Disclaimer: Masashi Kishimoto.
Genre: Romance, Humor
Warning: OOC n AU
Pairing: SasukexHinata
~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~
ABSOLUTELY ABSURD~*~*~*~*~*~*~
"Sasuke-nii-chan, minta tanda tanganya!! Minta tanda tanganya!"
Sasuke mempercepat langkahnya demi menghindari kejaran anak laki-laki lima tahunan yang tak henti-hentinya berteriak nyaring. Ia sudah mencoba segala hal tapi si anak rupanya bersemangat juang tinggi. Kesabaran Sasuke yang memang pada dasarnya tipis plus kebenciannya pada anak kecil menambah tingkat kekesalannya.
Si anak kini yang kini menarik-narik ujung t-shirt Sasuke melompat riang, terus meminta agar kertas putih bersih di genggamannya segera bergores tinta pena guratan sang idola.
Sasuke mengibaskan lengannya, langkah berusaha diperlebar menangkap mata penasaran beberapa orang yang menyimak kejadian itu. Ia sendiri tidak mengerti, mengapa tiba-tiba ia punya penggemar anak kecil? Padahal jika ia punya kekuasaan ia akan memusnahkan semua anak kecil di muka bumi.
Ok, mungkin tidak separah itu. Tapi, ia sudah merencanakan semuanya dengan baik. Jika ia menikah nanti, ia tidak ingin punya anak. Dan… kemungkinanya menikahpun sangat kecil, kecuali bersama dengan wanita TERTENTU.
Sasuke berhenti. Kaki kanannya terasa agak berat. Ia menuduk.
"Lepaskan." Desis Sasuke dengan kemarahan membuncah. Ia menggoyang-goyangkan kakinya, berharap si anak yang bergelayutan itu segera membebaskan kaki kanannya yang telah jadi tawanan.
"Tanda tangan! Tanda tangan!!" Tuntut si anak.
Sayangnya, tali kesabaran Sasuke sudah putus…
-
-
BLETAK!!
"Huweeee… Sasuke-nii-chan ja'at!!
Tangisan memekakkan telinga mengiringi kepergian si anak yang lari menjauh sembari mengelus-ngelus kepalanya yang baru saja jadi landasan jitakan Sasuke.
Orang-orang di sekitar menggeleng prihatin.
Sasuke menyeringai puasa. Ha! Take that, little brat! Walaupun ia sedikit menyesal tidak melakukan hal itu dari awal. Anak-anak kurang pendidikan sejenis anak tadi semestinya diberi pelajaran tambahan, dan Sasuke sudah memberikannya secara cuma-cuma. Sebab semua hal harus melalui tindakan bukan hanya bicara, dan yang baru ia lakukan tadi namanya 'ikut mencerdaskan kehidupan bangsa', betul?
"Tidak perlu seperti itu. Dia hanya anak kecil."
Sasuke menoleh melihat seorang kakek berambut putih panjang yang sekilas mengingatkannya pada tokoh-tokoh yang biasanya mengambil peran sebagai Ayah Tangguh atau Pemilik Ilmu Gaib dalam serial TV. Sasuke hanya mendengus sebelum melanjutkan perjalanan pulangnya. Terlalu banyak orang sok bijaksana sekarang ini.
Kakek tersebut hanya bisa memandangi punggung Sasuke yang mengecil lalu menggeleng sedih untuk yang terakhir kali dan bergumam "Jika ia kembali menjadi anak-anak… aku rasa ia akan mengerti…"
Sebuah kalimat yang akan menjadi awal dari kegilaan ini.
-=-=-=-=-=-=-=-=-
Hari minggu, surga bagi para penghuni rumah beralamat Jl. Rookie no. 12 yang semuanya masih pada molor meski jam jelas-jelas menunjukkan angka 5:34 sore. Rumah yang jika dilihat dari luar bagai istana padahal dalamnya ancur lebur ini memiliki empat orang mbah penunggu, yang menurut Pak Google bernama Sabaku No Gaara, Uzumaki Naruto, Nara Shikamaru dan Uchiha Sasuke.
