I love them

Author : Dand/Restu

Cast : Yunjae

Kim Heechul

Kim (Song) JoongKi

Kim (Park) Hyuncheol

Other cast nyusul

Disclaimer : Tuhan, diri mereka, dan orang tua mereka

Genre : Angst/Family/Romance

Warning : YAOI/GAY, typos, abal, gaje, cerita pasaran, dkk

a/n : Author tidak menginginkan fanfic ini terjadi dalam kehidupan nyata. Sekian.

".." : bicara

/.../ : isyarat tangan Jaejoong

'...' : batin

Don't like, don't read please!

Happy reding yang ingin membaca~ ^^

"Dasar anak cacat! Apa kau tidak pernah melakukan hal yang benar!" teriakan seorang namja berparas cantik mengema di rumah yang cukup besar itu. Terlihat di mata namja itu ada kilatan merah yang menandakan kalau dia sedang marah. Pukulan pun tak luput namja cantik itu daratkan pada tubuh namja lain yang lebih muda darinya, yang sekarang sedang melindungi dirinya dengan lengannya dari namja cantik yang lebih tua itu.

Air mata mengaliri pipi mulus namja muda itu, walau bibirnya telah sobek dan mengalirkan darah.

'S..sudah u..umma..,' kata namja muda itu, tapi hanya dirinya yang bisa mendengar.

"KAU! SEHARUSNYA AKU TIDAK USAH MENYEKOLAHKANMU! KAU BISANYA HANYA MEMBUAT MASALAH!" teriakan yang sangat keras dan diselingi dentuman benda berat yang jatuh ke lantai keramik rumah besar itu, tetap saja tidak membuat orang yang ada di dalam rumah besar itu menolong atau mengampiri namja muda itu yang sudah tak sadarkan diri.

'U..mma..i..ini bukan salah Joongie...,' sebelum kesadaran namja cantik yang lebih muda itu yang kita ketahui bernama Joongie atau Jaejoong itu menutup matanya yang bening itu.

"Urus sampah ini! Membuat rumah ini jadi menjijikan saja!" perintah namja cantik yang lebih tua itu menyuruh para maid yang sejak tadi mengintip kejadian yang menurut para maid itu adalah kekarasan.

Dengan cepat para maid itu berlari kearah tubuh yang sudah tak sadarkan diri dan membawanya ke kamar majikannya itu, mengobati luka-luka yang ada di tubuh kecil itu.

.

.

.

Hari sudah menjadi gelap, tapi sosok namja cantik itu belum juga membuka matanya sejak kejadiah tadi siang. Para maid yang tadi sempat mengobatinya pun merasa khawatir melihat kondisi tubuh majikannya itu. Mereka ingin membawa majikannya itu ke rumah sakit, tapi mereka tidak mempunyai biaya untuk membawa majikannya itu. Meminta ke nyonya besar keluarga Kim itu pun pasti percuma, nyonya besar pasti tidak akan memberikannya.

"Apa yang terjadi?" tanya salah satu maid yang sepertinya baru saja pulang, entah dari mana.

"Kepala pelayan Kim." Ucap pelayan-pelayan itu hampir bersamaan.

"Kenapa tuan muda bisa seperti ini?" tanya kepala pelayan itu.

Pelayan-pelayan itu pun menundukkan kepalanya, dan kepala pelayan Kim seakan mengerti kejadian apa yang menimpa majaikann mudanya itu dari melihat raut wajah pelayan-pelayan muda itu.

'Setega itukan Nyonya memperlakukan anak yang telah ia lahirkan?' batin kepala pelayan, yang bernama lengkap Kim Heechul itu. Menatap sendu majikan mudanya yang menutup mata beningnya.

"Apa kalian sudah memanggil dokter?" tanya Heechul pada pelayan yang berdiri di belakangnya.

"Maafkan kami kepala pelayan Kim, kami tidak berani." Pelayan itu menundukkan kepalanya, merasa bersalah.

"Dari kapan tuan muda Joongie seperti ini?"

"Sejak tadi siang kepala pelayan Kim."

Heechul mengusap kelapa majikan mudanya itu dengan lembut. Kepala pelayan itu seakan merasakan penderitaan majikannya. Karena sejak majikan mudanya itu lahir, orangtua kandungnya tidak pernah bersikap baik padanya. Mereka hanya bisa melukai namja cantik yang polos itu. Hati kepala pelayan itu terasa sesak.

"Kalian lanjutkanlah pekerjaan kalian." Perintah Heechul pada para pelayan itu, dan pelayan-pelayan itu pun keluar kamar majikan mudanya.

'Kau anak yang kuat, Ahjusi tau itu.' Batin Heechul masih mengarahkan tatapannya pada wajah pucat namja cantik itu.

"Ahjusi kebawah dulu ya, cepat sadar ne." Senyum kecut Heechul, lalu meninggalkan majikannya mudanya.

,

,

Saat sampai di lantai bawah, Heechul melihat keluaraga kecil yang lengkap. Ada ayah, ibu dan anak mereka sedang menonton televisi. Tapi Heechul menatap mereka sedih, teringat dengan anak dari orang dewasa disana yang sekarang sedang tidak sadarkan diri. Heechul pun melangkahkan kakinya ketujuan awalnya, ke dapur.

