tujuh warna;tujuh makna;berpadu menjadi satu kisah persahabatan
.
XiRuLin Proudly present
"Tujuh Warna"
with
[Kim Namjoon x Kim Seokjin x Min Yoongi x Jung Hoseok x Park Jimin x Kim Taehyung x Jeon Jungkook]
.
.
Green.
Warna hijau mengartikan sebagai sumber kehidupan. Hijau juga dapat diartikan sebagai simbol pengharapan, kesuburan, dan permintaan yang tulus. Jung Hoseok adalah warna hijau.
.
.
.
ᴥᴥᴥᴥᴥᴥᴥ
Jung Hoseok selalu menyukai hidupnya.
Terlahir sebagai pemuda Gwangju dengan keluarga sederhana yang terdiri dari orangtua juga kakak perempuan, Hoseok bersyukur Ia tidak pernah merasa tidak berkecukupan. Saat berumur tiga tahun ketika rambut Hoseok masih berbentuk seperti jamur dengan warna hitam legam yang berkilau, keluarga kecilnya pindah ke Seoul akibat tuntutan pekerjaan sang Ayah yang seorang guru sastra. Dan Hoseok bersyukur dirinya tak perlu waktu lama untuk berbaur dengan lingkungan Ibukota karena dirinya kembali di timpa keberuntungan memiliki tetangga tetangga yang sangat ramah dan suka menolong. Tak banyak anak seumuran Hoseok di lingkungannya, namun Ia sama sekali tak masalah karena dirinya justru merasa di spesialkan di antara orang-orang dewasa yang sangat suka mencubit pipi gembilnya ketika berpapasan di jalan saat Hoseok kecil menemani Ibu ke supermarket. Ibu nya yang seorang ibu rumah tangga juga dengan cepat berbaur, Ia bahkan langsung ikut arisan bersama Ibu-ibu lainnya. Hal yang sama tak jauh berbeda dengan Noona Hoseok yang memulai kisah cintanya dengan tetangga berwajah tampan di hari ketujuh mereka pindah ke Seoul.
Beranjak remaja, Hoseok masih merasa hidupnya sangatlah beruntung. Ia tak pernah memiliki masalah dengan anak-anak di sekolahnya ataupun terkucilkan walaupun Hoseok berasal dari daerah. Semua orang menyukai Hoseok yang ceria, berbakat, dan ramah terhadap siapapun. Walau peringkatnya tak pernah menginjak sepuluh besar di kelas, tetap saja dia bersyukur karena guru-guru di sekolahnya lebih mengandalkan dirinya dari ketua kelas. Saat SD dan SMP, seantero sekolah mengenal Jung Hoseok, si bocah berwajah tampan yang berisik dan menyukai dance.
Memasuki usia enam belas tahun dan menginjak bangku SMA, di situ lah puncaknya.
Hoseok tak pernah lagi merasa se bersyukur ini, dan dia sudah menyakinkan dirinya seratus persen tidak akan pernah menyesal atas kehidupannya di SMA kelak ketika dewasa nanti.
Di pertemukan dengan enam pemuda berbeda karakter di sebuah klub otaku yang di ciptakan secara terburu-buru oleh seorang senior kelas tiga yang bernama Kim Seokjin, ketujuh pemuda itu akhirnya menjalin hubungan persahabatan yang begitu indah dan menyenangkan. Terdiri dari Kim Seokjin senior tertua yang ramah dan pengertian dengan paras rupawan bak pangeran di negeri dongeng, Kim Namjoon si pemuda kaku dan nerd yang seangkatan dengan Hoseok dan sangat gila buku, Min Yoongi yang bermulut pedas namun sebenarnya baik dengan jabatannya sebagai Ketua OSIS, Park Jimin si pemuda paling pendek di antara mereka yang cepat ngambek tapi selalu bersemangat akan sesuatu dengan warna rambut yang tak pernah menetap, Kim Taehyung si nyentrik dengan segala sifat absurd yang anehnya begitu memikat dan di gilai hampir seantero sekolah, juga yang terakhir si bungsu Jeon Jungkook yang merupakan murid pindahan dengan paras rupawan namun sangat pemalu, walau begitu Ia entah mengapa dengan cepat berbaur dengan keenam pemuda diatasnya dan kini senyumnya yang memperlihatkan gigi kelinci menggemaskan telah di nobatkan sebagai obat penyemangat Hoseok dan kelima pemuda yang lain.
