[Tidak ada yang tahu, tidak ada yang merencanakannya.

.Kenapa?

Acara 'liburan' yang mereka inginkan jadi mengerikan seperti ini?]

~Pulau~

Kaak kaak

Suara lengkingan burung gagak terdengar menggema di langit yang tampak mendung karena awan tebal yang selalu menutupi sang mentari pada pulau tersebut. Gagak itu terbang kesegela arah dengan 'senandung' yang terdengar janggal bagi siapapun yang mendengarnya. Bola mata semerah darah itu seakan tengah mengawasi 'sesuatu' yang melesat cepat di bawah sana, di sebuah hutan yang rimbun akan pepohonan.

Seseorang sedang berlari dan 'sesuatu' mengikutinya dari belakang. Dalam penglihatannya yang tajam, dapat gagak itu lihat dengan jelas, seseorang itu tengah dikejar oleh makhluk yang tidak jelas; sepasang tanduk, sepasang sayap, dan ekor. Beberapa kali orang tersebut tersandung dan segera membangkitkan tubuhnya untuk kabur dari makhluk yang berniat menangkapnya. Terengah-engah, sepertinya orang itu mulai kewalahan dan kehabisan napas. Kedua kaki yang telah menempuh jarak bermeter-meter membuat orang itu ingin beristirahat saat ini juga. Namun jika dia berhenti sebentar saja, maka dapat dipastikan jika orang itu akan tertangkap. Gagak tersebut terus mengepakkan sayapnya mengikuti langkah orang yang tengah dikejar itu berlari.

Sang burung Gagak pun mengeluarkan suaranya, kembali.

Hei, ada yang tahu sebuah mitos?

Yang menyebutkan bahwa, ketika kau mendengar suara gagak pada suatu tempat, maka akan ada seseorang yang mati pada tempat tersebut.

Melirikkan matanya kebelakang, orang itu terkejut ketika jarak antara dirinya dan makhluk –atau mungkin ia sebut sebagai monster- sudah sangat dekat dengannya. Kembali ia mempercepat langkah kakinya yang benar-benar sudah terasa letih. Ia ingin beristirahat, serius. Dia sebenarnya sudah tidak kuat lagi jika berlari untuk menempuh beberapa meter kedepannya. Namun, ia juga tidak mau tertangkap begitu saja oleh monster yang terus-terusan mengejarnya.

Sejujurnya, ia juga merasa sedikit kesal.

Seharusnya, dengan sepasang sayap pada punggung monster tersebut, ia dapat ditangkap dengan mudah, bukan?. Bukan berarti ia benar-benar ingin ditangkap, tapi monster tersebut seperti tengah mempermainkannya.

"Belum capek, ya? Masih kuat berlari?" Tanya monster tersebut diikuti kekehan ejek seakan asik menikmati sebuah pertunjukan menarik dari pria yang mencoba kabur darinya. Diperhatikannya punggung pria tersebut yang masih saja terus berlari dengan tatapan meremehkan. Sebenarnya percuma jika pria itu mencoba melarikan diri, namun dirinya hanya ingin sedikit bersenang-senang sekaligus penasaran seberapa jauh pria tersebut akan berlari. Seseorang yang telah ia tetapkan sebagai 'mangsa' tidak akan lepas dari apapun.

Menatap sang mangsa, monster tersebut menjilat bibirnya sendiri. "Kau baik sekali, dengan berolah raga seperti itu, maka dagingmu akan semakin lezat nantinya~" Ucap sang monster membuat pria di hadapannya mendesis kesal. Dia sadar kalu berlari seperti ini, ia malah membuat hidangan lezat bagi monster di belakangnya, tapi kalau berhent-

"Akh, aduh!"

