Disclaimer : EXO punya agensi mereka, diri mereka, dan orang tua mereka masing masing.

Pair : KaiHo pada awalnya, akhirnya sih… dirahasiakan aja yah.

Genre : Romance, Friendship.

Rating : T.

Warning : Shou-ai, ending yang sangat aneh.

Note: Tadinya aku mau ngeship KaiHo terus bikin fic tentang mereka, tapi kok makin kesini tag SuKai isinya cuma Kai yang nolak segala jenis fanservice dari Suho padahal kalo dari yang lain nggak gitu, terus aku jadi bilang 'Ya ampun, kasian banget si Suhojaro.' Sambil udah mau nangisin nasib dia aja #PLAKK

+KaiHo fanfic+

"Tidak kah mereka terlihat manis, Joonmyun-ah?" Tanya Wufan, teman sekelasnya. Joonmyun tetap memandang para murid baru yang berkeliaran dengan seragam mereka yang masih baru, warnanya masih terang dan masih terlihat kaku, tapi toh mereka kelihatan senang senang saja mengenakannya.

"Hm… Ya." Hanya itu jawaban Joonmyun, membuat Wufan tertawa mendengarnya, entah karena apa.

"Dulu kita juga begitu. Ya ampun, apa aku pernah semanis itu?" Kemudian dia tertawa lagi.

"Kalian sedang membicarakan apa sih?" Tanya Luhan. Dia baru datang dari kantin dengan Bubble tea di tangannya.

"Kau tahu, Wufan. Tawamu itu terdengar menyeramkan dari luar kelas." Tambah Minseok. Tawa Wufan justru bertambah keras mendengarnya.

"Sudahlah, Minseokkie. Kami sedang membicarakan anak anak baru itu." Kata Wufan, dia menunjuk kumpulan anak anak kelas satu.

"Kenapa? Ada yang kau taksir?" Tanya Luhan.

"Aku sih tidak, tapi Joonmyun sepertinya sedang naksir seseorang." Joonmyun terbelalak. Memukul Wufan dengan buku tipis yang ada di mejanya. Wufan tertawa lagi.

"Jangan seenaknya kau, Wu Yifan." Katanya.

"Luhan, Minseok, selamatkan aku, Joonmyun akan menghajarku." Candanya, Luhan memutar matanya dan Minseok mulai tertawa.

"Hajar saja dia, Joonmyunie. Aku sudah malas melihatnya." Kata Luhan.

Tapi Joonmyun memang terlalu baik, dia bahkan tidak bisa memukul Wufan lagi. Wufan tertawa lagi.

Kalau berpikir tentang anak anak baru itu, Joonmyun memang menyukai seseorang. Namanya Kim Jongin kalau dia tidak salah, tinggi, kulitnya coklat, wajahnya datar, tapi tetap manis untuk Joonmyun. Dia tidak tahu apa yang membuatnya menyukai sang adik kelas.

Mereka tidak pernah berbicara dengan akrab, bahkan mereka tidak pernah berkenalan, tapi tetap saja Joonmyun menyukainya. Dia berbeda dari yang lain menurut Joonmyun, dia melakukan gerakan yang biasa orang lakukan dengan cara yang berbeda, atau mungkin dengan cara yang sama tapi dengan efek yang berbeda pada seorang Kim Joonmyun. Dia tidak tahu pasti.

"Tidak adakah yang ingin ikut klub sepak bola lagi?" Tanya Luhan putus asa. Joonmyun diam saja mendengarnya, siapa tahu dia akan cerita lagi.

"Apa ban kaptenmu akan diambil kalau kau tidak bisa merekrut anggota baru dengan wajah cantikmu itu?" Luhan menatap Wufan sinis. Dia sangat amat tidak suka disebut cantik, sangat amat tidak suka.

Tapi dia berusaha tenang menghadapi temannya yang satu itu. "Diamlah, Wu Yifan." Katanya.

"Tapi memang Junsu Seonsangnim bilang begitu." Kata Minseok dengan wajah tak berdosanya yang masih terlihat seperti wajah anak SD, dia juga anggota klub sepak bola dan Junsu adalah pelatih mereka.

Luhan tidak suka mendengar pengulangan dari ancaman pelatihnya seperti itu. Demi Manchester United, apa anak laki laki jaman sekarang lebih suka berdandan daripada olahraga. "Baozi… Kau tidak perlu mengulangnya, kan?" Kata Luhan. Kedua tangannya ada di sisi wajah Minseok, yang tadi dia sebut Baozi.

"Lepaskan tanganmu, Lu. Dan berhenti memanggilku 'Baozi'."