Tiga orang yang tadi dipandangi Heechul itu sekarang sedang tertawa bahagia bersama, seakan tidak teringat dengan anak bungsu mereka yang sedang 'menutup mata'nya.

"Bagaimana sekolahmu Karam?" tanya nyonya Kim atau sebut saja Kim Joongki.

"Menyenagkan Umma, tadi aku berhasil membuat anak cacat itu menuruti apapun yang aku perintahkan." Karam anak sulung keluarga Kim itu berbicara tanpa dosa dan seakan puas setelah memerintah adiknya yang bernama Jaejoong.

=FLASHBACK=

Namja cantik berjalan pelan menuju kelasnya setelah kembali dari toilet. Tapi sepertinya langkahnya di hentikan oleh saudara satu-satunya, siapa lagi kalau bukan Kim Karam. Namja yang hampir mirip dengan Kim Jaejoong.

"Anak bisu, belikan aku minuman. Aku haus." Perintah Karam dengan angkuh.

Jaejoong diam menatap kakaknya itu, walau sebenarnya mau menjawab tapi dia tidak bisa.

"Kenapa kau diam saja! Cepat belikan!" sentak Karam, marah.

Jaejoong mengerakkan tangannya membentuk sebuah isyarat, sebagai pengganti suaranya. Karam menaikkan alisnya melihat kelakuan Jaejoong. Walau sebenarnya dia tau alasannya kenapa Jaejoong mengunakan tangannya sebagai pengganti suaranya yang tidak pernah terdengar oleh siapapun itu.

"Hentikan itu! Aku tidak mengerti bahasa orang bisu." Sebenarnya Karam tau apa yang ingin Jaejoong katakan, yaitu menolah apa yang ia perintahkan pada adiknya. "Dan cepat belikan aku minuman! Atau aku akan membuat hidupmu tidak bahagia!" ancam Karam. Jaejoong menundukkan kepalanya, selama ini memang dirinya tidak pernah merasakan bahagia, tapi mungkin saat bersama Ahjusi Kim dia merasa seperti memiliki orang tua yang ia idam-idamkan selama dia lahir.

Karam wajahnya sudah memerah menahan amarahnya karena melihat Jaejoong yang malah diam saja tidak pergi membeli minuman yang ia pesan. "Jadi kau tidak mau!" dengan sadis Karam pun menjambak rambut Jaejoong dan membawanya ke dalam toilet yang memang tidak jauh dari mereka berdua berdiri. Ingat, disana hanya ada mereka berdua. Karena bel tanda istirahat selesai telah di bunyikan dan berhubung kelas Karam tidak ada yang mengajar dia pun jalan-jalan keluar kelasnya dan disinilah dia, bersama Jaejoong dan menyiksa adik semata wayangnya itu.

Setelah mereka sampai didalam toilet, Karam dengan tidak berperik kemanusian melempar tubuh Jaejoong ke dinding toilet itu. Pemilik tubuh pun meringis tanpa suara meraskan punggungnya sakit.

"Kau ingin minta bantuan? Teriaklah," Karam menyeringai pada Jaejoong yang masih meringis, dia ingin berdiri dari terdudukannya, menyangga tubuhnya pada dinding toilet.

Jaejoongmengerakkan tangannya pelan mengisyaratkan kakaknya itu untuk tidak memukulinya.

"Sudah aku katakan kalau aku tidak tidak mengeri bahasa anak bisu sepertimu!" kata Karam penuh penekanan.

Jaejoong mengangguk, karena dia hanya bisa mengangguk dan mengeleng saja. Itu bahasa Jaejoong bisa di mengerti orang.

"Hah?! Kau mau aku memukulmu lagi?!" ucap Karam di buat sepolos mungkin. Jaejoong mengelegkan kepalanya cepat setelah dia berhasil berdiri setelah dilempar Karam tadi.

"Lalu? Kau mau membelikan minuman untukku?" masih dengan nada yang sama, Karam bertanya pada Jaejoong.

Jaejoong mengangguk, lebih baik menuruti apa yang kakaknya itu perintahkan dari pada tubuhnya di penuhi dengan rasa sakit. Dalam hati Karam menyeringai. 'Dasar anak tolol!' batin Karam.

"Seharunya dari tadi kau menuruti apa yang aku katakan, tidak akan ada kekerasankan." Seringai Karam, lalu melangkah keluar toilet. "Oh ya, antarkan ke kelasku nanti minumannya." Kata Karam berhenti di ambang pintu, setelah itu dia benar-benar pergi meninggalakn Jaejoong.

Jaejoong menghela nafas, menatap dirinya sendiri di cermin toilet sekolah.

'Kau ini menyedihkan sekali Joongie.' Senyumnya miris. Dia menepuk-nepuk pipinya pelan.

'Semangat Joongie, harimu masih panjang dan kebahagian sedang menantimu dihari yang akan datang. Fighting Joongie!' semangtnya pada dirinya sendiri. Setelah itu dia berlari ke kantin, dia tidak perduli lagi dengan guru yang nanti akan menghukumnya karena tidak mengikuti mata pelajaran jam saat ini.

=END FLASHBACK=

"Umma dan appa tidak lihat wajahnya yang aneh itu, hahahahaha." Tawa Karam mengema dan di ikuti tawa tuan Kim, dan nyonya Kim yang tertawa tidak lirih.