Rumah bergaya klasik itu dibeli dari hasil patungan untuk digunakan bersama supaya ke sono-nya kalo ke kampus empat bersahabat itu tak begitu kesulitan. Yah… Rumah itu memang dibeli agar mereka bisa mencari tempat tinggal yang berdekatan dengan kampus.
Namun, karena kesalahan seseorang, sebut saja Mr. X –nama kami samarkan demi keselamatan pelaku- mimpi semua jejaka itu harus dikubur dalam-dalam. Sebab si X, terima kasih kepada kecerobohannya, membeli rumah yang terletak jauh dari kampus.
Karena itu, jangan terlalu bermimpi yang tinggi-tinggi.
Di salah satu kamar yang lampunya masih terang benderang pertanda si empunya tidak memperdulikan seruan PLN 17-22, Sasuke menggeliat malas setelah mimpinya yang bintang utamanya adalah ia dan seorang wanita pujaan hati habis masa tayang. Sasuke berguling ke sisi kiri ranjangnya yang entah mengapa terasa lebih lebar. Mungkin hanya efek setelah berhibernasi.
Setelah menunda-nunda dalam waktu yang cukup lama, Sasuke memutuskan untuk duduk santai di atas ranjangnya. Matanya masih terasa berat, dan pakaiannya… terasa lebih longgar. Bukan. Sangat longgar.
Ia tidak pernah tahu tidur panjang bisa menurunkan berat badan.
Sasuke melompat turun dari tempat tidurnya, agak aneh karena ranjangnya seolah makin tinggi, lalu munuju kamar mandi untuk membersih diri.
Handuk yang ia ingat dengan benar tidak mencapai lututnya sekarang malah terseret dalam setiap langkah ia ambil. Sasuke mengernyit. Ada yang tidak beres.
Berdiri di depan cermin besar, Sasuke menggosok matanya dengan punggung tangan sekali lagi sebelum menatap pantulan dirinya yang menatap balik. Ia mengerjap.
Itu… anak lima tahun…
Sasuke memutar lehernya, mencari ke segala arah jika saja ada orang lain di kamar ini selain dirinya.
Tidak ada.
Sasuke mengembalikan fokusnya. Ia kemudian membuat berbagai gerakan, sekedar memastikan jika bayangan itu memang dirinya, dan apa yang ia lakukan di-copy dengan baik oleh kembarannya di cermin.
Mata Sasuke melebar.
Ia menepuk-nepuk dan mencubit pipinya lalu mengamati dirinya sendiri.
Kaki pendek, tangan kecil, pipi tembem, deretan gigi susu khas anak kecil, mata dan hidung yang mungil…
Kesadaran memukul.
Sial!
Secepat kilat, Sasuke membongkar isi lemarinya yang berisi tumpukan pakaian remaja. Sasuke, sebagaimana manusia-manusia lain yang sulit menerima kenyataan mencoba berbagai pakaian yang harus ia akui… longgar. Tidak cocok untuknya sama sekali.
Celana panjagnya sudah ia coret. T-shirt maupun kemejanya memberikan kesan 'Bayi pake baju Bapaknya'. Semua pakaian itu menyerat di belakang.
Dalam keadaan panik, Sasuke terus membongkar lemarinya. Ia berhenti bebekali sekedar untuk memberikan pandangan heran pada uang lembaran seratus ribuan yang terselip di antara pakain-pakainnya. Ia kemudian berhenti total pada sepasang celana dan baju anak-anak yang ditemukannya.
Sasuke segera berpakaian, bersyukur ia belum memberikan pakaian itu kepada Temari –kakak Gaara- sebagai hadiah atas ulang tahun anaknya yang ke.. ke… ke…. Masa bodoh!
Kaki kecil Sasuke membawanya ke depan kamar Gaara. Dengan tangan mungil, ia berusaha mengetuk keras dengan jantung berdegup kencang. Ia butuh bantuan. Ia tidak mau begini terus.
