Hai, hai~~~ aku datang lagi dengan fic NaruHina,… fic ku dengan judul ini pernah ku publish di salah satu FP, namun belum ku selesaikan. Nah, sekarang aku hadirkan kembali fic ku ingin dengan tampilan yang lebih baru dan pastinya lebih seru.
Salahkan hasratku yang tak bisa menahan ide cerita baru lebih lama, dan salahkan jemari ku yang tak tenang jika tak menekan tuts. Sungguh, aku tak bisa mengabaikan sebuh ide cerita yang muncul di benakku, meski masih banyak fic yang belum di selesaikan.
Tapi inilah naluri ku sebagai seorang penghayal, pencinta cerita fantasy dan legenda. Fic ini tersusun bukan dengan niat mengabaikan fic yang lainnya, hanya saja semua itu butuh waktu dan feel yang pas untuk melanjutkannya.
Dengan segala kerendahan, dan kekeuranganku sebagai author pendatang baru tanpa keahlian dalam dunia per-fanfic-an, ku persembahkan fic ku yang terbengkalai.
"Prince Shodaw"
Hm, bagi yang sudah pernah membacanya dijamin, cerita kali ini berbeda jauh. Jadi di baca yah, dan jangan lupa reviewnya!
oOo
oOo
oOo
oOo
oOo
Judul : Shadow Prince
Author : KyuuGa C'orangan Sawah
Disclsimer : Naruto punya om Masashi ^_^
Genre : hurt, romance and fantasy
Pairing : Naruhina
Chapter 1
I find you, My Hime…
ooOoo
Langit malam di bulan oktober begitu cerah dengan pantulan dari kilatan sinar bintang. Suasana langit malam yang sama pun memayungi kota Konoha, suasana malan yang sepi hanya sesekali orang lalu lalang dan kemudian pergi setelah itu sunyi kembali menyisahkan suasana yangng berbeda.
Di udara malam yang dingin, angin berhembus pelan menghantarkan perasaan dingin dan gelap. Di tengah kegelapan malam, di tengah pekatnya kegelapan malam, di sunyinya suasana malam, di antara hembusan angin malam. Samar-samar terdengar suara nyanyian dari kejauhan.
#Tidurlah, tidur anak ku sayang. Kalau tidak tidur di gigit kyuubi.#
ooOoo
Di salah satu rumah di kota Suna yang sepi, tepatnya di rumah keluarga Hyuuga, sebuah keluarga bangsawan terkemuka di kota Konoha selain klan Uciha. Di salah satu kamar dalam rumah yang sangat besar itu seorang bocah besurai indigo pendek dan beriris mutiara amethyst tersentak bagun dari tidurnya dalam kamarnya yang temaram. Irisnya yang basah nanar ke sana kemari mencari sesuatu di tengah temaramnya kamarnya.
Dari luar kamarnya terdengar suara derap langkah yang dipercepat mendekati kamarnya. Tak ayal membuat tangis gadis berusia 5 tahun itu memecah.
"Kaa-cha —n!" rengek bocah itu ketakutan.
Dreeeet! Suara pintu dibuka membuat tangis gadis kecil itu makin melengking, dengan manjanya dia minta di gendong saat melihat seorang wanita bersurai hitam mendekatinya bersama seorang pria.
"Tenanglah, Hinata sayang. Di sini ada kaa-chan dan tou-san bersama mu," hibur sang kaa-chan berharap putri kesayanganya segera berhenti menangis.
"Ada apa dengannya? Sejak kau mendongenginya terakhir kali dia selalu saja terbangun seperti ini," keluh tou-san sekaligus bingung.
Sreet! Sosok bayangan kecil bersurai coklat panjang, merengek di pangkuan sang tou-san membuat pria itu sedikit terkejut.
"Dia masih terngiang dengan nyanyian penyihir saat meniduri anaknya, tou-san," terang sang bocah dengan mimik dan suara yang jelas terlihat kalau dia terganggu tidurnya.
"Nyanyian? Kau menyanyikan lagu itu?" tanya tpria itu spontan menoreh pada istrinya yang masih mencoba menenangkan putrinya.
"Tidak, aku tidak pernah bercerita atau pun menyanyikan lagu itu!" tegas kaa-chan ikutan panik.
"Neji, apa kau pernah mendengar nyanyian itu?" tanya sang kaa-chan memastikan anaknya tidak sedang berbohong.
