Naruto © Masashi Kishimoto

Warning : Semi Canon, OOC, Absurd, typo, etc.

A/n : Timeline beberapa bulan pasca invansi Pein dan untuk usia Chara disesuaikan (Author yang menentukan, bukan berpatok pada animanga)

Ino tidak pernah berpikir, mengira, menyangka ataupun mengandaikan dirinya menjadi istri dari seorang petinggi di Desanya. Kenyataannya kini ia telah resmi menjadi istri seorang Hokage dan tengah berdiri di samping suaminya, setelah satu jam yang lalu ia berikrar di hadapan para tetua dan disaksikan semua warga desa yang hadir.

"Hokage, selamat atas pernikahanmu! Kalian berdua sangat serasi."

"Warna kalian menyilaukan duniakuuuuuuu."

"Cepat-cepat punya anak ya…."

"Naruto nanti malam jangan sampai kalah dari Ino, hahaha."

Begitulah seterusnya, ucapan-ucapan yang dilontarkan warga atas pernikahan mereka. Ino hanya menunduk, menahan semburat merah, ia benar-benar malu mendengar segala godaan yang diindahkan kepadanya dan Naruto, sementara suaminya begitu santai menghadapi godaan mereka dengan senyumnya yang selalu merekah.

"Kalian tenang saja, Uzumaki berikutnya pasti akan segera hadir, iya kan nyonya Hokage?" BLUSH! Wajah Ino tidak terbayang merahnya terlebih bayang-bayang malam panjang yang menantinya dan mengganggu pikiran gadis yang telah genap dua puluh tahun.

.

.

.

Ino terus-menerus meremas seprai berwarna putih, hatinya gelisah, ia masih belum siap menghadapi malam ini. Sudah lima belas menit berlalu namun sosok suaminya tak kunjung terlihat, matanya menerawang, seolah mempresensikan benda apa saja yang akan menjadi saksi perubahannya menjadi wanita sesungguhnya.

Entah sudah berapa kali dara cantik ini menghela nafas, dua jam telah berlalu, suaminya masih belum menampakan diri. Rasa takut menghampirinya, ia tahu pernikahannya dengan Naruto adalah suatu keanehan. Di antara sekian wanita, kenapa Naruto malah mempersuntingnya, bukankah ada Hinata yang selalu mencintainya atau Sakura, gadis yang memiliki hatinya. Ino terus bertanya-tanya dalam benaknya, ia juga bingung kenapa menerima Naruto, padahal dirinya tidak pernah menyukai pria itu.

"Ahh tamunya banyak sekali Ino-chan. Kenapa kau tidak tidur, apa tidak lelah? Aku tidur duluan ya, capek soalnya." Ino terkejut dengan kehadiran Naruto yang tiba-tiba, ia berusaha menormalkan detak jantungnya.

Lagi-lagi ia menghela nafas, jujur ia kecewa dengan sikap Naruto yang biasa saja, sangat berbeda dengan sikapnya ketika acara tadi. Ino tidak menggantungkan harapan apapun akan pernikahan ini, gadis itu hanya ingin Naruto menghargai keberadaannya sebagai istrinya. Ino merasa dia yang sekarang seperti bukan dirinya, Ino yang dulu mungkin telah menjitak kepala Naruto karena sikapnya yang buruk terhadap istrinya, namun Ino yang sekarang hanya bisa diam dengan rasa sesak yang tiba-tiba melanda hatinya.

Naruto telah tertidur pulas bahkan dengkuran halus terdengar dari bibirnya, Ino menyelimuti suaminya. "Mungkin aku masih canggung dengan keadaan ini, selamat tidur suamiku." Ino tersenyum lembut dan berbaring di sebelah Naruto.

Sugar Princess71

Musim panas memang membuat malam selalu cepat berlalu, memaksa Naruto untuk menyudahi istirahatnya karena pekerjaan yang menanti. Naruto melirik ke arah jendela, mentari telah menyinari dengan begitu terik, ia langsung bergegas ke kamar mandi untuk membersikan badan.

Naruto terkejut mengetahui ada orang lain di kamar mandi pribadinya, terbukti dengan pintu kamar mandi yang tertutup dan suara air mengalir. Ia menggedor-gedor pintu tersebut, tidak terima kamar mandinya digunakan oleh penyusup tanpa seizinnya. "Hei buka, tidak sopan sekali kau memakai kamar mandi orang sembarangan." Ia melupakan fakta bahwa dirinya tidak hidup sendiri lagi sejak kemarin.

