Gender Switch

Kamichama Karin©Koge Donbo

Kahika café ©Maryam

Rate: T
Warning: Typo menyebar kemana-mana, gaje, gak menarik de el el lah

Chapter 1

Tiga orang pemuda tengah asyik bermain-main dengan PSP-nya masing-masing.

"Hey, bagaimana kalau kita taruhan?" ujar salah satu dari ketiga pemuda itu, yang baru saja menghentikan permainannya.

"Taruhan apa, Jin?" tanya seorang dari mereka yang memiliki kedua mata yang berbeda.

"Begini, kita lomba makan mie pedas. Siapa yang memakan mie paling sedikit, dia kalah. Nah, yang kalah, harus sekolah di sekolah khusus putri. Bagaimana?"

"Ah, kau gila. Tidak, aku tak mau!" ujar pemilik mata biru sapphire.

"Kau takut, Kazune? Ayolah, ini hanya untuk bersenang-senang, hanya 1 semester saja. Bagaimana?"

"Harga diri dipertaruhkan disini."

"Ayolah, Kazune. Aku tahu, harga dirimu itu tinggi, tapi belum tentu kau lah yang kalah."

"Bukan begitu, Michi. Tetap saja aku berpeluang kalah. Lagi pula, bagaimana dengan nasib sekolah yang kalah nanti? Mana mungkin punya dua sekolah!"

"Home schooling, solusinya!" jawab seorang pemuda berambut gelap bernama Jin Kuga.

"Benar itu, Kazune! Bagaimana? Setuju?" tanya Michiru.

"Kalian berkata seolah aku yang akan kalah." ujar Kazune yang merasa khawatir dengan keadaan ini. Bagaimana jadinya seorang Kujyo yang sangat menjunjung tinggi harga diri harus mengikuti taruhan seperti ini. Apa kata dunia?

"Tidak! Aku tidak mau!" tolak Kazune.

"Jadi, kau takut, hah?"

"Kau pecundang ya, Kazune."

"Bukan begitu. Hah, baiklah, aku terima!" ujar Kazune penuh keterpaksaan. Ia paling benci dikatakan seorang pecundang.

Jin mengembangkan senyumnya, begitu juga dengan Michi, senyum kemenangan. Mereka tahu sekali, Kazune adalah tipe orang yang makan sedikit, dan sangat menjaga etika ketika makan. Jadi, mereka sedikit tahu siapa yang akan, namun mereka juga tetap harus waspada.

"Oke, besok lombanya, jam 2 siang, di apartement ini." ucap Jin dengan mantapnya. Ia sungguh tak sabar dengan hari esok.

Saat yang ditunggu tiba. Di hadapan mereka telah tersedia dua puluh porsi mie dengan super pedas untuk masing-masing orang. Kazune hanya bisa menelan ludah melihat makanan-makanan itu. Ia sungguh-sungguh takut kalah. Bayangkan saja, dia harus berpakaian seperti wanita, berjalan seperti wanita, dan ehm, harus memakai pakaian dalam wanita. Itu menjijikkan. Harga dirinya akan turun secara drastis jika ada yang mengetahui itu. Tapi, ia tetap optimis akan menang.

"Waktunya 20 menit. Jika timer berbunyi, hentikan makan kalian. Waktunya mulai dari SEKARANG!" teriak Jin.

Mereka kemudian makan secepat dan sebanyak mungkin yang mereka bisa makan. Hingga tiba saatnya timer itu berbunyi dengan nyaringnya. Mereka mengangkat kedua tangannya, pertanda mereka tidak lagi makan saat timer berbunyi.

"Aku kenyang sekali." ucap Michi sambil memegangi perutnya yang kini tambah membesar.

"Aku juga." ujar Jin yang juga memegangi perutnya yang kini membuncit.

"Aku mau muntah. Bibirku bisa bengkak, ini." keluh Kazune.

Mereka bertiga duduk sambil memegangi perutnya yang sudah seperti orang hamil itu.

Setelah merasa lumayan tidak terlalu kenyang lagi, Jin mendekati piring-piring itu, mencoba menghitung piring yang berhasil dihabiskan oleh mereka.

"Michi, 16 piring! Wah, kau hebat, Michi!" seru Jin ketika menghitung piring-piring kosong yang berhasil dimakan Michi.

"Piringku, 14 yang habis! Wah, aku jadi takut."

"Piring Kazune, 11 piring. Hahaha."

Glek!

