A Vocaloid fanfiction

Vocaloid © Yamaha, etc.

Please enjoy reading my fic :)


Koisuru – Next-door Neighbor


Seorang gadis berambut pirang berbaring di sofa sambil memainkan ponsel miliknya. Seperti cerita-cerita pada anime-anime, aku membuat tulisan ini saat awal musim semi. Bunga sakura masih bermekaran dan jalanan masih tampak cantik dengan warna pohon sakura. Dan tahun ini aku berharap aku bisa menemukan bisa menemukan pangeran yang bisa membuatku bahagia. "Dan dia bisa menerima aku apa adanya," gumam gadis tersebut. Dia bergumam sambil mengetik gumaman pada ponsel berwarna pink dengan sticker garis kuning dan stiker kecil bergambar jeruk di pojok kanan atasnya.

Seorang anak lelaki datang menghampirinya sambil menggebrak sandaran sofa dari belakang. "Oy!" ucap pemuda yang wajah dan warna mata dan rambut sama dengannya.

Gadis itu bangkit dan duduk di sofa sambil menoleh anak lelaki tersebut. "A-Ada apa Len?!" gadis itu langsung mematikan layar ponsel miliknya. Seketika jantungnya seperti dipompa dengan keras kemudian kembali normal tapi dengan tempo yang cepat. Dia menggertakkan giginya pada Len. Gadis itu mengerutkan dahi dan hidungnya sambil mendesis.

Anak laki-laki itu menggeleng-gelengkan kepalanya sambil berjalan memutari sofa. "Rin, kamu pasti nulis cerita lagi… membosankan," ucap Len sambil melipat tangannya. Len memutar matanya lalu melirik kepada Rin.

Rin memutar posisi duduknya dan menjatuhkan kakinya ke atas lantai. "Bi-biar saja! urus saja urusanmu sendiri!" ucap Rin dan memalingkan wajahnya dari Len. Dia membuka layar ponsel dan kembali menulis cerita.

Len duduk di sebelahnya. Dia menjulurkan lehernya, bermaksud mengintip layar ponsel saudaranya. "Oy, kata mama, tetangga baru kita hari ini datang kan? Tadi malam aku lihat mereka sudah memindahkan barang-barang mereka." Len memfokuskan matanya pada layar ponsel Rin. Len dapat menangkap beberapa kata dari layar ponsel tersebut.

Rin bergumam. "Hmm," balas Rin yang fokus pada layar ponsel.

Len berdengus sambil mengerutkan hidungnya. "Cih…" Len merebut ponsel dari tangan Rin. Satu tangannya menekan pipi Rin, menahan Rin agar dia tidak bisa mengambil ponsel. Len menaiki sofa dan mengangkat ponsel Rin tinggi-tinggi.

Rin berusaha mengambil ponsel miliknya tapi satu tangan Len mendorong pipinya. "Heei!" teriak Rin. Rin menaikkan kakinya ke sofa dan hendak ikut berdiri tapi Len terus mendorongnya.

Len mengernyitkan alisnya sehingga menimbulkan kerutan-kerutan. Bahunya melompat-lompat naik turun. "Apa ini?! Bunga sakura yang jatuh membuatnya nampak seperti lukisan, dia tampan bagaikan pangeran." Kerutan di dahi Len kemudian menghilang dan alis-alisnya melengkung dan terangkat. Tawa lepas meledak dari mulutnya. Perutnya naik turun berguncang-guncang karena tawa yang mengocok perutnya. "Tulisan apaan ini Rin?! Lebay amat!" Len tertawa terpingkal-pingkal. Tangannya yang sebelumnya mendorong pipi Rin itu sekarang memegangi perutnya sendiri yang terguncang-guncang. Len terjatuh di atas sofa karena kaki-kakinya yang lemas karena tawanya yang keras.

