Malam pertama.
Malam setelah upacara pernikahan itu harusnya menjadi malam yang sakral bagi pasangan baru yang baru saja disatukan dalam sebuah ikatan yang lebih serius. Dua insan yang saling mencintai akan berbagi kehangatan satu sama lain di bawah status sebagai suami-istri, atau bisa juga suami-suami dalam kasus satu ini.
The Ominous First Time
Disclaimer : Karakter adalah milik Masashi Kishimoto, plot adalah ide saya
Rating : M (untuk ke depannya)
Pairing : SasuNaru, ItaKyuu
Warning : YAOI, LEMON, OOC, TYPO, FAILED HUMOR, GARING, AU, bahasa kacau, human!Kyuubi, banyak istilah asing, ETC
Genre : Romance, humor
DON'T LIKE, DON'T READ
Cerita ini murni untuk kepuasan pribadi Author saja. No bashing, no flame, please. Jadi, lebih baik segera tutup saja fic ini jika Anda merasa tidak suka dengan apa yang ada di dalamnya, apalagi untuk yang anti-yaoi atau anti SasuNaru. Mari buat dunia fandom ini dipenuhi kedamaian X)
Part 1
Sasuke dan Naruto akhirnya telah melangsungkan upacara pernikahan beserta perayaannya siang tadi setelah berpacaran kurang lebih tujuh tahun. Dengan disaksikan banyak teman dan kenalan, mereka telah terikat menjadi suami-suami, dan Naruto pun menyandang status sebagai 'nyonya' Uchiha. Malam ini pun harusnya mereka telah melepaskan pakaian masing-masing dan menikmati penyatuan mereka sebagai suami-suami di ranjang kamar hotel VIP ini, tapi…
"Teme, sudahlah, berhenti mengejarku!" seru Naruto sambil melempar bantal pada Sasuke yang sudah bertelanjang dada.
Sasuke yang berdiri di depan tempat tidur menangkap bantal tadi dengan gampangnya dan melemparkannya ke sofa. "Tidak sebelum kau berhenti berlari," balas Sasuke sambil tetap menatap tajam kearah Naruto yang berdiri di atas tempat tidur, di dekat bantal-bantal.
"Aku sudah berhenti berlari, teme!" seru Naruto, sambil mengambil pose siaga. "Kau lihat sendiri, aku tidak berlari."
"Maksudku, sampai kau berhenti untuk lari dariku dan dari kewajibanmu, dobe." Sasuke berdecak kesal. "Ayolah, ini sudah berlangsung 15 menit. Kita menyia-nyiakan waktu."
"Tidak mau, teme! Aku besok masuk ke kampus untuk bimbingan gara-gara nilai jelek!" Naruto masih setia pada tempatnya sambil memeluk bantal yang tersisa. Ia tidak akan berhenti memasang pose siaga sampai Sasuke menyerah untuk membujuknya.
"Lalu?" Sasuke memutar bola matanya. "Aku akan mengantarmu, dobe. Kau tidak perlu berjalan kaki. Lagipula bimbinganmu itu sore. Kau punya banyak waktu untuk istirahat." Seringai terlihat di wajah Sasuke seusai ia berbicara.
Naruto hanya bergidik ngeri. Ia tahu betul arti dari seringai orang yang kini berstatus suaminya itu. "Enggak, teme! Aku nggak akan menyerah!" teriak Naruto lagi–tidak jelas.
Sasuke hanya mendengus pelan. "Apa sih susahnya melayani suamimu sendiri? Ini malam pertama kita, dobe. Malam pertama!"
Memang, sedari tadi sikap Naruto agak berlebihan. Seusai mandi tadi, Sasuke sudah bersiap di kasur dengan bertelanjang dada dan tinggal menunggu Naruto keluar dari kamar mandi. Tapi begitu Naruto keluar, yang ia dapatkan malah ekspresi terkejut dan seram dari wajah Naruto. Ekspresi Naruto tadi mungkin sama seperti ekspresinya jika mendadak ada titan yang muncul dari balik jendela hotel. Sasuke-yang sudah menekan hasratnya mati-matian semenjak di pesta-baru akan mendekat ke Naruto ketika yang bersangkutan malah menjauh sambil mengambil satu bantal untuk dijadikan senjata. Dan sejak itulah akhirnya kejar-kejaran pun terjadi.
"Justru karena itu, teme!" Naruto memeluk bantalnya kian erat. "Aku tidak yakin akhir malam ini akan seindah yang kita bayangkan."
"Apa maksudmu dobe?" Sasuke mengerutkan kening.
"Ingat, teme, ini malam pertama! Pertama! Dan kata 'pertama' inilah yang tidak meyakinkanku," jawab Naruto dengan agak cemberut.
Sasuke mendesah pelan. Ia tidak tahu dengan apa yang salah dengan yang diungkapkan dobe tercintanya itu. "Lalu kenapa memangnya dengan kata 'pertama'?" Sasuke bertanya sambil mengorek telinganya dengan malas.
"Kau ingat semua hal-hal pertama kita?" Naruto menunjuk-nunjuk Sasuke dengan tidak sopannya. "Kalau tidak, coba ingat dari pertemuan pertama kita!"
Sasuke memutar bola matanya malas. Ia tentu saja ingat. Bagaimana mungkin ia bisa melupakan hari pertama ia bertemu dengan cinta pertamanya?
