Puisi

Naruto © Masashi Kishimoto

Pair : Naruto and Hinata

Genre : Romance, Humor, Friendship

Rated : T

Warning : Typo(s), OOC dan kesalahan lainnya.

Kritik dan saran diterima dengan sangat terbuka. Apapun itu, sehingga ke depan tulisan ini jadi lebih baik. Atau semangat menulisnya yang membaik. Hahaha

ENJOY

Seorang pemuda bernama Naruto Uzumaki tengah duduk berdiam diri di depan meja belajarnya. Disenderkan punggung tegap itu pada tumpuan kursi di belakangnya. Mata biru shapire cerahnya menatap lurus pada sebuah kertas kosong. Jari tangan tan itu menari-nari bersama bulpen hitam yang seharusnya dia gunakan dari satu jam yang lalu. Inginnya menumpahkan kata demi katu untuk menggambarkan perasaan terdalamnya, namun layaknya kebanyakan Produsen sajak di luar sana, ada saat dimana daya khayalnya berjalan terlalu jauh dari kemampuan jangkauan tangan untuk menuangkan kata-kata di selembar kertas.

"Astaga, apa yang harus aku tulis?" gerutuan normal yang sudah dia keluarkan sebanyak dentingan jarum jam di dinding putih kamarnya.

Bukan sebuah skripsi yang ingin dia buat, karena sang Uzumaki saja baru menginjak kelas 2 SMA. Bukan sebuah pidato penyambutan, karena bahkan dia tidak mengikuti satupun kegiatan ekstrakulikuler di sekolahnya. Bukan juga sebuah materi Stand-up, dia bahkan bisa berkeringat dingin hanya dengan berdiri di depan kasir toko apa lagi harus melucu di hadapan banyak orang.

Naruto ingin membuat sebuah puisi atau katakanlah kata-kata indah jika definisi puisi tidak pernah masuk pada kata-kata pendek yang mampu terangkai. Sebuah puisi untuk orang yang dia suka sejak Sekolah Menengah pertama. Sebuah ungkapan perasaan yang tidak bisa dia lantunkan secara verbal kepada pesonanya.

"Hinata, Hinata, Hinata" Kini dia mencoba melafalkan mantra. Berharap jika tiba-tiba sebuah kata akan muncul dari satu-satunya inspirasi yang dia punya. Sayang nama gadis itu tidak mampu memberikannya sebuah ide kali ini.

Naruto melempar bulpen ke atas meja, kedua tangannya kini terlipat dibelakang kepala. Pandangan matanya menerawang dari langit- langit ke dinding kamar yang berhiaskan poster-poster pesepak bola kesukaannya. Ekor mata Naruto menangkap sebuah jam yang menunjukan angka sepuluh. Hingga tiba saat matanya menatap ke arah foto kenangan SMP bersama temas sekelas. Naruto menatap gambar dirinya yang berada di pojok kiri atas foto. Hanya sebuah kepala duren dengan senyuman datar terhias di wajah bulatnya. Daya khayal mulai mencoba merangkai kenangan-kenangan yang dulu dia lewati. Namun ternyata tidak banyak yang muncul di benak sang uzumaki. Hanya gambaran keseharian sekolah yang terlalu biasa, hanya gambaran anak SMP yang begitu cepat melewati masa itu tanpa ada hal unik yang dia berikan di sana, hanya gambaran anak biasa yang mungkin teman sekelasnya pun beberapa tidak mengingat dia ada di sana.

Sama sekali tidak ada yang istimewa dari dirinya untuk bisa dikenang. Mungkin hanya rambut kuning jabrik lah yang menonjol darinya. Selebihnya, Naruto hanya anak yang menumpang belajar di sekolah tanpa ada yang menyadari kehadirannya.

Naruto serasa ingin mengkasihani diri sendiri dengan senyuman kecut yang tergambar di bibirnya saat ini. Sekali lagi dia mencoba mengeksplor foto itu, namun sekeras apapun dia mencoba tidak ada hal istimewa di sana. Hanya gambar kumpulan anak yang berfoto di kelilingi ilalang.

"Dilihat lagi, aku tidak ada bedanya dengan ilalang di sana. Atau mungkin mereka lebih mengingat keberadaan ilalang daripada aku ya? Hahaha" gumam Naruto.

Keningnya mengkerut memperhatikan tepat ke arah ilalang. Dari sana ada sebuah ide yang terlintas dibenaknya.

"Ilalang ya?" Naruto kembali mengambil bulpen dan menarik kertas di atas meja untuk lebih dekat ke arahnya.