"Gaara! Oii! Gaara, Bangun!!" Sasuke tercekat. Bahkan suaranya pun kini mirip kaset rusak. Tidak ada lagi suara berat nan berwibawa yang biasa ia banggakan. Damn!
Semakin panik berpengaruh pada frekuensi ketukan Sasuke yang bertambah. Ia mengetuk tanpa henti dan diselingi dengan tendangan setelah Gaara tidak merespon sama sekali.
Spontan Sasuke berhenti, berkonsentrasi pada bunyi 'klek' diikuti dengan pintu yang membuka dan menampilkan…
Raksasa berambut merah.
Sasuke meringis dengan kepala menengadah menangkap mata hijau Gaara yang menyipit berbahaya. Dilihat begini ternyata Gaara memang mirip tiang listrik. Kalau begitu, ia yang tinggi tubuhnya sama dengan Gaara pasti juga terlihat tidak jauh berbeda dari penampakan yang sedang ia temui.
"Oh… Jadi makhluk ini yang mengganggu tidurku." Kata Gaara penuh penekanan.
Makhluk ini? Raut Sasuke mengeras, matanya ikut menyipit meski jika diteliti ekspresi Sasuke lebih mirip anak kecil yang sedang mempersiapkan diri untuk memperebutkan mainan kesayangan dari pada seseorang yang ingin mempertahankan ideology NKRI harga mati!
"Gaara," Balas Sasuke, high-picht "Jangan berani-berani—"
"Monster kecil, aku tidak perduli dari mana kau berasal. Keluar. Sekarang juga."
Sasuke yang kesal menendang kaki kuat Gaara dengan ujung kakinya. Ia menengadah lagi lalu menaikkan jari tengahnya.
Gaara yang jelas sedang mati-matian menahan emosi melanjutkan "Aku. Bilang. Keluar."
Biar kata berhadapan dengan anak kecil, Gaara tetap jaga image.
Sasuke memberikan satu jari tengahnya lagi.
Kesabaran Gaara menipis…
"Anak siapa ini?" Tanya Naruto sambil menutup pintu kamarnya. Tidur balas dendamnya harus ditangguhkan mendengar suara berisik yang terdengar dari depan kamar Gaara. Ia mendekat "Anakmu, Gaar?" Tanya Naruto innocent. Yeee… Bisa aja kan? Kayak di sinetron-sinetron, anak mencari Ayahnya yang tidak mau bertanggung jawab. Ato malah cucunya.
"—ra" Lengkap Gaara "Bukan." Jawabnya simple.
Naruto mengambil langkah lain lalu berjongkok agar dapat menyamakan tingginya dengan anak yang terus memberikan death glare berbonus percikan listrik. "Hmm… Wajah cemberut, sombong dan bodohnya… rasanya aku kenal."
"Kau yang bodoh!!" Teriak Sasuke.
Gaara menyeringai.
Naruto berjengit "Woaa… Bahkan sikapnya pun sama!" Naruto manggut-manggut dengan gaya professor yang baru saja memecahkan misteri alam terbesar.
Ia menyusuri wajah Sasuke dengan jari telunjuknya. Dahi, pipi dan menemukan terminalnya di dekat bibir. Ia menatap Sasuke lama.
Grasp.
-
-
-
-
"ARRRGHHH!!! Dasar bodoh!! Jariku! Jarikuuuu!!" Naruto meraung kesakitannya, memberi pandangan benci pada anak kecil yang baru saja menggigit jarinya penuh kenistaan, dan setelah diobservasi ada retakan di kukunya. Padahal sudah dimanikur! "Keluar kau dari sini!"
"Ada apa ini?" Shikamaru lengkap dengan tampang malasnya bergabung. Ia mengedik ke arah Sasuke "Kau siapa?"
Sasuke berdehem "Uchiha Sasuke."
-
-
Shikamaru dan Gaara sweatdrop.