Melihat kesempatan yang ada, Rin langsung merebut ponsel nya dari tangan Len. Wajahnya merah padam. Alisnya menyentak dan giginya menggertak. "Aaah! O-orang bodoh mana mengerti nilai kata-kata puitis!" teriak Rin dengan wajah yang merah padam, sementara Len masih tertawa terpingkal-pingkal di sofa. Rin bangkit dari tempat duduknya. Kaki Rin kemudian menendang bokong Len. "Gh… anak bodoh ini…!" gumam Rin yang kesal melihat Len yang tertawa terpingkal-pingkal. Mulutnya mencibir berbagai kutukan yang ia lontarkan kepada Len.

"Rin! Len!" suara wanita belia yang lembut memanggil mereka berdua. Mereka berdua langsung menoleh ke arah suara yang datangnya dari pintu depan. Mendengar panggilan tersebut mereka berdua bergegas menghampiri sang pemilik suara. Seorang wanita paruh baya berambut pirang berdiri di depan gerbang rumah mereka–ibu Rin dan Len.

Rin berjalan mendekati ibunya. "Ada apa ma?" Mata Rin tertuju kepada orang asing yang ada di sebelah ibunya.

Mata Len terbelalak. "O-owa!" Len terkejut ketika ia keluar dari pintu depan, ia melihat wanita yang cantik dengan tubuh seperti biola dibalut pakaian seksi dan ketat. Rin langsung menutup mata pemuda yang memiliki wajah yang mirip dengannya itu.

Dari dalam rumah yang awalnya tidak berpenghuni itu keluar dua orang yang memiliki warna teal pada rambut dan matanya, mereka berdua berdampingan keluar dan berdiri di sebelah wanita belia cantik yang memiliki warna rambut hijau tua.

Melihat ketampanan dan kecantikan dari kedua pasangan teal. Jantung Rin seperti dipompa lebih keras sehingga berdebar sedikit lebih keras. Terpana dengan kecantikan kedua orang tersebut perlahan-lahan dia melepaskan tangannya yang menutup mata Len.

Ibu Rin tersenyum kepada anak gadisnya dan menjulurkan tangannya kepada ketiga orang asing di sebelahnya. "Rin, Len, mereka adalah keluarga yang baru pindah." Ibu Rin kemudian menolehkan kepalanya kepada wanita cantik berambut hijau di sebelahnya. "Perkenalkan, mereka adalah anak-anakku, Kagamine Rin dan Len, mereka berdua ini kembar."

Wanita berambut hijau tua itu membuka tangannya lebar-lebar dan berjalan mendekati Len. "Hyaa! Anak laki-laki ini lucu sekali! Dia mirip dengan almarhum suamiku!" teriak wanita belia cantik itu dan langsung memeluk pemuda cilik yang lebih pendek darinya.

Len berteriak dalam mulutnya ketika mendapatkan pelukan dari wanita cantik itu. Sementara Rin melongo melihat saudara kembarnya mendapatkan serangan dari wanita yang kelihatannya seusia dengan ibunya. Bulir keringat mengalir dari dahinya.

Gadis berambut teal kemudian mencondongkan badannya mendekati wanita berambut hijau tua. "Ma-mama!" pekik gadis berambut panjang dengan kuncir dua ketika melihat ibunya memerangkap pemuda cilik dalam pelukan. Gadis itu langsung menarik ibunya untuk melepaskan pemuda cilik itu.

Wanita itu membulatkan matanya. "Ara-ara, maafkan aku," ucap wanita cantik itu dan melepaskan pelukan pada Len.

Wajah Len merah padam dengan senyum yang merekah di wajahnya.

"Hahaha…" Rin dan ibunya hanya bisa tertawa keheranan melihat tingkah konyol tetangga barunya. Rin melirik tajam Len.

"Ehehe, maaf aku langsung teringat suamiku ketika melihatnya, jadi mungkin yang tadi itu reflek," ucap wanita itu.

Gadis berambut teal menatap Len dengan tatapan tajam. Matanya melotot seperti mau keluar.

Len merasakan aura pembunuh dari gadis tersebut. Tapi dia tidak menghiraukan tatapan tajam itu karena sangat bahagia mendapat pelukan dari wanita cantik.