Flashback 1: First meeting
Ini adalah hari Natal, dan Naruto yang berumur 5 tahun sedang berada di supermarket bersama dengan Kushina, sang ibu, untuk berbelanja beberapa bahan masakan dan juga kue untuk pesta Natal nanti malam.
Sementara itu Minato, sang ayah, dan Kurama, kakak lelaki Naruto, mendapatkan jatah untuk membersihkan rumah dan menghias dinding dengan ornamen Natal.
"Kaa-chan! Kaa-chan!" Naruto menarik-narik lengan baju Kushina yang sedang mendorong kereta belanjaannya.
Kushina menoleh ke anak bungsunya itu. "Apa, Naru-chan?"
"Aku mau kue Kyuubi. Boleh ya? Boleh ya?" Naruto memiringkan kepalanya dan memasang puppy eyes di wajahnya. Kue Kyuubi adalah snack kesukaan Naruto. Bentuknya adalah rubah ekor sembilan yang juga menjadi karakter favorit Naruto di salah satu anime ninja kesukaannya.
Kushina menahan diri untuk tidak menjerit mendapati anaknya ternyata sangat menggemaskan. "Na-naru-chan, nanti di pesta bakal ada banyak kue lho. Tunggu di pesta nanti saja ya."
Naruto menggelengkan kepalanya kuat-kuat. "Nggak mau! Nalu mau kue Kyuubi aja." Naruto memasang tampang memelas dan menunjukkan tatapan intens pada Kushina, meniru apa yang sering dilakukan ayahnya sewaktu Kushina marah. "Ya…? Ya?"
Kushina menelan ludah. Ia ingin sekali mengutuk Minato yang bisa-bisanya menurunkan wajah imutnya itu pada Naruto. "Baiklah. Tapi satu saja. Kamu tidak boleh banyak-banyak makan makanan manis sekarang karena nanti kita akan makan banyak makanan manis waktu pesta." Kushina akhirnya luluh juga.
Naruto dengan segera tersenyum lima jari dan memberi hormat pada Kushina. "Oke, kaa-chan!" Lalu dengan segera ia berlari menuju ke tempat kue Kyuubi ditaruh. Naruto sudah hafal tempatnya karena ia sering diajak Kushina berbelanja ke supermarket ini, dan tiap kesini ia pasti merengek minta dibolehkan untuk membeli kue kesukaannya itu.
Dengan cerianya Naruto berbelok ke salah satu lorong rak tempat snack dijejerkan. Matanya langsung mencari kue yang diinginkannya tersebut, namun ia tidak melihat satu pun kue itu di tempatnya yang biasa.
"Eee? Kok enggak ada?" Naruto tanpa sadar berseru. Tapi dengan segera ia mencoba mencari ke deretan kue di rak yang lebih tinggi. Dan… yak! Ia menemukannya berada di rak yang berada dua tingkat lebih tinggi dari tempat kue itu biasanya diletakkan. Kue di rak tersebut kelihatannya adalah satu-satunya kue Kyuubi yang tersisa disana. Tampaknya ada orang lain yang telah mengambilnya tapi tidak jadi membelinya dan meletakkan kue itu di tempat yang salah.
Naruto melihatnya dengan tatapan mupeng, lalu ia mencoba melompat untuk meraih kue tersebut. Tapi tangan kecilnya tapi tidak berhasil meraih kue itu. Sekali lagi ia mencoba melompat, tetapi hasilnya tetap sama. Kue tersebut terlalu tinggi untuk diraih olehnya.
Tidak kehilangan akal, Naruto melihat sekelilingnya-berharap menemukan seseorang untuk dimintai tolong. Tepat saat ia menoleh ke kanan, ia melihat ada seorang anak berambut hitam yang sedang berdiri tidak jauh darinya. Anak itu sedang melihat ke arah Naruto dengan tatapannya yang datar. Tanpa sungkan, Naruto langsung tersenyum padanya.
Baru saja Naruto ingin meminta tolong padanya, anak itu mendekat ke arah Naruto dan berhenti tepat di sampingnya. Anak berambut hitam itu lebih tinggi sekitar 10 senti dari Naruto dan mungkin saja ia bisa menjangkau kue Kyuubi. Tanpa disangka, anak tadi menunjuk kue Kyuubi sambil menatap Naruto. "Itu?" tanyanya pada Naruto, yang segera disambut dengan anggukan Naruto.
Kami-sama memang sedang berpihak padanya, pikir Naruto. Tanpa ia harus repot-repot meminta pun, sudah ada malaikat yang bersedia menolongnya. Anak berambut hitam itu melompat dan menjangkau kue Kyuubi. Tangannya yang lebih panjang dari Naruto akhirnya berhasil meraihnya.
"Yay! Makacih!" seru Naruto sambil mengangkat kedua tangannya dengan gembira. Matanya berbinar-binar, menatap kue di depannya tersebut. Tetapi, anak berambut hitam itu bukannya langsung menyerahkan kue itu pada Naruto, ia malah menatap kue itu dalam-dalam. Naruto memiringkan kepalanya sambil berkedip, heran dengan apa yang dilakukan anak di depannya itu.
Tetapi… tidak disangka Naruto, anak tadi kemudian berlari sambil membawa kue Kyuubi di tangannya.
