Disclaimer : Naruto and all the characters mentioned in the story they're all belongs to Masashi Kishimoto. I do not take any financial benefits from this.
Last Snow
[ The snow began to fall again, drifting against the windows, politely begging entrance and then falling with disappointment to the ground ]
Sasuke mencoba menormalkan deru napasnya, tubuhnya terasa lengket, kepalanya pening, dan tenggorokannya terasa sangat kering.
"Menyingkir."
Ia mendorong tubuh Naruto menjauh dari tubuhnya, lalu berbalik, dan menarik selimut hingga menutupi leher.
Naruto terkekeh geli, ia mendekap tubuh Sasuke dengan kedua tangannya, lalu mengecup puncak kepala bersurai hitam di hadapannya dengan lembut.
"Kau jahat sekali, Teme. Jika aku mati baru tahu rasa kau," gumamnya pelan mengeratkan dekapannya.
Sasuke terdiam, kalimat yang terlontar dari bibir Naruto cukup menyita perhatiannya.
"Tidurlah, ini sudah larut. Besok kita harus pergi, bukan?" tanya Naruto.
Sasuke menggangguk.
"Selamat tidur, aku mencintaimu."
.
"Sial, dingin sekali pagi ini," protes Naruto mengeratkan syal tebal di lehernya.
Statusnya sebagai mahasiswa tingkat akhir membuat pria yang berusia 21 tahun itu harus bangun lebih pagi untuk menunggu bus. Ia bisa saja membawa kendaraan miliknya sendiri. Namun jalanan bersalju sering kali membuat ban mobilnya slip. Karena itu ia lebih memilih untuk menaiki kendaraan umum.
"Teme, kau tidak kedinginan?" ujarnya melangkah di belakang Sasuke. Sepatu boots kulit hitamnya mulai tertutupi oleh salju.
Sasuke bergumam menanggapi.
Naruto mengangguk pelan, iris birunya menatap kosong ke arah langit, memperhatikan satu persatu salju yang turun dari atas sana. "Cuaca hari ini aneh ya, bunga sakura sudah mulai berbunga, tetapi salju masih turun."
"Mungkin ini salju terakhir," sahut Sasuke.
"Sepertinya begitu," gumam Naruto. "Hey, Teme. Aku akan membeli minuman kaleng hangat untukmu di seberang jalan, tunggu di sini." Ia bangkit dari bangku halte lalu melangkah ke tepi jalan.
Sasuke kembali bergumam, lalu iris hitamnya memperhatikan jalan raya yang hampir dipenuhi oleh serpih putih salju. "Pelanggaran lalu lintas," batinnya dalam hati, melihat mobil sedan berwarna hitam menerobos lampu merah.
"Huh, lampu merah?" Alis Sasuke mengernyit ketika ia tersadar, lalu iris hitamnya membulat sempurna.
"NARUTO AWAS!"
Belum sempat pria bersurai pirang di hadapannya menoleh, tubuhnya sudah terpental jauh ke belakang, terhantam oleh mobil sedan berwarna hitam yang kini menabrak trotoar kanan jalan.
.
Seorang pria bersurai hitam yang ditata seperti nanas terlihat menaiki tangga dengan tergesa. Ia berlari menuju sebuah pintu kayu yang terletak di ujung koridor lalu membukanya dengan sedikit paksaan.
"Kakashi gawat! Pemuda gila itu menabrak seseorang!"
Pria bersurai silver yang sedang duduk santai di atas sofa dengan sebatang rokok di selipan jarinya menoleh kaget ke arah pintu. "Apa katamu?"
"Di depan apartemen RasenganZ dia menabrak seorang mahasiswa lalu kabur begitu saja. Pria itu ... tewas di tempat," jelas Shikamaru, sedikit menundukkan wajahnya tanda berkabung.
"Keterlaluan!" geram Kakashi membuang puntung rokok ke dalam asbak. Ia bangkit dari atas kursi lalu mengambil mantel tebal berwarna coklat tua yang menggantung di balik pintu.
"Kau mau ke mana?" ujar Shikamaru.
"Tentu saja ke tempat kejadian! Mungkin saja ada yang melihat ke mana penabrak sialan itu kabur," jawab Kakashi melangkah keluar pintu.
"Baik, aku ikut!"
.
Baju serba hitam yang Sasuke kenakan senada dengan warna rambut, dan iris matanya. Sejak tadi, ia tidak lepas menatap ke arah sebuah foto berbingkai bunga pria bersurai pirang dengan senyum lebarnya, dengan pita merah diletakkan di atas meja bersama dengan dupa yang dibakar.
"Sasuke, ada 2 pria dari kepolisian, bisa menemui mereka?" Suara wanita paruh baya dari arah belakang menyadarkan Sasuke dari lamunannya.
Ia bergumam lalu menoleh ke arah pintu, menunggu.
"Selamat pagi, namaku Shikamaru. Kami dari kepolisian." Shikamaru membungkuk sopan. "Kami turut berduka cita atas ke—"
"Kalian sudah tahu ciri-ciri penabraknya?" potong Sasuke datar. Iris hitamnya menatap lurus ke arah Shikamaru.
