Kebahagiaan itu seperti apa? Bagaimanakah suasana di keluarga yang bahagia? Pria itu terus bertanya dalam benaknya. Sudah bahagiakah dia? Entahlah, pria bersurai pasir itupun nampak tak mengerti. Dua perasaan yang saling bertolak memenuhi relung hatinya. Bibirnya selalu melengkung ke atas, namun hatinya berteriak malas.
Akhirnya, dia hanya mengikuti langkah kakinya. Netra merahnya tak pernah lepas dari dua bocah cilik-yang serupa dengannya, namun netra berbeda-dan seorang wanita berhelaian Vermillion panjang di depannya, yang kini tersenyum lebar ke arahnya.
"Papi!/Sayang!" Seru mereka bertiga seraya melambaikan tangan.
Pria itu tertegun pada tempatnya. Pikirannya berkelana liar, ketika istri gorillanya mendadak bertingkah manis dan memanggilnya dengan sebutan, 'sayang'. Pemuda itu mendengus. Senyum tipis terlukis di wajahnya, kemudian mendekati mereka bertiga.
.
.
.
Summer
.
.
Gintama ©Sorachi Hideaki.
.
.
Story ©Aya Ryuuzawa
.
.
Semua berawal dari dering telpon di kediaman Okita pagi ini. Sebuah kalimat yang keluar dari mulut manis si perjaka tua pencinta Mayo, membuat harinya menjadi cerah.
"Sougo, untuk dua hari ini beristirahatlah bersama Si China ..."
Setidaknya, itu kalimat pembuka tanpa akhir yang diucapkan oleh Oni no Fukuchou Shinsengumi, karena panggilan masuk itu langsung di putus secara sepihak oleh sang surai pasir dengan wajah berbinar. Matanya yang semula sayu khas orang bangun tidur kini terbuka sepenuhnya.
Demi Anpan goreng, Sougo tak tahu apa yang sedang merasuki Si mayo freak itu. yang jelas dia tak peduli dan tak mau tahu.
Baru saja Sougo akan menarik kembali selimutnya yang tersibak tadi, sebuah suara cempreng khas anak kecil yang memekakan telinga masuk ke indera pendengerannya.
"Papi! Ayo, kita ke Taman hiburan!" seru senang sepasang anak kecil berbeda gender.
Tanpa babibu lagi, keduanya langsung naik ke atas tempat tidur dan menginjak-nginjak tubuh Papi tersayang mereka-salah satu cara agar Papi mereka turun dari tempat tidur.
"Gyaah! Souchirou, Souko, hentikan! Gaah! Kalian mau membunuh Papi, hah!" rintihnya menahan sakit di bagian perut ke bawah.
Kedua bocah miniatur dirinya itu tak menanggapi. Sebaliknya, keduanya tetap asyik menginjak-nginjak tubuhnya dengan wajah ceria turunan Mami mereka.
Kesal tak ditangapi, Sougo akhirnya berteriak, "CHINA! Ups ..."
Tubuh pria itu menengang dengan wajah yang sedikit memucat.
'Sial, aku keceplosan.' Batinnya berteriak ngeri ketika mendapati kedua anaknya yang menatapnya aneh.
"Ah ... etto ..." mampus, Sougo kehabisan kata-kata. Tak mungkin dia mengatakan kalau 'China' adalah panggilan Mami mereka, bukan? Sial, mendadak Sougo merasa menjadi suami yang kurang ajar.
"Sayang?" suara merdu tiba-tiba muncul dari balik pintu kamarnya.
Dengan gerakan gugup, Sougo menoleh ke sumber suara.
"Ma-mi ..." desisnya gugup.
Dalam hati, Sougo berkomat-kamit, 'Semoga China tak dengar, semoga China tak dengar ...' berulang kali.
Wanita berhelaian Vermillion itu berjalan mendekati ranjang mereka.
"Hora, Sou-kun! Sou-chan! Jangan mengganggu Papi, Sayang." Ujarnya lembut seraya menarik kedua anaknya ketepi tempat tidur.
"Kau baik-baik saja, Darling?" tanyanya lembut seraya mengelus dahi pria yang berstatus suaminya itu.
"Tapi, Mami ... Kami hanya ingin mengajak Papi untuk ke taman hiburan desaa!" ucap Souko dengan manik biru yang berkaca-kaca.