Wanita cantik itu menatap ibu Rin kemudian menunjuk kepada kedua anaknya. "Ah iya Lenka, mereka berdua adalah anak-anakku," ucap wanita cantik itu.

Pemuda tinggi dengan rambut teal membungkukkan kepalanya kepada Lenka dan kembali tegak. "Perkenalkan nama saya Hatsune Mikuo, salam kenal," ucap pemuda bertubuh tinggi dan berwajah tampan. Mikuo tersenyum kepada keluarga Kagamine.

Gadis di sebelah Mikuo membungkukkan kepalanya kepada Lenka juga. "Saya Hatsune Miku, salam kenal." Miku menatap tajam Len yang berseri-seri menatap ibunya

Ibu Miku dan Mikuo kemudian kembali mendekati Len. "Namaku Hatsune Sonika! panggil aku Sonika ya, Len." Sonika memeluk Len.

Len diam seribu bahasa tapi di wajahnya tergambar dengan jelas kalau dia membayangkan hal-hal yang kotor.

Miku menyentakkan alis dan kedua tangannya. Dia menarik Sonika. "Ma-mama!" pekik Miku.

.

Si kembar duduk di sofa ruang keluarga. Rin fokus menatap dalam-dalam layar ponsel, sementara Len tertawa menonton televisi sambil memeluk bantal sofa.

Rin bersandar pada sofa dan di atas perutnya diletakkan bantal sofa. Kedua tangannya beristirahat di atas bantal tersebut dan kedua ibu jarinya asik mengetik di ponsel miliknya. Rin terkekeh. Wajahnya berseri-seri. "Kak Mikuo tampan sekali, tutur katanya juga sopan." Dia kemudian melirik kepada Len dengan tatapan tajam yang sinis. "Dia berbeda sekali denganmu." Rin kemudian memutar matanya dan wajahnya kembali berseri-seri. "Kak Miku juga dia cantik sekali, meskipun dia terlihat galak, aku yakin dia baik," ucap Rin sambil kembali fokus kepada ponsel dan melanjutkan pekerjaannya.

Len mengistirahatkan dagunya ke bantal sofa yang ia peluk. Dia mengangkat kedua kakinya dan menyilangkan kakinya, ikut memeluk bantal, kemudian bibirnya tersenyum riang. "Meskipun anaknya cantik, tapi aku lebih suka ibunya, dia lebih seksi dan juga … hehehe …," ucap Len.

Rin melirik Len dengan jijik kemudian bibirnya mencibir dan mendesis. "Dasar mesum!" Rin melemparkan bantal yang ada di atas perutnya kepada Len.

Kepala Len terdorong pukulan bantal Rin. Len mengambil bantal Rin yang terjatuh di lantai kemudian memberikannya kepada Rin lagi. Len menoleh kepada Rin. "Hei! Aku ini bukan mesum! Aku ini laki-laki sehat! Mana ada laki-laki yang suka sama dada rata!" Len berdiri dan tangannya tepat menunjuk kepada dada Rin.

Rin kembali menaruh bantalnya di sebelahnya. "Hah?!" ucap Rin dan matanya memancarkan aura kematian. Rin mengernyitkan matanya dan mengerutkan hidungnya. Bibirnya melengkung cemberut. Rin bangkit dari kursinya. Dari balik sakunya Rin langsung memegang tongkat baseball dan matanya menyala-nyala menakut-nakuti Len.

Len meneguk air liurnya. Len langsung menutup mulutnya yang banyak bicara dan keringat keluar dari seluruh tubuhnya. Rin mengeluarkan tatapan yang tajam dan tangannya memegang tangan Len yang hendak kabur.

.

Miku mengetuk-ngetuk ujung depan sepatunya kemudian menoleh kepada Mikuo yang sedang menyiram lahan dengan sedikit tanaman. "Aku berangkat," ucap Miku sambil melambaikan tangannya kepada pemuda tinggi yang berada di gerbang dan menggunakan celemek berwarna teal dan terdapat tulisan 'negi' di atasnya.