"Heeeei! Tunggu! Itu kueku!" seru Naruto sambil berusaha mengejar anak tadi. Namun anak itu sungguh gesit-ia melewati beberapa orang dewasa di hadapannya dengan cepat dan tanpa menyenggol mereka. Sedangkan Naruto, salahkan kaki pendeknya, ia tertinggal terlalu jauh dari anak tersebut. Dengan pintarnya anak itu lalu menyusup ke bagian diskon makanan, tempat banyak ibu-ibu berkumpul, sehingga Naruto tidak bisa menemukannya.
Sewaktu Naruto ingin mengejarnya lagi dengan nekat menerobos ibu-ibu di depannya itu, seseorang mengangkat tubuh kecilnya dari belakang.
"Naruto… bukan?" Orang yang mengangkat Naruto itu membalikkan tubuh kecil Naruto sehingga menghadap ke arahnya.
"Iluka ji-chan?!" seru Naruto dengan cadelnya. "Nalu mau tulun! Nalu mau tulun!"
Iruka mengernyit. Tetangga kecilnya satu ini biasanya lengket sekali padanya. Tapi kenapa kali ini ia malah berontak? "Kenapa mau turun? Tumben nggak mau digendong ji-chan?"
"Kue Nalu dibawa lali olang lain!" Naruto menggembungkan pipinya sesaat. "Kue Kyuubi Nalu padahal tinggal satu!"
Iruka yang segera paham maksud Naruto hanya menggeleng-gelengkan kepala. Kesukaan bocah pirang itu terhadap kue Kyuubi memang sudah tidak diragukan lagi. Tapi kali ini mungkin yang dimaksud Naruto adalah ia melihat orang lain mengambil kue Kyuubi yang dipajang di rak supermarket itu.
"Ya sudah. Kita ke tempat kue itu lagi dan ambil kue yang lain," hibur Iruka. Naruto menggelengkan kepalanya keras-keras.
"Nggak bisa! Nalu maunya kue Kyuubi…" Naruto yang tadi masih berseru kini suaranya kian mengecil. Lama-lama sudah terlihat butiran air bening di sudut-sudut matanya, dan akhirnya untuk 15 menit kemudian Iruka harus merelakan waktunya berebut diskonan makanan dengan ibu-ibu hanya untuk menenangkan tangisan Naruto sebelum memasrahkannya kepada Kushina.
Namun yang namanya jodoh, meskipun berpisah, pasti akan bertemu lagi entah bagaimana caranya. Dan itulah yang terjadi pada Naruto setelah membuat Iruka dan Kushina membungkuk-bungkuk meminta maaf pada sekelilingnya karena tangisan Naruto mungkin memekakkan telinga orang sekitar.
Ya, Naruto kembali bertemu dengan kue kesayangannya di tempat kasir. Bukan di tempat barang belanjaannya, namun di tempat belanjaan orang yang antri di kasir sebelah antrian kasir mereka. Kue itu ada di tangan seorang bocah yang ternyata anak bungsu dari teman akrab Kushina yang baru pindah ke kota tempat tinggal Naruto sekarang.
Dan sekali lagi, Kushina harus menyetir sambil menenangkan Naruto yang ribut sepanjang jalan, ingin mengambil kuenya dari bocah menyebalkan tadi.
"Naru-chan, sudahlah. Toh kita masih punya banyak kue di rumah. Biarlah kuenya buat Sasuke-kun. Nantinya Sasuke-kun juga akan sekolah di tempat yang sama dengan Naru-chan, jadi jangan ribut ya, biar kalian bisa berteman akrab. Tadi kaa-chan sudah malu lho, sama Mikoto ba-chan gara-gara Naru-chan tunjuk-tunjuk Sasuke-kun sambil teriak-teriak." Walaupun maksudnya menenangkan Naruto, ucapan Kushina malah semakin membakar api di hati Naruto kecil. Ia masih harus bertemu dengan bocah menyebalkan itu di sekolah? Tadi saja bocah rambut hitam itu pura-pura tidak mendengar waktu ia berteriak-teriak minta kuenya dikembalikan. Malahan, Naruto yang dimarahi Kushina gara-gara membuat heboh di supermarket.
Sasuke Uchiha-satu nama yang ia dengar dari teman baik ibunya sebagai nama bocah rambut hitam menyebalkan itu tidak akan ia lupakan seumur hidup, batin Naruto kecil dengan mantapnya. Perlahan bibir manyun Naruto berubah menjadi seringaian kecil yang tidak diketahui Kushina. Malaikat kecil Kushina itu kini telah tersabotase pikirannya. Lihat saja, di pertemuan selanjutnya Naruto tidak akan mengalah lagi!
Lagi-lagi, yang namanya jodoh memang tidak akan kemana. Tidak usah menunggu sampai masuk sekolah lagi, malamnya Naruto bertemu dengan Sasuke yang dibawa oleh Mikoto. Kushina memang mengundang beberapa temannya termasuk sahabatnya itu beserta seluruh keluarganya untuk merayakan pesta Natal bersama-sama.