Hidup Hoseok selalu penuh kebahagiaan, dan semuanya menjadi sempurna atas kehadiran keenam pemuda berharga tersebut.
ᴥᴥᴥᴥᴥᴥᴥ
Hoseok sedang melumuri gel pomade di surai cokelat caramelnya saat ketukan di pintu kamar terdengar.
"Hoseok-ie, Seokjin sudah menunggu dari tadi!" itu suara Noona nya.
Hoseok mendengus, Ia melirik jam weker berbentuk KAWS di atas nakas dekat tempat tidurnya. Masih menunjukkan pukul enam lewat sepuluh menit dan Jin sudah berada di depan rumahnya. Rajin sekali. Mereka berdua memang selalu berangkat bersama karena rumah Jin yang hanya berjarak seratus meter dari rumah Hoseok. Di satu sisi Hoseok menyukainya karena dia jadi punya teman bercerita sepanjang jalan, di sisi lainnya Ia menyesal karena Jin orang yang sangat tepat waktu dan disiplin.
Jadi yang dapat Hoseok lakukan hanya lah memperbaiki rambutnya dengan cepat kemudian menyambar tas nya yang tergeletak tidak jauh lalu segera keluar kamar.
"Hoseok, ajak Seokjin masuk untuk sarapan dulu." Ibu nya melongokkan kepala dari pintu dapur ketika mendengar langkah kaki Hoseok yang dengan terburu-buru memakai kaos kaki sembari berjalan.
Hoseok menggeleng. Di sambarnya roti panggang di atas meja lalu menggigitnya di antara kedua belah bibirnya. "Au yain eaus peien–" Hoseok menelan roti susah payah, "Dia sudah sarapan, Eomma."
"Kau bicara apa? Segitu takutnya dengan Seokjin?" Noona Hoseok tertawa kecil melihat adiknya yang begitu buru-buru.
"Berisik, noona. Aku harus cepat atau buku sastra Jepang Jin hyung yang setebal tembok berlin itu akan melayang ke kepalaku."
Kedua wanita itu tertawa. Hoseok mendengus, tak mempedulikan. Dengan kedua tangan yang mengikat tali sepatu juga bibirnya yang sibuk menguyah roti di mulutnya, Hoseok mendengar suara Jin yang kembali menyerukan namanya dari luar rumah.
"Mampus!" Hoseok keringat dingin.
"Wah, selamat di lempari buku setebal berlin, Hoseok -ie." Ucap Noona nya diiringi tawa. Hoseok mengumpat asal. Persetan dengan tali sepatunya yang tak terikat baik, saat ini nyawa nya lah yang terpenting.
"Eomma, aku berangkat!"
Pintu terbuka dan pemandangan Jin yang sudah berancang-ancang melemparkan buku sastra Jepang di tangannya menyapa indra penglihatan Hoseok.
Hoseok panik seketika. "Hyung! ampun! Aku terlambat bangun!" ucapnya lalu mengambil langkah seribu menghindari Jin.
Seokjin berseru kesal. "Tunggu aku sialan! Nyawa mu tak akan selamat!" kemudian ikut berlari mengejar Hoseok. Mereka berdua berakhir saling kejar-kejaran di tengah pemukiman yang hening dan tentram tersebut.
ᴥᴥᴥᴥᴥᴥᴥ
"Jung Hoseok! Berhenti berlari dasar kuda!"
Yoongi yang sedang bersandar di jembatan dengan kedua tangan terlipat di depan dada dan mata terpejam tersadarkan akan suara seseorang yang sangat dikenalnya. Ia mengangkat satu alis, menoleh ke arah sumber suara. Benar saja, ada Hoseok dan Jin yang terlihat saling kejar-kejaran di ujung jalan.
Yoongi tersenyum geli. "Apa ini? Sejenis olahraga pagi?"
"Sepertinya begitu. Dasar dua idiot." Namjoon yang ternyata juga sedang bersamanya ikut tertawa. Ia beralih dari manga di tangannya hanya untuk menatap kelakuan bodoh kedua sahabatnya tersebut. "Hob-ah, percepat langkahmu! Jin hyung selangkah lagi dapat melemparkan buku laknatnya itu ke kepalamu!" Teriak Namjoon sembari melambaikan tangan.
