My New Life

Disclaimer : Selamanya Bleach punya Tite Kubo sensei, saya hanya meminjam karakter-karakternya untuk kepentingan pembuatan fic ini.

Warning! Sedikit OOC, ada gender switch, Modified Canon. =_="

Sequel dari 'I Want To Meeting Again With You', saya sudah berusaha agar hasilnya bagus. Semoga sequel ini tidak mengecewakan kalian semua. Bagi yang belum membaca 'I Want To Meeting Again With You', saya akan beritahu di sini kalau Urquiolla adalah Ulquiorra versi cewek, dan Rio adalah Orihime versi cowok.

Happy reading! m(-_-)m


Chapter 1 : Reunion

Rutinitas yang membosankan. Begitulah kira-kira yang ada di pikiran Rio saat itu. Sejak awal ia masuk ke sekolah itu hingga kini, dia selalu berkutat dengan kesibukan yang tak pernah berubah. Duduk bersama murid-murid yang lainnya dan belajar bersama. Cowok berambut senja itu sungguh jenuh dengan semua ini, mengingat 70 tahun yang lalu ia juga bersekolah di sini. Tepatnya dirinya yang dulu, ketika ia masih hidup sebagai Orihime Inoue dan bukan Rio Inoue.

Sejujurnya jika ia tilik-tilik, tak ada yang berubah dari SMA Karakura tempatnya bersekolah sekarang. Yang berbeda mungkin hanyalah warna cat dindingnya, guru-guru yang mengajar, dan teman-teman sekolahnya. Selain itu, tak ada.

Pemuda manis bermata abu-abu itu menghela nafas panjang. Bingung untuk mencari pelampiasan kejenuhannya akan belajar saat ini. Kalau dulu, ada Tatsuki yang dengan sigap menghiburnya jika ia merasa sedih, lelah, ataupun bosan. Tapi sekarang?

Suara surga bagi anak-anak sekolah pun bergema ke seluruh penjuru SMA Karakura itu. Para murid berlarian menuju kantin, dan sebagian lainnya bermain-main di halaman. Rio menghempaskan punggungnya ke sandaran bangkunya. Wajahnya terlihat begitu lelah, dan mata abu-abunya pun terpejam. Mencoba untuk tidur sejenak setelah seharian dijejali rumus matematika, fisika, dan kimia.

Teman karib Rio—Ggio—sudah paham dengan kebiasaan pemuda itu jika sedang BT. Cowok manis berambut gelap berkepang pendek itu hanya tertawa pelan dibarengi gelengan kepala khasnya di bangkunya.


Rio hampir memejamkan matanya ketika sengatan rasa dingin menjalar di pipinya. Cowok manis berambut senja itu pun tersentak dari tempat duduknya seketika. Kaget luar biasa. Rio hampir saja menyemprot orang yang mengganggu acara tidur siangnya barusan. Tapi, niatnya itu langsung lenyap saat mata abu-abunya menangkap sesosok gadis berkulit pucat bermata hijau zamrud, tengah menyodorkan sekaleng minuman dingin padanya.

"Urquiolla?" ucap Rio penuh keterkejutan.

Gadis berambut hitam pekat yang dikuncir ponytail dengan sehelai pita itu masih tetap pada posisinya. Sementara itu, mata hijau zamrud Urquiolla menatap aneh ke arah pemuda yang masih dengan takjubnya memandangi dirinya. Seolah-olah Urquiolla tengah melakukan atraksi sirkus atau menari hula-hula di depan Rio.

"Aku membelikanmu ini, karena kulihat kau tadi lemas sekali, Otoko. Minumlah! Siapa tahu setelah meminumnya, kau akan kembali bersemangat seperti biasanya," ucap Urquiolla datar, tanpa ekspresi apapun terlukis di wajahnya.

Rio menerima kaleng minuman yang disodorkan oleh Urquiolla dengan canggung. "Er, terima kasih... Urquiolla!"

