Pokemon © Satoshi Tajiri, Gamefreak, Nintendo

Sense of Dualistic

1: Night Call

"Grimsley,"

Satu suara maskulin memanggil namanya. Pria berambut liepard menolehkan wajah ke belakang. Tak ada siapapun; tak ada apapun. Tatapannya kembali tenang; hanya bayangan, atau begitulah yang ia pikirkan,

"Grimsley,"

Kali ini suara yang jauh lebih feminin membuyarkan perhatiannya. Ini tidak salah lagi. Suara-suara ini,

"Ibu…? Ayah?"

"Grimsley," Suara maskulin kembali bergema,

"Grimsley…selamatkan kami 'nak," lanjut suara wanita.

Pria bermata tajam itu semakin kalap dan panik. Ia menggeleng. Ini tidak benar. Ini tidak benar; kalian sudah tiada. Aku berada tepat dihadapan kalian ketika kalian menghembuskan napas terakhir di kasur kematian rumah sakit. Ini,

"Grimsley, dimana engkau 'nak?"

"Ibu!

Aku disini—ibu!"

Grimsley hanya dapat melihat ke atas dirinya—kemanapun dirinya dapat melihat. Karena dia tak tahu lagi arah mana yang benar di tengah kegelapan pekat ini. Syarafnya mati rasa, tubuhnya semakin kaku. Ia diteror kematian kedua orang tuanya 'kembali.'

Tidak hanya kehilangan gelimang gunungan harta, Grimsley juga harus kehilangan kedua orang tuanya sekaligus.

Kehidupannya sebagai seorang master Dark-type pokemon tidak membantu sama sekali.

Bahkan hal-hal yang sering dibanggakannya dalam berjudi tak berkutik sama sekali dihadapan takdir nan kejam.

Ia hanya tak pernah menang dalam berjudi melawan takdir.

Sepasang mata ultramarine terbuka dengan begitu lebar di tengah cahaya redup. Napasnya menderu dan keringat lembab membasuh keseluruhan piyamanya. "Miauw," Liepard—pokemon paling pertama yang dimiliki oleh Grimsley me-ngeong ke arah tuannya.

Walau ditengah sergapan serangan malam, ia dapat menyadari raut cemas kucing favoritnya. Ia lantas memainkan dagu Liepard betinanya tersebut. "…Jangan khawatir sayangku. Aku baik-baik saja."

"Grimsley?"

Kali ini pandangan pria berambut tajam itu teralihkan ke arah pintu besar kamar pribadinya sebagai seorang Elite Four (E4). Tubuh mungil dari sang master Psychic-type Unova menyambutnya. "Ah, Caitlin-ku yang manis," Sambut Grimsley yang mulai melangkahkan kakinya turun dari atas sofa king-size yang mewah. Ia menyalakan lampu utama kamar, menampakkan rupa sempurna dari perempuan berambut karamel lezat yang bergelombang panjang bagaikan sungai tanpa ujung. "Apa aku membuatmu khawatir lagi?"

"Tentu saja kau mencemaskanku.

Guncangan batinmu sangat mengganggu tidurku." Balas si gadis tanpa ekspresi berlebihan. Ia menyilangkan lengannya di belakang pinggul. Wajar saja, sebagai seorang 'master' psychic, Caitlin bisa merasakan batin seseorang—secara langsung ataupun tidak langsung. Dan Grimsley bukanlah pengecualian.

Liepard milik Grimsley berjalan persis disebelah tuannya selagi si pria sendiri tengah menyentuh punggung mungil Caitlin. "Maafkan kekasaranku, Caitlin yang manis. Bila kau tidak keberatan, perbolehkan aku menemanimu kembali ke kamar."

Setelah setuju untuk ditemani kembali ke kamarnya, Caitlin membuka percakapan. "…Ini sudah waktunya kau menceritakan kepada kami tentang…'itu', Grimsley."

"Aku yakin kau bisa membaca pikiranku sebagai seorang 'psychic'?" Respon si pria, serba menghumor. Tangannya tak kunjung lepas dari pundak Caitlin.

"Itu tidak sopan."

Mereka berhenti pada satu balkon besar dimana pemandangan menuju taman hijau terbuka yang luas terpampang beberapa meter di bawah sana. "Terima kasih karena sudah begitu memikirkan diriku ini, Caitlin-ku yang manis."

"…Katakan saja. Kita sesama E4 harus saling membantu, bukan begitu?" Si gadis melawan rasa kantuknya. Sekuat tenaga pastiya. Karena sebagaimana semua orang tahu, ahli psychic yang satu ini sangat 'gemar' tidur.

"Karena kau memintanya dengan begitu sopan—dan aku suka, bagaimana kalau satu pertarungan sebelum melihat kemana kisah malam kita ini akan berlanjut.

Kau tahu, it's deal or no deal. Take the bet, or we'd better forget this matter for good."

Caitlin memusatkan pikirannya untuk sesaat. Dan untuk sesaat itu pula, kepala Grimsley serasa pening. Ia lupa, seberapa mahirnyakah wanita dihadapannya ini dalam mind-play—keahlian lebih si pria dalam permainan poker, kalau ia boleh sombong sedikit. Grimsley hanya dapat menghela napas lega karena Caitlin bukanlah seorang penjudi.

Merasakan panggilan majikannya, Alakazam ber-teleport dan muncul dengan segera di sebelah si gadis. "Allakaz-Zam!"

"Aku terima tantanganmu, Grimsley dari Elite Four.

Dan jangan pernah meremehkanku lantaran tipe psychic yang tidak berefek sama sekali terhadap tipe dark."

Grimsley meraih dagu Caitlin, mengangkatnya sedikit ke atas. "Kau tahu aku tidak pernah meremehkanmu sedikitpun, sayangku." Dia memberikan kecupan ringan pada pipi mulus perempuan berambut gelombang sebelum akhirnya melangkah mundur.

Caitlin selalu bingung, apakah di situasi seperti ini ia harus merasa marah dan geram? Karena darimanapun siapa saja melihatnya, Grimsley seperti mengambil keuntungan dari si gadis. Merayu, memagut, dan sekarang mengecup.

Tapi bagaimanapun juga, ia menyukai Grimsley. Tidak menyukai dalam artian 'mencintai'. Melainkan dalam sebatas rekan kerja dan sahabat.

"Bersiaplah, challenger. Karena kau sekarang akan berhadapan dengan Grimsley dari Elite Four!"

|NEXT|

AN: Membuat per-chapter-nya tidak terlalu panjang sepertinya menarik. Silahkan lanjut ke chapter berikutnya: Grimsley Vs. Caitlin.