Terlepas dari dua orang itu, Joonmyun melirik Wufan. "Tidak kah tim basket juga butuh anggota baru?" Tanyanya.

Wufan menganggkat bahu. "Entahlah, terserah mereka saja mau ikut atau tidak." Jawabnya.

"Hey, kau ini kaptennya, kan?" Tanya Luhan sama sinis dengan tadi.

"Memang, tapi aku tidak akan lengser hanya karena tidak bisa mendapatkan anggota baru." Alis Luhan berkedut, dia benci pengulangan dari ancaman pelatihnya. Kalau Minseok tidak menahan tangannya mungkin dia sudah menghajar Wufan sampai dia tidak bisa main basket lagi. Sisi kejam sang flower boy.

"Tapi kita harus memikirkan strategi untuk membuat Luhan tidak dilengserkan." Kata Minseok, membela kawan sepermainannya. Keempatnya berpikir.

"Bagaimana kalau crossdress?" Usul Wufan. Dan kamus bahasa Jerman yang tebal beradu dengan kepalanya.

"Bisa saja, Luhan kan cantik." Kata Minseok.

"Aku tidak cantik!" Seru Luhan.

"Lalu kenapa waktu itu kau mau crossdress jadi maid?" Tanya Minseok, Luhan terdiam, jadi salah tingkah mendengarnya, sampai saat ini bahkan dia sama sekali tidak buka mulut tentang crossdress kontroversialnya sewaktu pentas seni. Dia membenturkan kepalanya ke meja.

"Tidak kah klub matematika mencari anggota baru, Joonmyun?" Tanya Minseok, membiarkan Luhan merintih kesakitan tanpa perhatian karena kelakuannya sendiri.

"Tidak sih, Kyuhyun Seonsaengnim lebih suka mengajar anak yang memang niat ikut klub." Katanya.

Tapi walaupun banyak sekali orang bilang 'aku benci matematika' pasti ada saja yang menyukai ilmu pasti tersebut, contoh saja dirinya, lalu anak kelas dua bernama Byun Baekhyun, tapi dia tidak tahu siapa lagi yang akan mengikuti klub matematika dari anak kelas satu.

Joonmyun berjalan menuju ruang kelas dimana klub matematika biasa belajar sepulang sekolah. Ada Kim Jongin di depan kelas dan itu membuat jantungnya berdetak lebih cepat.

"K-Kau mau ikut klub matematika?" Tanya Joonmyun. Kim Jongin menggeleng.

"Ini, Kai." Datanglah seorang murid dari dalam kelas, sepertinya anak kelas satu, di tangannya adalah uang yang dia berikan pada Jongin, yang tadi dia panggil Kai.

Jongin pergi begitu saja, menyisakan Joonmyun yang menatap heran anak itu. "Aku punya hutang padanya." Jawabnya.

Namanya Oh Sehun, dia murid kelas satu, dan dia adalah teman Kim Jongin sejak mereka masih berupa embrio, baiklah itu terlalu dini, sejak mereka SMP lebih tepatnya. Dia punya bakat dalam matematika, dan itu membuat Kyuhyun Seonsaengnim senang mengajarkan rumus sulit padanya, dan pada anggota klub yang lain tentunya.

Dan dia adalah sahabat karib Kim Jongin, Joonmyun sering melihat mereka pergi kemana mana berdua, tidak berdua juga sih, mereka pergi bertiga dengan siswa bernama Moonkyu, tapi tetap mereka sering berkeliaran berdua.

"Kalian tahu Hwang Zitao?" Tanya Wufan suatu ketika. Joonmyun, Luhan, dan Minseok hanya memandangnya. "Siapa?" Tanya mereka bersamaan.

Wufan menepuk keningnya. "Panda peliharaan Ibu. Tentu saja bukan! Dia itu adik kelas kita!" Katanya.

"Kenapa kau menanyakannya? Naksir?" Tanya Luhan.

"Tidak, aku baru saja menyelamatkannya dari brandal brandal kecil." Jawab Wufan.

"Bullying?" Tanya Minseok, Wufan hanya mengangguk.

"Aku tidak bisa melihatnya diperlakukan seperti itu terus." Kata Wufan.

"Apa yang harus kulakukan?" Tanyanya.

"Memang apa yang membuatnya dibully, Tuan Pahlawan?" Tanya Luhan.

"Entah." Jawab Wufan.

"Kau coba saja temani dia." Kata Minseok. "Mungkin brandal brandal kecil itu akan takut melihat wajahmu." Tambah Luhan.