Ino membuka pintu kamar mandi dengan tergesa karena panik akan gedoran pintu, ia bahkan tidak sadar bahwa dirinya belum mengenakan handuk. BLUSSHHH! Naruto terkejut dengan pemandangan yang dilihatnya, wajahnya memerah seperti kepiting rebus, "I…Ino, emm maaf…" Naruto menggaruk belakang kepalanya sementara dagunya menunjuk ke arah Ino. Gadis itu manatap lekat wajah suaminya, "Apa aku salah, maaf aku hanya ingin mandi."

"Hemm jika mau mandi lanjutkan saja, jika tidak, bisakah kau kenakan handuk?" Ino akhirnya sadar maksud suaminya, —"MESUM!" DUAKKK, naas nasib Naruto wajahnya harus terkena tamparan cuma-cuma dari istrinya.

"Hei, aku kan suamimu, wajarlah kalau aku melihat…."

"Naruto-kun hentikan! Aku malu…." Ino menutupi wajahnya dengan handuk, jantungnya berdetak tidak karuan.

.

.

.

Akibat insiden tadi, Ino jadi semakin canggung berhadapan dengan Naruto. Ia terus menunduk meski suaminya telah menyelesaikan sarapannya. "Apa kau menyesal menikah denganku?" Ino menengadah menatap Naruto, ia terkejut dengan pertanyaan yang terlontar dari mulut suaminya. Naruto memandang Ino, meminta jawaban namun Ino terlalu bingung untuk menjawab. Naruto tertawa, diusapnya kepala Ino, "Jangan seperti orang bingung Ino-chan, simpan saja pertanyaan itu dan kalau kau sudah menemukan jawabannya, utarakanlah."

Ino mengantar suaminya sampai ke depan pintu rumah, warga yang melihatnya langsung menggoda mereka. "Duh mesranya pengantin baru." Naruto bersikap sama seperti saat pesta pernikahan begitu juga Ino yang menunduk malu.

"Terima kasih ya sayang atas bekalnya, aku menunggu jawabanmu loh." Naruto mengedipkan sebelah matanya, memamerkan kemesraan. Sikap Naruto mengundang tanya di hati Ino, apakah tujuan suaminya menikahinya hanya demi status, namun kenapa harus ia?

.

.

.

"Naruto-sama, kenapa kau masuk kerja? Bukankah kau masih dalam suasana pengantin baru…."

"Keh, tak usah terlalu formal Kakashi-sensei, itu seperti bukan dirimu saja."

Kakashi tertawa di balik maskernya, ia membawakan bertumpuk-tumpuk pengajuan misi ke meja Naruto. "Bagaimana semalam, apa kau mempraktikan rahasia icha-icha paradise?" Naruto hanya memandang Kakashi dengan senyuman lima jarinya.

"Hahaha kurasa kau belum mempraktikannya, kau pasti masih canggung dengan pernikahanmu?" Naruto berjalan ke arah jendela, ditatapnya pemandangan yang terlihat dari gedung Hokage juga pahatan para Hokage terdahulu dan Tsunade termasuk di dalamnya.

"Sensei, apa kau tahu alasan nenek tua itu mengundurkan diri dari bangku Hokage begitu cepat? Rasanya aku belum pantas berada di sini, Sasuke juga belum berhasil kubawa pulang."

Kakashi melirik ke arah Naruto, dihampirinya muridnya yang telah berstatus lebih tinggi darinya. "Naruto yang kukenal bukanlah orang tanpa gairah hidup seperti ini, katanya pengantin baru tapi kok lesu."

"Entahlah, aku hanya merasa tidak pantas berada di posisi ini. Aku bahkan belum menepati janjiku pada Sakura." Kakashi terkejut dengan ekspresi Naruto, ia tidak menyangka Naruto akan seserius ini. Naruto yang berada di hadapannya ini, bukanlah sosok yang ia kenal, ekspresi serius serta aura kegagalan menaunginya.

"Naruto, Tsunade-sama pasti punya alasan kenapa dia mengundurkan diri dan memilih menyepi di Lembah Aka. Kau pantas duduk di posisi ini, bukankah kau telah berjasa saat invansi Pein? Janji itu lagi, kurasa Sakura pun sadar itu adalah hal yang mustahil, jadi jangan terlalu dipikirkan." Kakashi menepuk bahu Naruto, meyakinkannya.