"Iya, Mami ... paman Mayora bilang, Papi libur hari ini aru, jadi kami ingin menghabiskan waktu bersama Papi aru. Papi kan jarang ada di rumah, Mami." Bela Souchirou.
Kedua anak kembar itu menampilkan raut wajah seimut mungkin guna membujuk kedua orang tuanya.
"Tapi Papi kalian juga butuh istirahat, sayang. Lain kali saja, oke." Ujarnya sambil melirik ke arah Sougo yang diam mematung.
Apa itu? tidak, lebih tepatnya, siapa wanita ini? Dimana China ganasnya? Pria itu mamasang wajah bodoh dengan muka setengah cengo hingga dia mencubit tangannya sendiri guna menyakinkan diri.
"Au!" jeritnya.
"Kau baik-baik saja, Darling?" tanya wanita itu panik.
"Bukan mimpi." Gumamnya tak percaya.
Eh? Ini nyata. China-nya yang ganas dan sering melempar panci di pagi hari, kini mendadak manis dan memanggilnya 'Darling', ini nyata.
Sougo mengerjapkan netra merahnya tak percaya. Tadi mayonaise, sekarang China-nya. Apa yang terjadi pada dua manusia terdekatnya hari ini?
Suasana mendadak hening. Ketiga manusia itu menatap Sougo yang terdiam sedari tadi.
"Sou-."
"Huaah ... aku mau main ke Taman hiburan bareng Papi desaa~!" rengek Souko tiba-tiba.
Kedua anak kembar ini menangis secara bersamaan, membuat Sang Mami panik sendiri. Di tengah kepanikannya, Sougo menggenggam erat tangan istrinya yang bergerak gelisah.
"Baiklah ... baiklah ... ayo kita ke Taman hiburan hari ini." Ucapnya yang membuat tangisan kedua anak itu seketika terhenti.
"Benarkah, Papi?" tanya Souko.
"Hmm." Sougo menganggukan kepalanya.
"Hore!" teriak mereka bersamaan dan segera berlari keluar dari kamar orang tua mereka.
"Tungg-." Perkataan wanita itu terhenti ketika Sougo menarik tangannya.
"Biarkan saja mereka, China." Sergahnya.
"Tapi ... kau-."
"Ssstt ..." Sougo meletakkan jari telunjuknya tepat di depan bibir istrinya. "Aku tak keberatan pergi ke sana. Lebih dari itu, kau hari ini kenapa, Kagura?" selidiknya.
"Eh? Aku?" tunjuknya pada diri sendiri.
Sougo mengangguk singkat. "kau aneh hari ini." Tukasnya.
Ah, Kagura mengangguk paham. "Apakah salah jika aku bersikap manis pada suamiku sendiri?" tanyanya.
Sougo tertegun lagi.
"Aku rasa, ada baiknya aku mengubah sifatku sedikit." Terangnya.
Gyuut.
"Ittai ... apa yang kau lakukan, Kuso Gakki!" semburnya seraya mengelus pipinya yang baru saja dicubit pria itu.
Sougo tertawa. Pria itu tak menanggapi segala sumpah serapah yang dirapalkan oleh sang istri.
"lebih baik begini." Ucapnya kemudian dengan senyuman tipis, menggoda.
Ctak.
"Dasar sialan!" umpat kesal Kagura seraya beranjak dari sana.
"tunggu, China!"
"Eh?"
Cup.
Kagura mengerjapkan matanya, ketika sebuah benda kenyal menimpa bibirnya. Wajahnya bersemu merah. Netra yang saling bertabrakan itu bertemu dan saling bertatapan beberapa saat.
"Morning kiss." Ucap Sougo ketika melepaskan pagutannya dengan seringai menggoda.
Kagura gelagapan.
"Da-da-dasar, Sadist mesum sialan aru!" teriaknya seraya melemparkan bantal tepat ke wajah Sougo, meninggalkan tempat itu dengan langkah keras, dan dihadiahi gelak tawa oleh pria Sadist itu.
Tolong ingatkan wanita itu untuk menghajar Tenpaa dan Mayora sialan, yang telah memberikan ide nista ini kepadanya.
.
.
.