Hasilnya pun sudah dapat diduga. Setelah pesta usai, Sasuke harus pulang ke rumahnya dengan muka berhiaskan bekas cakaran dan lengan berhiaskan beberapa bekas gigitan. Naruto pun tidak jauh beda, hanya saja sebuah benjolan menghiasi kepalanya gara-gara Kushina naik pitam, begitu Sasuke datang dan muncul di ruang keluarga, Naruto langsung menyerangnya dengan gigitan. Kedua ayah bocah-bocah itu hanya mengobrol sambil menunggu tamu lainnya di ruang tamu, berpura-pura tidak tahu akan apa yang terjadi di ruang tengah. Itachi, kakak Sasuke, juga malah diajak Kurama untuk pergi ke dapur dan makan snack diam-diam sebelum pesta mulai. Akhirnya mereka pun mendapat hadiah benjolan dari Kushina dan Mikoto karena ketahuan. Itu karena Naruto dan Sasuke yang berhasil lepas dari ibu masing-masing berlari ke dapur dan berniat melanjutkan perkelahian disana, menyebabkan Kurama yang baru menjejalkan beberapa cookies dan paha ayam ke mulut Itachi jadi ketahuan. Walau Itachi notabene tidak tahu apa-apa karena dengan seenaknya langsung ditarik oleh bocah lain yang baru saja ia kenal dan dilibatkan dalam keinginan pribadinya, ia tetap tidak sengaja kena sambit Mikoto yang ingin menyambit Sasuke. Kesimpulannya, pesta berjalan dengan meriah-dalam arti lain.
Flashback 1 end
"Itu kan kau yang mulai bikin kacau, dobe." Sasuke mengingatkan. "Dan itu sekarang tidak ada hubungannya dengan malam ini!" Sasuke bersiap untuk mencoba meraih Naruto yang juga meningkatkan pose siaganya.
"Kau itu yang bikin kacau, dasar baka teme!" Naruto mengambil bantal lain. Untung saja di ruangan itu ada banyak bantal, dan Naruto tadi telah mengumpulkannya di atas kasur agar mereka bisa mengisi malam pertama dengan perang bantal saja. "Dan siapa bilang itu tidak… Oi!" serunya saat mendadak Sasuke mulai berlari ke arahnya dan naik ke atas kasur.
Dengan cepatnya Naruto melempar bantal ke arah Sasuke untuk menghambat pergerakannya, dan ia sendiri dengan cepat turun dari kasur. Kini mereka telah bertukar posisi. Sasuke di atas kasur dan Naruto di depan kasur sambil mengambil bantal yang tadi dilempar Sasuke ke sofa.
"Dengarkan kalau orang sedang bicara, dong!" protes Naruto. "Itu pertemuan pertama kita, teme. Pertemuan pertama, dan ujung-ujungnya aku dapat nggak enaknya!"
Sasuke berkedut. "Kau pikir aku pulang dengan keadaan baik-baik saja waktu itu?"
"At least kau nggak dapat benjolan di kepala kan?"
Sasuke mencibir. "Itu karena aku pintar mengelak. Kau saja yang kakinya pendek, gampang tertangkap waktu itu," ejeknya.
Sekarang Naruto yang berkedut. "Enak saja. Buktinya sekarang kau tidak bisa menangkapku."
Secara tidak sadar, Naruto telah mengatakan kalimat yang seharusnya tidak ia ucapkan ke Sasuke. Di telinga Sasuke, yang terdengar adalah 'tangkap aku sebisa mungkin, Sasuke~'. Karena itu, bukannya kesal, Sasuke malah menyeringai. "Hoo~!" Ia menjilat bibir atasnya. "Tenang dobe. Sebentar lagi juga kau sudah ada di bawahku."
Naruto blushing seketika. Siapa sih yang bisa punya pikiran kalau anak menyebalkan yang entah kenapa terus-terusan sekelas dengannya itu adalah master of pervert di balik ke-stoic-an wajahnya itu?
"Tu-tunggu saja se-seratus tahun lagi!" Entah kenapa sepertinya kegagapan Hinata, teman sekelas Naruto dan Sasuke yang selalu gagap, menular pada Naruto. "Da-dan kau ingat, ciuman pertama kita pun menyakitkan, teme!"
Flashback 2: First Kiss
" .Milikku."
Seorang pemuda berambut raven aka Sasuke meletakkan tangan kanannya yang tergenggam di kepala pemuda berambut pirang aka Naruto.
"Apaan sih, teme?" protes Naruto tanpa berusaha menyingkirkan tangan pemuda yang lebih tinggi darinya itu. "Apa kau ini nggak bisa melihatku senang sedikit saja?"
Mata Sasuke menyipit dan memandang Naruto. "Hoo~" ucapnya dengan nada sing a song. "Jadi kau merasa senang ditembak oleh Hinata?"
Naruto mengerutkan keningnya. "Apa sih?" protesnya. "Kau yang sudah ditembak berkali-kali oleh cewek tidak akan bisa tahu bagaimana rasanya jadi aku yang sudah hidup 14 tahun tapi belum pernah dapat pengakuan dari cewek." Naruto mengerucutkan bibirnya. Sebenarnya ini bukan pertama kalinya ia ditembak, sebenarnya. Tapi ini pertama kalinya ada seorang cewek yang menembaknya. Selama ini, beberapa kali ia ditembak oleh senior-senior yang bahkan ia tidak kenal, dan semuanya cowok. "Dan sekalinya aku dapat pengakuan dari cewek, kau datang dan membuat rusuh."
