Ultimatum
©Wataru Takayama
Bukan hadiah Natal.
Bukan sekotak coklat Valentine.
Bukan sekantung permen Haloween.
Warnanya merah. Kukira itu lelucon yang dibuat Sakura. Masih dari kejauhan, sih, aku melihatnya. Senyum sumringahku makin terkembang saja!
Pasti badut!
Makin lama makin dekat jasad badut itu. Kerumunan siswa Konoha University yang berjejal di podium depan pintu mendesah ngeri. Aku yang meneruskan memotong tart dengan kanji: SELAMAT ULANG TAHUN NARUTO UZUMAKI, mulai mempertajam dua bingkai mataku.
"Apa sih?" tanya Sakura kepada dirinya sendiri lebih terdengar seperti geraman.
Aku malah bergidik ngeri mendengar Sakura. Aku trauma! Shock! Bogemannya ituloh yang mengerikan. Kapok! Aku ga mau dibogem ama cewek kuli macam Sakura lagi. Ya iyalah! Lima tulang rusuk patah, wajah memar, hidung mimisan, gegar otak, dan KOMA SELAMA DUA BULAN hanya karena menghadiahi dia seekor kecoa manis tak berdosa dengan pita pink di tengah punggungnya!
Errrrr...
Aku mulai fokus ke 'kado ulang tahunku' si badut merah yang mulai menampakkan wujudnya.
Aku sadar itu bukan badut berbaju merah tetapi seorang lelaki berbaju compang-camping yang bersimbah darah!
"SASUKE!" Sakura berhambur ke arah pemuda nan malang itu, menerobos puluhan tubuh yang memblokade ballroom ini.
#Krik!#
Jangkrik di dalam otakku mulai bersuara memecah keheningan di dalam diriku sendiri.
"YA AMPUN, JAMBUL AAAAYYYYAAAAAAAMMMMMMMM!" Lost control. Puluhan mata berbalik menusuk diriku yang kalang kabut membuntuti Sakura menembus kerumunan orang setelah ada jeda keterlambatan diriku mengetahui siapa 'badutku' itu sebenarnya.
"Sasuke? Sauseku-kun! Kau kenapa? Ha? Kenapa kau luka-luka seperti ini? Sasuke? Sasuke?" tanya Sakura layaknya polisi yang mengintrogasi maling ayam!
Aku kaget sekali mengetahui Sasuke bisa hadir dengan keadaan yang seperti ini. Oleh karena itu, tanpa panjang lebar aku segera membopong Sasuke menuju rumah sakit. Tidak peduli jas baruku dan toyota pajero sport putih susuku harus ikut kotor terkena darahnya. Untuk kali ini saja akhirnya aku bisa tidak cerewet dan bisa mengambil langkah cepat melebihi kecepatan cahaya!
Bangga?
YA IYALAH!
Lagi kesurupan kali lo?
TIDDAAAAKKKKK!
Eh!
Iya kali!
Sekitar lima belas menit kami habiskan di jalan. Aku meninggalkan pesta ulang tahunku yang meriah itu hanya demi Sasuke. Tidak enak sekali sebenarnya aku meninggalkan Hinata yang sudah bela-belain datang memakai dress biru safir dengan rumbai-rumbai yang entah apa itu disebut. Dan untuk semua sahabatku yang sudah datang dari Konoha University, maaf ya!
Semoga tartnya masih ada setelah aku pulang nanti...
JANGAN DIHABISKAN!
TARTNYA ENAK!
Aku menatap Sasuke yang sudah meluncur bersama wheel bed menuju tempat peristirahatan terakhirnya EH SALAH! menuju ruang gawat darurat. Aku sangat khawatir dengannya sehingga sepatah eja pun tidak ada yang menyembul keluar dari mulut besarku yang super bawel.
Apakah Sasuke dalam keadaan sadar?
ASTAGA!
Aku saja tidak tahu APAKAH IA SADARKAN DIRI ATAU TIDAK!