"Huum, seminggu yang lalu. Saat itu, hinata bermain dengan seekor rubah di taman. Mereka menyanyikan lagu itu," terang sang anak dengan polosnya tanpa merasa bersalah..
Tak ayal, sang kaa-chan ketakutan mengeratkan pelukan pada putrinya yang tak henti-hentinya menangis. Begitupun dengan tou-san, dia meraih putra tertuanya dan mendapati kedua wanita dalam keluarganya itu, dan memeluk mereka.
"Cerita itu tidak benar, Mikoto-chan. Neji pasti salah dengar," hibur tou-san pada kaa-chan yang ikut menangis bersama putrinya.
"Aku takut, Hiashi-kun. Aku takut, putri kita akan menjadi tumbal selanjutnya," isak kaa-chan mengutarakan ketakutannya.
"Kaa-chan, tou-san. Kenapa kalian ketakutan?" tanya neji kecil yang tak mengerti apa-apa.
"Neji, berjanjilah. Kau akan menjaga Hinata," entah, mengapa sang tou-san jadi mencemaskan putrinya.
"Aku berjanji, tou-san-kaa-chan," dengan keyakinan 1000% sang bocah berusia 6 tahun itu berjanji, janji yang tidak dia ketahui akan beresiko besar.
"Terima kasih, Neji. Besok kita kembali ke Konoha."
Latar pun berganti menjadi gelap diringi nyanyian kutukan, diringi suara tawa nenek sihir dari kejauhan.
#Tidurlah, tidur anak ku sayang. Kalau tidak tidur di gigit kyuubi.#
"Aku menemukan mu, My hime!" suara bisikan pelan terdengar bersama alunan nyanyian kutukan.
ooOoo
#Sepuluh Tahun Kemudian#
Whuis! Suara deru angin yang kencang terdengar menggebu dari luar jendela, mengedor-ngedor layaknya seseorang sedang berdiri di luar meminta di bukakan jendela untuknya.
Dari dalam kamar yang temaram, masih jelas terlihat seorang gadis bersurai panjang gelap tertidur pulas dalam balutan selimut purplenya, aroma kamarnya masih tercium aroma lavender, detingan jarum jam yang bergelayutan di ruang kamarnya terus berdetak seirama denyut nadinya.
Angin kembali bertiup, menghembuskan udara dingin menusuk tulang. Dalam keheningan dalam kamar itu, bisa kah kalian mendengarnya? Coba, kau pejamkan matamu, pertajam pendengaranmu. Apakah kau bisa mendengarnya?
Yah, bersama angin, nyanyian kutukan itu terdengar lagi!
#Tidurlah, tidur anak ku sayang. Kalau tidak tidur di gigit kyuubi.#
Prak!
Iris amethyst terbelak kaget dalam keremangan kamarnya, hanya dalam sedetik kamar temaram itu kembali terang berkat lampu meja yang tak jauh dari ranjangnya.
Sekali lagi, iris amethtyst itu nanar kesana kemari mencari sumber suara. Sumber suara yang mengganggu tidurnya, sumber suara yang membuat mimpi buruknya kembali terngiang.
Prak!
Suara jendela yang bergetar rupanya yang sedari tadi menganggu tidurnya, akhirnya dia bisa menghela napa lega. Untuk memastiaknnya, gadis itu beranjak mendekati jendela yang sedikit terbuka.
Dia pastikan jendela itu kembali terkunci, namun saat dia akan mengunci jendela itu sebuah bayangan berkelebat di depannya. Spontan, gadis itu bergerak mundur tanpa diperintah. Jantungnya berdetak melebihi detingan jarum detik, napasnya memburu.
Apa tadi yang dia lihat? Bayangan apa itu? hantu?
Tidak!
Dengan susah payah, gadis itu memberanikan mendekati jendela yang tengah terbuka. Memastikan apa yang di lihat tadi hanyalah pemikirannya, memastikan apa yang dia pikir itu salah!
Yah, dan memang tak ada apa-apa di luar sana. Hanya dahan pohon sakura yang bergoyang mengikuti irama angin, dan. Apa itu? ada sebuah bayangan diantara dahan-dahan sakura? Akh, mungkin itu bayangan dahan yang lain.
Yah, kau benar. Sebaiknya kau segera kembali tidur, karena mimpi buruk mu akan segera terwujud.
Hening, dan suasana kamar kembali meremang. Sang gadis kini telah tertidur pulas, kembali ke alam mimpinya dengan tenang, meski berusaha keras melupakan kejadian barusan.