Memang, sebelum Naruto sempat menjawab pengakuan Hinata tadi, Sasuke mendadak datang dan dengan seenaknya memeluk lehernya dari belakang sambil berkata 'Maaf, dia sudah tidak available'. Alhasil, muka Hinata menjadi tambah memerah dari sebelumnya dan dia pingsan di tempat sebelum kemudian teman-temannya yang bersembunyi mendatanginya dan menggotongnya ke tempat lain. Sementara itu Sasuke langsung menyeret Naruto ke pojok yang lebih tertutup oleh tanaman-tanaman.
"Aku tahu seragam ini memang seragam cadanganmu yang tadi kuambil dari loker gara-gara seragamku tadi ketumpahan jus jeruk di kantin. Tapi tetap saja, kau menghancurkan martabatku sebagai seorang pria!" cerocos Naruto-tidak jelas plus berlebihan dan membuat Sasuke sweatdrop mendadak. Pantas saja seragam Naruto sehabis istirahat tadi menjadi terlihat lebih kedodoran dari biasanya.
Ternyata membiarkan Naruto menduplikat kunci lokernya memang suatu keputusan yang salah. Tadinya si bodoh itu hanya menduplikat kuncinya karena ia kekurangan tempat untuk menyimpan barang di sekolah-entah apa saja yang dimasukkan dalam lokernya sendiri. Sasuke memang menyimpan seragam cadangan di dalam loker agar sewaktu-waktu ada kejadian mendadak yang melibatkan seragamnya, ia bisa menggantinya langsung dengan seragam itu tanpa perlu pulang dulu.
Ternyata dobe itu memang dobe. Lagipula, klaim yang dimaksud Sasuke bukanlah klaim atas seragamnya, tapi klaim atas diri Naruto. Sekarang sih memang belum ada ikatan apa-apa antara Sasuke dengan si dobe yang sering ia usili sebagai bentuk untuk menutupi rasa sukanya itu. Pertama kali Naruto mendapat pengakuan dari seorang senior, ia masih biasa saja karena mengetahui Naruto tidak akan menerima orang yang bahkan tidak ia kenal. Tapi lama-kelamaan siapa juga sih yang bisa tahan melihat orang yang disukai terus menerus ditembak oleh orang lain, dan bahkan kali ini temannya sendiri?
"Kau memang sangat bodoh," ucap Sasuke sambil mengetuk kepala Naruto pelan. "Milikku bukan hanya ini." Sasuke memegang seragam miliknya yang masih dipakai Naruto. Tangannya lalu bergerak dan menyentil pelan dahi Naruto. "Tapi dari sini-" Tangannya bergerak lagi dan menunjuk sampai kaki Naruto. "-sampai sana, semua milikku."
Dahi Naruto mengernyit heran. Ia masih belum bisa menangkap maksud Sasuke. "Maksudnya?"
Perlahan, Sasuke sekali lagi meletakkan kepalan tangannya di atas kepala Naruto-mengetuknya pelan. "Kau seutuhnya cuma milikku, dobe. Naruto Namikaze adalah milik Sasuke Uchiha. Mengerti?"
Otak Naruto bekerja lebih cepat dari biasanya dan berusaha lebih keras untuk mengolah tiap kata yang barusaja masuk ke kepalanya.
Loading complete!
Perlahan muka Naruto memerah, pertama dari pipi dan kemudian menyebar sampai ke seluruh muka. Matanya membelalak dan mulutnya terbuka.
"Kau… bercanda…," lirih Naruto, masih tidak mempercayai apa yang ia tangkap dari kata-kata Sasuke.
Sasuke mengedikkan bahu. "Terserah kalau kau menganggapku bercanda, tapi yang pasti aku ingin kau tahu kalau setuju tidak setuju, kau adalah milikku." Bukanlah sebuah kalimat pertanyaan yang mengalun dari mulut Sasuke, tapi itu merupakan suatu kalimat penegasan yang mutlak.
"Se-sejak kapan?" Naruto mencoba bertanya walau dalam hatinya ratusan kuda sedang berderap dengan cepatnya.
"Sejak kapan aku menginginkanmu?" Senyuman tipis dapat terlihat di bibir Sasuke. "Sejak pertemuan pertama kita, dobe."
"Ta-tapi kau selalu menggangguku…"
"Dan kau tidak sadar kalau kau-lah yang paling mendapat perhatianku dengan semua gangguan yang kuberikan itu?"
Naruto tidak berani menatap Sasuke. Dengan gugup ia hanya melihat ke berbagai arah, memutar-mutar bola matanya kemana saja asal tidak menatap mata Sasuke. "…"
"Yang pasti, kuanggap kau sudah mengakuinya. Ingat, kau masih memakai seragamku." Sasuke menaruh sebelah tangannya di bawah dagu, berpikir sejenak. Kemudian ia menatap tubuh Naruto yang terbalut seragamnya.
Kali ini Naruto bisa menengadahkan kepalanya dan melihat Sasuke dengan tatapan bingung. Genre romance di dalam pikirannya dengan seketika berakhir. Apa hubungannya seragam dengan pengakuan?