Sukses besar, sebuah akar pohon yang nampak mencuat dari tanah, membuatnya terjatuh dan tidak mempu berdiri kembali karena kakinya terkilir. Mendudukan dirinya, matanya langsung membulat menatap horor pada monster yang sudah berdiam tepat di hadapannya. Keringat dingin mengucur di pelipisnya, debaran jantung kian mengeras ketika monster tersebut menyeringai seram dan mulai mendekat ke arahnya. Ia takut, sungguh, monster tersebut akan memakannya hidup-hidup. Kini ia benar-benar terpojok, mencoba memundurkan dirinya kebelakang namun yang didapat adalah punggunya yang terjebak oleh pohon besar di belakangnya.

"Tertangkap." Pria itu membeku memandang takut pada sosok di hadapannya yang mulai berubah. Sepasang sayap pada monster tersebut mulai memanjang diikuti deretan giginya dan kuku-kukunya yang mulai meruncing. Mata merah semerah darah itu terlihat sangat menyeramkan dan begitu menusuk bagi siapapun yang melihatnya. Seringaian yang semakin lebar itu cukup membuat si pria tidak dapat melakukan apapun selagi detak jantung yang semakin terasa cepat terdengar kian mengeras.

Didekatkanya deretan gigi yang meruncing itu pada perpotongan leher dan pundak pria yang sudah pasrah di hadapannya.

'S-siapapun tolong…'

"Selamat makan~"

"ARGGGGHHH!"

.

.

.

.

.

Pulau

Osomatsu-san © Akatsuka Fujio

Pulau © Kurado Ssen

Pair: Temukan sendiri- /oi!

Rated: T? berangsur-angsur menjadi M, sepertinya~

Warning: Gore? mungkin. Para matsu disini tidak bersaudara. AU. Mengambil beberapa karakter dalam game RPG Osomatsu-san. Terdapat monster-monster khayalan. Typo. Bahasa suka-suka Author.

.

FF ini tidak mengambil keuntungan apapun, hanya hobi semata.

.

.

.

.

[Beberapa hari yang lalu]

[Di pesawat]

Seharusnya dia senang, karena hari ini adalah hari dimana akhirnya ia bisa berlibur.

Seharusnya dia senang, karena dirinya memenangkan tiket liburan geratis.

Seharusnya dia senang, karena ketiga temannya ikut menemaninya.

Seharusnya dia senang, karena Nyaa-chan (idolanya) satu pesawat dengannya.

Seharusnya dia senang, karena baru pertama kali inilah ia naik pesawat.

Tapi, ya, seharusnya.

Nyatanya? Ia hanya menatap kosong pada jendela yang menampakkan awan mendung di luar pesawat tumpangannya. Di luar sana, tengah terjadi badai sepertinya. Terlihat aliran-aliran air yang mengallir cepat melewati jendela pesawat, juga kilatan silau yang singkat berbentuk garis di luar sana. Dengan pelan, ia menghela napas. Kemudian sedikit menggeliatkan tubuhnya untuk mendapatkan posisi yang lebih nyaman. Tatapannya kini menatap lurus pada belakang bangku penumpang di hadapannya.

"Oi, Choromatsu! Kenapa kau diam saja?" Ujar seorang pria yang duduk di belakangnya. Pria itu kini menaruh kepalanya pada bagian atas bangku yang Choromatsu duduki, matanya melirik kebawah menatap Choromatsu yang masih berpandangan kosong. Choromatsu mendongakkan kepalanya ke atas, melihat siapakah yang mulai mengajaknya bicara. Terlihatlah pria dengan alis yang disulam serta sepasang mata yang memakai kontak lensa. Mulut yang selalu terlihat seperti garis menukik kebawah itu kini hanya mengeluarkan gumaman singkat, sepasang matanya kembali memandangi peristiwa yang terjadi di luar jendela.

"Entahlah, tetapi aku merasa sesuatu yang buruk akan terjadi, Karamatsu."

Seorang pemuda dengan setelan kemeja putih berdasi merah muda yang duduk di samping Chormatsu sontak memukul-mukul pundaknya dengan kesal. "Jangan katakan itu, Choromatsu~" Choromatsu hanya memandang geli pada tingkah pria di sampingnya yang tengah memukulnya kelewat pelan dengan nada terdengar dimanja-manjakan. Seperti perempuan saja.