"Fufufu~~."
Sebuah suara tawa terdengar samar-samar, bersatu dengan suara cicak yang memberitahukan sang gadis jika dia tak sendirian di kamarnya, dia tak sendirian dimalam ini.
Dari gelapnya kamar gadis itu, di atas langit-langit kamar yang gelap sebuah banyangan hitam dengan mata merah semerah darah bergerak turun dari langit-langit kamarnya, berdiri di tepian ranjang gadis itu. dereten gigi putih nan tajam berderet saat sosok bak bayangan tak berbentuk itu tersenyum jahat.
"Aku menemukan mu, My Hime."
ooOoo
"Aku menemukan mu, My Hime!"
Gadis indigo itu tersentak bagun dari tidurnya saat dia mendengar dengan jelas suara bisikan seseorang yang begitu dekat ditelinganya.
"Kau sudah bangun, Hinata?" Hinata, gadis indigo itu tersentak dari pikirannya saat seorang wanita bersurai hitam masuk ke kamarnya.
"Kaa-chan, jam berapa sekarang?" tanya Hinata, mengingat begitu dia bangun hari sudah terang.
"Saatnya ke sekolah, bukannya ini adalah hari pertamamu di KHS?" ucap wanita itu seraya mengusap surai indigo putrinya.
"I, iya. Aku lupa, apa nii-san sudah berangkat?" tanya Hinatra langsung berlari menuju kamar mandi disambut tawa kecil dari kaa-channya.
"Belum, dia sedang menuggu mu," jawab kaa-chan tersenyum bahagia melihat putrinya telah tumbuh dewasa, bayangan tentang kejadian 10 tahun yang lalu sesekali terngiang menghantui perasaan wanita itu.
"Tuhan, lindungilah putriku"
Itulah do'a wanita itu setiap kali melihat putrinya, berharap Tuhan mengiriminya malaikat pelindung.
ooOoo
Terik matahari bersinar dengan ganasnya, penguapan dari aspal seakan menambah kegerahan. Tetes demi tetes peluh yang berjatuhan membasahi seragam KJS milik peserta siswa baru, surai yang tadinya bagaikan mahkota kini layu ditengah terjang kekejaman senior.
Tampak berdiri di depan para junior beberapa senior yang memakai tanda pengenal, mereka pun mengalami hal yang sama hanya saja mereka berdiri di bawah naungan payung fansgirl mereka. Sedangkan panitia yang lain sibuk dengan kegiatan selannjutnya.
"Baka! Jika sesuatu terjadi pada Hinata, aku tidak akan memaafkan kalian!" geram salah satu panitia.
"Kau kenapa neji? Khawatir dengan adikmu?" tanya teman panitianya, mereka berdua di tugaskan untuk merancang malam terakhir MOS.
"Diam kau Naruto!" umpat Neji penuh amarah pada teman bersurai pirangnya itu, seragam KHSnya di biarkan terbuka memperlihatkan kaos orange bergambar pusaran kesayangannya.
"Baiklah, jika kau tak tega adik mu digituin. Bagaimana jika aku membantumu?" tawar naruto dengan memberikan senyuma lebar khasnya.
Neji manatap curiga pada teman satunya ini, pasti bayaranya adalah ramen spesial jumbo di kantin siang ini.
"Sebagai gantinya, satu porsi ramen jumbo siang ini menunggu di kantin! Bagaimana? Deal?!" dengan lantangnya bocah ramen itu meneriakan deal hingga peserta pun mendengarnya.
Neji masih berpikir, ini demi hinata. karena dia sendiri tak bisa menolong hinata, hanya naruto yang bisa karena dialah ketua panitia penerimaan ini.
"Baiklah, kau harus menjamin keselamatannya, kesejahteraannya, kesehatannya, makan minumnya, dan hidupnya! Kau sanggup?" ceileh, Neji kaya lagi ijab kabul aja.
Naruto terbelak kaget, dia mencoba berkedip beberapa kali, dan mengelap iler yang mengalir dari sudut bibirnya lantaran takjub dengan persyaratan neji.
"Tenang, saja. Kau percayakan saja itu padaku, akan ku jamin semua yang katakan itu," sambut naruto dengan bangganya menerima tantangan Neji.
"Baiklah, sekarang kau keluarkan dia dari barisan itu. sekarang!" perintah Neji.