Nyonya Kim terlihat terdiam. Memikirkan apa yang tadi ia perbuat pada Jaejoong, menyalahkan Jaejoong padahal kesalahan itu tidak di perbuat olehnya. Tapi pikiran rasa bersalah itu ia tepis dan ikut tertawa lepas bersama anak dan suaminya.

'Anak itu memang sepantasnya menderita.' Batin nyonya Kim dengan sengit.

.

.

.

Beralih ke kamar Jaejoong, namja cantik itu membuka mata beningnya lalu mengerjapkannya. Menyesuaikan matanya pada cahaya lampu kamarnya. Dia menatap sekitar, hanya ada dirinya disana.

'Kenapa umma tidak mau mendengarkan apa yang aku katakan.' Bulir-bulir bening itu menetes dari bola kristal itu. Isakan juga terdengar di kamar yang sepi itu.

Ceklek!

Pintu kamar Jaejoong terbuka, dan manampakkan seorang namja yang cantik yang membawa nampan di kedua tangnnya. Saat melihat Jaejoong yang terisak, dengan cepat namja cantik yang tak lain kepala pelayan Kim itu langsung meletakkan nampan yang berisi makanan ke meja dekat ranjang Jaejoong dan dia duduk di samping namja cantik yang lebih muda itu.

"Kenapa Joongie menangis?" tanya Heechul mengusap air mata yang membasahi pipi Jaejoong.

Jaejoong mengelengkan kepalanya pelan, dan mengusap air mata yang tersisa di pipinya. Tidak ingin membuat pengasuhnya itu khawatir.

Heechul tau majikan paling mudanya ini tidak ingin membuatnya khawatir maka dia pun tersenyum, walau bukan senyum bahagia. Dia mengusap rambut hitap Jaejoong lembut.

"Sekarang tuan muda Joongie makan ne."

Jaejoong tersenyum dipaksakan dan mengangguk pelan, tidak mau mengecewakan orang yang sudah membesarkannya itu. Heechul mengambil piring yang sudah berisi nasi dan lauknya, menyendokkan sesendok nasi pada Jaejoong.

Tangan Jaejoong bergerak membentuk isyarat. /Joongie bisa sendiri ahjuma./ isyarat Jaejoong, kenapa ahjuma? Karena orang di depan Jaejoong saat ini yang sudah merawatnya dan dia juga terlihat cantik untuk ukuran namja.

"Tidak tuan muda, anda harus saya suapi." Titah Heechul masih berusaha menyuapkan makanan pada Jaejoong.

Jaejoong pun akhirnya menurut dan menerima sesendok makana dari Heechul. Kepala pelayan itu tersenyum melihat Jaejoong yang memakan makanan yang ia bawa.

"Habiskan, agar tuan muda Joongie cepat besar dan berisi, agar cewek-cowok pada mengejar-ngejar tuan muda Joongie yang tampan sekaligus cantik ini." Canda Heechul dan menyuapkan makanan lagi pada Jaejoong yang sedang mengunyah makanannya dengan cemberut. Tangannya bergerak ingin memprotes pengasuhnya itu. /Aku tidak cantik Ahjumma./ begitulah kira-kira bentuk protesan Jaejoong.

Heechul tertawa melihat Jaejoong yang cemberut.

Jaejoong menarik-narik pakaian Heechul, menyuruhnya untuk berhenti tertawa dan jangan lupa pukulan pelan pun mendarat di lengan Heechul. Tapi Heechul masih saja tetap tertawa.

.

.

.

Disebuah rumah besar di seoul, yang terlihat gelap di salah satu kamar itu berdiri namja tampan bermata sipit dan namja cantik bermata sipit juga yang duduk di kursi. Dan kalau dilihat-lihat ruangan yang remang-remang itu adalah ruang kerja.

"Umma, aku akan membalaskan dendam appa yang belum terbalaskan." Ucap namja tampan bermata sipit penuh dendam.

"Bagaimana cara kau membalasnya?" tanya namja cnatik itu meletakkan jemarinya yang bertaud di bawah dagunya. Tatpannya juga terlihat tajam.

"Aku kan membuat keluarga itu kehilangan semuanya, dan akan aku buat mereka merasakan apa yang kita rasakan dulu." Dengan tegas anak yang sepertinya masih SMA itu berbicara pada orang yang dia sebut sebagai ummanya.

Namja cantik yang duduk dihadapan nakja tampan itu tersenyum menyeringai. "Aku aken melihat hasil kerjamu, sayang. Umma tau kau bisa membalaskan dendam keluarga kita pada mereka."

Namja tampan itu ikut tersenyum. "Kalau begitu, mulai besok aku akan memulai aksi balas dendam ini. Umma akan menunggu kabar baiknuya dalam waktu dekat ini." Ucap namja muda itu. "Kalau begitu, aku permisi."

Namja muda itu pergi meninggalkan ruangan yang remang-remang, meninggalkan sosok cantik itu sendirian diruangannya.

'Aku tau kau tidak akan mengecewakan umma dan appakan, Yunho.' Ucap namja cantik itu dalam hati.

.

.

.