"Terima kasih, kau sensei yang hebat juga ya, kukira kau hanya si tukang telat."

Kakashi tersenyum membuat sebelah matanya yang tidak tertutup terpejam. "Nani, aku hanya tersesat bukan tukang telat Hokage-sama. Kau baru mengakuinya saja, sejak dulu aku memang sudah hebat. Oh ya bolehkan aku menanyakan sesuatu?"

Naruto telah duduk di bangku kebesarannya, memeriksa surat-surat permohonan misi. "Silakan Kakashi-san tanyakan saja. Hahaha rasanya aneh bersikap seformal ini sensei."

"Kenapa kau memilih Ino? Kurasa Hinata atau Sakura lebih pantas mendampingimu. Maksudku, kau tahukan bagaimana nona Hyuuga itu menyukaimu dan Sakura, dia gadis yang begitu kau sukai, selain itu Sakura sepertinya memiliki rasa lebih terhadapmu."

Naruto hanya tertawa mendengar penuturan senseinya. "Apa kau begitu penasaran sensei?" Kakashi mendengus, semakin hari Naruto semakin pandai mengusilinya. Meski begitu ia senang, karena muridnya telah beranjak dewasa, —putra dari sensei yang begitu dihormatinya.

.

.

.

"Hei, Uzumaki-sama sedang apa ?" Ino yang tengah menyapu halaman, menghentikan pekerjaannya, ketika melihat Tenten dan Sakura berada di depannya. Disambutnya kawan-kawannya yang tengah berkunjung.

"Jangan memanggilku begitu Tenten, aku kan jadi malu." Tenten hanya tertawa melihat reaksi Ino, dia tidak menyangka sikap Ino banyak berubah setelah menikah.

"Emm ayo masuk kawan-kawan…"

"Naruto mana Ino?" Ino heran dengan sikap Sakura yang tidak seperti biasanya, bahkan sahabatnya itu tidak berbasa-basi sedikitpun terhadapnya.

"Ia tengah bekerja Sakura-chan, ada apa ya?" Entah hanya perasaan saja atau memang kenyataan, Sakura memandang Ino dengan tatapan begitu sinis. Tenten melihat jam dan sepertinya ia teringat sesuatu, "Umm teman-teman aku duluan ya, aku baru ingat kalau hari ini ada janji dengan kelompok yang kubimbing. Lain kali kita ngobrol lagi ya, terutama kau Ino, aku penasaran dengan kehidupan pernikahanmu, jaa." Tenten pamit, meninggalkan Sakura dan Ino yang masih bertatapan.

Sakura menghela nafas, "Oh begitu, bagaimana pernikahanmu dengan Naruto? Sebenarnya apa sih tujuanmu menikah dengannya, bukankah kau tidak menyukai pria berisik dan tidak keren seperti Naruto? Atau karena Naruto telah menjadi seorang Hokage, makanya kau bersedia menikah dengannya…." Ino terkejut dengan pertanyaan Sakura —yang lebih tepat disebut sebagai pernyataan— namun ia juga tidak bisa menjawab atau membantahnya, karena ia pun tidak mengerti kenapa ia mau menikah dengan Naruto.

TBC

Hai semuanya salam kenal…. Ini fic NaruIno pertamaku, maaf ya kalau jelek, ide pasaran dan gaje. Sejujurnya fic ini adalah pembangkit moodku dalam membuat fanfic untuk itu aku sangat mengharapkan partisipasi teman-teman dalam mengkritik, memberi saran dan semangat, agar fic ini bisa terus berlanjut dan berkembang. Itu juga kalau teman-teman masih berminat membaca kelanjutan fic ini.

Oh ya untuk panjang kata, aku memang sengaja 1000k+ ditiap chapter supaya updatenya gak terlalu lama dan gak ngebosenin kalau kebanyakan, hanya saja tidak menutup kemungkinan di chapter selanjutnya jumlah katanya bisa lebih. Mengenai penggambaran karakter, seperti yang aku katakan dalam warning, Out Of Character. Entah mengapa aku ingin sekali menggambarkan sisi Naruto yang dewasa dan misterius dan di sini aku gak pernah bermaksud untuk Bashing Chara, semuanya ada sebabnya. ^^

Sekali lagi aku butuh dukungannya teman-teman, REVIEW ya…. Makasih. ^^

Jakarta, 5 Oktober 2012

10.37 PM