"Siap ketua!" sambung naruto, mengingat setinggi-tingginya jabatannya. Neji lebih tinggi dari semua siswa di sekolah ini, sebab dia adalah presiden siswa!
ooOoo
Hinata POV.
Aduh, kepalaku sudah pusing. Dimana nii-san? Dimana kekuasaan yang selama ini dia gembor-gemborkan di depan tou-san dan kaa-chan tentang jabatannya? Kenapa dia tidak bisa menolong adiknya yang menderita ini?
Aduh, kenapa malah datang orang aneh dengan penampilan mencolok begitu? Apa dia tidak tahu penampilannya di bawah terik matahari begini makin menyesakan mata?!
Nii-san! Aku sudah lelah, haus, lapar. Kau tahu sendiri kan tadi, aku tidak sempat sarapan karena telat bangun.
Nii-san! Jika kau tak meolongku, akan ku adukan ke tou-chan dan kaa-chan!
Nii-san! Tolong, ubun-ubunku mulai panas. Tenggorogokan ku kering, napas ku pun menghangat.
Nii-san! Mungkin kau tak bisa menolongku, tapi paling tidak kirimkan aku malaikat agar bisa berlindung di bawah sayapnya.
Nii-san, kenapa semuanya terlihat kabur?
Oh, nii-san. Maafkan aku, aku tak bisa bertahan lagi. Silahkan salahkan kakiku yang tak kuat menompang dan kelapaku yang memberat, serta mataku yang perih.
Nii-san, semua mulai bergoyang dan perlahan melambat. Maaf, aku menyerah!
"Hei, kamu baik-baik saja?"
Ah, sejuk. Dan sungguh menenangkan, perasaan ku terasa nyaman. Terimakasih nii-san, aku tahu ini pasti kau.
"Hei, sadarlah!"
Tidak! Ini bukan nii-san! Ini?
Kuning? Biru?
"Panggilkan unit kesehatan! Cepat!"
Kenapa suaranya begitu panik? Apa ini? Hidung ku basah?
Hinata POV end.
Di ruang UKS.
Hinata memejamkan matanya berkali-kali mencoba beradaptasi dengan sinaran philips 25 watt di ruangan yang serba putih.
"Hei, kau sudah sadar?"
"Suara itu?" batin Hinata teringat suara terakhir yang dia dengar sebelum semua menggelap. "Siapa itu?" tanya hinata spontan seraya menoreh ke sampingnya.
Kunging? Biru? Dua warna itu lagi?
"Aku ketua panitia acara ini, nama ku Namikaze Naruto," kata naruto memperkenalkan dirinya, tak lepas senyum lima jarinya karena melihat peserta spesialnya ini baik-baik saja. Tak bisa dibayangkan jika sesuatu terjadi pada hinata, dijamin Neji akan membuat mereka menderita.
Hinata tersipu, dia bahkan tak tahu harus berkata apa saat melihat senyum ikhlas naruto, senyumnya begitu ceria dan ringan seolah tak ada beban disana.
"Aku sebagai ketua panita meminta maaf mewakili anggota ku yang bertindak berlebihan, yah mereka memang sedikit sulit diatur," dengan pedeanya naruto berceloteh menggerakan tangannya kesana kemari mengikuti nada bicaranya yang lantang tanpa berpikir gadis di depannya ini tengah terperangah kagum melihatnya.
"Dia seperti malaikat? Bersinar, tapi tak bersayap," inner Hinata tak begitu fokus pada cerita naruto.
"Bagaimana, apa kau sudah baikan?"
Hup! Hinata kaget bukan main, spontan dia menahan napasnya, sampai-sampai darah mengumpul di wajahnya. Bagaimana tidak, jika naruto mendekatkan wajahnya segitu dekat, sangat dekat hanya berjarak sejingkal, bahkan dia bisa mencium dengan jelas aroma lime dari tubuh naruto.
Ini sungguh gila menurut hinata, tidak pernah ada orang yang melakukan itu padanya. Apa orang ini benar-benar normal?
"Hei, kau baik-baik saja?" ulang naruto terlihat panik mendapati wajah hinata membiru.
Aduh, matanya. Bisa membuat jantung hinata meledak, Tuhan tolong hentikan orang ini! Atau hinata akan mati karena serangan jantung!
"Hei!" pekik naruto kebingungan melihat hinata kembali pingsan. "Yah, pingsan!" lanjutnya ketakutan, "Aduh bagaimana ini! Bisa-bisa perjanjiannya batal, rameeeennnn kkuuuu!" teriak naruto seraya berlarian keluar dari ruang UKS karena terlalu frutasi ketakutan akan kehilangan ramen jumbonya.