Pagi yang cerah menyinari kota Seoul, burung-burung bernyanyi mengiringi pagi ini. Seperti salah satu keluarga yang terlihat harmonis di luar tapi entah orang-orang tau di dalamnya. Pagi ini mereka tengah melakukan kegiatan pagi mereka, yaitu sarapan. Tapi hanya ada tiga orang di meja makan itu, dan padahal keuarga itu memiliki empat anggota keluarga.

Di dapur keluarga Kim itu, disanalah salah satu anggota Kim yang tidak ikut makan di meja makan bersama keluarganya. Kim Jaejoong., dia makan bersama para pelayan yang memang mereka yang menerima Jaejoong.

"Apa anda yakin ingin berangkat sekolah, tuan muda?" tanya pelayan yang duduk satu meja dengan Jaejoong.

Jaejoong menaggapinya dengan senyuman dan mengangguk, lalu memakan sarapan yang ada di depannya.

"Tuan muda Joongie, anda baru sadar semalam dan tenaga anda juga pasti belum terkumpul sempurna. Dan luka di wajah anda, itu pasti masih terasa sakit." Heechul, pengasuh Jaejoong pun berbicara dengan tegas, agar tuan mudanya yang satu ini tidak meuruti keinginannya untuk berangkat ke sekolah dan memaksakan diri.

Jaejoong meletakkan sendok yang ia gunakkan untuk makan dan menggerakkan jemari dan tangannya, untuk menjawab apa yang dikatakan Heechul. /Joongie, sudah benar-benar merasa baik Ahjumma, dan ahjumma tidak perlu khawatir./ seperti itulah yang Heechul tanggap dari isyarat tangan Jaejoong.

"Tuan muda, kami akan merasa lebih khawatir jika anda berangkat sekolah." Ucap Heechul dan di lanjutkan anggukan oleh pelyan-pelayan yang sedang sarapan disana.

Jaejoong menundukkan kepalanya. Entah kenapa matanya terasa panas. Dia teringat dengan dengan ummanya, seandainya namja cantik itu bersikap protektif padanya seperti pelayan-pelayan di hadapannya ini, pasti dia akan merasa sangat senang.

"Tuan muda Joongie?" heechul yang merasakan ada yang aneh dengan anak asuhnya itu, dia mengeser kursi yang ada di samping Jaejoong agar lebih dekat dengan majikan mudanya. Mengelus kepala namja bermata besar dan cantik itu.

"Kami hanya tidak ingin terjadi hal buruk pada tuan muda, jadi turutilah apa yang kami katakan tuan muda." Masih denagn mengelus surai lembut Jaejoong, Heechul berbicara lembut.

Jaejoong mendongakkan kepalanya menatap orang yang memang lebih tinggi dari dirinya itu dengan mata beningnya, dan di tatap dengan hangat oleh pengasuhnya itu.

/Joongie, hanya tidak ingin membuat umma marah lagi pada Joongie. Makanya Joongie ingin berangkat sekolah./ masih dengan isyaratnya, Jaejoong tersenyum dipaksakan.

"Tuan muda...," pelayan-pelayan itu bergumam pelan melihat wajah polos Jaejoong.

/Joongie sayang umma, appa, dan Karam hyung, makanya Joongie ingin berangkat sekolah dan tidak ingin mengecewakan mereka./ senyum Jaejoong yang terlihat berbeda dari senyumnya barusan, senyumnya sekarang terlihat lebih lepas.

"Baiklah tuan muda, tapi bawalah bekal yang saya buat dan habiskan untuk makan siang." Titah Heechul mengambil bekal makanan yang sudah ia sediakan untuk Jaejoong.

'Heechul ahjumma memang sosok umma yang aku inginkan, seandainya umma sebaik Heechul ahjumma. Itu pasti sangat menyenangkan.' Batin Jaejoong memperhatikan Heechul yang sedang membungkus bekal Jaejoong dengan sapu tangan, yang sepertinya milik namja cantik yang telah membesarkan Jaejoong.

Beberapa menit kemudian pun Jaejoong sudah menyelesaikan makannya dan berdiri dari kursinya , bersiap berangkat sekolah. Tapi dia di cegah Heechul yang sudah melipat tangannya didada, memandang Jaejoong tajam.

"Bekalnya, kau melupakannya." Ucapnya pelan tapi tegas pada anak remaja Kim yang tersenyum aneh.

"Kemarikan tasnya tuan muda." Pinta Heechul, menegadahkan tangannya pada Jaejoong yang berniat meninggalakan bekal yang dibuat pengasuhnya. Heechul memutar tubuh Jaejoong dan membuka tas yang ada di punggung Jaejoong, lalu memasukan bekal buatannya ke tas Jaejoong. "Sudah, sekarang kau boleh berangkat. Teruslah tersenyum ne." Ucap Heechul mengusap rambut Jaejoong dan tersenyum lembut.

Jaejoong menganggukkan kepalanya, lalu membungkuk memberikan hormat, lalu mulai melangkahkan kakinya meninggalkan rumah dan berjalan menuju sekolahnya berada.

