SACRIFICIO
Naruto by Masashi Kishimoto
First Collaboration Fic
Penulisan © Serion Furukawa
Ide © Star Azura
Genre : Supernatural/Romance (Main Genre) a little bit Tragedy.
Rated : M
Warning : Adegan berdarah secara eksplisit
hanya pada chapter ini. Jika merasakan gejala aneh seperti mual-mual, sakit
mata dan kepala berkunang-kunang … jangan seret saya. Datangilah tempat praktik dokter terdekat. Karena saya akan memperingatkan.
Don't Like Don't Read
...
Setiap manusia punya hak menggenggam masing-masing satu harap, keajaiban dan pilihan.
Harap dan pilihan telah kau lepaskan lewat suatu pengorbanan total.
Kebebasan ganti kebebasan.
Pertanyaannya, apakah dia dengar bisikan angin sampaikan pesanmu padanya? Meski kini dimensi kalian berbeda?
Ketahuilah, cinta tak akan pernah mencapai kedalamannya jika belum diterkam perpisahan.
...
Someone's POV
Terlahir sebatang kara mencipta jari lentikku lihai menangani setiap helai benang. Menari dan menyanyi di atas pola-pola rumit dinamika kehidupan. Dengan tawa bernada sama, kuserut kegetiran hidup. Tiap hari … berharap dapat menimbun kekosongan jiwa. Tapi ternyata itu hanya kureguk sesaat. Tipu semata justru semakin menggerus batinku. Mengikis dan meninggalkan duka prihatin terhadap diri sendiri. Nampak pada pantulan bayang yang balik mengolok diriku enggan lalu. Tersadar bahwa takdir tak dapat dikelabui.
Jauh di lubuk hatiku, rasa nyaman juga hangat menyembul dari sosokmu.
Ya, kau. Seseorang dengan gurat wajah tegas yang pernah ingin kubertukar kehidupan.
Di bawah guyuran sinar rembulan, kau dan aku bertemu. Mematahkan perkiraan bahwa dua insan beda kasta tak dapat bersatu.
Merajut sebuah ikatan dan membentuk berlembar-lembar kenangan. Saling mengikis sepi.
Semakin sering kita bersua, semakin besarlah pancaran kehangatan itu menampakkan wujudnya. Semakin sering kita bertemu, semakin diriku dapat memahamimu. Semakin aku menyelami dirimu, terajutlah fakta bahwa kita berada dalam lingkar nasib yang sama─buah pertemuan dari diriku yang berhasil menjangkau kotak pandoramu.
Kuas bertinta mendung menggores kedua kanvas bening. Membentuk derai hujan membentang pada matamu sempit.
Kesendirian. Beban. Kenyataan pahit. Sorot mata penuh derita yang ingin sekali kumengenyahkannya. Untuk mencapai suatu hal, bukankah ada yang harus dikorbankan?
...
..
.
Curse of Kingdom. Terkesan tak adil. Meninggalkan seorang keturunan Uchiha sendirian, menanggung beban berat.
Satu persatu anggota kerajaan meninggal secara tak wajar. Karena alasan apa, seluruh rakyat jelata menyebutnya sebagai 'Kutukan Kerajaan'.
Kerajaan Uchiha dan Kerajaan Orochi. Dua kerajaan yang saling bahu membahu dalam hal apapun. Baik saat kerajaan lain hendak merebut Kerajaan Orochi, Kerajaan Uchiha membantu─begitu pula sebaliknya. Persahabatan terjalin erat di antara keduanya.
Namun semua berubah kala kerajaan Uchiha tak membagi hasil jarahan sebuah daerah kecil. Krisis ekonomi dibaliknya.
Begitu tragis memang, satu persatu anggota kerajaan meninggal setelah itu. Mulai dari ratu dan raja yang tak diduga bahwa tidur lelap mereka berubah menjadi tidur panjang. Dilanjut dengan hari perayaan ulang tahun putra mahkota─Itachi Uchiha─yang ke 16 tahun diwarnai dengan isak tangis. Layaknya kedua orang paling berkuasa di Kerajaan Uchiha, putra mahkota yang terkenal bijaksana sebelum waktunya itu juga meninggal dengan motif yang sama. Kemudian berturut yang lainnya meninggal di satu hari yang sama pula.
Fenomena yang tak dapat dijelaskan dengan nalar, membuat satu kesimpulan lahir ; anggota kerajaan telah dikutuk, berpondasikan keegoisan yang mulai muncul di dalam badan kerajaan. Tak ada satu pun yang berniat mencari kemana arah jalan kasus ini.
