Douzo
.
.
.
Hinata sedang menikmati sorenya ketika Sakura datang membawa kabar bahwa gadis pink itu akan menginap di rumahnya satu malam. Dengan alasan seperti biasa, rindu saja. Yang berujung dirinya harus bangun dari singgasana dan meladeni gadis pink yang basah akibat kehujaan. Hinata tak mengerti, bukannya anak itu mengendarai mobil?
Tapi apapun itu, Hinata sebenarnya tak keberatan, cenderung senang malah, mendengar Sakura akan menginap di rumahnya. Namun, masalah yang Sakura bawa bukanlah hal yang patut di syukuri. Bukannya pelit, ia hanya cinta kerapian, sebagaimana kedua orang tua si gadis pink bertindak.
Untuk itulah ia menolak kehadiran manekin aneh di dalam rumahnya.
"Hinataaaa... Kumohon? " Sakura merengek. Ia tidak punya pilihan lain selain menempatkan barang itu di rumah Hinata. Karena meletakkan benda itu dirumahnya sama dengan mengundang kematian. Ya, Ratu keluarga akan membunuhnya ketika itu juga.
"Barang itu milikmu, kau beli untuk kau pakai, dan selanjutnya akan kau pakai. Buat apa aku menyimpannya? Lagi pula, Sakura... Apa kau tidak lihat rumah sempitku? Membersihkan sela-sela sofa dan sebagainya itu sudah susah, jangan menambahi pekerjaanku dengan hadirnya dia di pojok ruanganku. Aku tak mau," dekrit Hinata mutlak. Dia serius tidak ingin kerepotan.
Sakura masih merengek, "lalu aku harus meletakkannya di mana? "
"Mana kutau. "
Sakura memasang wajah penuh kesedihan. Permonan tulusnya di tolak mentah-mentah. Ia sekarang pusing memikirkan mau dikemanakan lagi si manekin yang ia beri nama Bonee itu. Otaknya berpikir keras.
Aku tidak mungkin kembalikan ini ke toko. Dan mau di taruh di butik juga sudah tidak muat. Di rumah Naruto? Dia pasti tidak keberatan. Tapi aku yang keberatan. Cih, dia pasti akan ribut menggangguku dengan adanya alasan untuk itu.
Sakura mulai buntu.
"Hinataaa... " ia kembali memohon.
Hinata yang semula sibuk mengatur nyala kompor, berhenti dari kegiatannya. Ia Memandang Sakura dengan wajah malas. "Oke, oke, bagaimana kalau kutitipkan pada Sai? Aku yakin dia tidak akan keberatan. "
Sakura bingung, "siapa Sai? "
"Kenalanku dari restoran. Sudah lama, sih. Dia ramah dan baik. Terlebih, ia juga seorang seniman, aku yakin dia akan berbaik hati menyisihkan sepetak ruang galeri lukisnya demi boneka anehmu itu. "
Sakura berfikir, rencana Hinata terdengar tidak meyakinkan. "Kau bisa menjamin bahwa Bonee akan aman berada di sana? "
Hinata hanya menggumam, tanda 'iya'. Sekarang ia sibuk mengaduk-aduk spaghetti untuk makan malam mereka berdua. Terlihat cukup matang, Hinata mematikan kompor, mengangkat mi panjang itu ke dalam piring.
Sakura telah selesai menimbang rencana sahabatnya. Ia tak punya pilihan lain, "oke, besok kita ke rumah si Sai itu. "
.
.
.
"Hai, aku Haruno Sakura, senang berkenalan denganmu"
Sai tersenyum ramah seperti biasanya.
Sejujurnya gadis yang mengaku sebagai teman dari temannya itu cukup manis, jika tanpa rambut berwana pink mencolok seperti itu. Potongan rambut pendeknya pun kurang rapi dan melihat ke bawah, disana terdapat dua kaki dengan betis besar berdiri. Dress tosca menghalanginya memandang bagian yang lebih privasi. Tapi bukan itu tujuannya. Ia hanya tak habis pikir, dari mana jatuhnya gadis jelek itu sehingga bisa bersanding dengan Hinata yang sempurna? Mereka sungguh mencerminkan Beauty and the Beast di mata Sai.
Walaupun kesempurnaan Hinata hampir tertutupi oleh penampilan sederhana yang selalu menjadi andalannya.
"Shimura Sai" ia menjabat tangan Sakura "mohon bantuannya, gadis jelek"
BRAAAKK...
Sebuah meja penuh dengan peralatan melukis menjadi samsak tinju bagi Sakura. Emosinya meluap, auranya menggelap. Tidak terima tentu saja, siapa laki-laki di depannya yang mengatainya jelek? Persetan dengan ketampanan yang baru saja Sakura kagumi diam-diam.
"Kau mau cari masalah denganku? " tak tanggung-tanggung, Sakura mencengkeram kerah kemeja putih berlapis jas hitam milik Sai. Pria itu hanya tersenyum tanpa rasa bersalah.
"Tentu saja tidak, nona Haruno. Apa yang akan kutawarkan hanya tempat bernaung bagi dia" Sai menunjuk Bonee yang berdiri disamping Hinata. Sakura langsung mengerti maksud si brengsek tanpa menoleh. Ia mencoba meredakan amarah. Tau diri bahwa dia sedang meminta bantuan pada pria di depannya.