,

,

Seperti hari-hari sebelumnya dan kebiasaan seluruh murid jika tidak ada guru yang mengajar pasti kelas itu terasa ramai seperti sedang ada demo. Tapi bagi Jaejoong walau tidak ada guru rasanya sama. Kalau ada guru dia pasti diam mendengarkan penjelasan guru dan kalau tidak ada, dia juga pasti diam saja. Teman-teman sekelasnya tidak ada yang mau berbicara dengannya, menurut teman-teman sekelasnya percuma berbicara dengan namja bisu. Seakan berbicara dengan tembok saja. Maka Jaejoong hanya diam saja. Seluruh sekolah juga tidak tau siapa orang tua Jaejoong dan dimana namja bisu itu tinggal, dengan siapa dia tinggal. Keluarga Kim tidak menutup informasi kalau Jaejoong anak dari keluarga Kim yang cukup terkenal itu.

Berhubung Jaejoong duduk dibangku samping jendela baris keempat, dia bisa melihat keadaan luar gedung sekolah. Matahari siang ini memang agak panas, jadi mata Jaejoong agak silau.

"Jaejoong..," panggilan itu berasal dari samping bangkunya. Jaejoong yang merasa agak aneh karena ini baru pertama kali ada yang mau berbicara dengannya selama dia di kelas itu.

Jaejoong menolehkan tatapannya keasal suara dan mendapati namja yang biasa duduk di paling pojok kelasnya ini tiba-tiba duduk di bangku sebelahnya.

"Hay..," senyum namja yang tadi memangglnya.

Jaejoong tau siapa namja yang ada di depannya ini, sudah lama juga Jaejoong mengagumi namja berbibir seksi itu. Wajah Jaejoong agak memerah karena dia bisa sedekat ini dengan namja yang memiliki paras yang tampan itu. Namja cantik itu malah menundukan kepalanya, menghindari kontak mata dengan mata musang du depannya.

"Hay, aku ingin ngobrol denganmu, kenapa kau malah menundukkan kepalamu?" protes namja itu.

Jaejoong mendongakkan wajahnya mentap namja tampan itu, tapi rasa senang itu berubah menjadi ketakutan karena tatapan tajam yang ada di belakang Yunho menyeramkan menurutnya.

"Jangan perdulika mereka. Oh ya, aku dengar kau pintar kimia. Aku ingin minta bantuanmu untuk mengajariku itu. Kau mau?" pinta Yunho yang sangat berharap Jaejoong mau membantunya.

Jaejoong berekspresi binggung, lalu dia pun mengambil buku yang ada di depannya dan meniliskan sesuatu di buku itu.

/Kau tau a...aku kan bisu, bagaimana bisa menjelaskan Kimia padamu, Yunho-shi./ Yunho membaca apa yang Jaejoong tulis dan dia tersenyum. Jaejoong yang melihat Yunho malah tersenyum membuatnya binggung.

"Aku mengerti bahasa yang kau gunakan Jae, jadi kau tidak usah khawatir." Mata sipit itu menciut karena pemiliknya tersenyum. Jaejoong yang mendengar apa yang Yunho katakan pun agak kaget. 'benarkah Yunho mengerti apa yang aku katakan?' batin Jaejoong yang masih tidak bisa mempercayai yang Yunho ucapkan.

"Kau masih tidak percaya kalau aku bisa mengerti ucapanmu? Baiklah, aku beri taukan padamu. Sebenarnya sepupuku juga ada yang seperti kau Jae, dan kami sering ngobrol bersama." Jelas Yunho tetap mempertahankan senyumnya.

Jaejoong yang semula mendengarkan Yunho dengan serius pun mulai tersenyum, menerima Yunho didekatnya?

"Kalau kau masih tidak percaya, kau boleh mencobanya. Gunakan bahasa yang sering kau gunakan."

Jaejoong mengangguk dan mulai menggerakkan tangannya pelan-pelan agar Yunho mau bisa mengikuti apa yang diisyaratkan tangan Jaejoong.

/Siapa namamu?/

"Jung Yunho, dan pertanyaanya jangan semudah itu. Tanyakan yang lain." Protes Yunho

/A..apa kau ma..ma..u menjadi...te..man..ku?/ tanya Jaejoong yang agak ragu menggerakkan jemarinya, dan menundukkan kepalanya.

"Aku mau," jawab Yunho cepat dengan tersenyum lebar, jaejoong yang mendengar itu langsung mendonggakkan kepalanya. "Dan aku juga mau kau menjadi orang yang spesial untukku Jae." Bisik Yunho, tapi Jaejoong mendengar itu.

/Ka..kau mengatakan se..suatu Yunho-shi?/

"A..ah ti..tidak. oh ya, kau maukan mengajari kimia aku?" pinta Yunho dengan sedikit memohon.

Jaejong berfikir sebentar dan menganggukan kepalanya, tanda ia setuju. Entah Jaejoong menyetujui permintaan Yunho itu dengan sadar atau tidak. Itu bisa berdampak buruk padanya.

"Benarkah! Kau mau mengajariku?" Yunho terlihat sangat senang dan anak-anak yang ada di dalam kelas itu sudah menatap dua namja cantik dan tampan itu, ada yang berekspresi kaget, binggung dan juga tidak suka.

Jaejoong meganggukkan kepalanya lagi, agar Yunho mengerti.

"Baiklah Joongie, kapan kita akan mulai belajarnya?" lagi-lagi dengan semangat yang berlebih Yunho bicara.

/Terserah Yunho-shi saja./ sahut Jaejoong dengan isyarat tangannya.