Sejak dari ballroom ulangtahunku sampai tiba di rumah sakit ini apa sih yang aku pikirkan sampai-sampai tidak tahu-menahu mengenai kesadarannya?
Hinata-kah?
Iya! Aku memikirkannya!
Aduh Hinata...
Mmaaaffffff sekali ya! Setelah mengurus Sasuke aku janji akan hadir untukmu...
"SUMPAH ANA ZUZUR...!"
#Plak!#
"Heh, baka! Menjerit sendiri! Udah gila, ya, kau Naruto?" rutuk Sakura sambil menampar pipi kananku.
"Emang kedengeran, ya?" jawabku innocently.
"Liat tuh!" balas Sakura seraya memalingkan mata jamrudnya ke sekitarku.
ASTAGA!
Seisi rumah sakit menatapku dengan tatapan menyeramkan!
Iiibbbbuuuuu tttoooolllooooonnngggggg!
Kurang lebih tiga puluh menit aku menunggu di jajaran kursi yang melekat di sepanjang tepi koridor rumah sakit Konoha. Selama setengah jam itu pula aku membenamkan wajahku karena menahan malu! Seorang dokter berumur sekitar 30 tahun keluar dari kamar UGD. Codet melintang di hidungnya sangat menarik, seindah tiga garis yang terukir di dua pipiku.
Indah?
Kan menurutKU!
"Keadaannya sangat parah. Ia kehabisan banyak darah. Apa ada diantara kalian yang bergolongan darah B atau setidaknya O?" tanya sang dokter kepadaku dan Sakura.
Sakura menjawab dengan menggeleng. Pasti golongan darahnya A!
"Maaf, dok, golongan darah saya AB," jawab Sakura.
'Iiiiiiii...!
"Heh, baka! Kenapa kau bergidik! Apa yang salah dengan golongan darah AB!" sembur Sakura sambil berkacak pinggang.
"G-g-g-ggaaa... G-ga papa..." jawabku terbata-bata.
Tebakanku salah!
"Heh! Bisa ga sih kau tidak punya dunia aneh di dalam kepalamu, Naruto!" bentak Sakura.
"Ih... Nggak kok. Nggak apa-apa... Jangan marah dong... Peace..." jawabku sambil mengankat telunjuk dan jari tengah serta mengembangkan senyum polos permintaan maaf selebar-lebarnya.
"Hhh...!"
"Jadi, apa ada yang bisa mendonorkan darahnya?" tanya sang dokter memecah pertengkaran kami.
"Saya golongan darahnya O, dok. Pakai darah saya saja!" jawabku dengan lantang. Berlaga layaknya pahlawan, malaikat penolong, dan apalah yang lainnya.
"Oke! Ikut saya ke ruang transfusi."
Berhubung Sasuke belum siuman, Sakura menemani Sasuke di rumah sakit dan aku memilih untuk pulang lebih tepatnya mengunjungi kediaman Hyuga untuk minta maaf pada Hyuga Hinata. Tapi, orang tuanya kan sangat galak! Mana boleh aku menemui putri kesayangannya malam-malam begini. Gimana dong?
#tring!#
SMS!
Sejak kapan aku lupa kalau setiap telepon genggam bisa kirim SMS?
#taadaa!#
BBM!
Sejak kapan aku lupa kalau telepon genggamku adalah Blackberry Bold 9700?
#voila!#
Telepon!
Sejak kapan aku lupa kalau setiap telepon genggam diciptakan untuk menelpon?
#duuuaaaarrrrr!#
AKU AMNESIA!
Aku lalu mendial Hinata. Beberapa detik berikutnya setelah bunyi 'tut' berkali-kali, aku bercakap-cakap juga dengan Hinata.
"Hai Hinata. Maaf, ya, aku tadi segera berlalu tanpa izin."
"Iya. Aku ngerti kok. Sasuke kan sahabatmu..." jawab Hinata dengan intonasi khasnya yang seperti putri keraton. "Bagaimana keadaan Sasuke?"
"Tunggu, sebelumnya mending kamu keluar rumah aja."