Panas, ramai dan sumpek. Tiga kata itulah yang pas untuk menggambarkan suasana taman hiburan di Edo hari ini. Matahari bersinar terik membakar kulit mereka. Sasuga, musim panas di Edo benar-benar panas. Sougo sedikit menyesali keputusannya untuk pergi ke taman hiburan ini.
Akan tetapi, hatinya tak dapat memungkiri kalau dirinya senang melihat senyum bahagia dari dua malaikat kecilnya. Sasuga, senyuman bocah enam tahun benar-benar racun yang mematikan. Kau tak bisa menghindari tatapan memelasnya dan tak dapat memungkiri hatimu bahagia ketika melihat tawa senang mereka.
"Mami ... Papi! Ayo cepat aru!/desaa!" teriak dua bocah itu.
Kagura dengan buru-buru segera menghampiri kedua anaknya, sedangkan Sougo berjalan pelan mengikuti mereka bertiga dari belakang.
"Nee ... nee ... Souchirou ingin naik itu, Papi!" teriak Souchirou sambil menunjuk wahana Hysteria.
Netra merah Sougo hampir meloncat keluar melihatnya. Perasaan de javu menyerangnya ketika melihat wajah para pengunjung yang berteriak histeris. Gerakan sedikit membeku dengan wajah yang memucat.
"Souchirou kau tidak-."
"Papi, ayo cepat!" potong Souko yang kini sudah duduk manis di tempatnya.
Gadis itu sudah duduk manis di sebelah sang mami seraya tertawa senang. Sougo terhenyak, namun tetap mengikuti mereka dengan sedikit gerutuan singkat.
.
"Aku ingin naik itu!" kini giliran Souko yang berteriak seraya menunjuk bianglala raksasa.
Setelah menaiki wahana pembuka yang lumayan ekstrim-bagi Sougo, pria itu nampak bisa bernapas lega dengan pilihan putrinya. Setidaknya rasa mualnya akan sedikit berkurang.
Dengan langkah pelan Sougo berjalan menuju antrian bianglala tersebut.
"Papi, apa yang Papi lakukan di sana?" tanya Souko heran.
"Eh? Bukannya Souko ingin naik bianglala?" Sougo balik bertanya.
"eh? Souko tidak ingin naik bianglala, Papi." Sergahnya. "Souko mau naik wahana yang ini." Tunjuknya ke wahana skyscreammer.
Muka Sougo yang lega mendadak kembali pias. Dan beberapa saat kemudian, "Gyaaah ..." terdengar teriakan tak elit dari Shinsengumi Ichiban-tai Taichou itu diiringi dengan tawa dari Souko dan Kagura, serta wajah pucat Souchirou.
.
Sougo berjalan gontai dengan kepala yang berdenyut sakit. Jujurnya, dia tak pernah takut menaiki wahana penguji adrenalin seperti tadi, namun semuanya berubah semenjak insiden roller coaster menyerang. Ya, semua adalah salah si kakek tua bau tanah yang sialannya adalah atasan gila dari atasan gorillanya, Matsudaira.
"Papi baik-baik saja?" Souko bertanya dengan netra biru yang nampak khawatir. Surai pasir gadis itu yang dikuncir menyamping bergoyang tertiup angin.
"Papi baik-baik saja." Jawab Sougo sambil mempertahankan sisi cool-nya di depan putrinya.
"Benarkah?" kini Souchirou yang menimpali.
"Hm." Sougo mengangguk singkat. Walaupun, dirinya menahan mati-matian rasa mual yang menyerang perutnya.
"Sayang, kau nampak pucat. Lebih baik kita beristirahat dulu." Timpal Kagura sambil memapah tubuh Sougo yang hendak tumbang.
Sougo yang hanya bisa pasrah, mengangguk. Mereka baru menaiki dua wahana dan rohnya hampir berpisah dari tubuhnya. Ini benar-benar payah.
Keluarga kecil itu akhirnya memutuskan beristirahat di salah satu kedai makanan di sana. Dengan langkah pelan sambil terus mengamati gerak putra-putrinya, Kagura memapah tubuh Sougo yang lemas.
"Aku tak percaya aku bisa selemah ini dihadapanmu dan anak-anak, China." Bisiknya parau.
Netra biru Kagura melirik singkat Sougo. Senyuman tipis terlukis di wajah wanita keturunan Yato itu.