"Pasti seperti inilah yang disebut dengan boyfriend shirt yang sering dibicarakan di drama-drama," gumam Sasuke-salah arah-membuat Naruto sweatdrop. "Yah pokoknya, mulai sekarang kau sudah tahu sendiri kalau kau sudah ada yang punya."
Kedutan muncul di dahi Naruto. "Aku bahkan belum bicara apa-apa, teme!" protesnya.
Sasuke mendengus. "Aku kan sudah bilang. Mau kau setuju atau tidak, kau sudah jadi milikku, dobe," klaim Sasuke dengan penuh percaya diri.
"Ta-tapi…"
"YAK! Sah!" Sebuah seruan mendadak datang dari arah kanan Naruto dan membuat dua insan yang sedang berdebat ini menoleh secara bersamaan.
Tidak jauh dari sana, sudah tampak Itachi dan Kurama yang sedang berjalan menuju arah dimana Sasuke dan Naruto berada. Seringai terlihat di muka Kurama.
"Kyuu-nii! Kenapa ada disini?" Naruto bertanya dengan bingungnya. Secara, ini adalah gedung SMP, dan Kyuubi serta Itachi sudah SMA.
"Apa salahnya mengunjungi almamaterku. Lagipula… NAMAKU KURAMA, bocah!" Kyuubi menatap galak pada adik semata wayangnya yang sudah beberapa lama ini memanggil Kurama dengan sebutan Kyuubi, monster rubah kesayangannya waktu kecil. Salahkan sendiri Kurama yang tambah lama jadi tampak sangar sekaligus manis, seperti Kyuubi. Tambah lagi, sifat isengnya itu mengingatkan Naruto pada si rubah juga.
"Kami sebenarnya kesini karena mau mengajak kalian makan siang sekaligus nonton di mall," jelas Itachi yang sekarang sudah berhenti berjalan dan berdiri di depan Naruto dan Sasuke. "Tapi tampaknya kami mendapat tontonan yang bagus juga, otouto. Ada untungnya tadi kami ketemu dan bertanya pada rombongan temanmu yang baru mengangkut adiknya Neji itu." Muka datar Itachi perlahan menampakkan seringai. Neji memang teman sekelas Kurama dan Itachi, sehingga mereka mengenal Hinata sebagai adik Neji.
Mata Sasuke menyipit melihat kedua biang onar yang selalu membawa kerusuhan dimanapun mereka berada ini. Perasaannya sudah tidak enak.
"Kau boleh juga langsung mengklaim adikku ini," kata Kurama sambil mengacak rambut Naruto. Lalu matanya mengarah ke leher Naruto. Tangannya sedikit membuka kerah seragam yang sedang digunakan Naruto.
"Hei apa yang kau lakukan?" protes Naruto. Dua orang lainnya hanya diam di tempat, mengernyit heran dengan aksi Kurama yang sedikit menampakkan hint adanya incest itu.
Kurama tidak mengindahkan pertanyaan Naruto dan langsung menatap Sasuke. "Mana tandanya?"
Tatapan heran Sasuke berubah menjadi tatapan horror. Ia paham betul apa maksud Kurama. Sedangkan Naruto? Ia hanya ribut sambil bertanya pada Kurama apa yang dia maksud dengan 'tanda'. Kakak macam apa Kurama ini, sampai-sampai meminta leher adiknya yang masih SMP diberi tanda.
"Mereka masih SMP, Kyuu." Itachi menepuk pelan kepala Kurama.
Kurama memicingkan matanya pada Itachi. "Kau bertobat?" sindirnya. "Siapa yang dulu memberi tanda di leherku waktu aku SD dengan alasan 'aku penasaran~'?" Kurama memanyun-manyunkan mulutnya sambil meniru ucapan Itachi waktu SD dulu. "Lagipula kenapa kau ikut-ikutan memanggilku dengan 'Kyuu', heh?"
Sasuke hanya melengos. Kini ia tahu benar darimana ke-pervert-annya muncul.
"Mereka masih awam. Kutebak bahkan mereka belum berciuman," ucap Itachi asal, membuat Naruto yang seragamnya masih dipegang Kyuubi membelalakkan matanya lebar.
"A-apa yang kalian bicarakan huh? Le-lebih baik kita segera pergi ke mall dan-" Naruto yang ingin mengalihkan pembicaraan terpotong oleh Kurama.
"Kalau begitu, lakukan sekarang! Kalian sudah sah, kan? Tunggu apa lagi? Mumpung ada kami disini sebagai saksi." Seringai Kurama akhirnya terlihat lagi, lebih seram.
"Ogah!" tolak Sasuke langsung. "Kalian bikin rusuh. Justru karena ada kalian makanya kami tidak melakukannya," tambah Sasuke, membuat Naruto memerah lagi.
"Apa sih salahnya dilihat orang waktu ciuman?" tanya Kurama sambil mengangkat alis. "Atau jangan-jangan kau tidak tahu caranya karena belum pernah berciuman dan-"
Kali ini ucapan Kuramalah yang terpotong karena dengan tiba-tiba Itachi memegang pipi Kurama, membuatnya menengok, dan secepat mungkin menempelkan bibirnya pada bibir lembut Kurama. Naruto cengo, tidak bisa memilih antara ingin blushing atau ingin berteriak karena kaget mendadak disuguhi adegan seperti itu, live langsung dari kakak tercintanya.