"Baiklah, bagaimana kalau nanti pulang sekolah. Kan ada tugas kimia tuh."

Jaejoong berfikir sebelum menjawab apa yang Yunho usulkan. 'Nanti? Apa umma dan appa memperbolehkan aku pulang terlambat?' batin Jaejoong yang sepertinya sudah menginggat ummanya yang 'protektif akut' padanya.

"Joongie, bagaimana?" Yunho yang melihat Jaejoong terdiam pun menegur namja cantik di depannya.

Jaejoong mengangguk agak ragu.

"Kalau begitu nanti pulang sekolah aku akan kerumahmu."

Jaejoong langsung membelalakan matanya mendengar ucapan Yunho, jaejoong bisa mati di pukuli umma dan appanya jika itu benar terjadi. Jaejoong mengelengkan kepalanya cepat-cepat.

/Tidak boleh!/ gerakan tangan tangan Jaejoong juga menjadi tegas(?).

"Kenapa?" tanya Yunho binggung dengan tingkah Jaejoong yang sepertinya langsung berubah derastis.

/Ma..maafkan aku Yunho-shi, bukannya aku tidak memperbolehkan Yunho-shi datang kerumah. Tapi pokoknya tidak boleh Yunho-shi./

Yunho yang mengarikan gerakkan tangan Jaejoong merasa agak kecewa, tapi senyumnya ia kembangkan kembali. "Tidak apa-apa, aku tidak akan memaksamu. Kalau begitu, kita mau belajar dimana?"

/Disini saja tidak apa-apakan?/ isyarat Jaejoong.

"Baiklah. Dimana pun tempatnya asal ada Joongie aku tidak masalah. Hahaha," tawa Yunho, dan pipi Jaejoong pun memerah karena mendengar ucapan Yunho.

'Yunho-shi.' Batin Jaejoong, dia pun ikut tersenyum dengan Yunho walau wajahnya masih memerah. Tatapan siswa siswi disana menatap tidak suka Jaejoong, yang telah membuat Yunho tertawa. Padahal namja bermata sipit itu selau bersikap dingin pada fans-fannya.

.

.

.

Jam pulang sekolah dan seluruh penghuni sekolah berhamburan keluar wilayah sekolah, mungkin tidak seluruhnya karena masih ada orang-orang yang memang biasa pulang telabat atau sekedar malas pulang saja. Seperti Jaejoong dan Yunho salah satunya, dua orang itu masih betah di kelas mereka.

Jaejoong menjelaskan soal-soal yang tidak dimengerti Yunho, tapi yang dijelaskan malah meperhatikan orang yang menjelaskan. Entah Yunho mengeti apa yang di jelaskan Jaejoong atau tidak. Jaejoong yang menyadari Yunho tidak mendengarkan pun mengoyangkan tanagan Yunho yang ada di atas meja.

"Ada apa Joongie?" tanya Yunho yang sepertinya telah kembali ke alam nyatanya.

/Kau melamun Yunho-shi?/ tanya Jaejoong dengan isyarat tangan tentunya.

"Iya, tentu aku baik-baik saja, hehehe." Cebger Yunho yang mengetahui kalau Jaejoong menemukannya telah memperhatikan namja cantik itu.

/Apa kau sudah jelas Yunho-shi?/

Yunho mengelengkan kepalanya. Jaejoong menghela nafas, sebenarnya dia sudah lelah. Hampir 2 jam Jaejoong mengajari Yunho, tapi Yunho selalu mengeleng setiap Jaejoong bertanya Yunho sudah mengerti atau belum dan Jaejoong juga sepertinya merasa perasaannya tidak enak, apa akan ada kejadian yang menimpanya?

"Joongie, aqku melamun ya?" sekarang Yunho yang balik bertanya karena melihat Jaejoong diam saja, dengan mengoncangkan pelan bahu Jaejoong.

Jajeoong membuka mulutnya kecil, dan mengerjapkan matanya melihat kearah Yunho yang wajahnya tepat di depannya. Sontak, mata bulat bening itu melebar dan seaqkaqn-akan tubuhnya tidak bisa digerakkan, kaku.

,

,

Seorang namja yang hampir mirip Jaejoong berjalan di lorong gedung sekolahnya, dia baru saja selesai mengikuti ekskul. Dia terlihat sangat senang dan melangkah ke kelas adiknya, ada sesuatu hal yang ingin ia lakukan di kelas itu. Tapi saat Karam, namja cantik itu berada di depan kelas. Matanya melebar melihat adegan yang ditangkap matanya. Giginya sudah bergesekan satu sama lain, menahan amarah yang yang baru saja datang, tangannya mengepal siap meninju sesuatu.

'Kim Jaejoong anak bisu! Kau akan menerima akibatnya!' jerit batin Karam dengan amarah yang bisa? Karena Karam sudah sejak lama menyukai namja tampan berwajah kecil itu dan sekarang, dia melihat dengan matanya sendiri, menyaksikan kalau orang yang ia sukai tengah berciuman dengan orang yang paling dia benci di seluruh dunia. (Karam melihat dari sudut Yunho membelakanginya dan wajah Jaejoong yang terhalang kepala Yunho, dan jangan lupa tangan Yunho yang ada di pundak Jaejoong.)