"Aku hanya mengatakan yang sejujurnya, Todomatsu."

"Tenang, itu hanya perasaan Choromatsu, kita pasti akan baik-baik saja." Kemudian Karamatsu memberikan senyuman terbaiknya pada Todomatsu agar pria pecinta merah muda itu tidak merasa takut lagi karena ucapan Choromatsu. Namun yang di dapat? Todomatsu hanya memandangnya dengan pandangan jijik.

Karamatsu kicep, ia kembali mendudukkan tubuhnya pada bangku yang terletak paling dekat dengan sebuah jendela. Di sampingnya, terdapat seorang gadis berusia sama seperti mereka bertiga –Kara, Choro, dan Todo-. Di sepasang telinga gadis berkepang dua tersebut terdapat headset guna mendengar beberapa list lagu yang terdapat dalam Ipod-nya. Jari-jarinya terlihat tengah mengatuk-ngatuk pahanya diikuti telapak kaki yang ikutan mengetuk lantai pesawat. Bibirnya menggumamkan nada lagu yang tidak asig di telinga Karamatsu, pasti gadis itu sedang mendengar lagunya sendiri. Karamatsu sedikit tertawa melihat gadis yang bernama Totoko tersebut.

Ia ingat saat mereka berempat akhirnya memutuskan untuk berlibur ke luar negeri, ketika secara mengejutkan, Choromatsu berhasil memenangkan permainan pada sebuah acara di televisi, dan mendapatkan empat tiket geratis untuk berlibur bersama teman-temannya. Choromatsu juga begitu sangat bahagia hingga tak terkendali, saat tahu bahwa seorang idolanya 'Hashimota Nyaa' akan satu pesawat dengannya. Sepertinya, Hashimoto akan memulai tour dunianya. Manajer, beberapa staff Hashimoto pun ikut memenuhi pesawat yang ditumpangi empat sekawan tersebut.

Kembali Karamatsu memandangi jendela di sampingnya.

Dan terbelalaklah ia ketika melihat kabut tebal di luar tertembus oleh beberapa puncak gunung –atau bukit- yang menjulang cukup tinggi.

Apa mereka sedang terbang rendah?

BLARRR

Tiba-tiba saja sebuah guncangan sangat terasa di badan pesawat itu sukses membuat orang-orang di dalamnya terkejut. Alat bantu pernapasan keluar kemudian menggantung di atas kepala para penumpang. Kemudian terdengar suara pilot yang memberitahukan bahwa kondisi berbahaya tengah terjadi di antara mereka. Para pramugari berusaha membuat penumpan tetap tenang, walau tetap saja kepanikkan terlihat jelas pada wajah pramugari-pramugari tersebut. Tangisan Todomatsu pecah, ia tidak menggunakan alat bantu pernapasannya karena terlampau panik. Choromatsu hanya membelalakkkan matanya begitu melihat asap hitam yang pekat serta percikan api menutupi pemandangan di luar jendela sana. Totoko sontak memeluk Karamatsu dengan berteriak sekeras mungkin.

Karamatsu memejamkan kedua matanya, pelukannya pada Totoko semakin dieratkan, dalam keadaan seperti ini tentu saja ia hanya bisa pasrah. Suara teriakan yang bercampur ketakutan dari penumpang naas itu semakin mengeras kala dirasakannya badan pesawat yang miring nyaris seratus delapan puluh derajat melaju dengan cepat menuju daratan di bawahnya.

BUMMM

Semua pun berlangsung begitu cepat.

~Pulau~

Sepasang mata terlihat tengah mengerjap beberapa kali, warna merah memburamkan penglihatannya. Tangannya yang terasa sakit mencoba untuk mengahapus warna merah tersebut. Rupanya, itu adalah darah yang mengalir dari kepalanya. Ia kemudian mencoba untuk mendudukkan dirinya, menahan rasa pening yang amat terasa di kepalanya, juga beberapa luka bakar pada bagian tangan kanannya. Ia mendesis sesaat, matanya menyipit melihat apa yang terjadi pada sekelilingnya. Sebuah pesawat hancur lebur yang masih meninggalkan beberapa titik api kecil tersaji di hadapannya.

