Naruto Belongs to Masashi Kishimoto
Final Odyssey copyright saiasaiasaiaShinkerbell
Genre : Family/Romance/Angst/Hurt/Comfort
Pairing : SASUSAKU
P.S : CANON, aneh (?), may be ada adegan yang mirip chapter 500, diusahakan tidak OOC
"Mengapa?"
"Jangan tanya mengapa" jawab suamiku yang kini tengah mengenakan hitai ate Konoha miliknya menghadap cermin.
Aku menundukkan kepalaku, sebelah tanganku mengelus-ngelus lembut perutku yang sedang terisi kehidupan yang mungkin tak berapa lama lagi akan terlahir ke dunia. Airmata mulai menggenang di pelupuk mataku, siap menetes.
"Jangan menangis, aku melakukan ini untuk melindungi kalian dan desa"
Suamiku, Uchiha sasuke. Tiba-tiba merengkuhku erat dalam belai rambut merah mudaku lembut dan ia kecup keningku kemudian ia usap pipiku untuk menghapus airmata yang terlukis disana.
"berjanjilah untuk pulang sesegera mungkin Sasuke-kun, aku takut terjadi sesuatu yang bu . ."
"Ssstt.. sudahlah. Aku pasti pulang, sebagai ketua skuad anbu sudah seharusnya aku membantu shinobi lainnya melawan orang itu. Aku tidak bisa tinggal diam. Keadaan di tengah kota Konoha benar-benar sudah mengkhawatirkan"
Sasuke mencoba menenangkanku yang sangat mengkhawatirkannya. Tapi tetap saja aku cemas, karena lawan suamiku adalah kakek buyutnya sendiri. Siapa lagi kalau bukan Uchiha Madara. Padahal tiga tahun yang lalu ia dikabarkan telah tewas oleh Naruto dan Sasuke yang waktu itu hampir kehilangan nyawa mereka di lembah akhir, tapi nyatanya kini dia muncul kembali untuk menghancurkan Konoha yang sangat ia benci dengan jurus yang lebih hebat
"Tetaplah selamat, kumohon.."
Namun ia hanya tersenyum tipis seperti biasanya. Senyuman terindah yang mungkin hanya ia tunjukkan padaku.
"Pasti Sakura, namun yang terpenting bagiku sekarang adalah keselamatan kalian. Aku tidak mau kalian terluka"
Kemudian Sasuke menggendongku dengan bridal style, aku agak kaget juga.
"Sebelum pergi, aku akan mengantarkanmu ke tempat para penduduk diungsikan. Agar kalian tetap aman bersama yang lainnya"
~Final Odyssey~
Sepanjang perjalanan dari rumah kami yang terletak di pinggir desa menuju camp pengungsian, kulihat suasana di Konoha begitu mencekam. Asap hitam mengepul dimana-mana yang berasal dari rumah-rumah penduduk dan pohon yang terbakar. Awan-awan kelabu yang mewarnai langit hari ini menambah aura gelap di desa . Bunyi kunai dan shuriken yang silih berganti berdentingan dan teriakan penuh semangat para Shinobi terdengar samar di telingaku. Kutengokkan wajahku ke atas untuk memandang wajah Sasuke'ku yang terlihat tidak tenang. Tak pernah kulihat sebelumnya ia secemas ini.
Akhirnya kami pun tiba di camp pengungsian, bola mata onyx-nya sibuk mencari-cari sesuatu dikerumunan orang-orang yang panik dan berduka.
Para orangtua memegang erat tangan anak mereka yang masih kecil, jerit tangis pilu anak-anak yang ditinggal 'pergi' ayah, ibu dan keluarga mereka yang meninggal di medan perang sangat menyayat hati. Hal itu membuatku takut, aku tak bisa membayangkan apabila akulah yang nanti berada di posisi mereka. Segera kubuang jauh-jauh pikiran tersebut dari otakku. Jangan sampai itu terjadi pada keluarga kami yang baru berjalan satu setengah tahun. Kurasakan tendangan kecil di perutku, tampaknya si kecil juga turut merasakan kesedihan yang kini melandaku.. Kuelus perutku lagi untuk memberikan ketenangan padanya sambil berkata dalam hati 'tidak apa-apa nak, jangan khawatir. Semuanya akan baik-baik saja. Ibu percaya pada ayahmu'
Sasuke menghentikan langkahnya begitu menemukan sosok yang ia cari
"Tsunade-sama!" teriak Sasuke
"Ah, Sasuke. Kenapa tidak membantu Naruto?. Apa Sakura mau melahirkan?" tanya mantan hokage kelima sekaligus guru medisku itu dengan tergesa-gesa menuju kami.