Karam dengan marah melangkahkan kakinya menjauh dari kelas itu. Entah apa yang akan Karam lakukan pada Jaejoong setelah Jaejoong pulang.

,

,

Jam sudah menunjukkan pukul 5 sore, langit pun sudah mulai gelap. Dua insan yang sedang asik beljar itu pun mulai merasa lelah dan pandangan mereka juga mulai mengelap karena tidak ada penerangan. Yunho salah satu insan itu pun merengangkan otot-ototnya dan Jaejoong yang berusaha tidak memperatikan Yunho, dia tidak mau terlarut dalam wajah tampan itu. Jaejoong lebih memilih membereskan buku-bukunya yang ada di meja.

"Joongie, ayo aku antar kau pulang." Ucap Yunho seraya berdiri dari duduknya dan menatap Jaejoong yang menundukkan kepalanya dan ikut berdiri di depan Yunho.

Jaejoong mengelengkan kepalanya, lalu mendonggakkan kepalanya mentap mata musnag Yunho dan kembali menggelengkan kepalanya.

"Kenapa? Ini sudh hampir malam dan tidak baik kau pulang sendiri." Yunho menatap Jaejoong, terlihat dari raut wajanya kalau dia khawatir.

/Aku bukan yeoja Yunho-shi, aku bisa menjaga diriku./ jawab Jaejoong agak kesal, karena secara tidak langsung Yunho menganggapnya yeoja.

"Aku tau, tapi lihat ini...," Yunho mengusap ujung bibir Jaejoong yang kemarin dipukul ummanya. "Kau terluka, bagaimana bisa kau menjaga dirimu?" lanjut Yunho. "Kau akan aku antar." Sebelum tangan Jaejoong di gerakkan, Yunho sudah mencelanya dan menarik pergelangan tangan Jaejoong.

Jaejoong meronta minta dilepaskan dan saat sampai gerbang Yunho melepaskan tangan Jaejoong.

"Ada apa Joongie?" tanya Yunho membalikkan kepalanya menghadap Jaejoong.

Namja cantik itu mengelengkan kepalanya lalu menatap Yunho. /Joongie bisa pulang sendiri, yunho-shi pulang saja./ tolak Jaejoong yang sebenarnya menginginkan Yunho mengantarnya sampai rumah, tapi jaejoong merasakan perasaan tidak enak menerpa dirinya.

'Kenapa perasaanku sangat tidak enak, akan ada apa ini?' batin Jaejoong, Yunho yang dari tadi memperhatikan Jaejoong jadi penasaran dengan namja cantik di depannya.

"Joongie, kau baik-baik saja?" tanya Yunho yang menyadari wajah Jaejoong memucat. Dan dijawab gelengan kepala oleh namja yang tidak bisa berbicara itu. Dan jemari lentik Jaejoong bergerak, mengisyaratkan kalau dia ingin mengatakan sesuatu.

/Mianhae, aku harus cepat pulang./ setelah mengataka itu pada Yunho dengan isyarat tangnnya, Jaejoong berlari dengan cepat untuk cepat sampai ke rumahnya.

.

.

.

Tok Tok Tok

Suara ketukan dari rumah besar keluarga Kim pun. Jajeoong lah yang mengetuk pintu rumahnya sendiri, jantungnya sudah berdetak tidak beraturan. Rasa takut yang sangat besar telah menempel pada dirinya sampai-sampai airmatanya sudah mengenang di pelupuk matanya. Jaejopong benar-benar tidak tau apa yang akan umma, appa da Karam lakukan padanya setelah pintu di depannya itu terbuka.

Cklek!

Deg

Deg

Deg

Pintu kayu itu terbuka dan sesosok namja cantik berdiri di depannya.

"Tuan muda Joongie, anda kemana saja, kau membuat ahjussi khawatir." Ternyata kepala pelayan Kim yang membukakan pintu, Jaejoong sedikit merasa lega. Dan dia merasa terlindungi saat namja cantik di depannya menangkupkan telapak tanagnnya di kedua pipinya, senyum pun terkembang di bibir Jaejong.

"Sekarang lebih baik tuan muda mandi lalu makan ne, ahjussi akan menyiapkan makanan untuk tuan muda joongie." Senyum Heechul dan membimbing Jaejoong masuk ke dalam rumah.

Saat Jaejoong mau menaiki tangga menuju kamarnya, sebuah teriakan mengema di ruangan itu. Heechul yang semula ingin ke dapur pun kembali menghampiri Jaejoong. Disana sudah ada nyonya Kim dan anaknya(Karam).

"Kau mau apa kesana?" tanya nyonya Kim dengan sinis, mentap Jaejeoong yang menunduk.

"DASAR JALANG!" pekik Karam, Heechul yang mau berjalan ke arah Jaejoong berhenti dan menatap Karam, terkejut.

"Kenapa anda mengatakan itu tuan muda Karam?" tanya Heechul yang sepertinya tidak terima dengan ucapan yang di katakan karam.

"Kenapa? Kau tidak suka kepala pelayan Kim?!" ucap Karam penuh penekanan, dengan seringai yang mengejek.

"Saya tau anda membenci tuan muda Joongie, tapi saya tidak pernah anda akan mengatakan itu. Saya menghormati anda, kenapa anda mengatakan hal seperti itu? Apa yang tuan muda Joongie lakukan pada anda?" pertanyaan itu Heechul lontarkan kepada majikannya, tidak memikirkan konsekuensi yang bakal dia terima.