Juga beberapa mayat yang bergelimpangan.

Rasanya, Choromatsu ingin muntah begitu mencium bau gosong berasal dari manusia malang yang terpanggang hidup-hidup oleh kobaran api ketika pesawat yang ditumpanginya sukses menghantam tanah. Choromatsu dengan keras mencubit pipinya sendiri.

Sakit… jadi yang barusan terjadi, bukanlah mimpi.

Ia berdiri, mencoba berjalan walau tertatih mendekati badan pesawat yang sudah tidak jelas bentuknya tersebut. Sekarang, ia berharap kalau-kalau masih ada manusia lainnya yang selamat selain dirinya. Ah, ia ingat pada ketiga temannya, dimana mereka? Bukankah seharusnya mereka berdekatan?.

Atau mungkin…

Kaki Choromatsu tak kuasa menahan berat tubuhnya agak lama, ia kemudian jatuh berlutut menatap nanar pesawat naas di hadapannya. Memikirkan keadan buruk tentang teman-temannya membuat air matanya mengalir deras dalam diam. Menerima tragedi pahit yang ia terima di sekenario hidupnya. Angin dingin di pulau itu berhembus, semakin mendramatisir suasana Choromatsu yang diliputi rasa kesedihan sekaligus takut.

Benar apa yang difirasatkannya tadi.

"Ngh."

Dengan cepat Choromatsu menoleh, mencari asal muasal sumber suara yang baru saja tertangkap oleh indera pendengarannya. Ia terkejut ketika melihat bongkahan pesawat yang sedikit bergerak tidak jauh dari tempatnya berlutut. Kembali ia bangkitkan tubuhnya, mengambil langkah cepat mendekati bongkahan besi yang di maksud. Menyingkirkannya sekuat tenaga, akhirnya Choromatsu dapat bernapas lega melihat seorang manusia yang masih bernapas di sana.

Terlebih dia adalah…

"N-nyaa-chan."

Mulutnya menganga, ia tidak tahu harus senang atau bagaimana ketika sang 'Idol' yang dicintainya setengah mati berada tepat di depan matanya. Biasanya ia akan langsung mengeluarkan lightstick-nya sambil berteriak-teriak ria ala fanboy. Berfoto untuk mengabadikan momen langka.

Tapi.

Tapi.

Tap-

Woi, bukan waktunya ngewota, Choromatsu!.

Benar, lupakan dulu tentang itu. Ia harus segera menyelamatkan Hashimoto sekarang. Keadaan idol itu cukup parah dengan luka gores yang mengiris beberapa bagian di kulit mulusnya, membuat darahnya mengalir tanpa henti. Choromatsu merasakan debaran jantungnya menjadi cepat ketika dirinya memutuskan untuk menggendong Hashimoto menuju tempat yang lebih nyaman. Tangannya gemetar ketika akhirnya ia dapat menyentuh sang pujaan hati secara langsung. Ia membayangkan dirinya menjadi seorang pahlawan yang menyelamatkan hidup Hashimoto dengan background blink-blink di belakangnya. Kemudian Hashimoto menyukainya, lalu- lalu- mereka menik-

"Choromatsu! Sebelah sini!"

Hilang sudah bayangan happy ending seorang Choromatsu ketika suara pria yang berteriak memanggil namanya membuyarkan segalanya. Kepalanya menoleh menuju sumber suara, tangannya yang semula bergetar untuk menyentuh Hashimoto kini beringsut menjauh. Kedua bola matanya melihat seorang pria dengan Hoodie biru yang mulai berjalan ke arahnya dengan pincang, ia menatap miris pada luka robek yang terlihat di sepanjang paha orang tersebut. Celana jeans yang semula bewarna biru tua itu kini bercampur dengan warna merah.