"Bukankah, kau sering kubanting, Sadist?" ucapnya meremehkan.
"Haah ... kau benar sekali, China. Kau tak ingin membantingku saat ini?" tanyanya dengan suara pelan.
"Akan kulakukan ketika Souko dan Souchirou tidak ada di dekat kita." Jawabnya.
"Heeh ... aku akan senang jika kau membantingku ke atas tempat tidur, Honey." Godanya tepat di telinga Kagura.
Ctak.
Perempatan imajiner muncul di dahi wanita itu. Sekuat tenaga, Kagura menahan keinginannya untuk menghancurkan wajah suami sadis kelewat mesum miliknya itu.
"Dasar, Sadist mesum sialan aru." Geramnya.
Sougo terkekeh pelan. "Tapi sungguh, kau baik-baik saja? Hari ini kau bertingkah aneh, Kagura." Sougo kembali bertanya dengan tatapan menyelidik.
Kagura tertegun sejenak. Wanita itu membuang mukanya ke arah lain guna menghindari tatapan menusuk yang diberikan oleh suaminya. Kagura benci ketika Sougo menyebutkan namanya secara gamblang. Itu artinya, pria tersebut tengah serius dengan ucapannya.
"Aku baik-baik saja." Ucapnya cepat.
Sougo mengeryitkan alisnya, sebelum akhirnya berdecih. Sougo bukanlah manusia bodoh. Walaupun otaknya kadang miring sebagian, tapi dia tahu kapan saat wanitanya itu berbohong, seperti saat ini.
.
.
Langit biru beranjak memerah. Matahari yang semula berdiri tinggi pada tahtanya kini mulai beranjak turun. Keluarga kecil untuk nampak bahagia. Setelah beristirahat dan menikmati wahana kecil yang tak membuat jantung Sougo lari sprint atau terombang-ambing bagai bola bisbol, mereka memutuskan untuk mengakhiri acara liburan mereka.
"Nah, sekarang untuk penutup kalian ingin naik apa?" tanya Kagura seraya menyejajarkan dirinya dengan tinggi anaknya.
Sougo hanya memasang senyum tipis yang tak pernah luntur. Dia sendiri tak mengerti kenapa dirinya bisa sebahagia ini.
"Kami ingin naik itu!" teriak kedua anaknya kompak dengan senyum ceria.
Langkah Sougo terhenti. Wajahnya memucat. Rasanya kini jantungnya lolos ke perut.
"Ayo, Papi!" seru ceria dua malaikat kecil itu sambil menarik kedua tangan Sougo.
Dan, disinilah mereka sekarang. Duduk di bangku wahana yang paling membuatnya trauma. Wajah imutnya mendadak pucat dan dihiasi dengan keringat dingin. Sougo sama sekali tak mendengarkan setiap kalimat yang diucapkan oleh keluarga kecilnya.
Dering bel pertanda benda itu akan bergerak membuat nyawa Sougo semakin memisahkan diri dari raganya.
Dan ...
"Gyaaah ..."
Syuut ...
Greb ...
"KYAA!"
"APA YANG KAU LAKUKAN, BODOH!" Kagura menjerit seraya menahan tangan Sougo yang terpelanting ke belakang.
"TOLONG AKU, CHINA ... KUMOHON, HONEY!" balas Sougo panik ketika tubuhnya terombang-ambing tertiup angin.
"WALAUPUN KAU MEMANGGILKU 'HONEY' AKU TETAP TAK BISA MENOLONGMU, DARLING!" wajah Kagura memucat. Demi dewi fortuna yang tak pernah berpihak kepada suami sialnya hari ini, bagaimana bisa suami idiotnya lupa memakai sabuk pengaman?
"aku lupa memasang sabuk pengaman aku lupa memasang sabuk pengaman aku lupa memasang sabuk pengaman ..." rancau pria bersurai pasir itu. kepalanya sakit dan matanya berputar.
"Hahaha ... apa yang kau lakukan, Papi?" teriak souko sambil mengangkat kedua tangannya dan tawa ceria.
Sementara, Souchirou terdiam. Bocah cilik itu nampak menyesali keputusannya untuk menaiki wahana ini.
"GYAH!" Sougo masih menjerit frustasi dan semakin mengeratkan pelukannya di leher Kagura.