Naruto tertawa terbahak-bahak.
"Anak ini gila." Naruto menghapus jejak air matanya yang merembes keluar pasca tawa supernya. Setelah kasus fan-girl, fan-boy, dan fan-fan apapun itu, ia tidak menyangka akan tiba waktunya di mana Uchiha Sasuke Wannabe bermunculan.
"Biar aku luruskan. Maksudmu, namamu Uchiha Sasuke?" Tanya Gaara
"Aku Uchiha Sasuke."
Shikamaru meng-huff sambil mencuri pandang pada pintu kamarnya yang tampak mengundang. Ini menyusahkan… "Ya, namamu Uchiha Sasuke. Ada banyak Uchiha Sasuke."
"Kau mau bilang namaku pasaran?"
"Aku mengenal seseorang yang bernama persis dengan namamu."
"Ini aku, Uchiha Sasuke, sahabat kalian!"
"Sasuke sih, tidak pernah mengaku sebagai sahabat kami."
"Troublesame…"
"KELUAR!!"
-=-=-=-=-=-=-=-=-
Celananya kotor bernoda tanah kecoklataan tempatnya duduk dengan lutut ditekuk dan kepala ditelakkan di antaranya. Pohon rindang yang berdiri tegak sebagai penaungnya memberikan bayangan hitam besar. Rumahnya –kalo masih bisa disebut begitu- telah jauh di belakang. Kini yang ada hanya ia yang telah resmi menerima gelar tuna wisma dan taman bermain yang penuh bunga dan anak-anak yang bermain gembira dan ibu-ibu yang bergosip ria dan para anggota sindikat penjualan anak internasional yang mengintai dari setiap sudut, cekikikan membayangkan banyaknya uang yang bisa mereka terima setelah melakukan transaksi.
Terlalu meremehkan jika Sasuke dikatakan sedang shock.
Ini lebih dari sekedar shock.
Kau bangkit dari ko'it sementaramu di sore hari kemudian harus menghadapi kerasnya terpaan hidup berupa bentuk tubuh –yang didapat dengan susah payah; olahraga teratur, makan ada pantangannya- telah berbentuk 'abnormal' lalu diusir secara tak terhormat dari rumah sendiri meski telah memberikan pembelaan dan penjelasan yang komplit.
Ia tidak tahu harus kemana. Tidak ada orang yang mengenalnya. Sementara Uchiha lain menetap di Otogakure, kota yang terlalu jauh untuk di tempuh dari Konoha. Jika menggunakan pesawat hanya memakan waktu dua jam, jika menggunakan trasportasi darat sekitar 4 hari 3 malam, jika menggunakan cara tradisional alias jalan kaki… mungkin berminggu-minggu. Capek, cing! Kalo pengen gaya pake pesawat ato mobil, lha mana duitnya?
Punya pohon duit kayaknya asyik banget.
Lagian, kalopun dia selamat sentousa bertandang di Kediaman Uchiha, belum tentu ada yang kenal. Ayah dan Kakaknya sudah popular dengan kebenciannya terhadap anak kecil (dan orang-orang bertanya mengapa ia tidak suka anak-anak) sementara Ibu… Sasuke ragu Mikoto punya insting sebagai seorang ibu untuk langsung mengenalinya. Ia sudah berpengalaman. Ketika ia berusia tujuh tahun, Mikoto salah mengenalinya sebagai anak tetangga. Hidup yang menyedihkan.
"Adik sendirian? Ibunya ke mana?"
Sasuke tidak menjawab melainkan menundukkan kepalanya dalam-dalam.
Bah! Mikoto mungkin bukan ibu yang perfect tapi ia telah mengajari Sasuke dengan sangat baik yaitu jangan pernah berbicara kepada orang asing bertampang mencurigakan. Dan menurut Sasuke kedua orang ini memenuhi syarat untuk lolos seleksi dan bertengger pada peringkat paling atas orang-orang bertampang mencurigakan.