"Kami belum temukan," sela Kakashi sedikit menundukkan wajahnya, merasa malu.
Sekilas Shikamaru melirik ke arah Kakashi, sebelum kembali membuka mulutnya. "Sebetulnya ini masih menjadi rahasia kepolisian, tetapi sebelumnya penabrak itu merebut pistol dari polisi yang berjaga di pos. Ketika dia kabur saat itulah dia menabrak temanmu."
Sasuke terdiam, sama sekali tidak berniat untuk membuka mulutnya, atau mengeluarkan sepatah kata pun.
"Lalu, apa mungkin kau melihat wajah penabrak itu?" tanya Kakashi mencoba menyelidik.
Sasuke membalikkan tubuhnya memunggungi. "Sama sekali tidak," sahutnya datar.
Shikamaru menggaruk kepalanya bingung. "Begitu ya, tetapi, ada seseorang yang mengatakan setelah penabrak keluar dari mobil dan mencoba untuk kabur, penabrak itu sempat berpapasan denganmu."
Sasuke kembali menoleh, iris hitamnya memandang lekat wajah Kakashi dan Shikamaru. "Saat itu aku terjatuh jadi aku tidak melihatnya."
Kakashi mengangguk mengerti. Bagaimana pun juga menginterogasi seseorang yang sedang berduka bukanlah hal yang mudah. "Baiklah kalau begitu kami pamit, ayo Shikamaru."
"Eh ... eh, t-tetapi Kakashi?"
"Terima kasih," ucap Kakashi membungkuk sopan, lalu ia menarik paksa lengan Shikamaru, meninggalkan apartemen yang didominasi oleh warna biru tua dan oranye.
.
"Tsk, merepotkan sekali. Aku sangat yakin jika Sasuke melihatnya, wajahnya tampan, tetapi sifatnya itu menyebalkan! Apa semua Uchiha bersifat sama sepertinya?! Arogan sekali!" ucap Shikamaru menyesap kopi panas dari cangkirnya.
Kakashi menggantungkan mantel miliknya di balik pintu, lalu duduk di salah satu sofa, tepat di sebelah Shikamaru. "Bagaimana pun juga korban adalah temannya, jelas saja jika Sasuke masih dalam kondisi yang belum stabil, dan tidak mengingat wajah penabraknya."
Shikamaru mengacak rambutnya frustasi, lalu bersandar pada punggung sofa. "Uh, tetapi Kakashi ... dari berita yang kudengar, korban bukan temannya, melainkan kekasihnya."
"Huh? Benarkah?!" tegas Kakashi, tidak percaya. "Kau tahu dari mana berita seperti itu?"
"Para penghuni apartemen," sahut Shikamaru.
Kakashi menggeleng pelan. "Pantas saja. Kehilangan seorang kekasih bukan hal yang mudah. Apalagi jika kau menyaksikan kematiannya tepat di depan matamu," ujarnya menghisap batang rokok yang terselip di jemarinya. "Baiklah. Kalau begitu, kita simpulkan semua hal yang kita ketahui."
Ia mematikan bara rokok ke dalam asbak, lalu bangkit dari sofa menuju meja kerja yang terletak di sudut ruangan.
Dengan secarik kertas, dan pena hitam di genggaman tangannya, Kakashi terlihat mulai menuliskan beberapa hal penting. "Mobil itu adalah mobil curian, sidik jari pengemudi sama sekali tidak ditemukan. Polisi penjaga pos yang diserangnya terluka berat, dan belum sadar sampai saat ini. Di pos tidak ada bekas perkelahian, sepertinya sang pelaku sudah mengenali dengan baik siapa polisi yang berjaga saat itu," jelasnya panjang lebar.
"Jadi pelakunya bukan yakuza? Melainkan kejahatan yang dilakukan orang awam?" ujar Shikamaru menaikkan sebelah alisnya.
"Pistol yang direbut pelaku sepertinya sampai saat ini belum digunakan. Kau harus mencari informasi siapa saja orang-orang yang suka memakai model gun, dari sana kau bisa memeras semua informasinya," ujar Kakashi menyerahkan selembar kertas berisikan beberapa daftar nomor telfon.
Shikamaru kembali menganggukkan kepalanya. "Aku mengerti."
"Lalu, karena ini menyangkut nama baik kepolisian, penyelidikan kasus harus dilakukan secara diam-diam," tegas Kakashi menatap Shikamaru lekat.
"Lalu, apakah menurutmu sang pelaku akan segera tertangkap?"
Kakashi menghela napasnya seraya merapikan kertas-kertas yang berserakan di atas meja kerja. "Biasanya, yang seperti ini akan sedikit sulit," ujarnya menggeleng pelan, "Shikamaru, tugas barumu saat ini menjaga Sasuke. Meskipun dia tidak ingat saat ini, aku yakin dia mengingat sang pelaku nantinya, lagipula si pelaku itu bersenjata."
"Ck, merepotkan sekali," keluh Shikamaru, menyentuh dahinya.
"Shikamaru!" bentak Kakashi menggebrak meja.