Sementara Rio meneguk minumannya, Urquiolla duduk di belakang bangku pemuda berambut senja itu. Mata emerald-nya mengikuti setiap gerak-gerik Rio. Sesekali Urquiolla tertawa kecil. Ggio yang melihat semua itu dari bangkunya tak kuasa menahan geli di perutnya. Dia segera ngacir ke toilet cowok dan tertawa puas sekeras-kerasnya. Tak ayal, semua yang mendengar tawa Ggio berasumsi kalau lelaki mungil berkepang pendek itu kesurupan jin penunggu toilet.


Saat Ggio kembali ke kelas bersama Soifon dan Lilynette... mereka melihat kalau Rio tengah curi-curi pandang ke arah Urquiolla. Rio memperhatikan gadis berambut hitam kelam itu dari ujung rambut hingga ujung kaki. Alis Rio mengernyit saat melihat ada yang berbeda dengan dari penampilan gadis berkulit pucat itu.

Urquiolla yang merasa tak nyaman dengan tatapan aneh Rio, menegurnya dengan nada datarnya yang biasa. "Kenapa, Otoko? Ada yang salah denganku?"

Rio menghela nafas pelan. "Tidak. Tidak ada yang salah denganmu, Urquiolla," ujar Rio pelan dibarengi gelengan kepalanya yang khas. "Hanya saja..." mata abu-abu Rio kini tertuju lurus pada Urquiolla, dan membuat gadis itu semakin penasaran dengan apa yang akan dikatakan oleh lelaki itu. "Kau tidak pantas memakai pita berwarna pink, Urquiolla..." sambung Rio sambil menahan tawa.

Urquiolla tidak menunjukkan reaksi yang berarti akan kata-kata Rio. Gadis itu hanya melipat tangannya di depan dada dan berujar. "Lalu semestinya bagaimana, Otoko? Kupikir semua wanita cukup pantas mengenakan warna pink."

"Tapi, kamu beda!" sergah Rio cepat.

Urquiolla mengernyitkan alis. "Beda apanya?"

Rio ingin sekali mengatakan kalau gadis yang ada di hadapannya ini tak cocok dengan aksesoris apapun. Karena secantik apapun Urquiolla, tetap saja tak mengubah kenyataan bahwa gadis itu dulunya seorang laki-laki Arrancar yang menyandang predikat Cuatro Espada. Memang sang Cuatro kini hidup kembali sebagai perempuan utuh. Perempuan sesungguhnya dan bukan banci hasil operasi kelamin. Tapi, bagaimana dengan pendapat semua orang yang pernah menjadi lawannya dulu?

Bagaimana kalau Ichigo Kurosaki, Uryuu Ishida— jika pria itu masih hidup, para Shinigami lain, atau bahkan Aizen melihat sosoknya saat ini? Memang Urquiolla bukanlah gadis yang lemah, tapi tetap saja dia perempuan. Urquiolla adalah sosok yang tangguh, sekaligus rapuh. Memikirkan semua itu membuat Rio ketar-ketir. Seolah, Urquiolla adalah bunga yang langka. Seolah, Urquiolla adalah berlian yang tak boleh disentuh oleh siapapun.


"Otoko, kau melamunkan apa?" suara monoton Urquiolla menyentakkan Rio dari alam lamunannya. Rio yang gelagapan tak mampu menjawab. Urquiolla menghela nafas pendek. "Kalau kau berpikir akan terjadi sesuatu padaku jika aku bersolek, kau salah. Aku tak mungkin membiarkan diriku diapa-apakan oleh orang lain semudah itu, Otoko," sambungnya tanpa meninggalkan nada datar dalam suaranya.

Rio menghela nafas pelan. "Mungkin benar juga, tapi tetap saja aku merasa kau tak cocok pakai pita warna pink. Terlalu feminin untukmu."

"Lalu, semestinya bagaimana, Otoko?" tanya Urquiolla jengah.

Rio nampak berpikir sejenak. Sesaat kemudian, cowok berambut senja itu tersenyum dan berkata. "Sini, deh! Biar aku yang mendandanimu. Pasti kau akan lebih cantik, dan keliatan lain daripada yang lain!"

'Mungkin bukannya kelihatan cantik, aku malah kelihatan seperti alien nyasar!' Urquiolla mengeluh dalam hati.