Seorang pria tinggi berkulit seputih tembok, mata bagai ular, berasksesoris tali tambang dan berambut… berambut… astaga… rambutnya… i-itu… dia… dia pakai shampoo apa?!
Tunggu. Itu line milik Neji.
Lalu pria berkacamata yang tampaknya lebih muda dengan senyum tak menawan.
Sasuke mendengus. Ini orang-orang yang melakukan perdagangan anak. Orang-orang bodoh. Melakukan hal seperti itu. Idiot! Kenapa mereka harus menjual anak-anak itu? Apa yang telah mereka lakukan? Kenapa? Kenapa tidak sekalian di buang ke black hole? Nah… Kalo gitukan mereka tidak mungkin kembali.
"Mau lollipop? Ini ambil." Tawar pria-senyum-tak-menawan dengan tangan terulur, menyodorkan permen besar yang biasanya mendatangkan reaksi heboh anak-anak ke hadapan Sasuke.
Sasuke membuang muka. Kalo keadaannya lebih baik, kedua pria itu pasti sudah ia beri hadiah tonjokan, luka-luka mematikan lah. Mereka benar-benar mengganggu. Hehh… Keahliannya dalam bela diri tidak berguna sekarang.
"Kabuto-kun." Tegur pria lain, tersenyum aneh "Ada juga yang tidak menyukai permen. Mungkin ingin jalan-jalan? Ayo, ikut Om. Om ajak ke mana saja."
Memangnya Doraemon?
Terlalu bete untuk menanggapi masalah baru yang bisa ia lihat telah berada di ambang pintu, Sasuke berdiri, menepuk-nepuk celananya untuk menghilangkan debu dan beranjak meninggalkan mereka lengkap dengan ekspresi dingin yang tetap ia pampang di wajah.
Ia tidak punya waktu untuk masalah tidak berguna ini. Ia sudah punya banyak masalah sejak awal. Ringkas saja. Pangan, sandang, papan. Itu dia! Yang penting selesaikan masalah itu dulu.
Tapi Sasuke tidak bisa bergerak lebih jauh dari lima langkah pertamanya. Bahu kanannya dicengkeram erat.
"Ck, ck. Tidak mau? Om tidak bohong."
Tubuh kecil Sasuke diseret paksa dengan pria berkacamata yang terus-menerus menggumbar janji-janji kosong.
Mata Sasuke memicing.
Mereka… Ingin mati rupanya.
Maka pada posisinya yang terancam, akan diculik plus tubuh mengecil sehingga tidak memungkinkan untuk memulai perkelahian, Sasuke teringat nasehat ibunya. Ia menarik nafas dalam-dalam,
"TOLOOOONG!!"
Jangan komentar. Bahkan Uchiha pun butuh pertolongan. Sebab Uchiha juga manusia.
Lagi pula, tidak akan ada yang tahu.
Tak berapa lama, oh-called-bantuan datang menghampiri dengan gaya memasuki arena yang, meski ngomongnya tidak ikhlas, spektakuler. Meski begitu, siapapun ia, tidak mungkin ia bisa mengalahkan gaya masuknya pada arena pertandingan saat pertandingannya melawan Gaara dalam kendo. Efek rambut melambai plus daun-daun hijau berterbangan, gak mungkin bisa dia lawan. Gak mungkin!
Tidak jauh darinya, seorang wanita, bisa jadi pacarnya, berdiri dengan tangan ia tangkupkan di depan dada, jelas khawatir dengan potensi kelangsungan hidup Mr. Stranger, walaupun Sasuke tidak mau tahu apakah wanita itu khawatir sang kekasih akan mati di medan pertempuran sehingga meninggalkannya menjadi seorang diri, atau ia khawatir bila Mr. Stranger tidak kunjung mati sehingga ia tidak punya kesempatan melanjutkan hubungannya dengan kekasih gelap.
Sayangnya, Sasuke tidak mendapatkan sudut yang bagus agar dapat melihat rupa Mr. Stranger dan kekasih yang masih memunggunginya.