"B-baiklah."
.
"Tidak perlu, Aku tidak membutuhkan itu," tolak Sasuke mentah-mentah.
"Tidak bisa seperti ini, kau tahu pelakunya bersenjata. Bagaimana jika dia menyerangmu?" desak Shikamaru mencoba memaksa.
Sasuke hanya terdiam, iris hitamnya menatap tajam. Terlihat dengan jelas dari raut wajahnya jika ia tidak suka, dan tidak menginginkannya.
"Kalau begitu aku akan berjaga di luar, kau bisa memanggilku jika terjadi sesuatu," ucap Shikamaru berjalan keluar pintu apartemen.
Udara yang cukup dingin membuatnya mengeratkan jaket. "Orang aneh, di malam kematian kekasihnya, dan hari ini pun tidak terlihat menangis. Meskipun memang seorang pria tidak seharusnya menangis setidaknya dia bisa menunjukkan rasa berduka," batinnya dalam hati.
"Permisi."
Shikamaru menoleh ke arah sisi kanannya, iris hitamnya menangkap dua sosok gadis berpakaian serba hitam. "Kalian mau mengunjungi Sasuke, ya?" ujarnya bertanya dengan ramah.
Gadis bersurai pink tersenyum, lalu mengangguk. "Aku Haruno Sakura, dan ini temanku Yamanaka Ino. Kami ini teman Naruto dan Sasuke di universitas," jelasnya.
Melihat kesempatan untuk menggali informasi lebih dalam, Shikamaru mulai melancarkan aksinya sebagai polisi penyelidik. "Boleh aku bertanya sesuatu? Sebenarnya ada hubungan apa di antara mereka?"
"Tentang Naruto dan Sasuke?" sahut Ino menebak. "Mereka adalah sepasang kekasih yang saling mencintai, karena itu kami ikut prihatin," jelasnya dengan mata berkaca-kaca, sebisa mungkin mencoba untuk tidak membuat tetesan air matanya menetes membasahi pipi.
Lain dengan gadis bersurai pink yang terlihat sedikit menundukkan wajahnya, menyembunyikan raut sedih yang jelas terpantul dari paras cantiknya. "Sudah sejak lama mereka menjadi sepasang kekasih. Mungkin sekitar 6 tahun yang lalu. Mereka berdua seperti magnet yang tidak bisa dipisahkan."
Shikamaru mengangguk lalu tersenyum. "Terima kasih," ucapnya sopan.
"Kalau begitu kami akan mengunjungi Sasuke dahulu," ucap Sakura menggandeng lengan Ino, lalu melangkah pelan.
Shikamaru kembali menghisap batang rokoknya.
Ia tahu jika persoalan ini akan menjadi lebih rumit jika dibandingkan dengan masalah-masalah yang sudah ia hadapi sebelumnya, dan ia mencoba untuk tidak menyerah.
"Aku tidak mengerti sama sekali," batinnya dalam hati.
.
"Sasuke! Sasuke!" teriak Shikamaru sambil berlari.
Merasa namanya dipanggil, pria bersurai hitam itu menoleh. Wajahnya yang tampan cukup menjadi perhatian beberapa orang di sekitarnya.
"Kau mau ke mana?! Padahal kematian Naruto belum ada seminggu!" bentak Shikamaru mencoba menormalkan deru napasnya. Tubuhnya sedikit membungkuk dengan kedua tangan bertumpu pada paha.
"Itu bukan urusanmu," sahut Sasuke datar.
Shikamaru mengertakkan giginya kesal. "Apa kau tidak kasihan pada Naruto?!"
Senyum tipis menghiasi bibir Sasuke. "Akan kukatakan padamu Shikamaru," ada jeda sesaat, "aku membenci Naruto. Kau pikir aku bisa mencintai seseorang yang kubenci?"
"Huh?" Shikamaru mengernyit bingung. "L-lalu kenapa kau menjadi kekasihnya?"
"Aku dipaksa," sahutnya datar seraya membalikkan badan memunggungi Shikamaru.
"Pria aneh, lalu apa arti ucapan para sahabatmu itu," batin Shikamaru dalam hati.
"Sekarang aku bebas, apa salah jika aku ingin menikmati kebebasan hidupku saat ini?" lanjut Sasuke, mulai melangkah meninggalkan Shikamaru seorang diri, menuju kedai kopi langganannya.
.
"Kau tahu Kakashi? Uchiha sialan itu mengatakan sekarang dia bebas karena Naruto sudah pergi. Dia itu monster! Aku bodoh karena mengasihaninya," geram Shikamaru menggebrak meja.
Pria bersurai silver melirik ke arah anak buahnya yang sedang terselimuti oleh api emosi, lalu mematikan bara rokoknya. "Apa dia serius?"
"Tentu saja!" sahut Shikamaru mantap.
"Sudahlah Shikamaru, tidak perlu emosi seperti itu, lagipula aku sudah tahu tempat pelakunya," ujar Kakashi mencoba menghibur. Ia bangkit dari atas kursi lalu mengeluarkan beberapa berkas dari dalam laci meja.