"Selamat pagi, kak Hatsune," sapa Rin dari belakang Miku. Rin memasang senyuman lebar di bibirnya dan membungkukkan kepalanya kepada Miku dan Mikuo.

"Selamat pagi, Rin, Len," jawab Mikuo dan memberi senyuman hangat kepada mereka berdua.

"Pagi," jawab Miku dengan suara datar dan dingin sambil berbalik kepada kembar Kagamine yang baru keluar dari rumahnya.

Mikuo memperhatikan Rin dan Len dari atas sampai ke bawah berulang kali. "Kalian berdua juga mau berangkat sekolah ya? Dimana sekolah kalian?" tanya Mikuo dan menjatuhkan selang air dan menutup keran.

Wajah Rin memerah ketika Mikuo menatapnya. Dia sedikit menundukkan kepalanya dan mengayunkan tasnya ke depan pahanya. Kedua tangannya kemudian memegang tali pegangan tasnya. "I-iya, ka-kami sekolah di sekolah menengah pertama Vocaloid!" jawab Rin dengan semangat dan pipi yang sedikit merona.

Mikuo mengangkat kedua alisnya dan mulutnya menganga, "heee, berarti sekolah kalian dekat dengan sekolah Miku," ucap Mikuo kemudian tersenyum dan menoleh kepada Miku.

Miku menatap Rin dengan tatapan datar. "Sekolahku di Sumeragi," ucap Miku masih dalam suara dinginnya.

Rin membuka mulutnya kemudian terkekeh. "Kalau begitu kita bisa berangkat bersama-sama?" tanya Rin kemudian memegang tangan Miku dan mengeluarkan puppy eyesnya.

Miku melirik kepada Mikuo. Mikuo menganggukkan kepalanya sambil tersenyum. "Iya," jawab Miku sambil tersenyum ragu pada Rin. Dia memberikan tatapan sadis kepada Len. Len merasakan hawa pembunuh dari Miku.

Mereka bertiga berangkat bersama-sama. Suasananya begitu canggung bagi semuanya. Rin selalu berusaha menghidupkan suasana dengan bertanya pada Miku. Miku selalu menjawabnya datar dan dingin. Rin melirik Len untuk meminta bantuan tapi Len mengangkat bahunya. Miku, Rin, dan Len kemudian berhenti persimpangan, tapi setelah melewati persimpangan mereka memiliki arah tujuan yang berlawan.

"Miku." Suara seorang gadis terdengar di telinga mereka bertiga yang sedang menunggu lampu zebra-cross berubah menjadi hijau. Mereka menoleh ke arah suara dan mendapati suara tersebut datang dari seorang gadis cantik berambut pink panjang yang mengenakan seragam yang sama dengan yang Miku kenakan. Seragam sekolah umum dengan sweater biru muda

"Luka!" panggil Miku kepada gadis berambut pink yang cantik jelita.

"Whoa!" wajah Len memerah tapi tentunya matanya hanya tertuju pada satu arah. Rin mencolok kedua bola matanya dengan jarinya

Luka menjulurkan lehernya dan melirik Rin dan Len. "Miku, siapa mereka? adik barumu? ibumu menikah lagi?" tanya Luka sambil menunjuk kepada kedua bocah kembar yang ada di sebelah Miku.

Miku melirik kepada kembar Kagamine kemudian menatap Luka lagi. Miku menyeringai. "Bukan! mereka adalah tetangga ku di rumah yang baru," jawab Miku, dan Rin kemudian membungkuk, sambil tangannya menekan kepala Len untuk menunduk dengannya juga.

Len mencondongkan tubuhnya kepada Rin. Tangannya menutupi telinganya dan mulut Rin untuk menghalangi suaranya menyebar. "Rin… aku bisa melihat kakak cantik itu setiap hari kalau kita pergi sekolah bersama kak Miku," bisik Len sambil melirik kepada Rin.

Rin menolehkan kepalanya kepada Len. Matanya bersinar terang tapi mengerikan. Tangannya meraih kepala Len kemudian mencengkeram kepala Len. "Dasar saudara mesum! Bodoh!"

.