Sasuke dengan raut malas memilih tempat awalnya di bawah pohon untuk menonton perkelahian yang tidak seimbang. Secara, spesialis bidang penculikan vs Mr. stranger yang kayaknya cukup jago bela diri. Kalo ia kembali ke tubuh 'asli'-nya, Sasuke cukup berminat untuk bertandingan dengan si Mr. Stranger yang kini sedang meneriakkan makian pada duo penculik yang telah berlari menjauh.
Sasuke adalah orang baik dan ramah yang tidak ingin merepotkan orang lain, apa lagi merepotkan diri sendiri, jadi ia tidak repot-repot mengucapkan terima kasih. Toh, hanya hal biasa. Semua warga Negara WAJIB membantu sesamanya. So, seperti duo penculik, Sasuke bergegas berdiri untuk mengikuti petunjuk kaki yang akan menjadi penuntunnya sejak saat ini.
"Adik kecil…"
Paling tidak sebelum suara lembut itu mengalun.
Sasuke terhenti. Itu… suara yang sangat dikenalnya. Suara yang sering terdengar dalam mimpinya yang demi kemurniaan pikiran bocah di bawah umur tidak akan dijelaskan detail mimpi itu di sini, suara dari wanita yang ingin ia dekati namun selalu gagal karena dihalangi seseorang yang mengaku menjadi pelindung Hinata-sama sudah merupakan takdirnya dan suara yang tidak pernah bisa ia dengar dari jarak kurang dari sepuluh meter.
Sasuke membalikkan tubuhnya perlahan, memandang Hinata yang berjalan mendekat dengan hati melumer. Baginya, Hinata semakin indah.
Namanya juga orang lagi kasmaran.
Akhirnya ia tahu identitas wanitanya. Hyuuga Hinata. Excuse me, ada yang punya tinta emas? Kalo ada ia berniat mengukir namanya dengan baik.
Sedangkah Mr. Stranger ternyata Hyuuga Neji. Sasuke menyesal sudah memujinya tadi.
Hinata berlutut agar tingginya setara dengan tinggi Sasuke, ia lalu mengacak rambut Sasuke pelan dan mengelus pipinya.
Sasuke mendesah "Hinata-chan…" Dalam hati melakukan tari bahagia. Maklum, ini untuk pertama kalinya ia bersentuhan dengan Hinata… Hiks… Bahagianya… Selama ini usahanya selalu gagal. Ngomong bareng saja tidak pernah! Kalo ia senyum, Hinata cuman senyum balik sekilas –yang kelihatan seperti senyuman setengah hati- lalu meneruskan aktifitasnya. Padahal, kalo sama orang lain Hinata ramahnya setengah idup. Kenapa ia beda?
Kalo menurut Shikamaru, Hinata takut sama Sasuke yang dinilai punya image menyeramkan. Sasuke sulit percaya ini. Dia sampe senyum! Senyum! Padahal ia tidak pernah tersenyum sebelumnya. Senyumnya spesial ia persembahkan untuk Hinata.
Dan sekali lagi menurut Shikamaru, Hinata makin ketakutan setelah insiden senyum Sasuke. Bayangkan orang dingin, bermuka tembok, jarang buka mulut, kalopun bicara pasti nyelekit, tiba-tiba tersenyum. Eughh.
"Hinata-chan?" Ulang Neji yang punya pendengaran super mengenai apa saja yang menyangkut Hyuuga Heiress "Dari mana kau tahu nama Hinata? Dan… anak kurang ajar! Seharusnya Hinata-nee-chan!"
Sasuke terlalu bahagia untuk membalas serangan Neji, musuh abadinya. Ia menikmati tiap sentuhan Hinata namun harus menahan rasa kecewa begitu Hinata berhenti untuk menjawab "Neji-nii… Tidak apa-apa…"
Neji mendecak "Ok. Kalau begitu, dari mana kau tahu nama Hinata?"