"Karamatsu… kau selamat?" Tanyanya ketika jarak antara dia dan Karamatsu sudah cukup dekat. Dalam keadaan seperti ini sempat-sempatnya Karamatsu tersenyum, bibirnya bergerak ingin mengucapkan sesuatu tetapi langsung dipotong oleh Choromatsu. "Dimana Todomatsu, Totoko-chan, atau pun yang lainnya?! Apa mereka selamat?" Choromatsu menatap Karamatsu antusias begitu bertanya tentang keberadaan teman-teman yang lainnya, nada khawatir terdengar jelas di sana.

"Todomatsu dan Totoko selamat, tenang saja." Jelasnya dibarengi desahan lega yang keluar dari mulut Choromatsu. Beberapa detik tidak ada tanda-tanda Choromatsu ingin mengucapkan sesuatu, Karamatsu berniat melanjutkan penjelasannya "Semula, hanya aku dan salah satu staff dari Nyaa-chan yang sudah sadar, kemudian kami memebawa beberapa orang lainnya yang selamat di dekat pohon besar di sana." Jari tangannya menunjuk sebuah pohon besar yang menjulang tinggi tak jauh dari tempat di mana pesawat telah hancur. Choromatsu mengikuti arah yang ditunjuk, kemudian mengangguk perlahan. "Ayo Choromatsu, aku kembali karena ingin membawamu kesana."

"Tunggu-"

"Ada apa?"

"Disini ada Nyaa-chan, dia masih hidup."

~Pulau~

Hari sudah malam, keadaan pulau yang semakin gelap itu mulai terasa mencekam. Tidak ada bulan ataupun bintang yang terlihat menyinari, mereka tertutup oleh tebalnya kabut yang terasa abadi pada pulau tersebut. Senandung ria yang dilantunkan makhluk-makhluk malam terdengar. Rimbunan pohon yang cukup besar serta tinggi itu menyelimuti hampir seluruh dari pulau tersebut, tanah disana terasa begitu becek dan lincin. Tanjakan-tanjakan yang cukup terjal sering dijumpai, mengingat daratan pada pulau tersebut terdapat banyak sekali bukit. Sekali terpeleset ketika mendaki, maka kau akan hilang selamanya. Terbawa oleh arus sungai yang sangat deras di bawah sana.

Atau termakan oleh makhluk-makhluk mengerikan yang telah menghuni pulau tersebut.

Asap tebal masih membumbung cukup tinggi pada sebuah pesawat yang baru saja mengalami tragedi mengerikan. Sudah tidak ada api yang membakar pada pesawat tersebut. Beberapa peralatan medis ataupun alat penting lainnya telah menghilang dari tempatnya, sepertinya orang-orang yang selamat telah mengambilnya.

Bagian kepala dan badan pesawat tersebut terpisah cukup jauh setelah menghantam tanah dengan moncong pesawat yang terlebih dahulu mendarat. Dapat dipastikan bahwa kedua pilot dan co-pilot disana sukses meregang nyawa. Beberapa onggokan daging yang matang karena terpanggang terlihat bertebaran disana, ada yang terlempar ada pula yang masih duduk anyem di bangku pesawat. Ada yang terpisang dari anggota badan lainnya, ada pula yang masih utuh.

Pemandangan mengerikan itu kini tengah ditatap oleh seseorang –atau mungkin makhluk tidak jelas- dengan pandangan malas. Makhluk itu menggunakan baju dengan terusan celana bewarna hitam, kepalanya tertutup oleh tudung dari bagian belakang bajunya. Ia melangkah selayaknya manusia normal, namun bentuk telapak kaki dan tangannya lah yang terlihat janggal. Ekor panjang yang tumbuh pada bagian tulang bagian belakangnya melilit sebuah palu yang cukup besar –setara dengan tubuhnya sendiri-. Ia memincing melihat seonggok daging yang tidak sengaja ia injak. Tidak jelas apa yang ia ekspresikan karena tudung yang hampir menutupi sebagian wajahnya kala ia menunduk.