"Kenapa?"
"Ada aku nih di depan gerbang..."
"Kenapa ga masuk aja sih!"
"Takut ah sama om."
"Yasudah. Aku keluar ya."
Beberapa menit berikutnya aku dan Hinata ada di Konoha Central Park. Kami duduk berdampingan di bench yang bermandikan cahaya Neon 25 watt. Sepi sekali... Tapi alangkah indahnya ketika menatap langit malam yang bertabur bintang.
"Kamu serius ga marah sama aku kan?"
"Ya enggak lah..." jawab Hinata dengan manja sambil menjatuhkan kepalanya di bahuku. Pipi porseleinnya senantiasa bersemu kemerahan setiap kali berada di dekatku. Bahagia sekali aku memilikinya.
"Aku belum sempet buka kado dari kamu."
"Nanti janji, ya? Kado dari aku dibuka pertama..."
"Ya. Oyah, tadi nanyain kondisi Sasuke?"
"Iya."
"Dia keadaannya kritis. Masih belum sadar. Tadi aku sempet donorin darah karena Sasuke kehabisan darah. Kasian deh. Kenapa ya memang? Aku masalahnya belum nanya penyebabnya ke Sasuke. Aku sebenernya ga tega juga sih ninggalin dia sendirian sama Sakura, tapi kamu jauh lebih penting buat aku. Aku kan sayang banget sama kamu, Hinata-chan. Kamu juga kan sayang banget sama aku?"
"Hinata-chan?" terusku. "Hinata-chan?"
Eh! Dia malah molor!
Dipikir aku lagi dongeng kali!
Makanya kalo ngomong jangan kepanjangan!
IYA!
"Hai Sakura!" sapaku di ambang pintu kamar Rumah Sakit Internasional Konoha Gakuen nomor 156 di pagi harinya.
"Hai Naruto!" sapanya ceria tumben!
" Ini aku bawakan bubur gandum untuk kita sarapan," ujarku seraya memberikannya sekerat keranjang piknik aliasRANTANG.
"Makasih..." ujarnya menyambut rantangku.
"Bagaimana kondisi Sasuke?"
"Dia masih belum juga siuman. Kasian sekali, ya, dia?" Sakura memalingkan matanya ke hadapan Sasuke yang tertidur pulas. Aku menatap sahabatku itu dengan hati yang miris. Sasuke dibungkus perban putih disekujur tubuhnya. Mirip mummy! Plus sebuah masker Oksigen dan selang infus yang terus mengalir menembus pembuluh darahnya.
"Jadi, sampai saat ini pun kau belum tahu penyebab Sasuke menjadi seperti ini?" tanyaku seraya menatap lagi Sakura.
Jiah!
Sakura sangat nanar. Ia pasti sedih sekali. Ya iyalah! Wong Sakura jatuh cinta setengah ups, seluruh mati kepada Sasuke. Namun Sasuke tidak pernah menerima pernyataan cinta Sakura. Malang nian nasib kedua orang ini sekarang.
Sakura menggeleng dan tidak berhenti melepaskan genggaman tangannya di jemari kanan Sasuke. Hanya saat Sasuke tak sadarkan diri saja mungkin Sakura bisa menyentuh pangeran impiannya ini. Kalau Sasuke sudah bangun:
"Heh! Ngapain lo pegang-pegang!"
"Yasudah, kita sarapan dulu saja. Kau pasti lapar," usulku seraya membuka rantang bubur gandumku.
Tidak ada jawaban dari Sakura.
"Hei Sakura! Ayo makan..."
Ia tetap menatap Sasuke penuh penghayatan. Air matanya berusaha keluar dari kelopak matanya. Ia pun mengigit bibir bawahnya untuk menahan rasa khawatirnya yang begitu dalam itu.
"Hei? Masih termotivasi untuk menyiksaku kan? Makan dong biar kuat nyiksa gue lagi!"
Tidak juga ada jawaban.
"Hei? Kau tuli ya?"
Kalau diejek, semua cewek pasti langsung sadar.