"Tempat pelaku kejahatan?"
"Jarak antara apartemen dengan pos polisi tempat direbutnya senjata, tidak begitu jauh. Pelaku dipastikan terluka saat tabrakan, lalu setelah diperiksa secara mendetail ternyata ada bekas darah yang tersisa di semak-semak dekat apartemen," ujar Kakashi menunjuk ke arah sketsa kasar pada kertas yang dibuat menunggunakan pena hitam. "Rupanya, setelah bertabrakan, dan berpapasan dengan Sasuke dia melarikan diri ke semak-semak saat menyadari bahwa minat semua orang tertuju pada kecelakaan, dan tidak seorang pun memperhatikannya. Dia menyembunyikan luka di balik jaket yang dikenakan, dan memasang wajah tidak bersalah."
Shikamaru mengangguk mengerti.
"Lalu dengan sangat hati-hati dia pulang ke rumahnya cepat-cepat. Tentu saja banyak orang yang sempat berpapasan dengannya, tetapi tidak seorang pun menyadari." Kakashi mulai mencatat beberapa point utama ke dalam secarik kertas yang masih kosong di sebelahnya. "Orang yang wajar terlihat saat kejadian adalah pelajar, dan pekerja kantoran. Kita akan selidiki lebih selanjutnya," jelasnya bangkit dari kursi lalu menempelkan secarik kertas penuh catatan itu ke tembok berkas.
Telepon di ruangan kerja mereka berdering.
Kakashi menaikkan sebelah alisnya lalu cepat-cepat ia mendekat ke arah telepon, mengangkatnya. "Bagian penyelidik." Wajah datarnya tiba-tiba berubah menjadi cemas. "Apa?!" Ia menoleh ke arah pria bersurai hitam dengan tataan rambut seperti nanas di sebelahnya. "Shikamaru! Cepat ke apartemen RasenganZ! Ada orang yang mengobrak-abrik kamar Sasuke!"
.
"Pelakunya masuk saat aku sedang pergi menjaga Sasuke, dan saat kami kembali tiba-tiba saja seluruh isi ruangan sudah seperti ini," jelas salah seorang polisi jaga yang sedang bertugas menggantikan Shikamaru.
Pria dengan tataan rambut seperti nanas itu mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Pakaian berserakan di mana-mana, beberapa piring dan gelas pecah, dan beberapa barang elektronik yang sudah tidak lagi berada di posisinya. "Apa tujuannya melakukan semua ini?" gumamnya pelan.
"Apa mungkin ini dilakukan oleh pelaku yang sama?" tanya sang polisi jaga.
"Kurasa mungkin saja, karena seluruh barang berharga tidak ada yang dicuri," jelas Shikamaru berjongkok, mengamati goresan di lemari pakaian."Aneh, jika dia sedang mencari Sasuke karena wajahnya terlihat, lalu untuk apa masuk ke kamar kosong? Apa yang dia cari di dalam kamar ini?" batinnya dalam hati.
"Tidak bisa lebih cepat? kalian menghabiskan waktuku," ucap Sasuke yang tiba-tiba muncul dari balik pintu.
"Kau mau pergi ke luar lagi?" sela Shikamaru bangkit lalu menghampirinya.
"Bukan urusanmu," sahut Sasuke dingin.
Api emosi kembali menyulut Shikamaru. "Seharusnya kau menyadari situasimu, kau ini sedang jadi sasaran oleh pelaku kejahatan yang membunuh kekasihmu!" bentaknya di hadapan Sasuke.
Tubuh Sasuke menegang, iris hitamnya membulat sempurna. Namun sesaat kemudian ia sudah bisa mengembalikan raut datar yang selalu menghiasi wajahnya. "Aku bosan di sini."
"Kau tahu Sasuke? Pria sepertimu tidak pantas menjadi kekasih Naruto. Kasihan sekali dia memiliki kekasih sepertimu, 6 tahun waktunya terbuang percuma dengan pria sepertimu! Ayo kita pergi," ujar Kakashi menatap tajam, lalu melangkah ke arah pintu.
"Eh, t-tetapi Shikamaru? Ini giliranmu untuk berjaga," sela polisi jaga lainnya.
"Buat apa?! Aku tidak tahan dengan sifat Uchiha miliknya!" geram Shikamaru membanting pintu.
Seringai tipis menghiasi bibir Sasuke, lalu iris hitamnya melirik ke arah foto berbingkai oranye yang tergeletak di lantai. "Polisi bodoh," gumamnya pelan.
.
"Sasuke hentikan semua ini, meskipun kau merasa bosan berada di rumah, kau tidak perlu berpergian setiap hari," pinta Shikamaru mengikuti Sasuke dari arah belakang. Namun pria bersurai hitam di hadapannya itu tidak merespon. Kesal karena diabaikan ia menarik lengan berkulit pucat itu lalu menahannya. "Kalau kau seperti ini! Itu sama saja seperti menantang penjahat itu!"
Sasuke menatap Shikamaru, lalu ia menoleh ke sisi kirinya. "Lihat, sepertinya ini cocok untukmu," ucapnya menepis tangan Shikamaru, lalu mengambil sebuah kemeja berwarna hitam.