Hening, suasana ruang UKS sepeninggal naruto kembali sepi. Lampu philips 25 watt tiba-tiba mati, seketika kegelapan mengurung hinata yang tak sadarkan diri.
Hening, bahkan suara bising panitia penerimaan di luar ruang UKS tak terdengar. Suhu kamar yang tertutup itu tiba-tiba berubah mendingin, dingin yang menusuk hingga ke jantung.
"Aku menemukan mu, My Hime."
Hinata tersentak bagun dari pingsannya, gelap. Itulah hal pertama yang dia lihat saat tersadar. Dia terpaku melihat sekeliling perlahan berubah menjadi reruntuhan bangunan tua dan berlumut. Rasa takutnya membuat dia tak mampu berpikir berada dimana dia, nyata atau hanya mimpi. Karena kejadian ini terasa nyata namun mustahil bagi benaknya.
Krak!
Hinata POV.
Suara batu berjatuhan mengalihkan perhatinku dari bangunan tua ini ke asal suara yang tak jauh dari tempat ku berdiri, rasa penasaran mau tak mau membimbingku mendekati asal suara itu mengabaikan rasa takut ku.
Perlahan aku melangkah mendekati asal suara itu, perasaan takutku makin menekanku untuk segera berhenti, apa lagi saat aku merasakan ada sesuatu yang bergerak mendekati ku dari belakang.
Dan benar saja, aku bisa merasakan hembusan napas hangat menyentuh belakang leherku.
"Aku menemukan mu, My Hime."
Degh!
Jantungku terasa akan berhenti, napasku ku tercekat. Perasaan ini, suara ini. Yah, aku sering mendengar suara ini dalam mimipiku.
Jadi, sekarang aku sedang bermimpi? Tapi, semua ini terasa nyata. Tunggu, kali ini keberanian ku benar-benar habis. Aku tak berani menoreh ke belakang, aku tidak ingin melihat siapa itu.
"Kembalilah padaku, bebaskan aku. Hime."
Suara itu masih terdengar dari belakangku, aduh! Bagaimana ini? Aku takut, terlalu takut. Kaki-kaki pun makin melemah, kalau saja pingsan segampang membalikkan telapak tangan, aku akan memilihnya.
Tapi aku tidak bisa pingsan dalam keadaan seperti ini!
Tuhan, tolong aku! Jika ini nyata buat aku pingsan bagaimana pun caranya dan jika ini hanya mimpi segeralah bangunkan aku! Aku mohon, Tuhanku!
Hening, perasaan tadi seakan menghilang bersama do'aku. Bahkan kehadiran sosok itu pun tak terasa lagi, apa dia sudah pergi?
"Hei, apa kau baik-baik saja?"
Degh!
Suara ini? Kenapa terasa tak begitu asing?
"Hei, sadarlah!"
Aku yakin, suara ini begitu nyata!
"Hei!"
Sebuah goncangan besar seketika menggetarkan tubuhku hingga terjatuh, tepat saat itu aku melihat sosok itu mendekat. Sosok hitam tak berbentuk melayang mendekatiku.
"Kembalilah, My Hime!" kata sosok itu merentangkan tangannya. Tatapannya begitu hampa dan mematikan.
Aku yakin, aku sepertinya pernah melihat mata itu. Mata yang sangat aku kenal, dengan tatapannya hampa dan mematikannya.
Hinata POV end.
"Hei!" naruto menggoncang tubuh Hinata dengan kasarnya, dia tak berpikir jika yang dia goncang itu adalah tubuh soerang gadis.
"Aduh! Sakit!" perlahan hinata mulai sadar dari pingsannya, naruto segera menghentikan goncangannya begitu dia melihat iris amethyst hinata dari balik kelopaknya.
"Kau baik-baik saja? Saat kembali, aku melihat mu jatuh di lantai. Apa ada sesuatu yang terluka?" tanya naruto seraya memeriksa tubuh Hinata dengan kasarnya lagi.
"Se, senpai. Sakit!" rintih hinata kesakitan, dengan begitu naruto langsung menghentikan gerakan kasaranya itu dengan tawa kikuk.
"Go, gomen. Aku hanya khawatir kau terluka akibat jatuh tadi," jawab naruto dengan merona bukan karena tersipu tapi karena malu karena terlalu mencemaskan hinata.