"Ilalang, ilalang, aku ilalang" berkali-kali dia bergumam. Mencari kata yang tepat untuk merangkainya. Ujung bulpennya menyentuh pojok kiri kertas, memuntahkan tinta ke atasnya. Membentuk garis, lengkungan dan memunculkan sebuah huruf yang dirangkai hingga membuat kata. Hingga tercipta kalimat dan seterusnya. Kini Naruto mulai masuk dan menikmati setiap kata yang muncul. Hingga tidak terasa hal itu membuatnya terjaga untuk waktu yang cukup lama kedepannya.

Ω

Konoha High School, di sanalah Naruto mencoba mendapatkan ijazah SMA-nya. Sebuah sekolah yang bisa dikatakan Sekolah terbaik di daerah tempat tinggal Naruto. Bukan karena prestasi, bukan karena keunggulan fasilitas, bukan juga karena akreditasinya. Semua itu hanya karena Konoha High School memang satu-satunya Sekolah Negeri yang ada di daerah tersebut.

Kembali ke tokoh utama sang Uzumaki. Dia kini tengah duduk sendiri di sebuah bangku baris ke tiga dari depan tepat din samping jendela kelas. Bisa terlihat dari raut muka dan gelagatnya, Naruto nampaknya sedang tegang saat itu. Kakinya menghentak di lantai dengan ritme cepat. Kedua tangannya dilipat di dada berseragam sekolah itu. Badan bagian atas bergerak maju mundur dengan ritme setengah ketukan kakinya. Kiranya dia tengah menunggu sesuatu. Sesuatu yang hanya dalam hitungan detik akan muncul di kelasnya.

"Selamat pagi, minna! Bertemu lagi bersama kami di siaran broadcast Konoha High School"

Sebuah suara perempuan muncul dari kotak pengeras suara yang terletak di atas dinding kelas Naruto. tentu, inilah yang sejak pagi tadi Naruto nantikan.

"Seperti biasa kami akan menemani kalian selama jam istirahat pertama. Kami akan memberikan info-info menarik seputar kehidupan asmara sekolah tercinta, Hehehe. Memutar lagu dan tentu saja kirim-kirim salam yang sudah kita kumpulkan dari kotak pesan yang ada di depan kelas kalian masing-masing. Jadi kalau kaian ingin menyampaikan sesuatu untuk si dia, request lagu atau mungkin curhat, Silahkan tulis saja dan taruh tulisan kalian ke dalam kotak pesan ya, minna!"

Naruto melirik ke arah kotak coklat di depan kelasnya. Sejak pagi buta dia sudah memasukan puisinya ke dalam kotak pesan namun bukan yang berada di depan kelasnya tentunya. Dia memasukan puisi itu ke dalam kotak pesan yang berada di depan pintu ruangan Broadcasting.

"Yosh! Bersama saya Ino Yamanaka si penyiar terseksi dan rekan saya. Hoi nanas giliranmu, bicaralah jangan Cuma tiduran!" ucap Si penyiar pada orang yang berada di ruangan bersamanya.

"Aku Shikamaru. Mendokusai" balas suara seorang laki-laki dengan nada malas.

"Ya ampun, bisa kah kau sedikit lebih semangat?"

"Lupakan saja!"

"Ya, terserahlah. Baiklah, Kami berdua akan menemani kalian 30 menit kedepan dan sebagai pembuka kita akan putarkan lagu pertama, enjoy minna!"

Sebuah lagu pembuka diperdengarkan lewat pengeras suara. Lagu berdurasi 3 menitan itu terasa begitu lama bagi Naruto. Dia ingin segera mendengar pesan yang dia tulis semalam dan hal itu semakin membuat jantungnya berdetak dengan kencang. Hingga setelah keringat dingin yang mengalir, telinga Naruto mampu menangkap bahwa lagu tidak jelas itu akan berakhir.

"Lagu pertama, berjudul Menunggumu dari Ridho Roma baru saja kita putar minna. Ayo, siapa yang sedang menunggu si dia? Uh, so sweetnya. Ok, Minna. Seperti kalian tahu sejak 2 bulan yang lalu Kita mendapat kiriman sebuah puisi dari pengirim misterius. Tidak ada nama, kelas bahkan tujuan si pengirim. Aku sempat bepikir ini puisi dari arwah gentayangan loh, Hahaha" ucap Ceria si penyiar perempuan.

"Mana ada arwah bisa menulis, Baka" timpal si laki-laki.