Miku dan Luka berjalan masuk ke gerbang sekolah. Sesampainya di loker sepatu mereka membuka sepatu mereka dan menggantinya dengan sepatu ruangan. Mereka kembali berjalan menuju kelas mereka setelah mengganti sepatu mereka.

Luka mengibas rambutnya ke belakang sambil menoleh kepada Miku. "Miku, kamu sudah menyelesaikan tugas yang kemarin?" tanya Luka.

Miku menghela napasnya sambil melirik Luka. "Sudah sih, hanya saja... tinggal nomor tiga saja yang belum bisa kujawab," jawab Miku. Mata Miku menatap lurus ke depan. Matanya tiba-tiba langsung fokus kepada lelaki tinggi dengan rambut biru yang berjalan mendekatinya. Rasanya seperti mata senapan yang sudah mengunci targetnya.

"Se-selamat pagi kak Kaito!" ucap Miku dan membungkuk kepada kakak kelas yang berpapasan dengannya.

Kaito berhenti di depan mereka. Kaito tersenyum sambil mengangkat tangannya separo. "Pagi Miku, Luka." Kaito melirik kepada Miku. Pipi Miku merona merah. Napasnya terasa berat tapi dia memaksakan diri untuk tersenyum. "Sedang menuju kelas ya? Aku duluan ya," ucap Kaito dan tersenyum kepada kedua adik kelas manisnya. Dia melambaikan tangannya kepada mereka berdua dan pergi.

Miku berbalik sambil mengepal satu tangannya dan menaruhnya di depan dadanya. "I-itu, kak Kaito!"

Kaito berhenti. "Ya?" tanya Kaito sambil menoleh kepada Miku.

Miku menundukkan kepalanya. Dengan kikuk dia membuka ritsleting tas kemudian menyelipkan tangannya ke dalam. "A-ada soal yang tidak aku mengerti, kalau boleh, bolehkah aku meminta bantuan kakak lagi untuk membantu ku mengerjakan soal?" tanya Miku sambil mengeluarkan buku tulisnya dan menyodorkan kepada Kaito.

Alis Kaito melengkung ke bawah. "Ya, setelah pulang sekolah aku tunggu di perpustakaan seperti biasa," ucap Kaito sambil tersenyum. Kaito berbalik dan kembali melanjutkan perjalanannya.

Senyuman merekah di wajah Miku. Wajahnya semakin memerah. "Hwaa…." gumam Miku sambil menutup mulutnya dengan buku yang dipegang dengan kedua tangannya. Miku berputar dan mencondongkan tubuhnya pada Luka. "Luka! Lihat, nanti pulang sekolah! Di perpustakaan! Aku yakin hubungan kami ini semakin dekat!" bisik Miku ke telinga luka sambil menggunakan buku tulisnya untuk menutupi wajah mereka berdua.

Luka mengangkat sebelah alisnya. "Tunggu dulu Miku… kamu harus hati-hati," ucap Luka sambil memegang tangan Miku. Luka sedikit menyentak alisnya. "Rumor itu mulai menyebar loh," bisik Luka.

Alis Miku terangkat. Mulutnya sedikit terbuka membentuk huruf o. "Rumor apa?" tanya Miku sambil memiringkan kepalanya dan menjatuhkan tangannya yang memegang buku tulis.

Luka menoleh sekitar kemudian mendekati Miku lagi. Satu tangannya menutupi telinga Miku dan bibirnya. "Itu… soal… Kaito keluar bersama seorang gadis saat malam hari," jawab Luka.

Miku menghentakkan kaki dan tangannya. "Hah? Masa sih? Kakaknya kali," sentak Miku.

Luka memutar matanya sambil menghela napasnya. Luka mendekati Miku lagi. "Kamu lupa ya kalau dia itu anak tunggal," bisik Luka lagi.

Miku sedikit menjauh dan mengedipkan matanya beberapa kali. "Hm… siapa yang menyebarkan rumor ini…? Aku tidak akan percaya kalau belum melihatnya sendiri." Suaranya lemas. Miku kembali memasukkan bukunya ke dalam tasnya.