Mereka sibuk dengan ketakutan masing-masing dan membiarkan seorang berduka sendirian. Tanpa merasa bersalah sedikit pun, rakyat memaksa seorang yang tersisa itu untuk langsung mengambil posisi sebagai pemimpin dari mereka. Diusia yang masih terlalu dini, ditambah dengan kejadian yang memukul telak satu-satunya Uchiha yang tertinggal … sinar redup di matamu cukup jelas menyulam tingkat kesanggupan yang kau miliki.
Curse of Kingdom. Kheh! Mereka yang terlalu bodoh atau apa? Terlalu cepat mengambil keputusan.
Berselang beberapa minggu, utusan dari Kerajaan Orochi mendatangimu. Menawarkan suatu perjanjian untuk menyatukan kedua kerajaan dan membantumu untuk mempersiapkan diri sementara kerajaan diambil alih oleh Orochimaru─untuk sementara, katanya.
Bertopengkan sebuah kebaikan, pernahkah mereka berpikir bahwa dalang dari semua ini adalah Kerajaan Orochi? Pernahkah mereka menyadari keberadaan penyihir handal─yang jumlahnya tak bisa dibilang sedikit─dari kerajaan yang sekarang tumbuh menjadi adikuasa itu?
Aku ragu, segelintir pun tak ada.
Mengapa kau harus hidup berkabung di bawah himpitan musuh? Kau tak pantas dan terlalu rendah untuk itu.
Maka dari itu, aku yang akan menyibakkan kain kabungmu.
...
..
.
Normal POV
"Cepat jalan!"
Cambuk melayang dan menghantam punggung seorang gadis muda cantik dengan helai pirang─yang hanya berbalutkan baju terusan tanpa alas kaki. Penampilannya yang mengenaskan berbanding terbalik dengan kondisi tubuhnya yang justru bersih. Entah apa maksud dari sistem hukuman di kerajaan ini. Mungkin sekedar penghormatan sebelum tawanan kehilangan nyawanya.
Meski beberapa luka telah menganga di punggung, sama sekali tak ada jeritan kesakitan dari tawanan yang akan dieksekusi itu. Hanya sesekali memejamkan mata tatkala cambuk menampar sekujur tubuhnya.
Menoleh ke samping melalui celah rambutnya yang tergerai berantakan, ia disambut beberapa pasang mata yang menatap penuh nestapa dan emosi padanya.
Diarak-arak sebelum akhirnya dieksekusi.
"Jangan memperlambatnya, BODOH!"
Angin terbelah dengan cepat dan …
Syaat
Ia tersentak. Matanya membulat sempurna ketika cemeti kembali dilecutkan. Dalam diam, ia menitikkan air mata. Punggung yang melengkung setengah lingkaran dan rintihan tak tertahan pun menjadi akibat dari pertemuan dua kulit. Muncul satu lagi luka baru yang memanjang mulai dari bahu sampai pinggang. Darah yang tadi sempat berhenti kembali mengalir. Lebih deras dan lebih berwarna. Menggores sekujur tubuhnya. Dan bau anyir darah menguar sebelum menyatu pada rerumputan basah.
Terutama melihat muka pucat menahan perih, pengeksekusi disekitarnya tak dapat membendung sebuah seringai licik.
Sontak ia didorong kasar oleh seorang serdadu tepat di depan alat eksekusi. Senyap menghampiri.
Tanpa perlu melihat, gadis itu sudah tahu siapa penciptanya. "Orochimaru," desisnya. Yang dipanggil dengan sebutan Orochimaru memandang tanpa sirat emosi dari tingkat dua arena.
Tak mengacuhkan seorang wanita berbaju zirah berjalan memasuki tempat eksekusi, tawanan masih setia melempar pandangan ke atas. Memandangi mulut musuh yang lebih licin dari mentega, perkataan yang lebih licin dari minyak, tetapi semuanya adalah pedang terhunus.
Sekoyong-koyong ia digiring dengan kasar dimana bentuk eksekusinya telah menunggu.
Guillotine.
Bentuk hukuman ini ternyata yang dipilih untuk seorang yang membantu keturunan Uchiha terakhir. Irisnya tak menampakkan tanda-tanda ketakutan akan kayu setinggi empat meter itu. Terutama pada pisau miring di atas sana. Benda tajam yang tak kenal ampun jika telah mengenal korbannya.