"Ish, Urusai pemalas! Langsung saja kami akan membacakan puisi dari pengirim misterius ini yang akan dibacakan oleh teman sekelas kami, juara baca puisi kecamatan Konoha si primadona Konoha High School, Hinata Hyuga. Silahkan!"

"Ohayo, Minna" suara lembut itu menggema dari pengeras suara. Seakan menyelimuti hati pendengar dengan kabut malam. Terutama bagi seorang Naruto, hal istimewa inilah yang dia nantikan. Bukan sekedar puisinya dibacakan di depan umum, namun karena si pembaca lah yang sangat istemewa.

"Puisi kali ini berjudul : Aku Adalah Ilalang" Terdengar tarikan nafas dari si pembaca sebelum masuk ke awal puisi.

"Aku adalah ilalang

Yang berdiri di tengah padang

Aku adalah ilalang

Yang berayun saat angin datang

Aku adalah ilalang

Yang setiap malam menatap ribuan bintang

Terombang-ambing, di antara jutaan kehidupan

Ada namun tak terlihat

Berwujud namun tersamarkan

Nampak namun tak ditemukan

Aku adalah ilalang

Yang merindukan kehadiranmu

Engkau Sang embun

Kehadiranmu menyejukan

Keberadanmu menyegarkan

Engkau yang datang di kesunyian malam

Engkau yang memberi kehidupan saat fajar tak nampak

Bukan padaku, pada kami sang ilalang

Kini kau pergi

Mentari pagi menarikmu ke angkasa

Membiarkanku kekeringan

Aku adalah ilalang

Yang merindukanmu sebelum menghilang"

Dapat terdengar suara lirihan si pembaca. Senyuman Naruto bekembang, merasa perasaannya tersampaikan.

"WOW, sugoi. Itu tadi keren sekali Hinata" ungkapan kekaguman yang dilayangkan Ino kembali membawa Naruto untuk menyadari kenyataannya.

Dari depan Kelas berjalan seorang pemuda berambut coklat dengan tanda panah terbalik di pipinya. Dia menghampiri Naruto lalu duduk di sampingnya.

"Kau mengirimnya lagi?" tanyanya

"Iya" jawab Naruto singkat.

"Sampai kapan?"

"Apanya yang sampai kapan?"

"Baka, tentu saja mengirim puisi seperti itu?"

"Mana aku tahu"

Kiba adalah sahabat Naruto sejak 2 bulan yang lalu. Ketika itu dia secara tidak sengaja menemukan buku catatan Naruto yang berisi puisi-puisi dan dia lah yang pertama kali mengirim tulisan Naruto ke kotak pesan. Sejak kejadian itu selama satu minggu Naruto tidak masuk sekolah. Hal itu yang membuat Kiba merasa bersalah dan akhirnya mencoba meminta maaf dengan mendatangi rumah Naruto. Namun ternyata dari sanalah mereka menjadi sahabat. Beruntung bagi Naruto karena Kiba tidak pernah membcorkan nama si pengirim.

"Kau tahu, Duren? Menurutku sudah saatnya kau memberi tahu dia" lanjut Kiba.

"Tidak akan, aku bisa malu setangah mati jika dia tahu. Apalagi, hampir semua siswa menyukainya. Kau ingin aku dipukuli sampai mati oleh penggemarnya?" gerutu si pemuda kuning. Naruto membuka buku belajarnya. Menulis coretan-coretan asal di dalam halaman yang kosong.

"Siapa yang tahu kalo ternyata dia malah menyukaimu karena puisi itu" Kiba mengeluarkan dua minuman kaleng dari tasnya. Memberikan satu pada Naruto. Naruto menerimanya tanpa menjawab kata-kata Kiba.

"Atau bahkan dia bisa jadi pacarmu, itu kan bagus" Naruto yang mendengar hal itu menyemburkan minuman yang baru saja sampai di mulutnya.

"Kau gila? Dia kan sudah punya pacar, Baka" jawab Naruto sambil membersihkan bekas tumpahan minuman yang berceceran di bukunya.

"Kau tidak pernah dengar pepatah lama ya? Sebelum bendera Kuning berkibar, maka kau masih punya kesempatan"

"Maksudmu Janur kuning? Mana ada bendera Kuning" timpal Naruto.

"Kalau hanya menikah, dia masih bisa bercerai. Jika dia mati baru itu masalah" Naruto hanya menggelengkan kepala merespon perkataan sahabatnya yang dirasanya tidak masuk akal.