Kemudian Sasuke menurunkanku dari gendongannya.
"Tidak, aku hanya ingin menitipkan Sakura padamu. Tolong jaga dia dan anak kami sementara aku bertarung melawan orang itu. Hanya aku tandingannya, sharingan harus dilawan dengan sharingan"
Nada suara Sasuke terdengar datar, namun tersirat kecemasan didalamnya.
"Oh tentu saja, kami semua yang berada disini akan menjaganya sehingga kau bisa melaksanakan tugasmu dengan lancar"
"terima kasih, aku percayakan mereka padamu"
Lalu Sasuke menoleh kepadaku yang berada di sampingnya,
"Sakura, jaga dirimu dan anak kita baik-baik. Aku sayang kalian"
Ia kecup perut dan bibirku cepat dan menghilang dalam satu kedipan mata hingga aku tak sempat mengatakan apapun padanya.
"Kami selalu mendoakanmu Sasuke-kun, pulanglah dengan selamat" bisikku sambil menahan tangis yang lagi-lagi ingin keluar dari bola mata emeraldku.
"Kenapa Sakura, apa kau merasa tidak enak?" tanya Tsunade-sama memegang nadi tanganku.
Aku hanya menggeleng lemah
"Syukurlah, kutinggal sebentar tidak apa-apa kan?. Aku hendak mengecek persediaan obat-obatan dulu. Para medis sibuk sekali dari empat jam yang lalu, karena banyaknya korban akibat serangan tentara setan yang berada di bawah kendali lelaki jahat itu"
"Iya Shisou"
"Sambil menungguku, tolong bantu tenangkan anak-anak di pojok sana ya"
Tunjuk Tsunade-sama pada sekumpulan anak yang boleh dibilang adalah kakak beradik Terlihat seorang anak perempuan berusia sekitar enam tahun yang sedang menggendong bayi berusia satu tahunan yang sedang menangis dan seorang anak laki-laki berusia sepuluh tahun berusaha menghentikan tangis adik kecilnya itu. Kuhampiri mereka.
"Adik bayinya kenapa menangis terus?" tanyaku sehalus mungkin sambil mengusap-usap rambut adik bungsu mereka yang berwarna coklat kemerahan, berharap tangisnya mereda dengan itu.
"Hika-chan ingin minum susu, tapi ibu belum juga pulang dari toko kami sejak tadi pagi. Mendadak saat kami sedang bermain di ruang tengah, sekelompok ninja chunin membawa kami kesini. Mereka bilang di luar berbahaya" jawab sang kakak sulung.
"Tadinya kami ingin menunggu ibu kembali, tapi mereka bilang tak ada waktu. Ibu kami pasti akan segera menyusul" ujar si adik perempuan
Aku terenyuh, aku merasakan firasat kalau ibu mereka tidak akan pernah kembali. Karena wilayah pertokoan Konoha telah habis terbakar oleh api hitam amaterasu Madara saat aku melewatinya bersama Sasuke-kun tadi. Mustahil ada yang selamat dari sana.
Kudekap mereka bertiga dalam pelukku, sungguh malang nasib mereka. Aku bingung mesti berkata apa jikalau mereka tahu kenyataan yang sebenarnya.
"Yang tegar ya anak-anak, badai pasti berlalu"
CTAAAARR
Gemuruh ledakan keras di luar sana membuat anak-anak tersebut makin mempererat pelukannya padaku. Kurasa itu bunyi jurus Kirin milik Sasuke yang memanfaatkan api amaterasu.
Bunyi tebing yang runtuh susul menyusul dan menimbulkan getaran yang cukup dahsyat hingga terasa sampai ke tempat kami berlindung.
"Kakak, aku takut.." bisik si adik perempuan
Si kakak sulung hanya bisa menggenggam erat tangan si adik sambil tetap memelukku. Dia mencoba untuk kuat meski dia sendiri merasa ketakutan.
Setelah beberapa saat, getaran tersebut akhirnya berhenti. Barulah datang Tsunade-sama beserta istri hokage keenam dibelakangnya, yaitu Hyuuga Hinata. Gadis yang benar-benar tulus mencintai Naruto sejak lama. Naruto memang pantas mendapatkan gadis sebaik dia. Sekarang mereka telah memiliki seorang anak laki-laki yang baru berumur beberapa minggu, belum genap sebulan. Namanya Uzumaki Narita.
"Maaf Sakura, aku agak lama" ucap Tsunade shisou, agak menyesal.
"Tidak apa shisou, lagipula aku disini tidak sendirian. Karena ada anak-anak ini"
Aku melirik tiga anak kecil yang telah terlepas dari pelukanku. Mereka tampak malu-malu pada nenek Tsunade dan Hinata yang tengah menggendong Narita.