"Iroha…" jawab Luka sambil menggaruk-garuk pipinya dengan telunjuknya dan sedikit memiringkan kepalanya.

Tawa meledak dari bibir kecilnya yang kemerahan. "Iroha?" Miku kembali tertawa. "Syukurlah dia yang memulainya, kamu tau sifat Iroha kan? Dia kan terkenal tukang gossip." Bahu Miku naik-turun melompat-lompat menahan tawa. Miku mengusap air mata yang menitik di ujung matanya.

Luka mengangkat sebelah alisnya. "Iya juga sih…" ucap Luka dengan wajah ragunya.

Miku menarik tangan Luka dan berjalan menuju kelas mereka. "Ya sudahlah, ayo cepat kita ke kelas."

Luka menahan dirinya sebentar kemudian mengikuti Miku. "Tapi..." gumam Luka.

.

Saat istirahat murid-murid menjadi lebih aktif, karena setelah mendengarkan penjelasan materi dari guru mereka akhirnya bisa meluangkan waktu untuk berbincang dengan teman-teman mereka sambil makan siang.

Langkah kaki yang menderap membunyikan lantai kayu koridor sekolahan. Banyak dari murid yang berada di lorong meneriaki orang yang yang berlari itu.

Miku dan Luka sedang asik berbincang-bincang dengan teman-temannya, mereka tertawa dengan lepas sambil memakan roti yang mereka beli di kantin sekolah.

Lelaki yang menderap itu berambut ungu terong. Seragamnya tidak rapi. Kemeja keluar dari celana panjangnya. Lelaki itu tersenyum percaya diri.

Luka tertawa terpingkal-pingkal di kursinya. "Ya, lalu adikku itu me–" ucap Luka sambil menahan tawa saat menceritakan pengalamannya.

"Kalian pasti tertawa melihat eks–" ucap Luka yang terhenti saat bunyi keras dari pintu geser yang terbuka dengan sangat kasar.

"Luka-chaaan!" teriak pemuda bertubuh tinggi yang membuka pintu kelas dengan kasar itu. Lelaki itu adalah lelaki yang tadi. Lelaki dengan rambut terong.

Luka mengalihkan pandangannya kepada pintu kelas. "Kak Ga-gakupo?!" pekik gadis berambut pink. Wajah Luka langsung memerah ketika melihat pemuda berambut ungu terong itu.

Para gadis yang mengelilingi bangku Luka memutar matanya. "Hah…"

Gakupo melangkah masuk ke dalam kelas dengan senyum yang merekah. "Luka-chan, ini aku bawakan kau setangkai mawar merah yang melambangkan cinta kita." Gakupo menyodorkan bunga kepada Luka dan berjalan mendekatinya. Anak-anak yang lainnya yang sudah terbiasa dengan hal ini sudah tidak ambil pusing dan mereka kembali asik dengan apa yang sebelumnya mereka lakukan. "Mawar merah ini kutunjukkan untukmu, dan mau 'kah kau menjadi istriku malam hari ini?" Gakupo memegang tangan Luka, dan Luka tampak kaget.

Urat-urat marah menonjol di kening Luka. Luka mengernyitkan matanya sambil menyentak alisnya. "A-apaan si bodoh ini!" pekik Luka. Gadis yang lainnya termasuk Miku sedikit menjauhi Luka.

Gakupo mendekatkan wajahnya pada Luka. "Malam ini akan kita satukan cinta kita di dalam ruangan yang gelap dan sunyi, hanya kit–" belum selesai Gakupo menyelesaikan kalimatnya terdengar bunyi hantaman keras dan juga pukulan yang keras.

Luka memukul Gakupo dengan tinjunya. "Ja-jangan bicara sembarangan bodoh!" pekik Luka dan tangannya terlihat berasap setelah memukul perut Gakupo.

Seorang lelaki bertubuh tinggi masuk ke dalam kelas dan mendekati Luka. "Sudah aku bilang beberapa kali padamu untuk menjaga sikapmu kepada seorang gadis," ucap lelaki bertubuh tinggi dibalut setelan jas formal dan mengenakan kacamata. Lelaki itu memukul kepala Gakupo dengan buku tebal yang dipegangnya.