Setelah percakapan itu, Naruto menyibukan diri dengan coretannya. Dia sudah malas berdebat dengan ocehan ngawur dari Kiba. Beberapa lama dia tengah asik sendiri, tiba-tiba ada sesuatu yang membuatnya pikirannya buyar. Hal itu datang dari siaran radio sekolah yang akan berakhir.

"Yosh, Minna. Kita sudah ada di penghujung acara. Terima kasih sudah mendengarkan dan kamu tunggu pesan-pesan kalian, Minna. Terutama untuk si penulis puisi, bisakah kau tinggalkan nama? Aku penasaran tahu. Iya kan Shikamaru?" tanya Ino pada rekannya.

"Cih, Merepotkan" Hanya itu respon dari si rekan pria.

"Kau memang tidak asik, pemalas. Aku masih bingung kenapa kau bisa jadi ketua penyiaran sih?"

"Mana aku tahu. Aku juga lebih memilih tidur daripada harus siaran dengan siswi cerewet"

"Kalau aku tidak cerewet mana bisa jadi penyiar, Baka? Ish, Kau ini benar-benar menyabalkan. Lagi pula aku kan hanya penasaran, siapa sebenarnya penulis puisi ini. Sama seperti para pendengar juga, iya kan minna?"

"Merepotkan. Kalau kau ingin tahu lihat saja kertas puisi itu. Di situ sudah terlihat siapa pengirimnya"

"Eh? Benarkah?"

Mendengar hal tersebut Naruto menatap tajam ke arah pengeras suara. Lalu beralih menatap sahabatnya. Matanya melotot karena terkejut dan perasaan takut. Kiba merespon dengan menggelengkan kepala tanda dia tidak tahu apa-apa. Mengetahui hal itu Naruto kembali memfokuskan pendengarannya ke arah pengeras suara.

"Mana-mana? EEEHHHH, benar ada namanya?" teriak Ino. Keringat dingin Naruto mulai mengalir di pelipisnya.

"Hinata, Hinata, Hinata. AH, jadi ini ciptaan Hinata Sendiri?"

Hal itu membuat Naruto bisa bernafas lega. Namun tidak dalam waktu yang lama.

"Baka, Itu bukan Nama pengirim tapi nama tujuan si pengirim" timpal Shikamaru.

Mata Naruto kembali terbelalak. Hingga akhirnya dia menggeram 'Dasar anak jenius sialan'.

"Oh, begitu kah? Lalu mana nama pengirimnya?"

"Lihat bawah kertasnya! Di situ tertulis MTK untuk Kelas 2. Artinya si penulis berada satu angkatan dengan Kita karena kertas itu berasal dari buku latihan yang diberikan pada siswa kelas 2"

"Wah, kau benar. Jadi dia angkatan kita ya? Dan puisi ini ditujukan untuk Hinata. Ini semakin menarik, Minna" ucap Ino antusias.

Kiba yang berada di samping Naruto menarik baju sahabatnya itu "Hei baka, tadi kau mengelak tidak mau memberitahu Hinata sekarang kau memberi petunjuk. Dasar rubah licik!"

"Mana mungkin aku berani, Baka! Jangan mengada-ngada"

"Lalu kenapa menggunakan Buku itu?"

"Itu-" Naruto menerawang kembali di saat dia akan mencetak tulisannya dari Komputer. Sekarang dia ingat, tadi pagi dia terburu-buru karena bangun agak terlambat dan semalam tertidur sebelum mencetak puisi. Dia mengambil asal kertas yang tergeletak di mesin cetaknya.

"Astaga, Aku salah ambil kertas karena terburu-buru tadi pagi" keluhnya.

"Oh, itu sih karena kecerobohanmu"

Naruto mengutuk dirinya sendiri, namun mencoba untuk berpikir tenang.

"Tunggu, aku selalu mencetak puisi yang aku buat. Hanya dengan nama Hinata dan angkatan itu masih tidak menuju ke arahku kan? Benar, masih banyak kemungkinan. Apalagi Hinata memang disukai banyak orang" jelas Naruto. Dia mencari pembenaran yang tidak menguatkan bahwa dia pelakunya. Hingga suara dari pengeras suara terdengar-

"Oh ya, satu lagi. Kalau kau ingin tahu pengirimnya, cari saja tulisan tangan yang sama dengan tulisan nama Hinata di belakang kertas itu"

-BRUK-

Naruto terjengkang ke belakang dari kursinya. Dia meratapi kebodohannya dan kejeniusan si penyiar yang tidak lain adalah Nara Shikamaru.

'Sialan kau kepala nanas' batinnya.

TBC

Terima kasih sudah membaca.

Jangan lupa kritik dan saran, Minna.