Hoseok spontan berteriak alay lalu mempercepat larinya. Tingkahnya yang seperti kerasukan itu menghadirkan gelak tawa dari Yoongi dan Namjoon juga Seokjin yang mau tak mau akhirnya tertawa lepas di belakang Hoseok.
Langkah kaki Hoseok terhenti tepat di depan Yoongi dan Namjoon. Nafasnya tak beraturan, perutnya terasa mual karena berlari kencang di saat rotinya belum tercerna dengan baik. "Hah hah, apa aku masih hidup?" Hoseok bertanya penuh dramatis.
Yoongi menepuk-nepuk punggung Hoseok simpati. "Bersyukurlah karena Tuhan kali ini berpihak padamu, Hob-ah."
Namjoon terpingkal. "Dasar orang gila." Ia menggelengkan kepala lalu kembali membaca manga nya.
Seokjin akhirnya tiba di depan mereka. Pemuda itu berlagak akan memukul Hoseok, tapi tawanya terlanjur meledak. "Kau harusnya melihat dirimu berlari tadi, Hoseok-ah. Benar-benar seperti kuda."
"Aku dan Taehyung menamainya kuda bukan tanpa alasan." Yoongi menjawab acuh. Terpatri seringai jahil di bibirnya. "Bahkan saat berdiri saja dia sudah mirip kuda."
"Laknat kau, Min Yoongi." Hoseok menyambar buku sastra Jepang Seokjin lalu hendak melemparkan buku tersebut ke arah Yoongi, namun pemuda bersurai dark brown itu dengan sigap berdiri di belakang Namjoon,
"Coba saja lempar, kena si kutu buku ini dirimu berakhir di dalam sungai di belakang kita, Hob-ah." Ucapnya tertawa. Mereka berempat berakhir tertawa bersama.
"Hyuuungdeeulll! Selamaaat paaagiii!"
Keempat pemuda itu menolehkan kepala secara serentak. Ada Jimin yang melambaikan tangan kelewat semangat di ujung jalan hendak menyebrangi jalan, senyumnya mengembang hingga matanya menyipit lucu.
"Jiminie! Cepatlah!" Jin menjawab dan ikut melambaikan tangan. Jimin menganggukkan kepala berkali-kali. Senyumnya semakin mengembang. Dirinya menunggu dengan gelisah terhadap lampu pejalan yang tak kunjung berwarna hijau.
"Si mochi itu benar-benar mewarnai rambutnya lagi." Namjoon angkat suara.
Hoseok mengangguk lalu tertawa. "Kupikir dia hanya bercanda saat di grup chat kemarin."
"Mana pernah si pendek itu bercanda kalau menyangkut soal warna rambut." Yoongi ikut menimpali.
"Seharusnya kita juga menjuluki Jiminie nyentrik."
"Tidak. Kata nyentrik itu hanya patut di berikan untuk Tae."
Dahi Seokjin terlipat. "Sudah berapa kali kubilang Taehyung tidak nyentrik. Dia hanya punya selera yang berbeda dari orang lain dalam berpakaian. Itu keren."
"Jadi menurutmu pergi kelayapan keluar hanya menggunakan piyama itu keren?" Yoongi berdecih. "Justru menurutku dia terlihat seperti orang norak yang musiman akan fashion."
"Hei, baju yang digunakan Tae itu berharga jutaan!" Jin berseru tak terima. Kehadiran Jimin tak lagi dihiraukan. "Jangan bicara seolah kau tahu fashion dengan baik, Ketua Osis."
Yoongi mendengus. Ia melipat kedua tangannya di depan dada. "Apa bedanya baju kaos putih yang kubeli seharga dua ribu won dengan baju kaos putih Taehyung yang seharga seratus ribu won? Sama-sama putih, dan kaos. Otaknya dimana."
Jin semakin merengut tak suka. Dengan galak, Ia menepuk bahu Namjoon yang masih asik membaca manga tak menghiraukan perdebatan sahabat-sahabatnya. "Namjoon, beritahu Yoongi apa itu arti pride."
"Sialan, kau pikir aku tak tahu?" Yoongi menyipitkan mata.
"Harga diri. Pride adalah harga diri. Yang berarti sebuah kondisi dimana seseorang merasa perlu untuk–"
"Ya ya ya, sama sekali tidak penting tolol." Hoseok cepat-cepat menutup mulut Namjoon dengan tangannya. Namjoon hanya mengangkat satu alis, tak peduli.