"Kau itu hanya pelayan di rumah ini, apa urusanmu! Dan aku mengatakan itu memang dia pantas mendapat sebutan itu!" teriak Karam yang kembali menginggat kejadian sore tadi.

"Karam chagi, biarkan umma yang mengurus anak cacat ini." Nyonya Kim mendekati Jaejoong yang sepertinya sudah ketakutan melihat ummanya mendekatinya.

Jaejoong mengelengkan kepalanya dan menggigit bibir bawahnya, menahan isakan.

"Kau pasti dapat uang banyakkan setelah melayani pelangganmu?" ucap Joonki, mengangkat dagi Jaejoong agar mata Jaejoong dan dirinya bertemu.

Jaejoong menggeleng.

"Dia pasti berbohong! Aku melihat dia sedang melayani teman sekelasnya!" teriak Karam di belakang ummanya.

Heechul yang mendengar teriakan Karam membulatkan matanya, dia tidak mau percaya dengan apa yang di katakan Karam barusan. "Itu tidak mungkin! Tuan muda Joongie tidak semurahan itu! Aku tau dia!" jerit Heechul dan duaoarang tua dan anak itu menatap Heechul sengit.

"Aku melihatnya dengan mataku sendiri! Kalau kau tidak percaya, kau tanya padanya kenapa dia bisa pulang selarut ini!" bentak Karam pada Heechul yang mentap Jaejoong menundukkan kepalanya dan menutup matanya rapat.

"DASAR JALANG! SUDAH MEMBUAT MALU KELUARGA DENGAN KECACATANMU, DAN SEKARANG KAU MENJUAL TUBUHMU?! BAGUS SEKALI KIM JAEJOONG!" bentakan keras dari nyonya Kim membuat Jaejoong terisak dan air matnya mengalir, tapi dia masih bersihkeras menggelengkan kepalanya kalau yang di katakan Karam tadi itu tidak benar.

PLAK!

Tapmaparan keras langsung mendarat dipipi mulus Jaejoong, dan membuat bibirnya sobek mengeluarkan darah.

"Ambilkan aku sapu Karam." Perintah nyonya Kim pada anaknya.

Karam mengangguk dan mengambil sapu yang ada di dapur dcan beberapa saat kemudian dia kembali dengan sapu di tangan kanan dan gunting di tangan kirinya.

"Untuk apa sapu dan gunting itu?!" tanya Heechul yang berteriak, khawatir pada majikan rapuhnya yang entah au di apakan oleh dua mhkluk tidk berperik kemanusian di hadapannya itu.

Karam menyeringai melirik Heechul dan langkahnya juga tidak berhenti sampai dia ada di dekat ummanya dan Jaejoong.

Bugh!

Bugh!

Bugh!

Nyonya Kim memukul punggung dan Kaki Jaejoong beberapa kali, Jaejoong meringis merasakan sakit yang amat menyakitkan menerpa tubuhnya. Heechul yang menyaksikan itu tidak bisa berbuat apa-apa, dia menutup mulutnya menyaksikan majaikan kecilnya meringisa kesakitan, darh merembes keluar dari kulit putih mulusnya.

'Um..ma...sa..kit...,' ucap hati kecil Jaejoong yang merintih, mencoba agar dia tetap kuat. Dia tidak mau terlihat lemah di mata orang apalagi di depan ummanya, dia harus kuat.

"Sekarang giliranku umma," seringai Karam mendekati Jaejoong yang meringkuk di lantai rumahnya.

Dengan tatapan yang sayu, Jaejoong mencoba mendonggakan kepalanya menghadap ke arah karam yang sekarang sudah berjongkok di depan Jaejoong, jangan lupakan gunting yang ia pegang sudah bersiap untuk melakukan sesuatu di tubuh Jaejoong.

"Hentikan! Saya mohon, jangan lukai tuan muda Joongie," mohon Heechul yang berlari kearah Karam dan memagang tangan majikannya mudanya yang lain itu.

"Aish! Lepaskan! Kau mengangguku!" bentak karam dan menghempaskan tangan Heechul yang memegang tangannya untuk menghalagi Karam mendekati Jaejoong.

"Tuan muda, tolong jangan lukai tuan muda Joongie!" pinta Heechul yang sudah menangis sesengukan.

Karam yang tangnnya sudah bebas pun mulai mengarahkan gunting itu ke arah Jaejoong yang mentap kakaknya sayu, ketakutan terlihat dari mata bening namja cantik itu.

'Hy..ung...,' ucap Jaejoong dalam hati, walau dia mengeluarkan ucapan itu pun mereka yang ada disana tidak akan ada yang mendengar ucapannya. Air mata namja cantik dan polos itu mengalir dengan deras membasahi pipinya, menatap gunting yang dipegang kakanya, takut?

===TBC===

Adakah yang ingin ff ini di lanjutkan?

Kalau gak ada, aku delete biar gak ngenyepam di FFN, tapi kalau ada yang ingin nich ff lanjut Review ya.. ^^v

N semoga admin FFN berbaik hati gak ngedelete nich ff...

Thankyunjae yang sudah menyempatkan membaca #bow

Pai pai~