Luka menoleh kepada lelaki yang di sebelahnya. "Terima kasih sudah menolong saya, pak Kiyoteru," ucap Luka sambil membungkuk kepada gurunya.

Kiyoteru tersenyum kepada Luka kemudian menaikkan batang kacamata miliknya ke pangkal tulang hidungnya. "Ya… sepertinya anak ini harus mendapat pelajaran lagi, akan kubawa dia…" ucap Kiyoteru. Kiyoteru mengangkat kerah belakang Gakupo dengan tangan kirinya dan membawanya keluar kelas.

Seorang gadis dengan rambut berwarna peach membungkukkan badannya. Dia menaruh sikunya di atas meja Luka. Tangannya kemudian menopang kepalanya. "Kamu tidak perlu kasar kepadanya," ucap gadis berambut pink peach dan mengenakan bando kuping kucing.

Miku menyeringai sambil kembali mendekati Luka. "Iroha benar. Bukannya dulu kamu bilang suka sama Gakupo-senpai?" tanya Miku.

Luka mengerutkan dahinya. "Ya, tapi aku menyesal setelah mengetahui sifat bodohnya itu," jawab Luka sambil menepis rambutnya.

Iroha melirik ke langit-langit. "Hm? Aku kasihan sama senpai, dia ditolak cintanya hanya karena kekonyolan dirinya," ucap Iroha.

.

Len berjalan sambil mengalungkan tangan Rin pada lehernya. "Apa yakin kamu bisa pulang sendiri?" tanya Len.

Rin berjalan dengan menopang tubuhnya pada Len dan menyeret kaki kanannya. "Ya…, cuman terkilir begini sih aku juga bisa pulang sendiri…" Rin mengernyitkan dahinya dan mendesis.

Len melirik kepada Rin. Satu alisnya terangkat. "Benar?" tanya Len. Secara perlahan, Len melepaskan rangkungan Rin di lehernya. Tapi tangannya merangkul ke punggung dan lengan Rin.

Seorang gadis berambut merah di sebelah Rin mencondongkan badannya. Gadis itu menolehkan kepalanya dan memanjangkan lehernya untuk melihat Len. "Ehm.., aku akan mengantar mu pulang kalau begitu."

"Tolong ya Miki," ucap Len. Len mengangkat kedua alisnya dan mulutnya melengkung ke bawah. "Kalau begitu aku akan kembali ke sekolah ya... aku masih ada rapat pemilihan ketua klub..."

"Ya sudah, sana-sana." Rin mengibas-ngibaskan tangannya pada Len. Satu tangan Rin merangkul leher Miki.

"Hati-hati ya." Len mengambil satu langkah ke belakang. Tubuhnya sedikit memutar tapi matanya tetap fokus kepada Rin. Len kemudian mengalihkan pandangannya kepada Miki. "Miki, aku titip Rin ya. Dah!" Len berbalik dan berlari menuju gerbang sekolah. "Aku akan pulang cepat!" teriaknya.

Rin dan Miki berjalan berdua. Miki menopang tubuh Rin. Rin berjalan mengikuti Miki sambil menahan rasa sakit karena kaki kanannya terkilir.

Miki menggerutu kemudian menoleh kepada Rin. "Tidak biasanya kamu terkilir saat pelajaran olahraga."

Rin mendesis sambil memutar matanya. "Ya kalau bukan karena Neru menantang untuk mendapatkan skor tertinggi, mungkin aku tidak akan terkilir," jawab Rin.

Miki mengalihkan pandangannya. "Lagian kamu juga sih, sudah tahu sifat Neru seperti itu, masih saja…" ucap Miki dan menghela nafasnya.

Rin mengerutkan dahinya. Alisnya tersentak dan giginya menggertak. "Yaaa… aku kesal sih, dia selalu merasa lebih baik karena jabatannya sebagai ketua kelas… dia itu perempuan paling jutek di kelas…" ucap Rin.