Tsunade shisou mengucapkan terima kasih banyak pada anak-anak kecil ini lalu memanggil beberapa ninja muda sekelas genin yang kemudian membawa mereka pergi dari sisiku dan membiarkan kami bertiga yang tersisa. Aku tanya mengapa mereka dibawa pergi lagi, Tsunade shisou bilang nenek ketiga anak itu mencari mereka di sebelah utara tempat pengungsian. Beliau tahu, bahwa ibu mereka telah tewas dalam serangan Madara sesuai dugaanku. Aku bersyukur, mereka masih memiliki keluarga.
~Final Odyssey~
Karena kondisi pengungsian yang kian sesak oleh orang-orang yang mengungsi, kami pun terpaksa harus dipisahkan ke bagian khusus tempat para ibu hamil dan menyusui. Apalagi kondisiku yang sedang hamil tua dan kemungkinan akan melahirkan dalam waktu dekat. Aku hanya disuruh tiduran di kasur lipat sederhana bersama beberapa ibu hamil lainnya. Di sampingku ada Hinata yang duduk menemani menggantikan nenek Tsunade yang sibuk berlalu lalang kesana kemari mengurus penduduk dan ninja-ninja yang terluka parah.
"Sakura-chan, kalau ada apa-apa bilang saja padaku ya"
Hinata menawarkan bantuan sambil menimang-nimang Narita yang terus merajuk tidak tenang.
"Baiklah nyonya Hokage…" kataku sedikit menggoda Hinata
Hinata langsung blushing dan berkata padaku kalau dia merasa kurang nyaman disebut nyonya Hokage. Aku hanya tertawa kecil padanya.
Hnn, Naruto dan Hinata. Dua teman baikku yang sangat serasi. Mereka terkenal di masyarakat sebagai ninja yang baik budi dan suka menolong. Aku termasuk salah satu orang yang selalu ditolong oleh mereka, terutama Naruto. Bertahun-tahun aku dan Sasuke menjadi beban di hatinya, tapi dia tak pernah mengeluh. Senyum bodohnya itu selalu menjadi penerang hatiku yang sendu. Penerang hati kami para sahabatnya. Kini kau mendapatkan kebahagiaanmu yang nyata. Menjadi Hokage termuda setelah Yondaime-sama, memiliki istri yang sangat mencintaimu, seorang putra yang lucu dan para penduduk Konoha bahkan negara lain pun mengakui keberadaanmu seperti apa yang kau inginkan dahulu.
Kehidupan yang kami jalani saat ini mungkin adalah jalan terbaik yang Tuhan tunjukkan bagi kami semua. Aku berharap semoga masa-masa indah ini tak cepat berlalu bak angin musim semi.
"Nona Tsunade, gawat!"
Sai muncul dengan luka-luka sayatan di wajah dan tangannya membawa berita. Entah itu akan menjadi kabar baik atau buruk. Aku hanya bisa diam memperhatikan mereka dari jarak lima meter. Pembicaraan mereka tak begitu terdengar jelas karena suasana di sekitarku cukup ramai. Tapi dapat kutangkap ekspresi nenek Tsunade yang berubah pucat setelah mendengarkan penjelasan mantan anggota Nee itu. Hinata yang juga penasaran sepertiku, memilih mendekati mereka dan menanyakan apa yang telah terjadi. Dan raut wajah Hinata pun ikut-ikutan berubah seperti nenek Tsunade. Sesekali Sai melirik ke arahku, membuat jantungku berdetak tak karuan. Sebenarnya apa yang sedang terjadi kami-sama?. Kuharap itu tak ada hubungannya dengan Sasuke-kun.
Aku beranjak dari tempat tidurku untuk mencari tahu kebenaran pada mereka. Namun Sai malah buru-buru pergi begitu menyadari aku mendekat. Nenek Tsunade terlihat resah, Hinata gugup dan kebingungan..
"Ada apa shisou?"
"Sakura, sebenarnya…"
TO BE CONTINUE
Jyaah, saya kembali dengan fict tanpa humor. Karena selera humor saia sedang kabur entah kemana, maka saia memutuskan untuk mengetik cerita ini saja.Ide cerita ini sudah cukup lama berputar-putar di kepala saia. Bagi yang menunggu update-an herbivor follower 6, yang sabar ya... *emang ada yang nunggu?*
Apakah ini cerita Pasaran, abal, gaje? .. saia gak bakat bikin fict non humor ternyata.
Saia hanyalah seorang author amatir, jadi mohon bimbingannya.
Minta review-nya?… REVIEW AND REVIEW?