"Ada yang mampir, sepertinya…" Gumamnya menggunakan bahasa manusia yang sangat fasih. "Merepotkan…" nada berat yang terdengar malas itu diucapnya saat sebelah kakinya menendang pelan tubuh tengkurap di bawahnya. Tubuh itu pun berguling berubah posisi menjadi telentang. Sudah tidak jelas apakah tubuh itu milik seorang laki-laki atau perempuan, kulit kepalanya terbakar habis dan hanya memperlihatkan daging bewarna merah seperti terkelupas pada wajahnya. Mungkin kulit bagian wajah itu telah terkikis ketika bergesekan dengan tanah dan tidak terbakar karena posisinya yang tengkurap.

Makhluk yang melihat kejadian menjijikkan itu pun sama sekali tidak merasa takut ataupun mual. Dengan perlahan ia menolehkan kepalanya menuju sebuah hutan dimana sepertinya, orang-orang yang selamat berjalan ke arah sana.

"Manusia-manusia bodoh, mereka memasuki wilayah penuh monster." Membalikkan badan, makhluk tersebut kembali melangkah menuju arah yang sama ketika ia datang. Decihan tidak peduli terdengar disana. "Tch, Bukan urusanku…"

Tap…

Tap…

Tap…

Memberhentikan langkah, makhluk tersebut menoleh sekilas dimana para manusia itu pergi, kemudian melanjutkan langkah kakinya. Entah apa yang ia pikirkan. Dalam beberapa langkah, makhluk tersebut sudah menghilang dibalik rindangnya pepohonan.

~Pulau~

Tanah yang mereka lewati, kini semakin becek juga suasana malam yang semakin gelap hingga terasa susah untuk melihat. Para manusia yang selamat itu terus berjalan semakin jauh ke dalam hutan guna mencari sebuah tempat untuk mereka beristirahat. Walau tempat itu adalah sebuah gua, mereka sudah cukup bersyukur. Sulit untuk memperhatikan sekelilingnya ketika senter yang menerangi langkah mereka hanya ada dua. Manusia itu sendiri sekarang tersisa tidak sampai setengah dari penumpang pesawat yang berkapasitas seratus orang.

Mereka terus berjalan, setelah mengobati luka-luka pada tubuh mereka masing-masing dengan kotak medis yang untungnya masih bisa diselamatkan.

Dua orang pria memimpin di depan, dilihat dari pakaian yang mereka kenakan sepertinya dua orang tersebut adalah para staff persiapan tour Hashimoto. Di belakang mereka terdapat sepasang manusia bernama Hiro dan Nashiro (Ceritanya nama dari Cristmast couple) berlanjut dengan Hashimoto yang masih tidak sadar dan di gendong oleh manajernya, kemudian dibarisan paling belakang terdapat empat sekawan yang sejak tadi saling berjalan beriringan. Dua senter pun di pegang oleh seorang staff di depan sana dan Choromatsu yang berada paling belakang.

Satu.

Dua.

Tiga.

Dua belas.

Sekarang sudah jelas hanya ada berapa orang yang selamat.

Tidak sampai seperempat-nya, malah.

"Aku sudah lelah." Keluh Todomatsu. Ia berhenti sesaat, menekuk kedua lututnya yang sudah terasa begitu lelah untuk melangkah. Choromatsu yang menyadarinya pun ikut berhenti, senternya ia sorotkan pada wajah Todomatsu, terlihat jelas dari raut wajahnya jika Todomatsu telah mencapai batasnya. "Choromatsu, itu silau." Todomatsu menghalangi cahaya silau dari senter tersebut menggunakan telapak tangannya. Choromatsu yang menyadari perbuatannya segera menyenter ke arah lain.

Tidak ada yang sadar ketika sekelebat bayangan hitam lewat secara cepat pada sorot senter Choromatsu kala itu.

"Aku juga lelah. Bisa bilang pada yang lainnya kita berhenti dulu?" Timpal Totoko di sebelahnya. Perban yang membalut sepanjang pergelangan tangan kanan Totoko itu menutupi luka bakar yang gadis itu terima. Sama seperti perban yang membalut lingkaran kepala Choromatsu, ataupun paha Karamatsu dan Todomatsu mendapatkan bagian luka yang sama seperti Totoko.