Ia menyapu setiap sudut dengan pandangannya─menatap orang-orang yang begitu berambisi ia mati. Kerumunan di bawah sana mengolok, menista dan menggertakkan gigi terhadap ia. Cemooh juga tak henti-hentinya ada di bibir mereka─meski ada sedikit orang yang berusaha menahan rasa iba.
"Kata terakhir?" tanya pengeksekusi pemilik mata elang. Ia menarik sebelah sudut bibirnya─menjelmakan sebuah seringaian. Seluruh saksi mata mengerutkan dahi─heran dengan orang yang masih tak mau merendah meski kematian telah di depan mata. Bentuk perlawanan atau malah merendahkan.
"Tukang serapah, pembaca-pembaca mantera, dukun Voodoo dan pembual… semua ada di tempat ini," ucapnya dengan berani. Walau baru sebaris kalimat, entah karena mengena di hati atau apa, namun itu sanggup membisukan segenap mulut.
"Apa kalian tak sadar bahwa neraka sedang mengintai kalian?!" geramnya. Perkataan yang berhasil menyulur amarah, ingin sekali serdadu wanita itu mencambuk pemiliknya.
"Berani-beraninya ka─"
"Tahan! Aku yakin bukan cuma itu saja. Biarkan ia menyelesaikan ucapannya," perintah Orochi, membuat wanita dengan peringai mirip lelaki itu menurunkan tangan dengan berat hati. Sesak.
Gaung angin kencang mengambil alih sejenak. Tak menyurutkan nyala api yang terpancar pada irisnya.
"Dengan mulut busuk, kalian menista orang seperti anjing yang melolong nyaring. Bahkan, aku tak sudi meludah ke arah kalian. Menjijikkan!" semburnya.
Semua yang melihat tak menyangka bahwa kalimat itu meluncur dengan bebasnya kecuali pembidik kata pahit itu sendiri. Perkataan sepahit empedu yang mampu menyulut aura kelam yang menguar dari orang-orang di bawah sana. Terutama pemimpin kerajaan, Orochimaru amat murka.
"BUNUH DIAAA!"
Perintah telah dikumandangkan. Rakyat juga turut menyoraki.
Algojo eksekutor menolak kasar leher tahanan ke dasar guillotine. Mengangkat tangan ke udara dan─
"Sasuke …
"Mulai~!"
─tali melonggar dalam hitungan detik, dan nyawa seseorang baru saja diserahkan pada Raja Langit lewat kecupan di leher.
Darah berceceran dan sebagian muncrat memberi warna lain pada rotan. Meninggalkan kepala yang terputus dan jatuh tepat di sebuah keranjang.
"…hiduplah untukku." Pada belaian angin ia alunkan. Tanpa perlu balasan, cukup sampaikan. Ia hanya ingin suatu kepastian.
Beberapa detik, seruan-seruan─yang ramai di telinga─perlahan surut. Irisnya kini kosong memandang langit.
"KORBAN GUILLOTINE PERTAMA! UCAPKAN SALAM PADANYA!" suara wanita pengeksekusi menggelegar hingga sanggup membelah langit. Bak sangkakala yang dengan lantang mengumandangkan berita menang sebuah perang. Kemudian potongan kepala tersebut diberikan kepada seorang yang lain, tak lain tak bukan untuk dibawa turun, hanya untuk diludahi bersama.
Penghormatan yang mengerikan.
Dan pesta berdarah itu ditutup oleh sebuah tarian hormat pada raja. Tanda tugas telah usai.
...
..
End of Flashback
Normal POV
Drrt …
Seorang pemuda yang sedari tadi duduk dengan kaki terlipat di atas tempat tidur dikejutkan dengan getaran yang bersemayam di saku kemeja─bukti bahwa ia melamun.
Ia menatap layar ponsel pintar miliknya yang berkedip-kedip.
Belum sempat ia me-reject panggilan masuk itu, si penelepon sudah duluan mematikannya.
Pemuda bermanik onyx itu berdecak kesal melihat jumlah panggilan masuk dan pesan yang ditujukan padanya. 6 panggilan dan 4 pesan. Semuanya dari Naruto.
"Argghh~!" Frustasi. Pemuda itu mengacak rambut ravennya lalu mengusap wajah secara kasar. Terlihat jelas kantung mata yang semakin hari semakin menghitam. Sejak tiga hari yang lalu, ia mendapat penglihatan yang bisa dibilang sangat mengganggunya. Kali pertama ia mendapat penglihatan itu adalah saat dalam perjalanan menuju rumahnya─lebih tepatnya saat melewati hamparan padang rumput di kiri dan kanan.