Hoseok menghela nafas. "Berhenti menjadi bodoh begini. Mana ada orang berdebat hanya gara-gara baju? Kekanakan sekali."
Jin mendengus, Ia memalingkan wajah cepat mengabaikan Yoongi lalu kembali menatap Jimin yang sedang menyebrangi jalan dengan ceria. "Jiminie! Cepatlah sebelum Yoongi kembali berbicara konyol!"
"Sialan. Kau yang konyol, Seokjin."
Hoseok tertawa diikuti oleh Namjoon. Kedua senior mereka ini memang selalu berdebat akan berbagai hal. Mulut pedas Yoongi dan Seokjin yang tak mau kalah menjadi perpaduan yang manis untuk mengawali pagi kalian. Walau begitu, Hoseok menyukainya. Dia tahu dengan pasti kalau kedua pemuda itu sangat menyayangi satu sama lain. Yoongi adalah anggota kedua club otaku setelah Seokjin, jadi mereka telah bersama sejak kelas satu. Luar dalam kedua pemuda itu sudah sangat mereka ingat di luar kepala.
Jimin tiba di depan mereka setelah berlari kecil. Walau nafasnya ngos-ngosan senyum Jimin tak kunjung luntur. Ia merentangkan tangan lebar-lebar. "Aku rindu kalian, hyungdeul!"
"Oh, muncul lagi satu makhluk konyol." Yoongi berucap sadistik.
Bibir Jimin spontan melengkung kebawah. Ia memicingkan mata ke arah Yoongi. "Hyung, tolong jangan memulai pertengkaran di pagi hari ku yang indah ini."
"Dia baru saja selesai bertengkar." Hoseok menjawab, tertawa. "Dengan Jin hyung."
Jimin menggelengkan kepala simpatik. "Sepertinya memang Yoongi hyung butuh diturunkan dari jabatan Ketua Osis. Dia sudah mulai tak waras."
Perkataan Jimin di hadiahi timpukan keras Yoongi di surai berwarna pink nya. Sang korban refleks mengaduh kesakitan. "Mau kukeluarkan dari sekolah gara-gara warna rambutmu itu, Park Jimin?"
"Heheee~ Hanya bercanda~" Jimin memasang cengirannya. Jawaban manis dari Jimin membuat mereka berempat mau tak mau kembali tertawa kecil.
Setelahnya mereka lanjut mengobrol sembari menunggu Jungkook dan Taehyung datang. Ini sudah menjadi rutinitas mereka setiap pagi. Berangkat ke sekolah bersama. Walau jarak rumah mereka satu sama lain begitu jauh, ketujuh pemuda tersebut selalu berusaha untuk dapat berangkat bersama sama. Jembatan yang berlokasi kurang dari dua ratus meter dari sekolah ini telah menjadi lokasi tetap ketujuh pemuda itu untuk berkumpul setiap pagi. Selama dua tahun ini, Hoseok selalu mendapati Namjoon menjadi orang pertama yang berdiri di trotoar jembatan, asik membaca manga di tangan tanpa mempedulikan sekitar. Yoongi pasti akan menyusul tak lama kemudian dan setelahnya Jin dan Hoseok karena mereka berangkat bersama. Sama halnya Taehyung dan Jungkook yang selalu berangkat bersama menggunakan sepeda Jungkook, dan Jimin yang di antar oleh orangtuanya namun memilih untuk turun di depan jembatan ini.
"Sudah kubilang cerita Kimi No Nawa itu tidak masuk di logika." Yoongi memulai perdebatan versi kedua mereka di pagi hari ini.
Hoseok spontan memekik tidak terima. "Apanya?! Itu masuk di akal sekali astaga!"
"Sebenarnya aku juga setuju dengan Yoongi, memang sedikit tidak masuk akal. Tapi kisah cintanya membuatnya terasa sangat manis, jadi it's a well balanced anime." Namjoon angkat suara. Pembahasan tentang anime akan membuatnya beralih dari manga di tangannya.
Jin menggangguk setuju. "Aku tidak menyangka cerita nya akan sebagus itu. Tema serta latarnya juga keren. Untuk setingkat Comic Wave Films, film ini sudah sangat luar biasa."
"Iya kan, hyung." Jimin ikut menimpali. Ia mengangguk antusias. "Aku yakin sekali Comic Wave mati-matian dalam pembuatan Kimi No Nawa. Karakter, latar, cerita, tema, semuanya tanpa cacat. Itu jarang terjadi mengingat produksi mereka hanya lah agensi biasa tanpa catatan hasil karya film yang meledak di pasaran."