"H-hey! Apa yang kau lakukan?" protes Shikamaru terbata dengan wajah memerah.
"Hn."
Secara tidak sengaja Shikamaru melirik ke arah Sasuke. Raut datar terkesan angkuh yang selalu menghiasi wajahnya sesaat melembut, dan terpantul jelas raut kerinduan yang mendalam dari iris hitamnya saat menatap kemeja berwarna oranye.
"Kau teringat pada Naruto?" ujarnya pelan, "aku tahu selama ini kau berbohong jika bilang tidak sedih. Temanmu mengatakan jika hubungan kalian sangat dekat, lalu kenapa kau berpura-pura senang saat Naruto tidak ada?"
Sasuke menoleh. Seringai tipis kembali menghiasi bibir pucat miliknya. "Sepertinya kau salah paham Shikamaru. Aku sangat membenci Naruto, sampai aku tidak bisa membencinya lagi," sahutnya.
"Apa maksudmu?" tegas Shikamaru menaikkan sebelah alisnya.
Sasuke melangkahkan kakinya perlahan ke arah sebuah kedai kopi yang terletak di lantai 2. "Ini semua berawal sekitar 10 tahun yang lalu. Ayahku membawa pulang seorang bocah laki-laki yang berusia lebih muda 3 tahun tepat di hari ulang tahunku, lalu dia bilang bahwa mulai saat ini bocah pirang itu akan tinggal bersama kami."
"Bocah pirang? Maksudmu Naruto?" tanya Shikamaru, mengikuti Sasuke dari belakang.
Sasuke bergumam mengiyakan. "Naruto adalah anak dari rekan bisnis ayahku yang mati akibat kecelakaan lalu lintas. Ayahku merasa hutang budi terhadap mereka, lalu mengadopsi Naruto hitung-hitung untuk menjadi temanku katanya."
Perlahan Sasuke mulai mengaduk kopi hitam di cangkirnya, seraya mencampurkan 6 balok gula.
Shikamaru mengernyit lalu menatap Sasuke heran. Ia tidak menyangka jika pria bersurai hitam itu ternyata penyuka makanan manis. "Sasuke, kopimu?"
Tidak mempedulikan pertanyaan Shikamaru, dengan senyuman tipis di sudut bibirnya Sasuke kembali menlanjutkan kalimatnya. "Sejak pertama bertemu aku tahu jika kami tidak akan bisa akrab, ataupun cocok. Rambut pirangnya yang mencolok, matanya yang berwarna biru, dan kulit tan miliknya, terlihat benar-benar berbeda denganku. Aku memang membencinya. Sangat membencinya," ujarnya dengan penekanan di akhir kalimat, "lalu 2 tahun setelah itu semua keluargaku mati akibat pesawat yang mereka tumpangi terjatuh. Aku yang memang sudah mengerti dunia bisnis harus meninggalkan bangku sekolah secara paksa, karena harus melanjutkan kewajibanku sebagai pewaris tunggal. Menghabiskan seluruh masa kecilku hanya untuk membiayai seluruh kebutuhan bocah pirang brengsek yang bahkan masih mengompol di tempat tidur, apa menurutmu itu menyenangkan?"
Terlihat sangat jelas kilatan emosi yang terpantul dari iris hitam Sasuke. Namun sedetik kemudian emosinya kembali tergantikan oleh raut datar.
"Aku tidak meminta ayahku seorang bocah bodoh berambut pirang yang selalu mengikutiku ke mana pun aku pergi, berisik, dan menyebalkan. Lalu kenapa aku yang harus menanggung semua ini?" ujarnya menaikkan sebelah alis.
"Hingga malam itu, aku berniat untuk membunuh Naruto. Pisau di tanganku sudah kugenggam erat. Hanya tinggal beberapa langkah lagi dan aku bisa menghabisi nyawanya. Namun sayang, entah apa yang merasuki tubuhku saat itu hingga aku tidak bisa membunuhnya, dan tersadar jika aku sangat membenci Naruto, sampai aku tidak bisa membencinya lagi," ada jeda sesaat, "itu 6 tahun yang lalu."
Sasuke berhenti mengaduk kopi saat ia berhenti berbicara. Iris hitamnya memandang lekat ke arah Shikamaru di hadapannya. "Dan soal kopi ini, aku memang tidak menyukai manis, tetapi Naruto tidak bisa meminum kopi hitam tanpa gula yang banyak." Dengan seringai tipis yang kembali menghiasi bibirnya ia bangkit dari atas kursi, lalu meninggalkan Shikamaru seorang diri.
.
"Ck, merepotkan sekali."
Mendengar suara yang familiar dari arah pintu, Kakashi menghentikan kegiatan mengetiknya sesaat lalu berteriak. "Shikamaru?!" panggilnya, "bukankah seharusnya kau menjaga Sasuke malam ini?"
Shikamaru mendengus malas. Seluruh tubuh dan pakaian yang ia kenakan basah kuyup karena hujan lebat. "Tidak dengan bajuku yang basah kuyup seperti ini."