"Gawat jika Neji tahu Hinata terluka, bisa-bisa ramenku gagal lagi!" inner naruto karuan.
"Namikaze-san, ini terlalu kasar! Mana ada malaikat yang kasar seperti dia?" batin hinata mengeluh sikap naruto.
"Eto, jika kau baik-baik saja. Aku akan membawamu kembali ke rombongan, karena sekarang adalah jadwal tour perkenalan sekolah. Yang akan membimbing kalian kali ini adalah senior yang menyebalkan, dia pikir dia yang terhebat, terpintar, terkuat! Sayangnya aku belum belum menunjukan jati diriku yang sebenarnya juga hebat, pintar dan kuat!" celoteh ria naruto kambuh lagi, dia kembali bercerita dengan gaya natural mengikuti pembicaraannya.
Sementara hinata yang masih terduduk di depan naruto kembali dibuat terperangah, kembali dia melihat sinaran itu dari mata naruto, senyum riangnya bagai cahaya dalam kegelapan.
"Dia seperti malaikat, bercahaya tapi tak bersayap," kagum hinata dalam hati seraya tersipu malu, malu karena diam-diam dia mengangumi seniornya bakanya ini.
Naruto terus berceloteh sampai lupa tujuannya kembali ke UKS.
"Eto, Namikaze-san,"panggil Hinata, spontan naruto berhenti berceloteh dan langsung menatap ke dalam iris amethyst hinata.
Begitu iris mereka bertemu dalam satu garis tatapan, ada getaran yang berbeda di hati mereka masing-masing. Dengan sendirinya mereka membuang pandangan mereka kearah lain.
"Maaf aku terlalu banyak bicara," kata naruto menyadari sikapnya.
"Tidak, namikaze-san. Aku hanya ingi bertanya kapan kita akan pergi ke lokasi tour?" jawab Hinata pelan, entah mengapa dia merasa terganggu dengan apa yang dia rasakan.
"Naruto, panggil saja aku naruto," balas naruto seraya berdiri memperbaiki seragamnya, dan memberikan tangannya pada Hinata. "Ayo aku bantu kau berdiri," dengan gentelnya naruto meminta hinata menggenggam tangannya.
Melihat tangan naruto yang terarah padanya, membuat jantung hinata makin berdetak karuan, tak ayal rona merah kembali menghiasi wajahnya.
Saat hinata akan memberikan tangannya, tiba-tiba pintu terbuka dengan kasarnya. Tampaklah Neji dengan wajah memerah dan dua tanduk menancap di kepalanya.
"Apa yang kau lakukan, NARUTO!" teriak Neji membahana hingga kaca-kaca, dan benda-benda dalam ruang UKS ikut bergetar.
"Ma, mati aku!" batin naruto ketakutan, "Ramenku, terancam hangus!" lanjutnya terduduk lesu. "Lagian, kenapa dia datang di saat seperti ini, padahal kan sedikit lagi adegan romantisnya!" tambah naruto dengan lebaynya seraya memukul-mukul lantai.
Sementara Neji malah menatap horor naruto, "Dia kenapa, Hinata?" tanya Neji tanpa merasa berdosa.
"E, eto. Aku tidak tahu, nii-san," dan memang benar hinata tidak tahu kenapa naruto seperti itu.
ooOoo
tak terasa waktu sudah menjelang tengah hari, para siswa baru masih sibuk tour perkenalan sekolah bersma senior mereka yang bertampang emo.
"Kyaaa! Ino-chan, beruntungnya kita ditemani senpai seganteng dia," histeris tertahan gadis bersurai pink sebahu di dekat Hinata.
"Huum, dia terlalu tampan untuk berjalan dibawah matahari," tambah gadis bersurai pirang panjang seraya menghalangi sinar matahari dari wajahnya dengan menggunakan buku tulisnya.
"Ne, Hinata. benarkan?" tanya gadis bersurai pink pada hinata yang memilih diam.
"Dia memang hebat, pintar dan kuat," jawab Hinata tak sadar, karena dia masih terngiang kata-kata naruto tentang senior mereka itu.
"Heeh? Hinata jadi kau juga diam-diam mengagumi Sasuke-san?!" histeris gadis pirang.
"Eh, ti, tidak!" hinata kelabakan menyadari kecerobohannya.
"Kalian yang di belakang! Jangan berisik!" tegur senior bersurai merah, sesekali dia memperbaiki letak kacamatanya sekedar untuk mencuri pandang sasuke.