Tapi, dia diam saja ketika cowok berambut pendek berwarna orange kecoklatan itu menarik pita rambutnya dan menyisiri helai demi helai rambut kayu eboninya dengan hati-hati. Sepertinya cowok manis berwajah imut itu sangat memperlakukan rambutnya dan rambut orang di sekitarnya dengan hati-hati. Hal itu bisa dilihat dari cara Rio memperlakukan rambutnya.

Ggio, Soifon, Lilynette, dan Findor— yang baru saja datang dan kebetulan melihat adegan itu— langsung tertawa terbahak-bahak tanpa dikomando lagi. Sontak Rio dan Urquiolla menoleh ke arah mereka berempat dan memberi death glare super. Seolah-olah mereka berkata 'Apanya yang lucu?' dengan tatapan mematikan mereka berdua pada keempat manusia berbeda warna rambut satu sama lain itu yang berjarak tak jauh dari Rio dan Urquiolla.

"Oh, nggak! Nggak ada yang lucu!" sahut Ggio masih berusaha menahan tawanya yang makin menggila. "Hanya saja... aneh melihat seorang Urquiolla disisiri oleh Rio."

"Aneh apanya maksudmu?" tanya Urquiolla seraya memberi tatapan tajam menusuk pada Ggio.

"Sudahlah," gumam Ggio pelan. Tawanya sudah mereda. "Itu tak penting," sambungnya seraya memberikan senyuman manis pada Urquiolla.

"Yak, selesai!" seru Rio riang saat menambahkan aksesoris berbentuk topi mungil berwarna putih pada kunciran half ponytail di sebelah kiri di rambut Urquiolla. "He he he, bagaimana Urqui? Jadi lebih manis, kan?" tanya Rio seraya menyodorkan cermin.

Urqui mendesah. Melihat pantulan dirinya di cermin itu seakan dia melihat dirinya yang dulu. Jepit rambut putih itu terlihat seperti pecahan topeng hollow-nya yang dulu terletak di samping kiri kepalanya. 'Tapi mungkin ini jauh lebih baik,' pikir Urquiolla. Bukankah lebih baik bernostalgia daripada tidak sama sekali?


Baru saja Urquiolla duduk di tempatnya, tiba-tiba saja suara riuh di luar sekolah. Rangiku, dan Soifon segera meninggalkan gigai mereka dan melompat keluar jendela. Sementara Ggio, Findor, Lilynette, Rio, dan Urquiolla hanya memandangi mereka berdua dari jendela.

"Sayang, kita tak bisa membantu mereka," gumam Ggio pelan.

"Mau bagaimana lagi? Kita yang sekarang ini hanyalah manusia biasa dengan reiatsu kecil. Kita tak bisa lagi memiliki kekuatan seperti waktu kita masih jadi Arrancar dulu!" sahut Lilynette menimpali.

"Ironis, ya? Kita yang dulunya hollow, sekarang malah jadi incaran hollow!" gerutu Findor kesal.

Rio memandangi mereka semua dengan tatapan cemas. Ada perasaan aneh yang menyelusup di hatinya. Dia ingin sekali membantu mereka semua, tapi... apakah kekuatan untuk itu masih ada?

Tepukan halus di bahu Rio membuat pemuda itu menoleh ke sampingnya. Urquiolla tersenyum tipis dan berkata. "Pergilah! Kau ingin membantu teman-temanmu, kan?"

"Tapi..." Rio nampak ragu.

"Kekuatanmu ada di dalam hatimu, Otoko. Yakinlah pada dirimu sendiri. Aku percaya kau pasti bisa," ucap Urqui, bermaksud memberi semangat pada pemuda itu.

Rio menganggukkan kepalanya pelan. Dia merogoh saku seragamnya dan menyisipkan jepit rambutnya di belakang telinganya.

"Aku pergi!" seru Rio sesaat sebelum meninggalkan mereka berempat.

"Berhati-hatilah, Rio. Semoga kau selamat!" doa Urquiolla tulus. Baru saja dia hendak duduk di tempatnya, ada sesuatu yang mengusik hatinya. Rasa cemas yang menyelubungi benaknya. Tanpa membuang waktu lagi, dia segera berlari mengejar Rio.

