Annyeong... ^^
Genki?
Saya newbie di sini, mohon bantuannya... m(_ _)m. ini fic pertama saya di ES21. Sebelumnya—saya bahkan tidak mendalami manga-nya sama sekali. Tapi setelah melihat ke-manis-an dari pair SenaSuzu—yang saya lihat mirip dengan pair UekiMori di Law of Ueki (pair fave saya)—saya jadi berniat membuatnya. Dan, setelah kegagalan satu plot, yang ini berhasil saya matangkan. Nah, ini fic pertama saya, silahkan... n_n
****Selembar Catatan Kecil****
.
Eyeshield21 © Riichirou Inagaki & Yuusuke Murata
All except plots isn't mine
.
- Prologue –
.
.
Seorang gadis mungil bersenandung senang. Menggesekkan ujung roda sepatunya dengan aspal yang dingin. Pagi hari libur adalah waktu yang teramat tepat untuk bermain bersama barang baru di kakinya itu.
Ia menghirup udara sedalam paru-parunya bisa. Dingin—sejuk. Sedikit kicauan memberikan nada indah simfoni pagi. Daun-daun bergantian bergerak, menyelaraskan waktu dengan jatuhnya tetes embun gutasi dari tepi hijaunya.
Suzuna.
Gadis itu merentangkan kedua lengannya lebar-lebar. Merasakan angin lembut yang menerpa dirinya. Merasakan dan berimajinasi seolah dia sedang terbang melayang memberi pijakan pelan pada awan-awan.
"Ah! Awas!!"
Suzuna terkejut dan membuang semua imajinasinya. Sadar.
'Bruagh!!'
"Ma-maaf! Aku—"
"Aw, kakiku...." Suzuna mengaduh. Mendapati lututnya yang mulai memerikan tetes kemerahan.
"Ma-maaf...." pemuda kecil itu meraih kaki kanan Suzuna yang terluka. "Ah, bagaimana ini?" ia panik sendiri.
"Err—tak apa. Aku sudah sering seperti ini," Suzuna mencoba berdiri.
"Maafkan aku," pemuda itu membimbing tangan Suzuna untuk berdiri. Serta membantunya membersihkan pakaian yang terkotori pasir.
Suzuna hanya membalas dengan senyum. Tangannya juga sibuk menyibakkan kotoran pada lututnya yang terluka.
"Lain kali, kalau hampir bertabrakan lagi, kau harus mengatur cara mengeremmu ya?" pemuda itu tersenyum lembut.
"He? Bagaimana?"
"Begini," pemuda itu menarik tangan Suzuna. Membawanya melaju lagi dengan sepatu roda. Hebatnya—pemuda itu dapat mengimbangi laju Suzuna.
"Rem dengan mengangkat ujung depan kakimu. Nah, ayo coba," pemuda tersebut menempatkan diri di depan Suzuna—ia lari mundur dan membiarkan Suzuna mengejarnya. "Ayo, coba hentikan gerakmu!"
"Ba-baik!!" Suzuna terlihat sedikit takut. Dicobanya, dan....
'Brak!'
"Ah, maaf, maaf, aku minta maaf!!" Suzuna segera bangkit begitu menyadari posisinya yang menimpa pemuda itu. Sedangkan pemuda itu cuma memperlihatkan lagi senyum lembutnya.
"Tidak apa," ia sedikit merapikan jaketnya. "Lain kali coba seperti yang kukatakan ya? Aku sedang terburu-buru. Padahal mungkin aku bisa mengajarimu berlari lebih cepat lagi...." pemuda itu menggaruk bagian belakang kepalanya.
"Eh? Baiklah. T-terima kasih—" Suzuna membungkukkan diri.
"Ja~!" pemuda itu telah berlari cepat meninggalkan Suzuna. Dalam sekejap bayangnya pun hilang, tak terpantul lagi di mata gadis manis itu.
"Hufft—" Suzuna menghela nafas.
Tetapi ekspresinya berubah—ketika mendapati sebuah lembaran melayang di dekat kakinya.
"Apa ini?" Suzuna mengambilnya. Hanya selembar sobekan notes polos. Beberapa huruf terpatri di sana.
Way to go: New York's Football Building, 6th floor, 7A. Yeah!!
"Heh?" kening Suzuna mengkerut. Jujur, ia belum mahir membaca huruf latin semacam ini.
"Ah, jangan-jangan?!" Suzuna baru menyadari. Mungkin—milik pemuda tadi?
Percuma. Mengejar pun tak akan memberi hasil berguna. Pemuda itu pasti sudah lari jauh. Tadi saja, dalam waktu beberapa detik ia telah menghilang dari matanya. Bagus, Suzuna.
"Mungkin, ada yang bisa membantuku membacanya...." Suzuna mengantongi kertas tersebut. Dan memulai lagi pembiasaannya terhadap sepatu roda baru ini.
"Astaga—" monolog keluhnya terdengar. Satu hal terlupakan.
Dia tidak memberitahukan namanya—dan Suzuna pun lupa menanyakannya. Bagus sekali, Suzuna. Padahal, ia begitu tertarik dengan kemampuan berlari pemuda tersebut. Serta mungkin dapat membantunya dalam hal baru yang terpasang di kakinya ini?
Suzuna memilih untuk menunda pikiran itu. Yang terpenting, mulailah hari libur ini tanpa beban! Masih ada teman untuk tempatnya bertanya soal itu.
Tapi—hingga beberapa waktu, otaknya terus tertuju hanya pada pemuda tersebut. Dan dua luka baru ia dapatkan di kakinya—buah hasil pikirannya yang terus terbayangkan si pemuda barusan.
.
- to be continued –
.
May 3rd, 9:36 PM
.
Maaf baru prolog. Cerita intinya baru dimulai di chapter-chapter depan. doakan tugas sekolah tidak membuat saya WB dan stuck di sini. Mengingat saya sendiri pun sedang senang membuatnya. Dan pair ini—manis! –takpenting-
ah, maaf bacot terlalu banyak. Saya memang begini.
Mohon diterima, ya~ m(. .)m
.
.
.
it just prologue. maybe—some review?
-disambit massa-