Menyadari apa yang terjadi, sasuke hanya menarik napas kesal. "Sudah kubilang jangan aku, dasar DOBE!" geram sasuke pelan mengutuk ketua panitia penerimaan yang juga rivalnya.
ooOoo
hinata melangkah pelan mengikuti langkah kakaknya menuju pagar sekolah, hari ini adalah hari terakhir mereka perkenalan sekolah baru. Dan besok mereka akan melakukan refresing sekaligus membina keakraban dengan para senior.
"Tak sabar rasanya aku menunggu besok, sepertinya malam ini aku tak bisa tidur karena akan terus terngiang sasuke-kun~~~."
Hinata hanya tersenyum mendengar celoteh kedua teman barunya itu, mereka begitu mengagumi sosok sasuke yang pendiam dan acuh itu. entah apa yang mereka suka dari dirinya, dia bahkan tak merasa tertarik pada orang dengan sikap seperti itu, menurutnya itu tidak romantis.
Eh, memikirkan kata romantis, dia teringat pada kejadian di UKS tadi. Bukan mimipinya barusan, mana ada mimpi buruk itu dikatakan romantis!
Kau tahu, surai pirangnya yang lembut. Iris biru safirnya yang cerah secerah langit biru, tiga goresan kembar di kedua pipinya entah mengapa membuatnya terasa sedap dipandang.
Tuh, hinata mulai menhayalakan seniornya!
"Hei, kau baik-baik saja?!" bahkan suaranya pun terdengar jelas dan begitu dekat.
"Suara itu, apa aku mulai berhalusinasi?!" batin hinata tersipu malu.
"Apa yang kau lakukan, Naruto! Menjauh dari Hinata, SEKARANG!" suara Neji akhirnya menyadarkan Hinata jika dia tidak sedang berhalusinasi.
"Naruto-san!" Hinata terkejut saat melihat naruto sudah berada di sampingnya dengan senyum khasnya.
"San?! Sejak kapan kalian mulai akrab, naruto!" dan, kali ini Neji pasti tak akan melepaskan Naruto.
"Biasalah, hubungan antara senior dan juniornya," jawab naruto dengan santainya seraya berjalan mendekati Neji. "Ada yang harus kita bicarakan mengenai kegiatan besok," kata naruto saat berjalan bersisian dengan Neji.
"Hei, bukannya dia yang tadi menolong mu, Hinata?" tanya Sakura penasaran begitu Neji dan Naruto berjalan menjauhi mereka.
"Iya, dia yang menolongku saat aku pingsan," jawab Hinata tetap terus berjalan.
"Hum, lumayan tampan," sahut Ino memperhatikan naruto, mulai dari surai acakannya hingga seragam tak terurusnya.
"Sepertinya, kalian punya hubungan yang spesial," tebak Sakura.
"Biasalah, hubungan antara senior dan junior," ledek Ino dengan dengan meniru gaya-gaya naruto saat mengucapkannya.
"Apa dia sudah menyatakan cintanya padamu?" tambah Sakura.
Hinata masih berdiam diri mendengar ocehan teman barunya itu, dia tidak ingin melayani mereka, yang ada masalah ini akan semakin menjadi runyam.
"Ayolah, Hinata. siapa yang tak akan tertarik dengan mu, kau cantik. Pintar, postur tubuh yang sempurna, apa lagi? Nyatakan saja cinta mu padanya!"
Set! Sakura dan Ino seketika menghentikan langkah mereka karena Hinata tiba-tiba berhenti, mereka terdiam beberapa saat, mungkin hinata akan mulai mendamprat mereka.
Hinata masih terdiam, sakura dan ino makin penasaran kenapa hinata belum juga mendamprat mereka.
"Hi, Hinata?" sakura mencoba menegur hinata.
"Ada apa dengannya?" tanya Ino ketakutan pada sakura, sakura hanya mengangkat pundaknya. "Coba kau cek!" namun belum juga mendekati hinata, hinata tiba berpaling menghadap mereka berdua.
"Aku dan Naruto-san tak ada hubungan apa-apa, kalian berpikir seperti itu," bukannya marah, hinata malah menjawab olokan mereka dengan senyuman.
"Anak ini?!" ino terpaku.
Sakura tersenyum girang, dia kemudin merangkul hinata. "Oke, sekarang sudah aku putuskan. Aku akan mengejar sasuke, dan kau akan tetap memedam perasaanmu pada naruto-senpai!"