"Urquiolla-sama! Anda mau kemana?" seru Lilynette memanggil Urquiolla. Namun terlambat, sosok ramping Urquiolla telah menghilang dari hadapannya, gadis itu telah keluar dari ruangan itu dan bergegas menuju ke luar sekolah.


Suara pedang beradu dengan benda keras dan berdentang menimbulkan kegaduhan. Suara itu tidak hanya satu. Ada beberapa suara yang sama di beberapa tempat. Hingar-bingar pertarungan yang sama dengan 70 tahun lalu. Hanya saja kali ini musuh mereka sedikit berbeda dengan yang dulu. Meski musuh mereka bukan lagi Aizen, tapi para hollow berbentuk vasto lorde masih sangat banyak jumlahnya. Musuh yang belum mereka ketahui juga masih mengintai di suatu tempat, menunggu saat yang tepat untuk menyerang.

Beberapa kilatan merah, dan putih memancar, menimbulkan suara berdentum yang cukup mengejutkan. Asap putih hasil pertarungan tersebut menutupi pemandangan sekitar, ditingkahi oleh debu-debu halus yang beterbangan.

"Duduklah di langit bunga es, Hyourinmaru!"

Seekor naga es meluncur dengan cepat menuju ke arah sasarannya. Namun yang diserang gerakannya jauh lebih cepat daripada si penyerang, Toushirou Hitsugaya. Toushirou terengah, nafasnya kian tersengal-sengal. Rupanya setelah lama tidak berhadapan dengan vasto lorde, tenaganya cukup terkuras.

"Apa sudah selesai, shinigami?" tanya vasto lorde itu dengan senyum penuh ejekan.

"Diam kau!" bentak Toushirou seraya mengayunkan zanpakutou-nya. Beberapa naga es kembali menyerang hollow itu, tapi lagi-lagi meleset.

Senyum sang vasto lorde kini melebar. Dia berkata pelan. "Kali ini giliranku."

Dan pertarungan antara shinigami dan hollow pun tak terelakkan.


Sementara itu, Rangiku dan Soifon tengah bertarung dengan para vasto lorde. Salah satu di antaranya menembakkan cero pada Rangiku.

"Matsumoto-fukutaichou, awas!" seru Soifon berusaha memperingatkan wanita berambut strawberry blonde itu, tapi sayangnya terlambat.

"Santen Kesshun! Aku menolaknya!" sebuah seruan mengagetkan Rangiku dan Soifon yang tengah bertarung serius. Sebuah perisai berbentuk segitiga berwarna orange terbentang, dan melindungi mereka berdua dari terjangan cero.

"RIO? !" seru Rangiku dan Soifon penuh keterkejutan.

Rio yang bersiap dengan kuda-kudanya menyiapkan dua peri lainnya untuk menangkis serangan dari lawan sekaligus menyembuhkan luka yang diterima oleh Soifon dan Rangiku. "Soten Kisshun! Aku menolaknya!" seru Rio lantang.

Nampaknya meski telah bereinkarnasi, kekuatan Shun Shun Rikka milik 'Orihime Inoue' sama sekali tidak melemah.


Pertarungan itu nampak semakin memanas dengan kehadiran sosok yang dikenal oleh Rio sebagai Uryuu Ishida. Lelaki berbaju putih itu menembakan ratusan, bahkan ribuan panahnya ke arah hollow-hollow tersebut. Namun tetap saja dia bukan tandingan para vasto lorde.

"Ishida-kun!" seru Rio panik. Cowok manis itu segera memanggil Shun'O dan Ayame untuk menyembuhkan luka pria Quincy itu.

Nampaknya hal itulah yang membuat para vasto lorde itu tertarik dengan Rio. Lebih tepatnya pada reiatsu Rio yang unik itu. Mereka beramai-ramai menuju ke arah pemuda itu dan berusaha untuk memakannya. Uryuu mengcoba menghalangi mereka, yang harus ditebus dengan luka-luka pada tubuhnya.

Kini ia berusaha untuk menahan tubuh Rio yang terjatuh di depannya, melindungi pemuda itu dari para vasto lorde yang sudah sangat kelaparan yang tengah berdiri di depannya. Sementara itu, Rangiku, Soifon, dan Toushirou terlalu sibuk dengan musuh masing-masing, sehingga mereka tak bisa menolong Rio dan Uryuu.