Menyetujui perkataan temannya, Choromatsu mengambil napas untuk berteriak agar orang di depan sana dapat mendengarnya. "Istirahat! Yang disini sudah lelah!".

Terdengar desahan napas lega usai Choromatsu mengucapkan hal tersebut. Dengan segera mereka mencari sebuah tempat yang cukup kering untuk mereka duduki. Todomatsu yang beruntung segera duduk diatas sebuah batu, kakinya ia luruskan agar peredaran darahnya dapat mengalir secara sempurna. Hashimoto yang telah sadar duduk di samping sang manajer, tatapannya tampak redup ketika Choromatsu tidak sengaja memandangnya.

'Sial, seperti itu pun tetap saja Nyaa-chan KAWAII!' Jerit Choromatsu dalam hati. Wajahnya merona membayangkan wajah manis milik Hashimoto. Untung saja tempat itu gelap, jadi tidak ada yang menyadari warna merah dipipinya. Ia menatap heran ketika Hashimoto duduk menekuk tubuhnya, dan mulai bergetar. ah, Choromatsu sadar jika cuaca di sekeliling mereka sangat dingin, dan Hashimoto sama sekali tidak memakai jaket. Ini saatnya, ia harus terlihat gentle di depan Hashimoto agar idol kucing tersebut kagum kemudian memujinya. Memikirkannya saja sudah membuat Choromatsu ingin terbang.

Eh, tunggu. Memberikan jaket dari mana? Pakaian yang ia kenakan saat ini saja hanyalah kemeja hijau kotak-kotak.

Asem.

Jaket yang ia tinggal dalam kabin pesawat tentu saja telah terbakar.

"Hashimoto-san, kau bisa menggunakan Hoodie-ku."

Dan Choromatsu sukses menatap Karamatsu dengan pandangan horror. Ia pundung di tempat, kesempatan besarnya telah terambil begitu saja oleh kawan pecinta biru yang menyakitkan tersebut.

"Lalu kamu menggunakan apa, nyaa~?"

"Tentu saja tanktop ku yang terlihat keren ini."

"Itu Wajahmu?."

"Tentu, apa Hashimoto-san mau juga?"

"Menyakitkan."

Karamatsu terdiam, namun tak lama setelahnya ia dapat mendengar sebuah tawa yang ditahan oleh mulut Hashimoto. Tawa Hashimoto pun pecah, terdengar merdu bagi pendengaran Karamatsu –begitu pula Choromatsu. "Kau lucu, dan terima kasih, nya~" kemudian sebuah senyuman yang terlihat manis pun mengembang pada wajahnya.

Karamatsu tersentak sesaat, kemudian membalas senyuman Hashimoto.

Gigi Choromatsu gemeretak, suhu tubuhnya mendadak panas. Ia cemburu, tentu saja. Namun ia hanya dapat memalingkan wajahnya kesal ketika Karamatsu berjalan mendekatinya. Karamatsu terlihat sedang memilih daun yang cukup besar untuk dijadikan alas sebagai tempat duduk.

"Seperti biasa, kau sok baik." Ucapnya sinis.

"Aku tulus, kok. Kalau Choromatsu ingin kehangatan dariku, sini biar ku peluk."

"DIAMLAH!"

Karamatsu tertawa pelan seraya menggelengkan kepalanya melihat tingkah kawannya itu. Tentu saja ia tahu kalau Choromatsu sangatlah menggemari Hashimoto. Pasti Choromatsu tengah cemburu besar padanya, ia sadar kalau sejak tadi Choromatsu mencuri pandang pada Hashimoto. Tapi mau bagaimana lagi? Sebagai laki-laki yang baik, ia tidak akan membiarkan seorang gadis kedinginan di depan matanya. Sejenak ia telah melupakan kenyataan pahit yang hadir dalam hidupnya. Berbicara dengan seorang Idol? Pasti akan sangat merepotkan jika kau berada di 'sana'.

Tempat tinggalnya.

"Daun ini cukup-"

"GRAHHHH!"