"Itu t-tidak masalah…" Hinata menatap mata Sasuke lurus-lurus. Sasuke bisa merasakan wajahnya memanas "Uhm… Adik kecil, namamu siapa?"
Sasuke yang masih berenang dalam imajinasi serta kebahagiaan meluap menjawab refleks dalam suaranya yang terdengar seperti desahan "Sasuke…" Ia lalu meremas tangan Hinata yang kembali mengelus lembut pipinya.
Ia telah mengetahui semuanya sejak dulu. Hinata adalah kebalikan dari dirinya. Jika diumpakan ia adalah malam maka Hinata siangnya, jika ia gelap maka Hinata terangnya, jika ia dingin maka Hinata panasnya –dan ia setuju dengan penyataan Hinata is pretty hot. Hehe.. Tapi itu cerita lain-
Dan Hinata juga suka anak-anak.
"S-sasuke?" Hinata mencoba nama itu di lidahnya sementara Neji menggumamkan kalimat-kalimat seperti nama pasaran atau orang tua tidak kreatif.
Sasuke mengangguk, masih belum sepenuhnya sadar. Nanti ia akan mencari spidol hitam dan melingkari tanggal hari ini untuk diperingati setiap tahun. Ini benar-benar sebuah langkah besar dalam hubungan mereka!
"Sasuke-chan…" Sasuke menaikkan satu alias. Sasuke-chan sama sekali tidak terdengar kelaki-lakian. Itu melecehkan harkat dan martabatnya. Lagi pula, masa' dia harus manggil Hinata-kun? Bisa kacau! Kacau hubungan mereka ke depannya.
"Bagaimana dengan Sasuke-kun?"
Hinata memiringkan kepalanya ke samping, agak bingung tapi tetap meralat ucapannya "Sasuke…-kun?"
Sasuke berbunga-bunga. Baru sekarang ia menangkap dengan indra pendengarannya namanya sendiri yang terucap begitu merdu.
"Kecebong seperti ini panggilannya –chan, Hinata-sama. Bukan –kun." Sela Neji berapi-api, jelas tidak rela Hinata-sama nya menyapa seseorang tidak dikenal dengan embel-embel –kun.
Sasuke menengadah menatap Neji menantang, sebelah tangan masih menggenggam erat tiga jari Hinata –kerena memang tangan kecilnya hanya bisa mencakup tiga jari itu "Maumu apa, Kodok besar?"
Raut Neji berubah keras, berusaha menahan amarah. Kalo Hinata-sama tidak di sini, mungkin anak itu sudah ia cincang, terus dikasih bumbu dan di bikin sate. Bisa dijual ke Sumanto. Lumayan, tuh.
Sasuke menyeringai puas. Siapa suruh ia main-main dengan Uchiha Sasuke? Mencoba mempermalukannya di depan Hinata-chan. Tubuh boleh mengecil tapi otak –dan kelakukan- tetap sama.
"Neji-nii-san…Sasuke-kun." Tegur Hinata lembut. Neji mendengus kemudian memalingkan wajahnya sedangkah Sasuke kembali menatap Hinata antusias.
"Sasuke-kun… O-orang tuanya tidak disini?"
Angguk-angguk.
"Rumahnya jauh?"
Angguk, elus-elus pipi ke punggung tangan Hinata.
"M-mau… tinggal sementara bersama Hinata-nee-chan?"
-
-
Blink. Blink.
Hell yes!
"TENTU SAJA!!"
"TIDAK BOLEH!!"
Glaring contest.
T B C . . .
a/n:
Ini dia fic gak jelas lain persembahan Guavary'DarkLavender, people! Sigh… Gak bagus-bagus amat tapi mudah-mudahan juga gak jelek-jelek amat *ngarep* Ehh… Puasanya masih lengkap? Ato udah bolong-bolong? Haha… ketangkep ente lagi makan di belakang gedung! *digampar*
Oh… ya…
R I V I E W, PLZ!!
Salam,
Ava^^v