Kalau hanya sebagai bunga tidur, ia tak begitu memusingkannya. Tapi itu juga turut menghantui kehidupan nyata pemuda itu. Bukan hal lumrah ia memiliki kemampuan melihat sekelebat bayangan sampai potret langsung dari sesosok youkai. Bisa dibilang ia anak indigo, pemilik indera keenam atau terserah mau menyebutnya apa.
Selain itu, sosok youkai itu menunjukkan eksistensinya selama tiga hari berturut-turut. Masih sanggupkah seorang normal menyebutnya kebetulan?
...
..
Di sinilah pemuda beriris onyx itu sekarang. Berselimutkan kimono berwarna biru tua dengan corak garis hitam, ia ikut merayakan Obon Matsuri. Festival yang bertujuan mengarahkan arwah agar tak tersesat. Tambur Jepang dan tari Obon Odori telah selesai digelar dan acara merayap puncaknya. Ia bergeming. Sasuke mengalihkan pandangannya─dari orang-orang yang mulai melepas lentera menuju laut lepas─menuju lentera dalam genggamannya. Tak buruk ia berada di luar rumah dan bukan berarti ia menyukai tempat ini. Dilangkahkannya kaki melepas diri dari kerumunan. Ramai dan berisik. Hal yang ia benci.
...
..
Kaki terus meniti jalan beraspal di depannya hingga terhenti tatkala menyadari keadaan sekitar berbanding terbalik dengan lokasi Obon Matsuri. Sebegitu jauhkah ia berjalan?
Pandangan ia edarkan ke sekeliling. Malam begitu kelam. Arakkan awan besar berwarna kelabu menghiasi langiot malam mencipta kesan seolah dewi malam enggan menyaopa. Hanya ada lampu jalan yang jadi penerang dan lentera di tangannya. Itupun jarak antara lampu jalan dan dirinya kurang lebih 25 meter.
Tiba-tiba, lampu penerang jalan mati secara berurutan. Bermula dari titik terjauh yang dapat dijangkau matanya sampai lampu di depannya. Meninggalkan bayangan dirinya yang terdiam di tempat.
Manik onyxnya terusik seperti seekor singa yang tengah berjaga. Mengintai dalam kegelapan. Ia bukannya takut. Tapi apa kalian tak merasakan bahwa panca indera akan lebih terasa dalam kegelapan?
Ruang-ruang sunyi. Bayang yang tak dapat ditangkap mata awam. Aroma tanpa jejak.
Ia bisa merasakannya. Sosok tak kasat mata meski tak tahu berwujud seperti apa. Tak lama, angin malam berhembus dari depan, mengajak yukata yang ia kenakan melambai-lambai. Tak tampak keinginan beranjak dari tempat itu meski kini bunyi gemerisik halus merayunya.
Sama seperti sebelumnya, tanpa bisa diperkirakan, lampu jalan di belakangnya hidup mati berulang kali. Dan … yang benar saja. Saat ini hampir mencapai kegelapan total. Bagai kota yang ditinggali penduduknya.
Sepi. Mencekam.
Sekoyong-koyong, hawa menegangkan memenuhi sekelilingnya. Detik dimakan detik, udara semakin tak mengenakkan untuk diajak kompromi.
Terdengar samar-samar …
"Viver para mim~[1]" Sebuah suara yang begitu halus berhembus tepat di telinga kirinya. Bisikan yang menggetarkan udara dengan ritme menyentak nan mencekam.
Tidaklah ulah angin. Bukan pula halusinasinya. Dengan cepat ia menoleh ke kiri. Angin seketika berhembus dengan kencang. Lentera yang terjatuh dari tangan tak lagi dihiraukannya. Apa ia sedang ditandai?
Saat netranya menyorot sekeliling turut mengikuti raga, di dapatinya seorang gadis muda cantik berambut pirang dan bermata biru. Ada darah segar menghiasi sayatan di sekeliling leher. Terlihat banyak bercak-bercak darah pada gaun terusan sewarna kulit binatang yang membalut tubuhnya, juga pada kedua belah pipinya yang seputih porselen.
Sasuke terdiam. Ia memandang gadis itu dengan teliti. Mata bening yang indah. Memandang kosong. Apa yang berusaha kau sampaikan?
Kemudian, Sasuke seakan ditarik paksa menyaksikan kenangan yang lain.Dunia terasa berputar.
"Sasuke, aku bawa onigiri. Aku mendapatkannya dengan mencuri."
Seorang gadis dengan bola mata sejernih lautan dan rambut bagaikan benang emas menatap intens. Tak lama, gadis itu menyemburkan tawa.
