi nggak bisa. Sakura dengan wajah happy udah menempatkan diri di jok motor Naruto, melingkarkan tangannya ke pinggang Naruto dengan mesra.
Mereka berlalu dan aku cuma bisa mengasihani diri sendiri.
Aku melirik ke arah kursi terdekat, sebelum akhirnya memutuskan untuk duduk di sana.
Nggak bisa kupungkiri kalau aku ikut seneng buat Sakura, tapi kenapa sih dia nggak mau cerita? Dan yang paling penting, mimpi fujoshiku!
Ah, kaya'nya aku harus cari pengalihan, mulai sekarang aku bakal ngejadiin Neji dan Gaara sebagai korban imajinasiku.
Tapi batal.
Pandanganku jatuh pada sepasang cowok keren yang lewat di depanku. Yang satu model rambutnya sangat gay, yang satu pakai make-up—oke, eyeliner doang, tapi secara teknis itu tetep make-up, dan cowok yang pakai make-up itu biasanya… KYAA!
Coret Neji dan Gaara, aku punya pengganti yang lebih baik!
"Yamanaka, kamu nggak pulang?"
Eh?
Nggak salah nih, Sasuke-kun baru aja nanya ke aku?
"B-belum."
Cowok itu menatapku dengan mata hitamnya yang menghipnotis. Di sebelahnya, Gaara berdiri, kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celana, matanya yang hijau cerah menatapku tajam.
Sasuke menghela nafas. "Mau bareng?"
Oke, ini bukan cuma imajinasiku 'kan?
-tbc-
Lagi iseng bikin SasuInoGaa.
Diterusin nggak nih?