Hinata dan Ino ikut tersenyum, untuk apa menyembunyikan perasaannya yang sebenarnya pada mereka? Toh tanpa dia beritahu pun mereka sudah tahu jika dia memiliki perasaan pada senior mereka itu.
"Eh, lalu aku?"
Sakura dan Hinata menahan tawa mereka, "Kau pasti menemukan orang yang kau cintai Ino-chan," kata Hinata menghibur Ino.
"Oke, baik! Selama aku belum menemukannya, kau akan jadi saingan ku, jidat!"
"Akkhhh! Tidak, hinata tolong aku," pekik sakura pura-pura takut seraya besembunyi di punggung hinata, tawa mereka pun pecah di tengah hari yang tenang.
ooOoo
jauh nun di sana, di suatu tempat yang tak begitu jauh dari kota Konoha. Tepatnya di sebuah tepian jurang pantai yang terjal.
Malam yang sunyi, langit malam pun terlihat tenang seperti biasanya menghiasi pemandangan di tepian tebing. Suara deburan ombak dan hembusan angin laut menghiasi pemandangan di tebing pantai. sebuah rentuhan gedung tua di tebing pantai, dari balik bayangan reruntuhan seorang pria berambut perak seperti selesai tersengat listrik bertegangan tinggi keluar menghirup udara malam yang dingin di tepian pantai.
Di tangannya sebuah buku berwarna orange dengan judul yang kurang mengenakan itu tergenggam rapat. Pria itu mencari tempat yang nyaman untuknya duduk menikmati suasana pantai di atas tebing sambil membaca buku kesukaannya.
Di sela-sela bersantainya mata yang berbeda warna milik pria itu melirik sosok di balik reruntuhan, sosok yang bersembunyi dalam bayangan reruntuhan, bibirnya yang tersembunyi di balik masker terlihat menyungingkan sebuah senyuman.
"Betapa menyenangkan bisa menikmati udara bebas dan bermandikan cahaya," suara desisan dari dalam bayangan reruntuhan tedengar sedih.
"Aku tahu, itu berat bagimu. Tak bisa menikmati cahaya bagaikan hidup dalam neraka," balas pria itu seraya melanjutkan kegiatan membacanya.
Sebuah tangan berbentuk tak sempurna dan berwarna hitam keluar dari dalam bayangan reruntuhan, memainkn tangannya dalam biasan sinar matahari melalui bulan, namun setelah terkena cahaya bulan tangan itu berubah bentuk menjadi kepulan asap hitam tipis.
"Seperti ini lah jika aku terkena cahaya," lagi suara desisan itu terdengar sedih.
"Kita tak bisa melakukan apa-apa sebelum kita menemukannya," kata pria itu tanpa mengalihkan matanya dari buku orangenya.
"Aku yakin dialah orangnya."
"Apa kau yakin, sudah berabad-abad tahun kita mencarinya namun hasilnya tetap sama," lanjut pria itu tanpa menoreh sedikit pun pada renruntuhan di depannya.
"Aku bisa merasakan keberadaannya saat pertama kali bertemu dengannya 10 tahun yang lalu di Suna," balas sosok dari dalam bayangan reruntuhan.
"Hm, kebangkitannya semakin dekat. Akhir dari kebebasanmu akan segera tiba, apa kau ingin terus seprti ini?" Tanya Kakashi seraya melihat bulan separoh jauh di atasnya.
"Bagaimana aku bisa mendekatinya dengan wujudku seperti ini. Aku sendiri tidak tahu diamana tubuh asliku berada, aku tidak bisa mendekatinya dengan wujud yang di kutuk ini," jelas sosok itu terdengar sedih.
"Lalu apa yang ingin kau lakukan," tanya Kakashi seraya menutup buku oranganya, tatapan matanya terlihat serius.
"Aku akan masuk kedalam kehidupannya," jawab sosok dari balik bayangan reruntuhan.
"Dengan wujudmu seperti ini?"tanya Kakashi lagi.
"Sebagai pengawal pribadiku, kau harusnya bisa membantuku," ucap sosok itu dengan nada yang dongkol.
"Yokatta, jika itu maumu. Aku bisa mencari tubuh lain untuk kau gunakan sementara," tawar Kakashi mendengus kesal.
"Benarkah?"
"Tentu saja," kata kakashi kemudian menutup buku orangenya.
TBC.