"Tidak, tidak, aku bercanda. Aku membelinya. Wajahmu saat terkejut sungguh lucu, Sasuke-sama. Ah, maaf aku telah lancang."
Di bawah taburan bintang, dua anak manusia saling bertukar tawa. Tawa renyah tak henti-hentinya dilontarkan bersamaan cerita
yang mengiringi. Terutama gadis cilik iu. Dia tak pernah kehabisan topik pembicaraan.
Semua diceritakannya mulai dari makanan yang biasanya ia makan, pekerjaannya sebagai pengurus kuda di salah satu peternakan, sampai kehidupannya yang terbilang privasi pun ia ceritakan. Bahkan gadis cilik itu menceritakannya dengan saat antusias tak peduli itu kejadian menyedihkan atau menyenangkan.
Bertukar cerita. Tentang apa saja.
Hari berganti hari. Senja beranjak malam, keduanya terlihat bertemu di tempat yang sama. Kali ini anak yang dipanggil 'Sasuke' menunjukkan perasaannya secara terang-terangan.
"Aku bosan di tempat ini. Aku ingin sesekali melihat ke luar istana."
Tampak sebersit kesedihan di sana. Sendu pada sepasang bola mata sewarna mutiara hitam. Larut dalam diam. Tak lama, senyum merekah dari bibir mungil gadis kecil itu.
"Tenang saja. Pasti aku dapat mengeluarkan Anda."
"Viver para mim …Sasuke."
Sasuke terkesiap. Bisikan yang sama menariknya ke dunia nyata. Matanya melotot tajam seakan mampu menembus malam yang paling kelam sekali pun. Ia tak lagi asing dengan sosok itu. Ingin menggapai, namun ia sadar tak 'kan bisa.
Lidahnya kelu. Tak mampu mengucap sepatah kata pun. Air mata yang turun bahkan belum sanggup melukiskannya.
Sungguh memalukan. Kebodohannya ditangisi rinai hujan yang entah sejak kapan membasahi bumi. Betapa ia sendiri pun turut meruntuki ketololannya.
Mendadak sebuah suara semacam terompet datang dari arah belakang. Begitu nyaring dan memecahkan gendang telinga.
TIIN TIIIN
Sasuke lantas berbalik dan sebuah cahaya menyambutnya. Cahaya yang menyilaukan. Semula kecil, namun lama kelamaan membesar dan sampai menelan Sasuke sepenuhnya.
Bagai ilusi, sekelebat bayang hitam bergerak sedetik lebih cepat menyentuh dirinya.
"Dexie-me com[2]"
Gelap lawan terang. Menyentak Sasuke sampai memukulnya mundur.
"Awaaas…!" teriakan menggema. Decitan ban karet yang bersinggungan dengan jalanan disertai banting stir mendesaki atmosfir senyap kala itu.
"Jangan main-main di jalan raya!"
Tak menghiraukan teriakan bahkan sebuah truk besar yang melintas di depannya, pemuda itu tetap berdiri di sana. Sungguh ia seperti tengah menyaksikan sebuah pertunjukan klasik. Pertunjukan dengan sihir yang ia tak tahu namanya, namun begitu besar menjeratnya.
Segalanya begitu cepat. Terlalu cepat untuknya. Sosok youkai itu menghambur bagai butiran salju dengan kilau kecil-kecil. Melebur. Menghilang bersama deru angin.
Sosok itu telah lenyap. Sosok yang sempat meraung dan menyuarakan irama pilu dalam ketiadaan jiwa sebelum ia benar-benar sirna.
~TO BE CONTINUE~
[1] Hiduplah untukku
[2] Biarkan aku bersamanya
A/N :
Maaf untuk yang menunggu ff ini karena sempat dijanjikan. Dan untuk Star Azura … jadi hancur begini ceritanya. Maafkan daku.
Ff ini terhambat UTS yang karena itu saya harus meluangkan waktu untuk belajar agar terlihat sedikit berkelas (?) saat ujian. Dan ini selesai setelah tiga kali nyicil #plak
Yang benar empat kali sih.
Terpikir youkai malah ingin buat Ino mati sadis. Dan taraa… inilah fic yang berhasil membuatku menyukai Guillotine. Sangking cintanya sampai-sampai satu jam dikorbanin cuma buat nyari gambar Guillotine yang berkelas.
Daripada makin gaje, diharap memberi review. Tulis saja kesan, kritik, atau flame pun boleh. Asal berdasar ya? Dan … reader-tachi, dapat gak feelnya?