"Hujan memang lebat sekali," ucap Kakashi memandang ke arah jendela.
"Lalu bagaimana dengan hasil penyelidikan, Kakashi?" tanya Shikamaru melepas jaket dan sepatunya.
"Tidak ada hasil."
"Benarkah?"
Kakashi menghela nafasnya berat lalu menyesap kopi hitam dari cangkir yang terletak di atas meja. "Aku sudah memeriksa setiap karyawan, dan pelajar yang berada di sana tepat saat kecelakaan itu terjadi. Tidak ada satu pun yang bisa dicurigai, sepertinya kita kembali dari awal."
"Aku sama sepertimu Kakashi," ucap Shikamaru seraya mengganti pakaiannya. "Dan aku sempat berpikir jika Sasuke itu kesepian, karena itu dia pergi ke luar hampir setiap hari, ternyata tidak. Aku tidak tahu lagi apa yang sedang dipikirkannya," jelasnya.
Kakashi kembali menghela napasnya berat. "Sepertinya kasus ini akan sedikit lebih rumit dari biasanya Shikamaru."
Setelah mengganti baju dan mengeringkan rambutnya, Shikamaru menyesap kopi hitam milik Kakashi lalu berjalan ke arah pintu. "Kalau begitu aku akan kembali berjaga."
"Tunggu sebentar. Aku sedang memesan ramen," ucap Kakashi menahan.
"Tidak, terima kasih. Aku sudah makan sebelumnya. Kalau begitu aku pergi," sahutnya melambaikan tangan sambil tersenyum ramah.
"Baiklah, hati-hati di jalan."
"Ya!" teriak Shikamaru dari balik pintu.
Tidak lama setelah itu, Kakashi dikagetkan oleh teriakan dari balik pintu.
"Ichiraku Ramen!"
Ia berjalan menghampiri untuk mempersilakan masuk sang pengantar makanan yang sudah ia tunggu-tunggu sejak tadi.
"Wah sudah datang. Terima kasih, hujan-hujanan seperti ini masih mau mengantar."
"Tidak apa-apa, lagipula hujannya sudah berhenti," ucap pengantar makanan tersipu malu.
Semangkuk ramen panas yang ia terima langsung saja dilahap dengan nikmatnya. "Tengah malam seperti ini untung saja kedaimu masih buka," gumam Kakashi perlahan dengan mulutnya yang penuh.
"Kami memang sengaja membuka kedai hingga larut karena permintaan para pelanggan yang meminta makanannya diantar," sahut pengantar makanan tersenyum ramah.
Seketika iris mata Kakashi membulat sempurna ketika mendengar ucapan dari sang pengantar ramen.
"Diantar ... antaran? Ah! Pengantar! Orang yang tidak dicurigai oleh siapa pun, bahkan polisi tidak akan menaruh curiga pada orang yang mengantar sesuatu, dan sesuatu yang diantar pagi-pagi adalah," batin Kakashi.
"PENGANTAR KORAN!"
.
"Bagaimana keadan Sasuke?" tanya Shikamaru kepada polisi jaga yang sedang bersandar pada dinding di depan apartemen milik Sasuke.
"Sejak tadi dia hanya berdiam diri di dalam saja," jawab polisi jaga yang sedang menikmati kopi miliknya.
"Hujan memang membuat siapa pun jadi malas, bahkan untuk seorang Uchiha," ejek Shikamaru tertawa pelan. Ia melepas mantel tebal miliknya lalu menepuk bahu sang polisi jaga. "Pulang dan beristirahatlah. Aku akan menjaga Sasuke malam ini."
"Baik, kalau begitu aku pulang," ucap polisi jaga bersemangat seraya sedikit berlari meninggalkan Shikamaru seorang diri.
"Kenapa masih dingin, padahal sakura sudah mekar," batin Shikamaru dalam hati memandang pohon sakura yang terletak di sisi kanan apartemen.
.
Kakashi mengetuk pintu kayu tidak sabaran. "Tolong buka pintunya." Udara dingin tidak lagi ia permasalahkan.
Cukup lama ia menunggu, hingga seorang pria paruh baya terlihat membuka pintu dengan takut-takut. "A-ada apa ini?"
"Hatake Kakashi, polisi bagian penyelidik. Tidak perlu panik, pak tua. Aku hanya ingin bertanya padamu," ucapnya tegas menunjukkan tanda pengenal yang hanya dimiliki oleh para polisi.
"B-baiklah," sahut pria paruh baya mempersilakan masuk ke dalam rumah yang merangkup sebagai tempat penyimpanan koran-koran.
"Siapa yang mengantar koran untuk pos polisi di sekitar sini?" selidik Kakashi. Iris matanya mengamati hati-hati.
"I-itu ... sepertinya dia sudah keluar," sahut pria paruh baya terbata-bata.
"Keluar?" tegas Kakashi menaikkan sebelah alisnya.
Pria paruh baya di hadapannya terlihat menimbang-nimbang untuk memberikan informasi lengkap sang mantan anak buah, dan tatapan tajam Kakashi ternyata cukup ampuh untuk menakutinya.
