Setelah pertandingan Winter Cup, entah apa yang terjadi, Kagami dan Aomine jadi sering bermain one-on-one. Seperti sekarang ini, setiap sabtu siang, sudah menjadi hal wajib bagi dua idiot ini.
"hahaha. Udahlah, Bakagami. Nyerah aja," ujar Aomine sambil bersiap menembakkan bola ke ring
"jangan harap," dengan cekat, Kagami memblok bola yang baru saja ditembakkan Aomine dan mendribblenya. Namun Aomine tidak membiarkannya berbuat semaunya. Direbutnya kembali bola di tangan Kagami dan di dunknya bola tersebut. Hop! Dengan ini, Kagami (lagi-lagi) kalah.
Pria berkulit tan itu melempar botol minuman yang langsung ditangkap oleh Kagami. Kedua basketball idiot itu menyelonjorkan kakinya dan meneguk air mineral yang dibeli sebelum bertanding tadi. Kagami, tanpa sengaja menoleh ke kanannya dan memerhatikan Aomine dengan saksama.
Gulp.
Alis dan mata tegasnya, hidungnya, bahkan sampai mulut Aomine yang sering mengeluarkan kata-kata nggak banget itu telah menyihirnya. Dan kulitnya yang hitam legam itu justru membuatnya terlihat makin seksi.
Sadar diperhatikan seperti itu, Aomine menoleh.
"lo kenapa sih ngeliatinnya gitu banget? Sirik ya sama badan sexy gue?" ia mengedipkan sebelah matanya membuat Kagami bergidik ngeri.
"Bakagami, nanti gue pinjem baju lo ya. Biasa, malam minggu," cengir Aomine, diikuti dengan decihan Kagami. Antara sebal karena tidak modal, atau karena harus melihat Aomine berdandan keren tapi bukan untuk dirinya.
Aomine melihat dirinya di cermin dan bernasis ria. Dsri jarak beberapa meter, Kagami memerhatikannya dan berdesis. Sambil membawa secangkir teh hangat, Kagami menghampirinya. Senandung sember dari Aomine berhenti ketika ponselnya berbunyi dan sambil menyengir, ia mengetik sesuatu di ponselnya. Lagi-lagi, dengan saksama, Kagami memerhatikan makhluk Tuhan paling sexy itu. Ia mengenakan kemeja santai di dobel dengan jaket hitam dan mengenakan celana chino coklat serta sepatu putih. Gila. Kurang kece dimananya? Yah, walaupun Kemeja milik Kagami, sih.
Andai aja saat Aomine berstyle seperti ini dan Kagamilah yang di ajak kencan, pasti Kagami akan mati kegirangan.
"oi, Bakagami…" kalimatnya menggantung ketika mendapati Kagami sedang memerhatikannya, lagi. Mata mereka bertemu. Sial, batin Kagami dan langsung memalingkan wajah ke arah lain
"ini udah kedua kalinya gue ngegepin elo merhatiin gue. Naksir, ya?" tak ada nada serius di sana, tapi kalimat yang langsung pada sasarannya itu mampu membuat Kagami panik
"nggaklah! Mana mungkin!" ucapnya sambil memerah. Aomine tertawa, yakin bahwa Kagami tidak berbohong. Toh, yang barusan di ucappkan Aomine juga Cuma bercanda. Mereka berjalan menuju pintu
"Bakagami, gue berangkat dulu ya," Aomine membuka pintu.
"tch. Gausah bilang juga gapapa, kali." Padahal, Kagami senang banget Aomine pamit ke dia.
Sambil melambaikan tangan, Aomine melambaikan tangan dan menutup kembali pintunya. Beberapa menit kemudian, Kagami bersandar ke kaca apartemennya yang langsung melihat ke arah jalan raya. Ia melihat pria berkulit tan sialan itu sedang membukakan pintu taksi untuk perempuan yang ia ajak kencan. Ia menghela nafas berat
Sudah cewek keberapa ini?
Dan, kenapa bukan Kagami? Padahal, mereka selalu bersama setiap hari.
Dulu sewaktu ia kecil, Ibunya pernah berkata bahwa saat waktunya tiba, Kagami akan jatuh cinta. Katanya, jatuh cinta itu indah. Katanya juga, jatuh cinta dapat membuat hari-harinya lebih mudah.
Andai segampang itu.
Tiba-tiba, ia merasakan dadanya sakit.
Ia diam. Bersama malam dan hatinya yang lebam.
duuuh, fic apa iniiii? huahahaha
oh iya, untuk summary, itu sebetulnya aku ambil dari puisi yang pernah aku baca lupa dimana. dan di edit dikit hehe
mind to review? :-")