Dengan segenap tenaganya, Kagura menarik salah satu tangan Sougo hingga pria itu terduduk dipangkuannya dan memeluk erat tubuh pria itu.
Tepat saat mereka berada di puncak wahana, sebuah letusan kembang api membuat netra merah itu terbuka dengan pandangan tertegun, sebelum akhirnya kembali mengeluarkan teriakan tak elitnya.
.
.
.
Souko dan Souchirou berjalan riang melewati jalan kecil rumah mereka dengan diikuti kedua orang tua mereka di belakang. Kagura memapah tubuh Sougo yang hampir kehilangan nyawanya. Sementara, Sougo sendiri berjalan tertatih. Pria tersebut menatap jalan dengan pandangan berkunang.
Are? Sejak kapan jalan kecil rumah mereka dihiasi lilin-lilin kecil?
Pria itu menatap tak peduli. Paling itu hasil karya kedua anaknya.
Ketika mereka sampai di depan pintu rumah, pintu itu langsung berseger cepat diiringi suara ledakan confetti dan teriakan secara serempak.
"Otanjoubi omedetou!"
Sougo yang semula masih lemas mendadak bangkit. Netra merahnya nampak melebar, terkejut.
"Kalian ..."
"Papi!/paman!"
Seruan kelima anak anak kecil berbeda surai mengalihkan atensinya. Netra merah itu menangkap sosok bocah lelaki bersurai dark green dan silver, seorang gadis bersurai Vermillion, dan kedua anaknya tengah memegang sebuah kue besar dengan tulisan, 'selamat ulang tahun, pangeran Sadist', dengan wajah sweatdrop.
Tak hanya kelima bocah itu, atensinya juga menangkap para anggota Shinsengumi, Yorozuya, orang-orang yang dia kenal, serta penjahat luar angkasa yang tengah memberikan salam jari tengah dengan senyuman minta tonjok.
Senyum Sougo terlukis jelas di wajahnya. Dengan dibimbing oleh Kagura, Sougo masuk ketengah-tengah mereka. Pesta kecil di rumah Okita berlangsung dengan meriah.
"Papi ayo cepat keluar!" kedua bocah ciliknya lagi-lagi menarik tubuh Sougo menuju halaman rumah mereka.
Tepat saat Sougo menginjakan kaki di pelantaran rumah, bunyi kembang api kembali terdengar.
Syuut ...
Duar ...
Lagi, netra merah itu memandang takjub setiap kata yang diledakan di atas sana. Walaupun sempat melihatnya secara singkat di atas roller coaster tadi, tapi hati Sougo tetap menghangat.
'Otanjoubi omedetou, Papi, Sadist, Okita-Taichou, Sougo dan polisi bumi' setidaknya itulah sederat kata yang tertampil di atas sana, menghiasi langit malam dengan hiasan bintang.
Tak jauh dari kediaman Okita, Gengai, Tama, dan Otose berdiri di samping sebuah meriam yang menembakan kembang api itu. senyuman tulus tercetak di wajah ketiganya seakan turut berbahagia atas bertambahnya usia si pangeran sadis yang sering berbuat onar di Kabukichou.
.
.
Kagura berjalan pelan dan berdiri tepat di sebelah Sougo. Pria itu merangkul pundak istrinya, menikmati kembang api yang tersaji, diikuti oleh yang lainnya di belakang mereka.
Netra merah Sougo menatap lurus dengan pandangan kosong. Hatinya bahagia dan sedih di saat yang bersamaan. Pria itu tak pernah menyangka akan mendapatkan kejutan di usianya saat ini. Tanpa sadar, setetes air mata jatuh di wajah imutnya yang tak termakan usia.
Kagura tertegun sejenak ketika menyadari kalau suami sadistnya tengah menangis. Wanita itu kemudian menyandarkan kepalanya di dada bidang Sougo, seakan mengatakan, 'kau tak sendiri, ada kami bersamamu.' Senyuman Sougo kembali melebar dan semakin mengeratkan pelukannya di pundak Kagura.
Setelah acara kembang api itu selesai, mereka kembali melanjutkan pesta kecil mereka hingga waktu menunjukkan pukul sebelas malam dan masing-masing dari mereka mengundurkan diri dari kediaman keluarga kecil itu.