"S-sebetulnya aku memecatnya, karena dia sering bolos bekerja. Sewaktu ada kejadian di depan apartemen, dia sama sekali tidak mengantar satu pun koran. Pergi begitu saja entah ke mana dan semua pelanggan mengeluh padaku."
"Apa kau memiliki alamat tempat tinggalnya?" desak Kakashi menyerahkan secarik kertas kosong berwarna putih.
"T-tentu saja." Pria paruh baya itu mengangguk. "Alamatnya di apartemen RasenganZ, tempat kecelakaan itu."
Iris hitam Kakashi membulat sempurna.
"Brengsek!" geramnya.
Dugaannya selama ini tepat. Cepat-cepat ia berlari menuju apartemen RasenganZ dan meninggalkan pria paruh baya yang masih gemetar ketakutan.
"Sekarang aku tahu kenapa si pelaku bisa dengan mudahnya masuk apartemen Sasuke secepat itu, dan sekarang dia pasti sedang mengamati gerak-gerik Sasuke, tetapi meskipun saat itu Sasuke terjatuh. Apa benar dia tidak mengenali jika si pelaku adalah tetangganya sendiri? Dan lagi jika Sasuke tahu dia dalam bahaya kenapa berpergian setiap hari?!" batinnya dalam hati.
.
Sasuke terlihat menghampiri Shikamaru yang sedang berjaga di depan kamarnya dengan membawa secangkir kopi hitam yang masih mengepulkan asap putih tipis.
Menyadari kehadiran Sasuke di dekatnya, Shikamaru menghentikan kegiatan asiknya bersama sebuah buku tebal bersampul coklat tua. "Sasuke?"
Sasuke tersenyum, iris hitamnya menatap ramah. Ia menyerahkan secangkir kopi yang sengaja ia buatkan khusus. "Ini untukmu," ujar Sasuke.
"T-terima kasih," sahut Shikamaru dengan rona merah menghiasi kedua pipinya. Baru kali ini ia melihat Sasuke tersenyum ke arahnya, dan ternyata senyuman itu mampu membuat dadanya berdegup.
"Kau tidak lelah setiap hari menjagaku?" tanya Sasuke seraya memandang ke arah pohon sakura yang terletak di sisi kanan apartemen.
Sesaat Shikamaru kembali merasakan jantungnya berdebar lebih cepat. Rambut dan iris mata khas Uchiha yang berwarna hitam pekat sangat kontras dengan kulit putih pucat mereka yang terkena sinar rembulan malam itu.
"Huh? Tidak, tidak, tidak," ucapnya seraya menggelengkan kepala.
Sasuke mengernyitkan alisnya bingung. "Kau kenapa?"
"A-aku tidak apa-apa," jawab Shikamaru terbata, menenggak habis kopi hitam untuk menetralisir rasa gugupnya.
Manis bercampur pahit. Kedua rasa itu bercampur di tenggorokannya. Baru kali ini Shikamaru merasa ia meminum kopi dengan rasa cukup berbeda. Namun belum sempat ia bertanya pada Sasuke, cangkir kopi di tangannya sudah meluncur mulus ke atas lantai, disusul tubuhnya yang tiba-tiba saja menjadi lemas, dan kakinya yang tidak mampu lagi untuk menahan seluruh beban tubuhnya.
"S-Sasuke ... kau men...cam...purkan o...bat ke ... dalam ... Kopi?"
Sasuke tersenyum getir. "Maaf, aku ingin kau tidur sebentar saja."
"K...kau ... ini... se...dang ... dalam ...ba...haya." lalu secara perlahan, pandangan Shikamaru mulai kabur, dan matanya terasa sangat berat.
"Aku tidak peduli," sahut Sasuke pelan. "Benar-benar tidak peduli," lanjutnya bergumam, meninggalkan Shikamaru yang tergeletak tidak berdaya di atas lantai.
.
"Sial! Semoga belum terlambat. Jika dugaanku itu benar, maka Sasuke," batin Kakashi berlari secepat mungkin dari dalam lift.
Dari kejauhan ia bisa melihat tubuh seorang pria yang familiar di ingatannya tergeletak di atas lantai. "Bukankah itu Shikamaru?" gumamnya pelan. Ia berlari menghampiri dan dugaannya tepat.
"Shikamaru! Shikamaru!" panggilnya menepuk kasar kedua pipi pria yang menjadi bawahannya selama 5 tahun terakhir.
Kelopak matanya terbuka perlahan. Shikamaru Memandang sosok pria di hadapannya yang terasa sangat familiar dengan rambut silver dan mata sayu khas miliknya. "Ngh?"
"Kau terluka?!" tanya Kakashi memastikan, ia mengecek seluruh tubuh Shikamaru, dan menghembuskan napasnya lega ketika tidak melihat adanya bekas luka.
Mencoba memaksa untuk memulihkan kesadarannya. Tiba-tiba saja Shikamaru terlonjak kaget, lalu menarik lengan Kakashi dengan kedua tangannya. "Kakashi! Sasuke dalam bahaya!"