"Berikan pemuda itu, Quincy!" ucap mereka pada Uryuu. Ucapan yang terdengar seperti sebuah perintah itu diabaikan oleh Uryuu. Pemuda berkacamata itu masih pada posisinya, dia berusaha untuk menyadarkan pemuda yang ada di pangkuannya.

"Jangan salahkan kami kalau kami mengambil tindakan kekerasan!" lanjut mereka dingin. Dan pada detik berikutnya cahaya cero berkelebat menuju ke arah Uryuu yang masih terpaku pada posisinya. Pemuda bermata biru itu memejamkan mata, dan pasrah pada nasibnya.

Terdengar bunyi ledakan yang cukup keras karena cero tadi berbenturan dengan sesuatu. Uryuu membuka matanya, dan ia melihat ada tetesan darah yang cukup banyak menggenang di dekat kakinya. Uryuu langsung melihat lurus ke depan, memastikan siapa yang telah menyelamatkan ia dan Rio dengan mengorbankan tubuhnya sendiri.

Siluet seorang gadis berambut hitam panjang seketiak dengan jepit rambut putih di sisi kiri kepalanya, dan bola mata hijau itu mengejutkan syaraf-syaraf otak Uryuu. Bibirnya menggumamkan sebuah nama, nama yang dulu pernah ada dan pernah musnah saat dia masih menjadi manusia.

"Ulquiorra Schiffer?"

Tapi yang dipanggil tidak menyahut. Tentu saja, karena selain itu bukan lagi namanya sekarang. Dia juga bukan lagi seorang laki-laki seperti dulu. Urquiolla tahu ia tak memiliki kekuatan seperti dulu, tapi paling tidak... dia masih memiliki sedikit daya tahan terhadap cero hollow kelas tertinggi itu.

"Jangan bengong saja, Quincy! Tembakkan panahmu! Atau kau ingin mati konyol di sini?" ucap Urquiolla dingin. Dia tidak mempedulkan luka lebar pada bahu kirinya bekas hantaman cero vasto lorde beberapa saat yang lalu.

Uryuu ngedumel dalam hati. Ia tak sudi diperintah oleh mantan musuhnya itu, tapi berdebat dengan wanita jauh lebih buruk lagi. Terpaksa ia mengikuti apa-apa yang disuruh oleh gadis itu.

Tapi, sebelum Uryuu bersiap dengan busurnya... cero lain telah ditembakkan dan kali ini tak ada lagi yang bisa menghentikan laju serangan itu lagi. Tapi, samar-samar mereka mendengar suara seseorang berteriak.

"Getsuga... Tenshou!"

Cahaya hitam berkelebat menepis cero itu. Reiatsu besar yang hampir setingkat dengan para taichou di Gotei 13. Ledakan besar terjadi, dan menerbangkan debu-debu halus di sekitarnya.

Dari kumparan debu halus itu, Urquiolla bisa melihat jelas siluet seorang pemuda. Ya, pemuda yang sama dengan pemuda yang telah membunuhnya 70 tahun lalu di Las Noches. Pemuda yang dulu pernah meremehkan harga dirinya sebagai Cuatro Espada. Sosok shinigami bernama Ichigo Kurosaki.

"Nampaknya ini bukan waktu yang tepat untuk reuni," gumam Urquiolla yang terdengar seperti keluhan. "Aku benci mengingat saat-saat itu."

Dan mata Ichigo seketika terbelalak saat menyadari sosok yang ada di hadapannya adalah sosok yang pernah dikenalnya dulu...

*Bersambung*

Curhatan sang Author : Aaahh, kenapa saya suka sekali membuat FemUlquiorra, ya? Mungkin karena dia terlalu manis dan imut untuk ukuran seorang wanita. Yapz, inilah fic MC saya yang pertama. Mungkin jelek, tapi saya sudah berusaha semaksimal mungkin. Bagaimana, Readers? Apakah saya harus melanjutkannya? Atau tidak? Keep or Delete? Berikan kritik dan saran kalian lewat review, ok?

PLEASE

REVIEW

IF

DON'T

MIND