Miki menggumam. "Hmm…"

Kaki Rin tidak sengaja tersandung batu. Rin berteriak karena keseimbangan dirinya goyang. Miki berusaha menopang tubuh Rin tapi tangan Rin justru melepaskan rangkulan. Rin memejamkan mata dan menutup rapat mulutnya. Miki berteriak.

Sebelum Rin terjatuh ada seseorang yang memegang lengan Rin. Rin kemudian berdiri setelah seseorang menarik tangannya. Rin dan Miki menoleh ke orang yang menopang Rin.

Rin terkejut melihat sosok pemuda tampan di sebelahnya itu.

"Ka-kak Hatsune," ucap Rin. Matanya terbelalak. Dia tidak menyangka orang yang menolongnya adalah tetangga sebelah rumahnya.

Mikuo memutar tubuh Rin sehingga membuat mereka saling berhadapan. "Kakimu kenapa?" tanya Mikuo dan menunjuk kepada kaki Rin.

Rin sedikit menarik dagunya ke dalam. Pipinya memerah dan telinganya memanas. "Kak Mikuo! tadi… aku terkilir saat pelajaran olahraga…" jawab Rin.

Alis Mikuo terangkat. "Lalu ke mana Len? Dia tidak mengantar pulang?" tanya Mikuo lagi dan melirik ke Miki. Miki menundukkan kepalanya.

Rin mengalihkan pandangannya kepada Miki. "Di-dia masih ada piket dan juga ada kegiatan ekstrakulikuler," jawab Rin. Bulir keringat mengalir dari pojok keningnya. Dia tertawa canggung.

Tanpa banyak bicara dan tanpa pikir panjang Mikuo langsung mengangkat tubuh Rin kemudian menggendong dirinya seperti seorang putri.

"Ka-kak Hatsune!" pekik Rin.

"Saudaramu itu harusnya mengantar pulang. Nah, karena kebetulan aku ada disini jadi aku akan mengantar kamu pulang," ucap Mikuo dan tersenyum kepada Rin.

Mulut Rin terbuka lebar. Rin mengangkat kepalanya dan menatap mata Mikuo. "Ta-ta-ta-tapi kak Hatsune, a-aku bisa jalan sendiri!" ucap Rin dengan wajah yang merah seperti tomat.

Miki menutup mulutnya dan wajahnya sama-sama merah seperti Rin.

"Melihat dirimu ditopang oleh temanmu dan hampir jatuh seperti tadi, aku tidak yakin. Tidak apa-apa kan kalau aku membawamu seperti ini?" balas Mikuo dan kembali memberikan senyuman kepada Rin.

"I..iya…" jawab Rin sambil menganggukkan kepalanya perlahan. Ba-bagaimana ini posisi seperti ini…, aku digendong seperti seorang putri, aku malu sekali, gumam Rin dalam hatinya.

"Oh iya apa temanmu mau ikut ke rumahmu?" tanya Mikuo dan menoleh kepada Miki.

Rin mengangguk-anggukkan kepalanya dan memegang lengan kemeja Mikuo. "I-iya ka-kami akan mengerjakan tugas bersama," jawab Rin.

Miki menurunkan tangannya dan mengangguk-anggukan kepalanya. "I-iya itu benar!" jawab Miki juga.

"Baiklah," ucap Mikuo. Mikuo mulai berjalan dan Miki mengikutinya di sebelahnya.

Rin mencuri-curi pandangan untuk melihat wajah tampan Mikuo. Jantung Rin berdebar dengan kencang dan keras, wajah serta telinganya terasa begitu panas. Jantungku berdebar dengan keras. Kuharap dia tidak mendengarnya. Rin melengkungkan senyuman tipis di bibirnya. Baru saja aku berharap agar aku bisa jatuh cinta, dan sekarang jantungku berdebar seakan meledak. Aku telah menemukan pangeranku!


To be continue


A.N

saya mau nulis apa ya di A.N. X'D cuman ingin memberitahukan kalau ada sedikit perubahan biar cerita lebih sopan :'3

feel free to review :3