Sai merapikan kerah. Bersyukur telah lepas dari cengkraman Sakura. Selain jelek, ternyata gadis itu juga bar bar. Ia menanamkan sugesti untuk tidak dekat-dekat dengan si gadis pink.
Hinata meringis melihat pertemuan pertama kedua temannya berjalan berantakan. Ia memposisikan diri disamping Sakura "Terima kasih banyak, Sai. Karena Sakura adalah pemilik resmi Bonee, kupikir kalian berdua harus segera berdamai. Karena selanjutnya mungkin dia akan kesini sendirian"
Sai tersenyum, menggaruk tengkuk belakang, "Ah, ten–"
"Haaa?! Aku tidak setuju Hinata! Bagaimana kau bisa–" Sakura mendekat, memposisikan diri agar bisa berbisik kepada sahabatnya, "menyuruhku pergi sendirian ke rumah si brengsek ini?! Lagi pula darimana kau kenal pria kasar seperti dia, sih "
"Ahaha" Hinata tertawa canggung kepada Sai yang mengangkat alisnya. Mempertanyakan tindakan Sakura menggosipi orang yang baru saja ditemuinya. Terlebih orang itu sedang berdiri di hadapannya, dengan senyum ramah.
"Karena aku si-buk, Sakura" Penekanan di kata sibuk.
Sakura mengerti ia telah merepotkan sahabatnya terlalu jauh. Ia segera menunduk. Menunjukkan penyesalan yang sialnya bagi Hinata, hal itu hanya di anggap angin lalu. Cepat atau lambat. Si gadis pink pasti akan merengek minta di antar ke rumah Sai. Pasti.
.
.
.
Selepas kepergian mereka dari rumah Sai, Hinata meminta Sakura untuk sekalian menemaninya pergi berbelanja novel. Stok bacaan demi menghabiskan waktu luang. Jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah pria pucat itu. Mengendarai BMW pastel milik Sakura, mereka menepi.
Karena hanya Hinata yang memiliki keperluan, Sakura tidak ikut masuk, ia memilih menunggu di mobil. Hapal betul tabiat sahabatnya jika sudah masuk toko buku. Gadis itu tidak akan keluar selama beberapa jam kedepan. Dan si gadis pink bisa melakukan banyak hal dengan waktu selama itu, contohnya: membuat desain gaun pengantin.
Namun, sebuah panggilan membuatnya tidak bisa berlama-lama membuang waktu menunggu Hinata. Ia harus pergi menemui pelanggan. Membuat gadis pink itu terpaksa meninggalkan sahabatnya. Tak lupa, ia mengirim pesan.
Hinata, maaf aku pulang dulu. Aku baru ingat punya janji dengan pelanggan sekarang. Aku harap kau tak keberatan pulang sendirian.
Untuk itulah Hinata berdiri di pelataran toko buku sekarang.
Ia tidak membaca pesan Sakura lebih awal. Semua uangnya terlanjur habis, tidak bersisa untuk memanggil taksi. Ia sedang berfikir untuk menelpon balik Sakura ketika sebuah suara tertangkap telinganya.
"Sepertinya kau butuh tumpangan nona"
Sai. Pria itu nampaknya baru keluar dari toko buku. Kebetulan yang patut Hinata syukuri. Baru beberapa jam ia keluar dari rumah Sai, dan sekarang pria itu tangah berdiri di sampingnya.
Hinata terkesiap, "ah, kupikir juga begitu. Jadi apa aku boleh barsamamu? "
Ia tidak berniat basa-basi atau tepatnya lupa. Dan beruntung, Sai bukanlah tipe pria yang muluk-muluk mempermasalahkan hal sekecil itu layaknya seorang gadis.
"Dengan senang hati, "
Audi putih milik Sai membelah lalu lintas Konoha yang cukup padat. Mobil dan truk berlalu lalang, berbelok pada persimpangan. Hujan menambah lalu lintas nampak semakin padat. Iris lavender Hinata mencermati baik-baik suasana luar layaknya sinetron yang menarik untuk dinikmati.
Kedua manusia berbeda gender itu saling diam. Hinata dengan kesibukannya mengamati sekitar dan Sai dengan keseriusannya mengemudi. Sebelum pria itu memutuskan untuk bersuara.
"Hinata"
Hinata yang merasa di panggil menoleh, "ya?"
Sai Setia menatap ke depan dengan wajah datar dan serius. Hinata menjadi penasaran sekaligus was-was dibuatnya. Sebenarnya, ia sendiri tidak terlalu percaya dengan pria yang duduk di sebelahnya saat ini. Pria pucat itu kaya dan misterius walaupun cukup baik.
Hinata tak mampu berpikir negatif saat kali pertama mereka bertemu. Bagaimanapun, Sai hanya pelanggan di restorannya yang kebetulan dapat mengimbangi pembicaraan Hinata yang selanjutnya semua mengalir begitu saja hingga keduanya akrab.
Namun, setelah sedikit demi sedikit mengetahui seluk beluk kehidupan Sai, Hinata mulai cemas. Mungkinkah pria itu ada hubungannya dengan-
"Aku punya hal penting untuk dibicarakan padamu, Hyuuga"
Masa lalunya.
.
.
.
Prinsip author awam 1:
"Apapun yang terjadi posting saja"
Yah, sedikit curhat, aku selalu merasa kurang puas dengan apa yang baru saja ku tulis.Dan memikirkannya hanya membuatku pusing, jadi semuanya kukembalikan pada prinsip 1.
Apapun yang terjadi posting saja.
Owari