Sapuan bibir Itachi perlahan berubah menjadi lumatan pelan pada bibir Kurama. Sasuke bersumpah dia juga melihat lidah Itachi menjilat-jilat bibir Kurama juga sesekali. Setelah itu, Itachi menggigit-gigit kecil permukaan bibir bawah Kurama sambil berusaha untuk tetap menjaga agar bibir mereka tetap tertempel.
Kurama hampir mendesah, tapi akhirnya ia diingatkan kalau ia masih berdiri di depan adiknya tersayang. Masalah itulah yang sedang mereka bahas sekarang, jadi contohnya sampai disini saja. Dengan kedua tangannya yang tadi reflek memegang baju Itachi saat Itachi mulai menciumnya, ia mendorong Itachi.
Itachi akhirnya melepaskan ciumannya-dengan tidak sukarela. Kurama sendiri menghapus sedikit saliva yang ada di sudut bibirnya, lalu menatap tajam Sasuke dan Naruto.
"Masih lihat-lihat? Bayar!" ucapnya galak. Sasuke dan Naruto langsung serempak sweatdrop.
"Yah, pokoknya begitulah caranya kira-kira. Bisa?" Itachi membuka mulutnya sambil merangkul rubah kesayangannya.
Sasuke menggelengkan kepalanya pelan. "Tetap tidak mau di depan kalian."
Kedutan muncul di dahi Kurama. Ia sudah repot-repot menerima ciuman Itachi, tapi mereka malah tidak mau membalas pertunjukannya? Adik dan calon adik ipar macam apa mereka? Akhirnya ia bergerak ke belakang Naruto. "Chi!" panggilnya ke Itachi, dan dengan gerakan kepala ia menunjuk Sasuke.
Menangkap maksud Kurama dengan baik, Itachi bergerak ke belakang adiknya sendiri. Belum sempat Naruto dan Sasuke bertanya, Itachi dan Kurama sudah serentak memegang kepala adik masing-masing.
"Apa yang kau lakukan, aniki?!" teriak Sasuke, berusaha memberontak. Tapi tenaga dan kegesitannya ternyata kalah dari Itachi.
"Tenang saja, serahkan pada yang sudah berpengalaman." Kurama yang menjawab dengan mulut berhiaskan seringai. Naruto tentu saja diam sambil terbengong-bengong, masih belum tahu apa yang akan dilakukan kakaknya itu. "Posisi kalian sudah bagus. Tinggal didekatkan saja," ucapnya tenang.
Posisi Naruto dan Sasuke memang masih dekat dan segaris. Tinggal diputar badannya sedikit dan mereka akan berhadapan. Itachi dan Kurama sudah memutar badan adik-adik mereka dan-
"Oke! Sekarang, maju!" seru Kurama sambil memajukan kepala Naruto, diikuti Itachi yang memajukan kepala Sasuke.
"Lepas, aniki! Aku bisa melakukannya sendiri nanti!" protes Sasuke. Naruto pun sudah mulai bergerak-gerak, mencoba lepas dari kakaknya.
"Kyuu-nii! Lepasin!" protesnya. Tapi tenaga Kurama jauh lebih besar darinya, sehingga apapun yang berusaha Naruto lakukan menjadi sia-sia.
"Sudahlah, menurut saja pada kami," ucap Itachi dengan tenang seakan tidak terganggu sama sekali dari usaha yang dilakukan tangan Sasuke untuk melepaskan diri.
Perlahan, Naruto dan Sasuke sudah berhasil dibuat maju, sampai akhirnya jarak di antara bibir mereka pun semakin tereliminasi dengan paksa.
10 senti…
9 senti…
8 senti…
Kening mereka sudah beradu duluan.
7 senti…
6 senti…
Hidung mereka mulai bersentuhan. Pergerakan Naruto dan Sasuke pun makin brutal, berusaha lepas dari tindakan gila kedua kakak mereka. Kurama yang sudah tidak sabar lagi langsung dengan cepat mendorong kepala Naruto lebih lagi.
5 senti…
Dengan sekali dorongan dari Kurama, jarak itu langsung terhapus sepenuhnya. Mata bertemu mata. Hidung bertemu hidung. Bibir bertemu bibir, dan… gigi bertemu lapisan dalam mulut masing-masing.
"Itaiiiiii!" Dengan brutal akhirnya Naruto bisa terlepas dari Kurama sekaligus dari ciuman paksanya dengan Sasuke.
Terkejut, Itachi juga langsung melepas Sasuke. Meski tidak seheboh Naruto, Sasuke menutupi mulutnya sambil mendesis kesakitan. Ia menyentuh bagian dalam mulutnya lalu membawanya ke depan mata.
Darah.
Rasa amis menjalar ke indra pengecapnya, menandakan ada semacam luka gigit pada bagian dalam mulutnya akibat benturan keras dengan mulut Naruto. Ia yakin, kondisi Naruto pun tidak jauh beda darinya. Lihat saja, sekarang ia sudah berjongkok sambil memegangi mulutnya.
"Nenek sihir! Kucing hitam! Rubah! Sapu terbang(?!)!" Naruto mengumpat-umpat. "Sakitttttt!" teriaknya heboh. Untungnya di jam-jam segini murid-murid sudah banyak yang pulang sehingga teriakan Naruto tidak memancing kehebohan lain.