"Tetap saja ceritanya tidak masuk akal." Yoongi memutar bola mata malas. "Kau bertukar jiwa saja sudah sulit di pahami, apalagi bertukar badan dengan seseorang yang berbeda dimensi waktu. Gairahku untuk menontonnya hilang seketika."
"CK, kau selalu saja tidak asik, Yoongi." Jengah Hoseok. "Itu namanya anti-mainstream. Scene favoritku adalah di saat mereka bertemu di atas bukit itu melalui senja. Kalau kupikir-pikir, mungkin akan indah sekali bertemu dengan seseorang yang selama ini ingin kau temui secara tiba-tiba di bawah matahari senja."
Perkataan melankonis Hoseok dihadiahi tatapan jijik dan risih dari keempat sahabatnya. "Hyung, rasanya penyakit alay mu semakin parah saja." Jimin berucap dengan ekspresi seolah akan muntah.
Hoseok tertawa. "Sialan kau."
"Kalau aku–" Namjoon berdehem. Keempat pemuda lainnya beralih menatap pemuda paling tinggi diantara mereka bertujuh itu. "Paling suka adegan saat dia menyentuh oppai nya."
"MATI KAU!"
"Mesum!"
Seokjin, Jimin, dan Hoseok segera menyerang Namjoon dengan berbagai tinjuan dan tendangan. Namjoon mengerang marah, namun dia berakhir tertawa keras bersama ketiga pemuda lainnya. Yoongi yang hanya melihat kejadian tersebut dari jauh ikut terpingkal.
"Hyungdeul! Jimeen!"
Suara lain dari seberang jalan terdengar dan membuat tawa mereka terhenti. Ternyata Taehyung lah pelakunya–berdiri di belakang Jungkook yang duduk di depannya karena sepeda Jungkook adalah sepeda gunung tanpa kursi penumpang–pemuda itu melambaikan tangan ceria. Jungkook ikut tersenyum lebar. Mereka kini sedang menunggu lampu pejalan kembali berwarna hijau.
"TaeTae! Selamat pagii! " Jimin balas melambaikan tangan.
"Oi! sepuluh menit lagi gerbang akan di tutup!" Teriak Yoongi tiba-tiba setelah Ia mengecek jam tangan rolexnya.
Spontan saja keempat pemuda lainnya berseru kaget. Jin yang notabene sangat disiplin panik seketika. "Jungkook, cepatlah! Kita harus berangkat sekarang! Sepuluh menit lagi gerbang di tutup!" Ujarnya sembari memberi gestur ke arah Jungkook.
Pemuda yang paling bungsu di antara mereka itu melebarkan bola matanya yang bulat. Ia juga ikut panik. Secara tiba-tiba, Jungkook mengayuhkan pedal sepedanya di saat mobil – mobil masih berlalu lalang di hadapan mereka.
"TOLOL! BERHENTI!" Namjoon berseru marah. Hoseok dan Jimin juga tak berbeda jauh. Jalan aspal itu sangat lah lebar dan terdiri dari dua jalur. Kondisi mobil yang tak kunjung habis melintas di jalan itu sangatlah tidak memungkinkan untuk di seberangi.
"Jungkook! Berhenti di sana atau kau akan mati!" Tanpa sadar Yoongi ikut berseru. Ia panik luar biasa.
Terlambat. Jungkook telah menginjak pedal sepedanya dengan sekuat tenaga. Taehyung yang panik mencengkram pundak Jungkook erat-erat, menutup mata karena takut akan Jungkook yang dengan sigap dan lihai meliuk-liukkan sepeda kebanggaannya menghindari mobil – mobil yang harus menginjak pedal rem mendadak agar tak bertabrakan dengan sepeda Jungkook. Teriakan pengemudi yang marah akan kenekatan Jungkook tak lagi di hiraukan.
Kejadiaan gila tersebut berlangsung cepat. Kelima pemuda yang berada di trotoar jembatan menahan nafas tanpa sadar. Terlalu bahaya dan penuh resiko. Namun Jungkook berakhir di hadapan mereka tanpa lecet sekalipun di badan sepedanya, dan bunyi roda sepeda yang beradu dengan jalan bersemen mengembalikan nafas mereka.