"Mungkin, bukannya memang seharusnya begitu?" Tanya Wufan, seringai melukis bibirnya. Sisi menyeramkan dari sang kapten tim basket.

Bicara tentang anak kelas satu, Joonmyun sama sekali tidak dekat dengan Kim Jongin, tidak seperti Wufan dan Tao –Hwang Zitao- yang saat ini sudah seperti saudara, dia justru tidak bisa melangkah barang satu langkahpun untuk mendekati sang adik kelas. Apa yang sebenarnya harus kita lakukan ketika kita menyukai seseorang, Joonmyun tidak tahu karena ini cinta pertamanya, benar benar cinta pertamanya.

"Tentu saja kau harus menyatakan perasaanmu." Jawab Luhan pasti. Sebagai pemuda Beijing yang manly sepertinya dia sudah diajari untuk jujur, sangat jujur, pada perasaannya sejak kecil.

"Caranya?" Ini bukannya Joonmyun yang pura pura bodoh, dia memang tidak tahu apa yang harus dia lakukan untuk menyatakan perasaannya pada seseorang.

"Ah! Joonmyun! Begini saja 'Oppa sebenarnya sudah lama menyukaimu.'" Luhan mengenggam tangan Minseok yang masih mengenggam Cheeseburgernya, berpura pura dia adalah Joonmyun dan Minseok adalah orang yang dia sukai.

"'Maukah kau menjadi kekasihku?'" Katanya lagi. Sementara Minseok berusaha melepaskan genggaman tangan Luhan.

"Bilang saja seperti itu!" Katanya lagi.

"Tapi yang aku sukai ini laki laki." Duo pesepakbola itu terdiam, Minseok masih saja mengunyah dalam keadaan seperti ini.

"Ah sudahlah! Yang penting sebagai laki laki kau harus menyatakan perasaanmu."

Dan kata kata Luhan itu yang membuat Joonmyun berada di sini sekarang, di belakang gedung sekolah bersama Jongin, sang pujaan hati.

"Sebenarnya aku menyukaimu." Itu saja, hal singkat itu saja, tapi rasanya Joonmyun sudah ingin meledak saat ini.

Jongin memandangnya lewat matanya yang sayu itu. Detik itu Joonmyun sadar, dia tidak pernah membangun pertemanan dengan pemuda itu, adalah hal sulit untuk diterima.

"Maaf, Seonbae. Aku tidak bisa membalas perasaanmu." Dan jawabannya yang didapat tepat sesuai perkiraan. Mata sayu Jongin sama sekali tidak menatapnya setelah itu, mata adalah cerminan hati dan mata Jongin kali ini seakan menunjukan bagaimana dia ingin pergi dari keadaan ini, dan juga ketidak sukaannya pada Joonmyun.

Joonmyun jadi kesal menatap mata itu, tapi airmatanya tiba tiba mengalir. "T-Tidak apa apa." Katanya lagi.

Tapi airmatanya tidak bisa berhenti sampai saat ini, dia duduk di lapangan tempat tim sepak boa sekolah berlatih, masih menangis setetes demi setetes.

Dan Luhan datang, istirahat sejenak dari latihannya. "Kau kenapa Joonmyun-ah?" Tanyanya pada Joonmyun yang memang dari tadi terus menunduk. Dia duduk di sebelah Joonmyun dan mengelus punggung pemuda itu.

"Aku ditolak." Kata Joonmyun, akhirnya menatap Luhan. Luhan memberinya air minumnya, melihat Joonmyun lebih membutuhkannya daripada dirinya sendiri.

Airmata Joonmyun menetes lagi. "Sudah, Joonmyun-ah. Jangan menangis." Kata Luhan, dia menghapus airmata Joonmyun.

"Aku tidak bisa. Dia menetes seenaknya." Luhan tidak bisa apa apa lagi melihat temannya menangis. Orang bilang cinta pertama selalu punya akhir yang menyedihkan, sepertinya itu terjadi pada Joonmyun.

"Hatiku sakit, Lu." Luhan mengelus punggungnya lagi. Ibu Luhan pernah bilang ciuman dapat meringankan luka hati seseorang. Kali ini Luhan ingin meringankan luka hati Joonmyun, kalau bisa benar benar menghilangkannya, jadi dia mencium Joonmyun di pipi.

Mereka bertatapan, wajah keduanya sudah merah saat ini. "I-Ibu bilang kalau itu akan meringankan sakit hatimu." Kata Luhan. Joonmyun tidak bisa berkata apa apa lagi, dia benar benar kehilangan kata katanya, kehilangan kata kata karena seorang Luhan, pemuda Beijing yang manly tapi tetaplah masih kekanakan.

+FIN+