Kakashi mengangguk cepat. "Aku tahu, kau bisa berjalan?" ujarnya mencoba merangkul.
"Aku baik-baik saja," ucap Shikamaru meyakinkan.
Kakashi mengangguk mengerti "Ayo cepat, kita tidak punya banyak waktu," ujarnya berlari ke arah halaman depan apartemen diikuti Shikamaru di belakangnya.
.
"Kakashi itu Sasuke!" teriak Shikamaru menunjuk ke arah sesosok pria yang berdiri tidak jauh dari tempat mereka.
Iris hitam Kakashi membulat sempurna. Namun perhatiannya tersita ke arah pria yang bersembunyi di balik pohon dan sedang mengamati Sasuke sejak tadi dengan sebilah pisau di genggaman tangannya.
"Sasuke! Di sampingmu!"
Sasuke tidak merespon. Ia menoleh, menarik pistol dari saku celana lalu mengarahkan senjata api itu ke arah pria yang hampir saja menikamnya.
Tembakan pertama.
Tembakan kedua.
Tembakan ketiga.
Tembakan keempat.
Tembakan kelima.
Tembakan keenam.
Pria itu tewas bersimbah darah di hadapannya.
Sasuke menoleh, lalu tersenyum ke arah Shikamaru dan Kakashi. Senyuman tulus yang tidak pernah lagi menghiasi wajahnya setelah kematian Naruto. "Terima kasih," lirihnya, menitikkan air mata sebelum mengarahkan pistol ke pelipis.
"SASUKE! JANGAN!" teriak Shikamaru.
Tembakan terakhir terdengar.
.
Pakaian serba hitam, sebuah foto berbingkai bunga berwarna biru tua dihiasi oleh pita merah diletakan persis di sebelah dupa yang beraroma menyengat.
Kakashi menghela nafasnya berat. Seakan masih tidak percaya akan apa yang baru saja ia saksikan tadi malam.
"Aku tidak menyangka jika pada akhirnya akan seperti ini."
"Aku juga berpikiran sama," sahut Shikamaru menatap kosong ke arah langit.
"Permisi."
Shikamaru menoleh, menatap kedua gadis yang tidak asing lagi di matanya. "Sakura? Ino? Ada apa?"
"Ini untukmu." Sakura menyerahkan sebuah amplop putih berukuran sedang. "2 hari yang lalu, Sasuke menitipkan surat ini padaku."
"Sasuke?" ucap Shikamaru menaikkan sebelah alisnya bingung seraya mengambil amplop dari tangan Sakura.
Sakura bergumam mengiyakan. Iris hijaunya menatap Ino lalu mereka berdua membungkuk sopan. "Kalau begitu kami permisi dulu."
Shikamaru mengangguk, iris hitamnya menatap amplop putih."Surat? Sasuke?" batinnya dalam hati.
Perlahan jemarinya merobek sudut amplop, mengambil secarik kertas bertuliskan tangan dengan tinta hitam, lalu membacanya.
'Shikamaru, aku sudah tahu sejak lama jika pria itu tinggal tepat di sebelah apartemen kami, aku tidak pernah bisa melupakan wajahnya. Saat bertabrakan denganku dia menjatuhkan pistol dari genggaman tangannya tepat di hadapanku. Aku mengambil pistol itu lalu kusimpan. Setiap hari aku menantinya keluar. Aku ingin membunuh pria itu. Aku memang berbohong padamu Shika, aku mencintai Naruto, bahkan lebih dari mencintai diriku sendiri, dan setelah dia tidak ada lagi di sisiku. Bagaimana aku bisa hidup? Selain bersumpah untuk membalas dendam. Terima kasih karena telah menjaga dan menolongku. Shikamaru, terima kasih.'
Shikamaru meremas kertas putih di genggaman tangannya kuat lalu menunduk dalam. "Merepotkan sekali," gumamnya pelan.
Kakashi yang berada di sebelahnya menoleh heran.
"Semuanya memang diarahkan untuk menghadapi sang pelaku, dia berusaha menjadi sasaran, karena itu pergi keluar setiap hari. Berpura-pura tidak mencintai kekasihnya, hahaha ... aku ini bodoh sekali Kakashi, aku merasa gagal sebagai seorang polisi penyelidik. Aku sama sekali tidak mengerti Sasuke, aku tidak mengerti betapa sedihnya dia, betapa dia mencintai kekasihnya itu."
Kakashi tersenyum lembut. Ia mengusap perlahan kepala pria yang berstatus sebagai anak buahnya itu. "Pasti mereka berdua sekarang sudah bertemu kembali di surga, dan bersama-sama selamanya."
Shikamaru terdiam, mulutnya terkatup rapat, tangannya terkepal erat. Belaian lembut di kepalanya terasa sangat nyaman, dan membuatnya tidak mampu lagi menahan bendungan air di sudut matanya.
"Tidak apa-apa Shikamaru, tidak apa-apa," hibur Kakashi tersenyum menatap pohon sakura di sisi kanan apartemen.
Bahkan di hari itu, salju terakhir berhenti turun, digantikan oleh Sakura yang mengugurkan kelopak bunganya.
.
End