"KAU BODOH!" Jin lebih dulu bertindak, meninju bahu Jungkook sekeras yang dia bisa. "Kalau kau di tabrak tadi bagaimana, hah?!"
Jungkook mengaduh kesakitan. "Ampun, hyung!"
"Dasar nekat." Yoongi menghela nafas. secara tak langsung dia juga lega kedua sahabatnya itu baik-baik saja.
Namjoon menggelengkan kepala. "Padahal tadi ada mobil yang satu senti lagi sudah menyentuh sepedamu, Kook. dan kujamin kau pasti akan langsung terlempar jauh kalau di tabrak olehnya."
"Si kelinci ini memang gila." Hoseok menimpali dengan tawa. Jimin juga tertawa keras.
"Tapi tadi itu keren!" Taehyung berseru senang, melupakan rasa takutnya sepuluh detik yang lalu. Dengan brutal pemuda itu mengusak surai madu Jungkook. Ia tersenyum lebar sekali. "Kau anak yang pintar, Jungkook-ah."
Jungkook mendorong jauh-jauh tangan Taehyung. Ia merengut tak suka. "Ini gara-gara Yoongi hyung. teriakannya membuatku panik."
"Benar juga, aku saja tadi hampir lari gara-gara si bodoh ini." – Jin
"Mana teriakannya besar sekali. Kalau aku berada di posisi Jungkook aku pasti sudah menginjak pedal sepeda secara tiba-tiba lalu akhirnya menabrak orang." – Hoseok
Namjoon dan Jimin menggelengkan kepala dramatis. "Yoongi memang selalu berbuat salah."
Taehyung tertawa keras. "Min Yoongi memang selalu salah." Dan Jungkook mengulangi perkataannya dengan tawa.
"Oi! Kenapa jadi aku yang di salahkan?!" Yoongi menunjuk dirinya sendiri, matanya yang sipit melebar, menatap tak terima atas tuduhan sahabat-sahabatnya.
Gelak tawa pecah seketika. Keenam pemuda itu tertawa terbahak-bahak karena ekspresi Yoongi yang begitu lucu di mata mereka. Jimin sampai berjongkok sembari memeluk perutnya diikuti Hoseok yang bertepuk tangan dengan tawa tak kunjung berhenti.
"Sialan! Berhenti tertawa para brengsek!" Yoongi menghardik. Namun sahabat-sahabatnya justru semakin tertawa.
"Gila, kenapa aku bahagia sekali bisa membully mu, hyung!" Taehyung angkat bicara. Ada airmata yang tergenang di pelupuk matanya karena terlalu banyak tawa.
"HAHAHA!" Jungkook tertawa semakin keras, Ia menelungkupkan kepalanya di setir sepeda. Berusaha agar suara tawanya tak menggelegar.
Yoongi kesal luar biasa, namun di saat bersamaan Ia juga merasa malu karena di jadikan bahan tertawaan. Tak tahu harus berbuat apa, sang Ketua Osis itu berakhir menghentakkan kakinya. "MATI KAU SEMUA! KUDOAKAN HARI INI KALIAN DI TIMPA KESIALAN TERUS MENERUS!"
Setelahnya, Ia berbalik badan dan berjalan cepat.
Mereka masih tertawa keras sembari mengikuti langkah kaki Yoongi. Berbagai macam godaan Hoseok layangkan kepada Yoongi di ikuti Jimin yang segera mengsejajarkan langkah dengan pemuda bermarga Min itu, Seokjin yang berjalan di belakang ketiga pemuda tersebut tergelak akan kekonyolan Jimin dan Hoseok yang tak ada jeranya mengganggu Yoongi walau berkali kali di timpuk, Namjoon yang berada di samping Seokjin lanjut membaca manganya tanpa peduli dengan keributan, serta Taehyung dan Jungkook yang masih berada di sepeda di barisan paling belakang, kadang ikut menggoda Yoongi sembari tertawa.
Hoseok tersenyum di dalam hati. Pagi hari nya pun di awali dengan hal yang penuh kebahagiaan.
.
.
To Be Continued : orange.
new project, new utang lagi:") ini bakalan berfokus ke persahabatan mereka ya. ga ada ship-ship an. kalo ada nama oc pun itu cuma sekedar bumbu-bumbu cerita doang. so, saya harap reader-nims mengerti dan tetep antusias baca semua chapter hehehe. jangan lupa review + fav + follow ya, reader-nims!
sincerely,
XiRuLin.