Kurama cengengesan sambil menggaruk pelan belakang kepalanya. Ia tidak menyangka sedikit dorongannya akan berakibat fatal seperti ini. Itachi hanya menggelengkan kepala melihatnya.
"Kau harus lebih sadar akan kekuatanmu sendiri, Kyuu," ucapnya, bijak. "Tidak ingatkah kau kalau doronganmu sudah pernah membuat pintu kamarku jebol?"
"Ehehehehe." Wajahnya masih menunjukkan cengiran, tapi ekspresinya juga menunjukkan rasa bersalah. "Tangan nakal!" hardik Kurama ke tangannya sendiri. Ia menampar tangannya sendiri satu persatu.
Itachi yang sudah kebal akan kebloon-an kekasihnya itu langsung mencoba mengambil alih situasi. Ia juga merasa bersalah karena ikut dalam rencana bodoh si rubah itu.
"Pokoknya sekarang kita ke mobilku saja. Aku punya obat antiseptik, bisa dioleskan ke dalam mulut juga. Sehabis itu kami akan mentraktir kalian di mall," hibur Itachi.
"Ho-hore…," ucap Naruto terpaksa, lalu mendesis karena bagian dalam mulutnya masih terasa perih.
Setelah beranjak dari tempat itu dan sampai di mall, memang, Itachi dan Kurama memanjakan Sasuke dan Naruto, bahkan Kurama mentraktir Naruto semangkok ramen porsi jumbo. Namun hal itu malah menjadi malapetaka yang lain di saat Naruto yang kelaparan dan tertutup nafsu langsung melahap ramen panas dan pedas itu, lupa bahwa mulutnya masih terluka.
Flashback 2 end
"Dannnn-" Naruto menunjuk Sasuke dengan muka dihoror-hororkan. "-kali ini aku yang dapat sialnya. Kau dapat sial saja, aku yang dapat sangat sial!" serunya.
Sasuke sudah mulai merasa bosan dengan alasan-alasan pemuda pirang ini. Namun ia mencoba untuk tetap mengikuti cerita. "Apa lagi?" Ia mendudukkan dirinya di kayu kepala tempat tidur.
"Hari itu untuk pertama kalinya aku tidak menghabiskan ramen jumbo pedas spesial kesukaanku!" seru Naruto sambil mendongakkan kepala. "Lalu selama beberapa hari mulutku menjadi bengkak!"
Sasuke menguap pelan. "Begitukah? Bukannya bagus, bibirmu tambah seksi." Responnya sontak langsung membuat darah Naruto mendidih.
"Kau sih hanya ngilu sesaat habis Ita-nii menjejalimu es krim! Bagaimana kalau kau merasakan apa yang kurasakan saat itu?" Oke, sekarang Naruto menjadi sedikit histeris.
Sesaat? Dahi Sasuke berkedut sekali. Kakaknya yang sebenarnya over protective itu telah menjejalinya dengan es krim jumbo kesukaan Itachi. Sasuke malah merasa dia yang lebih sial dari Naruto. Pertama, dia tidak suka makanan atau minuman yang terlalu manis. Kedua, Itachi menjejalinya tidak hanya dua-tiga suap, melainkan sampai setengah porsi, dan itu sudah membuat Sasuke mual bukan main, masih harus menahan rasa ngilu di mulut dan lukanya.
Tapi kelihatannya melontarkannya sekarang bukanlah waktu yang pas. Bisa-bisa itu malah lebih memancing pertengkaran antara dirinya dan 'istri'nya, dan bisa-bisa lagi bukannya dapat jatah malam pertama, dirinya malah mendapat surat cerai.
"Iya, iya, aku memang tidak mengerti penderitaanmu." Sasuke mengangkat kedua tangannya. Ini ya yang namanya suami kalah sama istri? batin Sasuke. Dia lebih menyukai jika Naruto disebut sebagai 'istri'nya. Secara, dialah seme di hubungan ini dan Naruto adalah uke-nya. "Jadi, sekarang kau mau kesini saja dan menutup sesi teriak-teriakmu?" Sasuke mencoba berbuat manis dengan tetap diam di tempatnya dan membiarkan lengannya saja yang membuka lebar, menanti Naruto datang ke pelukannya.
Namun reaksi yang diberikan Naruto tetap tidak sesuai dengan harapan Sasuke.
"Belum selesai!" seru Naruto lagi, sampai-sampai Sasuke sudah tidak tahu lagi apakah ini kamar atau medan perang yang membuat Naruto harus tetap berseru-seru. "Ingat kencan pertama kita juga?"
Sasuke memijit pelipisnya pelan sambil agak menggerutu waktu mendengar Naruto mengatakan 'kencan pertama'. Mau tidak mau ia harus mengingat kenangan itu sekali lagi, kenangan yang membuatnya merasa ingin membuang diri ke palung laut.
Sebenarnya seperti apakah kencan pertama mereka dulu?
To be continued...
Salam kenal, saya newbie disini. xDD Biasanya cuma baca dan review beberapa fic, tapi kali ini saya coba posting fic deh. Sebenernya ini oneshot, tapi karena ini post pertama, mood saya bilang, mending dipecah jadi dua aja biar rame *ditabok*
But if you read this, I'd be pleased to receive RnR x)))