Tapi tetap saja tidak ada tanggapan.
"Ah! Ayolah Ratu Sadis! Ayo kita sarapan..."
Lagi-lagi tidak digubris.
"Sakura? Hei? Kau kesururpan, ya?"
Tetap nihil.
"Hei! Kau tidak bisa apa berhenti mencintai Sasuke. Sedetiiiiikkkk sajaaaa... Pikirkan kesehatanmu jugalah... Kau kan harus makan... Lagiaaaannnnn... GANTENGAN JUGA NARUTO UZUMAKI DARI PADA SASUK "
#DUUUAAAARRRR!#
Halilintar secara tiba-tiba menggelgar di kamar nomer 156. Sakura menatapku tajam tanpa bola mata! Tanduknya muncul diantara rambut boop pink-nya! Dan ada kepulan asap membumbul di dua bogemnya!
TTTIIIIDDDAAAAKKKKK...!
LEBAY!
"Na-naruto..." suara lelaki parau memanggilku. Aku yang sedang menatap horizon biru di jendela kamar nomer 156 segara menatap si empunya suara.
"Sasuke! Kau sudah siuman!" aku menjawab tanpa bisa menutupi secuil pun ekspresi bahagia.
Segera aku berhambur kearahnya, memeluknya, dan mengecup-ngecup wajahnya.
Tiba-tiba aku merasakan ada tarikan di kerah leher belakangku. Mengangkat tubuhku seperti sampah.
"Sa-sakura!"
"Heh! Untung saja aku cepat kembali dari toilet! Sadar ga sih kalo Sasuke tuh bisa mati kalo dipeluk-peluk! Baka!" omel Sakura sambil menyingkirkanku dari sisi Sasuke.
"Kau sudah siuman Sasuke? Bagaimana keadaanmu sekarang?" lanjut Sakura. "Heh, Naruto! Cepat panggil dokter sana!"
#ting!#
Beberapa menit berikutnya!
"Sasuke, kenapa kau bisa luka-luka begini sih?" tanyaku yang duduk di sisi kirinya.
"Kau tahu, kami sangat khawatir, Sasuke..." tambah Sakura yang duduk di sisi kananya.
"Katanya kau tidak bisa datang ke pesta ulang tahunku. Tetapi kau datang juga dengan keadaan menyeramkan... Apa yang terjadi sebenarnya sih?" tanyaku lagi.
"Maaf sebelumnya karena telah membuat pesta ulang tahunmu berantakan Naruto. Dan terimakasih ya Sakura karena telah mengkhawatirkanku," jawab Sasuke sambil tersenyum tulus. Senyumannya sebuah kado spesial untuk Sakura yang semalaman menemaninya di rumah sakit. "Sebenarnya aku memang tidak bisa datang ke acara ulang tahunmu, tapi..."
"Tapi kenapa?" tanyaku tak sabar.
"Aku membawa berita buruk untukmu. Lebih buruk dari keadaanku sekarang."
"Apa sih! Memang sudah dari sananya, ya, keluarga Uchiha selalu berbicara sedikit-sedikit?" omelku.
"Memang sudah dari sananya, ya, keluaga Uzumaki tidak pernah sabaran?" balas Sasuke.
"Hei! Baru bertemu sudah bertengkar! Memang kalian sulit sekali akur!" tambah Sakura memperkeruh suasana.
"Oke! Kau harus menjauhi Hinata, Naruto!" Sasuke melanjutkan lagi langsung to the point..
"Kenapa? Sinting!" aku tersulut. Enak sekali dia memerintahkanku untuk menjauhi Hinata.
"Dia tidak baik untukmu. Dia akan mencelakaimu. Bahkan lebih dari apa yang sudah dia lakukan padaku sekarang ini! Aku sudah tahu kebusukkannya! Jauhi dia jika kau ingin selamat!"
bersambung
Disclaimer: Mashasi Kishimoto
hah...
masih baru...
ga tahu mau nulis apa...
mohon bimbingannya...
ya...
REVIEW?