.
.
.
Kriet ... pintu kecil itu terbuka dan menampilkan sosok wanita berhelaian Vermillion panjang yang tergerai.
"Mereka sudah tidur?" Sougo bertanya sambil merubah posisi rebahannya menjadi duduk.
Kagura mengangguk dan berjalan mendekati Sougo.
"Bermain seharian dan menyiapkan kejutan buat Papi-nya selama tiga hari benar-benar menguras tenaga mereka." Terangnya.
"Kalian telah lama menyiapkan rencana ini?"
Kagura hanya membalasnya dengan cengiran.
"Berterima kasihlah, Sadist." Ucapnya.
Sougo mendengus sebal dan menarik Kagura hingga wanita itu terduduk dipangkuannya.
"Terima kasih, China." Ungkapnya tulus.
Wanita itu tersenyum lebar. "Jangan lupa untuk berterima kasih kepada yang lainnya juga, Sadist. Mayora bahkan mengerjakan tugasmu dua hari ini guna memberikanmu cuti" Imbuhnya.
Pria itu mengangguk.
"Hadiahku?" gumamnya.
"Hah?"
"Kau belum memberiku hadiah, China. Papi-Umibozu-dan aniki gilamu saja memberikanku hadiah." Jelasnya. "Walaupun isinya sampah." Sambungnya dalam hati.
Wanita itu mendesah panjang.
"Dasar, Sadist manja aru!" gumam Kagura seraya berdiri.
Wanita itu kini berdiri tepat di depan Sougo dan menarik kepala pemuda itu tepat di depan perutnya.
"Itu hadiahmu." Cicitnya seraya memalingkan wajahnya yang memerah.
"Hah? Aku tak mengerti, China? Hadiahku perut buncitmu?" ujarnya malas.
"Hah? Kau bodoh atau apa? Ya ampun, kenapa aku harus punya suami bego sepertimu, Sadist!?" sesal Kagura.
"Yang kau sebut 'bego' itu suamimu, bodoh!" sungut Sougo tak kalah kesal. "tunggu sebentar ..." lanjut pria itu dengan pose berpikir.
"Berpikirlah dengan otak pencuri pajakmu, Sadist." Geram Kagura. Ah, kejutan yang telah dia siapkan di ending menjadi sia-sia. Suami tak pekanya menghancurkan momen mereka.
"Kau ..."
"Hn." Kagura mengangguk malas dan hendak pergi dari hadapan Sougo ketika tubuhnya terangkat ke atas.
Dengan senyuman tipis, Sougo berucap sekali lagi, "Terima kasih, China." Ucapnya sungguh-sungguh.
Kagura yang melihat senyuman Sougo, mau tak mau ikut tersenyum senang.
"Otanjoubi Omedetou, Papi." Balasnya dengan cengiran lebar diiringi senyum bahagia si sadis.
Satu hari yang indah, di musim panas, dengan sebuah harapan yang baru di keluarga kecil Okita.
.
.
Terkadang benak Sougo bertanya, Kebahagiaan itu seperti apa? Bagaimanakah suasana di keluarga yang bahagia? Sudah bahagiakah dia selepas kepergian Aneue-nya? Entahlah, pria bersurai pasir itupun nampak tak mengerti.
Itulah dulu yang dia pikirkan.
Namun kini semua berubah, ketika gadis Amanto gila itu merusak hidupnya, menghancurkan hari-hari tenangnya, dan mengulurkan tangannya.
Dan kini Sougo mulai mengerti, dirinya yang sekarang bahagia. Dikelilingi malaikat kecil yang berisiknya kadang memekakan telinga, Istri berkelakuan Gorilla, keluarga istrinya yang selalu ingin menebas kepalanya, dan para sahabat yang tak pernah waras otaknya.
Seperti amanat mendiang Aneue-nya dulu, mulai sekarang, pria yang baru memasuki usia baru tersebut akan terus melangkah kedepan bersama keluarga kecilnya dan calon malaikat barunya.
.
.
End
.
.
Otanjoubi Omedetou, Pangeran Sadis ^^
Semoga Gorilla-Sensei mempersatukan Kalian XD
dan kalian cepet canon di Gintama T.T
Ya, walaupun nggak, kalian tetap jadi OTP tercinta di hati Aya kok XD