Bagai terkena sambar petir di siang hari. Pernyataan Jin sangat menusuk hati. Seharusnya ia tidak usah mengikuti taruhan konyol ini. Harga dirinya terlalu tinggi untuk menjadi seorang wanita. Pikiran-pikiran aneh mulai menyelimuti otaknya. Bayangkan saja jika dia harus bertingkah layaknya wanita, pasti mengerikan.

"Sudah, hentikan saja taruhan gila ini. Tak ada untungnya sama sekali." ujar Kazune yang menolak adanya taruhan itu.

"Kau ini, sebenarnya laki-laki, atau perempuan sih, Kazune? Kalau laki-laki, taruhan ini pasti dilaksanakan." ucap Michi sambil menepuk pundak.

"Ayolah! Hanya satu semester. Setelah itu, kau bisa bersekolah dengan kami."

"Tapi, pastikan jika tidak ada satu orangpun yang tahu selain kalian, kalau aku sebenarnya laki-laki." ujar Kazune yang pasrah akan menerima taruhan itu. Jika ada orang lain yang tahu kalau dia menyamar sebagai perempuan, rasanya ia ingin bunuh diri saja.

"Dua jam lagi, kita ke Mall, ya!" perintah Michi.

"Untuk apa?" tanya Kazune bingung.

"Untuk membeli pakaian lah!" ujarnya. Kazune tahu apa yang dimaksud. Membeli pakaian perempuan.

Ketiga pemuda metroseksual itu memasuki salah satu toko yang ada dalam Mall yang biasanya mereka kunjungi.

Jin sedang memilah-milah pakaian untuk Kazune. Jika dilihat dari wajah mereka, orang-orang pasti berpikir jika mereka membeli baju untuk para pacar mereka. Tapi, nyata tidak. Jin kemudian mendekatkan pakaian yang dipegangnya itu ke tubuh Kazune. Sontak Kazune mendorongnya ke belakangnya. Bisa-bisa orang mengatainya banci. Jin dan Michiru hanya bisa tertawa melihat tingkah Kazune. Pakaian sudah dibeli, sekarang hanya tinggal sepatu dan dan pakaian dalam.

Michi menarik mereka kedalam sebuah toko khusus pakaian dalam. Dicobanya bra yang di pegangnya itu pada Kazune. Didekatkannya pada dada bidang milik Kazune. Tentu saja ada penolakan oleh sang Kujyo. Para pegawai toko itu mulai melirik-lirik tingkah laku mereka yang mencurigakan. Bisa-bisa mereka dianggap banci, pula. Padahal kan, mereka itu cowok-cowok metroseksual yang keren. Pemuda metroseksual yang dikelilingi para gadis yang sering kali tergoda dengan paras mereka yang tampan itu.

"Kazune, kau mau berdada besar, atau yang sedang, Kazune?" bisik Jin pada Kazune. Kini, harga dirinya jatuh drastis di tempat ini.

"Lihat! Celana dalam ini berwarna pink!" seru Jin dengan semangat. Michi hanya tertawa terkekeh-kekeh, sedangkan Kazune wajahnya berkerut sejak tadi. Sungguh memalukan tingkah kedua temannya itu.

"Tinggal sepatu. Ukuran kakimu, berapa Kazune?"

"38." jawab Kazune datar sambil menyilangkan tangannya.

Dari toko pakaian dalam, kini mereka beralih ke toko sepatu. Toko yang kebanyakan dikunjungi wanita ini, langsung memandangi mereka ketika mereka datang. Wajar saja, mereka tampan.

"Maaf, bisa Anda sarankan sepatu untuk perempuan?" tanya Jin pada salah satu karyawan di toko itu.

"Sepatu untuk acara apa ya, Tuan?"

"Untuk segala situasi. Sepatu olahraga, santai, pesta, dan lain-lain."

"Baik, mari saja tunjukkan."

Mereka kemudian memilih-milih sepatu-sepatu untuk Kazune. Kazune hanya diam tak bergeming sambil melipat kedua tangannya.

"Wah, untuk pacar Tuan, ya? Tuan baik sekali." ujar karyawan itu memuji Jin yang membeli sepatu banyak sekali. Mulut Jin ingin sekali berteriak dan mengatakan kalau sepatu-sepatu itu untuk lelaki yang berdiri di dekatnya. Tapi, tidak mungkin. Bagaimanapun, Kazune itu sahabatnya. Tampak Michi sedang menahan tawa mendengar pertanyaan karyawan itu. Perutnya terasa geli sekali. Apa jadinya jika karyawan itu tahu kalau pemuda tampan yang berada di samping Jin itulah yang akan memakai sepatu-sepatu itu.