Karamatsu mematung begitu menemukan 'sesuatu' dibalik sebuah daun yang cukup lebar setelah ia cabut. Matanya melebar begitu melihat sebuah wajah yang cukup membuat bulu kuduk berdiri. Wajah itu adalah wajah manusia -tanpa kulit-, deretan giginya meruncing tajam, air liur menetes dari kedua sudut mulutnya yang terlihat robek.

Beberapa orang lainnya menoleh dengan cepat dan terkejut setengah mati dengan sosok aneh yang muncul tepat di hadapan wajah Karamatsu. Karamatsu membelalakan matanya, sesegera mungkin ia harus menyuruh yang lainnya pergi.

"LARIIIII!"

Dengan langkah panik mereka semua segera beranjak dari tempat duduk mereka, berlari sejauh mungkin untuk menyelematkan diri dari kejaran sang makhluk aneh. Sosok itu pun keluar dari semak-semak, memperlihatkan bentuk tubuhnya yang seperti manusia biasa namun tidak dengan wajahnya serta…

Tentakel-tentakel yang bermunculan di punggungnya.

"HUWAAAA!" Seseorang dari mereka tertangkap ketika tentakel panjang tersebut tersulur untuk melilit kaki kanan dari manajer seorang Hashimoto. Kejadian berlangsung cepat, dengan bantuan kedua ujung tentakel tajamnya, sosok itu menusuk bagian perut sang manajer kemudian menariknya hingga terbelah menjadi dua. Usus dikeluarkan secara paksa, kemudian sosok itu segera memakannya. Tatapannya semakin tajam kala ia asik memakan tubuh bagian lainnya. Darah berceceran dimana-mana, onggokan daging yang terpental mengenai wajah Hashimoto.

"MANAJERRRRR!" Hashimoto berteriak nyalang ketika menyaksikan sang manejer yang telah lama bersamanya itu kini telah hancur dengan sadisnya. Air mata mengalir deras dari kedua sudut matanya, ingin ia berlari untuk menghampiri tempat dimana Manejer berada, namun kedua staffnya telah menariknya untuk segera menjauhi tempat berbahaya tersebut.

Kini monster tersebut kembali mengejar sekelompok manusia yang mencoba lari darinya. Meninggalkan mayat manajer yang telah terpotong-potong secara sadis.

Choromatsu terus berlari, ia memperhatikan orang-orang di sekitarnya. Ia berhenti begitu menyadari sesuatu.

"Dimana Karamatsu?!"

.

.

.

Di hadapan Karamatsu kini terdapat monster mengerikan yang telah membunuh seseorang diantara mereka sebelumnya. Pandangannya tajam. Dengan tanktop bergambar wajahnya, sepertinya ia sedang mencoba untuk menantang monster di depannya. Yah, ia tahu kalau itu memang tidak mungkin, tetapi dengan ini maka ia bisa mengulur waktu dan berharap agar orang-orang lainnya berhasil kabur dengan selamat.

Intinya.

Ia mengorbankan dirinya.

.

.

.

Choromatsu segera memutar arah langkah kakinya, ia kembali ke tempat tadi demi mencari Karamatsu. Ia bahkan tidak peduli dengan panggilan Todomatsu ataupun Totoko. Sial, ini adalah salahnya, seandainya ia tidak memenangkan hadiah, seandainya ia tidak mengajak teman-temannya, maka hal ini tidak akan terjadi. Choromatsu semakin mempercepat langkah kakinya, ia benar-benar berharap jika nantinya ia akan bertemu Karamatsu yang selamat dengan sebuah senyuman menyakitkan yang biasa ditnjukkan Karamatsu padanya.

Langkah kakinya lama kelamaan mulai pelan ketika tempat sebelumnya kembali ia hampiri.

Namun yang didapat?

Hanya suasana hening dengan potongan-potongan daging yang berceceran.

"KARAMATSUUUUU!"

TBC

A/N: entah mau dilanjutin atau enggak, mau liat reponnya dulu~ Silahkan Review~