"Ah, iya. Terimakasih atas pujiannya." ucap Jin berbohong.

Setelah selesai dengan semua kebutuhan mereka, ketiga pemuda itu kembali ke apartement mereka.

Kemudian, Jin dan Michi mendandani Kazune. Betapa kagumnya mereka ketika melihat Kazune yang selesai didandani, dengan pakaian perempuan dan make up di wajahnya.

"Wah, Kazune. Kalau kau sungguh adalah perempuan, aku akan jatuh cinta pada pandangan pertama padamu." ujar Jin yang mengatakan pendapat yang ada dalam lubuk hatinya. Tak tampak sedikitpun keraguan jika Kazune itu adalah lelaki jika dilihat sekarang. Benar-benar cantik.

"Kau jatuh cinta padaku, ya Kuga? Bagaimana kalau aku menciummu?" goda Kazune pada Jin. Di dekatkannya wajahnya pada Jin.

"Tidaaaak! Ini bukan YAOI!" teriak Jin. Michi dan Kazune tertawa terbahak-bahak melihat Jin.

"Tunggu! Namamu sekarang, Kujyo Kanae."

Ini hari pertama mereka memasuki tingkat menengah atas. Namun, kali ini salah satu dari mereka berbeda sekolah. Kini Kazune berpisah sekolah dari kedua sahabat karibnya itu.

Kedua mobil ferrari melaju dengan kencang, salah satu mobil itu membawa seorang lelaki yang berpenampilan seperti gadis pada umumnya. Rambutnya diikat twintail dengan seragam bewarna merah dengan motif garis-garis.

Kedua mobil itu berhenti tepat di depan sekolah Kazune. Kedatangan mereka menarik perhatian para gadis-gadis di sekolah baru Kazune.

Jin mengulurkan tangannya pada Kazune. Kini Kazune seperti layaknya seorang puteri dengan pangeran yang menyambutnya.

"Ayo, tuan puteri." ujar Jin.

"Awas kau!" ancam Kazune yang sangat malu dengan situasi ini.

"Maaf, kali ini, fans ku akan bertambah." bisik Jin pada telinga Kazune. Kazune hanya diam saja, berusaha untuk kembali ke sifat asalnya. Pendiam dan cool.

Michi yang melihat pemandangan itu hanya dapat menahan tawa.

.

.

Seorang lelaki berambut gelap dengan kacamata sedang mengagumi kecantikan Kazune dari kejauhan.

"Hei, Kirika. Kau kenal dia, tidak?" tanya pemuda berambut gelap dengan kacamata itu sambil terus menerus menatap Kazune yang sedang bersama Michi dan Jin.

"Tidak kak. Sepertinya anak tingkat satu. Hari ini kan, hari pertama mereka masuk." ujar seorang perempuan berambut pendek yang memakai seragam yang sama dengan Kazune.

"Dia cantik sekali. Aku jatuh cinta padanya. Tolong, selidiki dia ya, Kirika!"

"Tentu, kak."

"Boleh aku duduk disampingmu?" tanya seorang perempuan bermata emerald dengan rambut dengan ikat twintail.

Kazune menoleh kepadanya.

"Tentu." jawabnya datar. Sungguh suara yang sangat tidak bersahabat.

"Kenalkan, namaku Hanazono Karin." ucap gadis itu. Ia tersenyum, lalu mengulurkan tangannya pada Kazune.

"Namaku Kujyo Kaz- eh, Kujyo Kanae. Salam kenal juga." ucap Kazune sambil sedikit senyum dengan terpaksa.

Gadis yang diketahui bernama Karin itu gelisah menarik-narik sesuatu di belakang punggungnya. Kazune heran melihat tingkahnya yang aneh itu.

"Kau kenapa?" tanya Kazune.

"Bra ku sepertinya lepas. Bisa tolong kau kaitkan?"

"AAPA?!"

TBC

Huahahahaha, fic baru di fandom ini.

Bagaimana? Aneh ya? Pasti iya.

Ya udah, yang mau nge-ripiew, silahkan di ripiew.

Ada saran untuk fic ini? Ayo kirim komentar kalian di kolom review!

Ja!

Terimakasih yang sudah meluangkan waktunya membaca fic abal-abal ini.

Salam!