Naruto belongs to Masashi Kishimoto

Inspiring from Tea For Two by Clara Ng

Di dedikasikan untuk seorang teman yang menyesali pernikahannya

Warning : AU, OoC, miss typo dan sederet kesalahan lain

PROLOG

Apa yang terbayang di benakmu saat kau mendengar kata 'pernikahan'? Mungkin bnyak orang akan mendeskripsikan pernikahan sebagai sebuah ikatan suci yang hanya bisa dipisahkan oleh Tuhan. Pernikahan adalah sebuah babak baru kehidupan manusia. Budaya dan kepercayaan selalu mendorong-dorong kita untuk menjalaninya. Sebuah jalan bertabur bunga, dengan ksatria impian kita yang akan siap sedia mendampingi kita dalam keadaan susah maupun senang; sehat maupun sakit. Sebuah kehidupan yang akan kita jalani bersama orang yang kita cintai dan mencintai kita. Tapi pernahkan kita berfikir tentang fenomena berjudul KDRT? Kali ini bukan sekedar judul pidato gerakan pembela kaum hawa. Ini adalah sebuah kenyataan yang bisa terjadi pada siapa saja. Salah satunya, Uchiha Hinata.

Dulu ia adalah salah satu orang yang percaya bahwa cinta bisa kekal dan abadi. I'll always loving you, itu adalah sebuah mantra yang dimiliki Obito. Mantra yang selalu bisa menaklukkannya. Tapi pada kenyataannya cinta juga tak jauh berbeda dari makanan yang punya tanggal kadaluarsa. Terdengar siniskah? Tapi itulah realita yang terjadi. Bukan hal yang ajaib jika dulu pasanganmu rajin mengirimu puisi cinta, membawakanmu setangkai mawar di akhir pekan dan memperlakukanmu bagai seorang putri namun kini untuk melihatmu saja ia terlihat enggan. Sekali lagi, itulah yang terjadi pada Uchiha Hinata.

.

.

.

Hinata baru selesai mandi saat ia mendapati handphonenya berbunyi nyaring. Mungkin dari Obito, pria Uchiha yang menikahinya sejak empat bulan lalu. Apa dia mau minta maaf karena tadi pagi membentak Hinata yang salah mengambilkan dasi untuknya? Semoga memang begitu. Hinata menjangkau handphonenya. Bukan dari Obito, itu telepon dari Kiba.

" Moshi-moshi, " sapa Hinata.

" Moshi-moshi, Hina-chan, " balas Kiba, " Siang ini kau ada waktu? Kuharap kau mau bergabung dengan kami untuk makan siang bersama. Mau, ya. Gaara yang traktir lho, " lanjut Kiba nyerocos tanpa jeda.

Hinata ingat, hari ini Obito memilih makan siang bersama clientnya. Itu berarti ia tidak akan pulang untuk mengajak Hinata makan siang bersama. Karena itu, tanpa ragu Hinata mengiyakan ajakan Kiba. Toh, sudah lama ia tidak pergi bersama teman-temannya. Hinata kangen saat-saat kebersamaan mereka. Berikutnya Kiba menyebutkan nama sebuah Café yang terletak di dekat Klub. Café tempat mereka biasa berkumpul bersama. Biasanya jika Klub menang, maka mereka akan merayakannya. Seringkali sang pencetak gol yang akan mentraktir. Tentu saja dengan bonus yang mereka terima.

.

.

.

Hinata baru tiba di Café La Primavera. Mata lavendernya langsung mencari-cari tiga kepala yang ditumbuhi rambut berwarna merah, raven dan coklat. Ah, disana! Kiba yang menyadari kehadirannya paling awal langsung melambaikan tangan pada Nyonya Uchiha itu.

" Hn? Kau terlihat kurus, Hina-chan, " kata Gaara.

" Terima kasih, " balas Hinata.

" Itu bukan pujian, " kata Gaara, "Tak kusangka pernikahan benar-benar membawa pengaruh besar untukmu. Kurasa aku bisa percaya dengan kata-kata sasuke tentang dirimu. "

Hinata mengalihkan pandangannya untuk menatap sahabat yang merangkap sebagai adik iparnya itu. Seolah ingin bertanya, apa saja yang sudah diceritakan pemuda bermata onyx itu pada Gaara dan mungkin juga temannya yang lain. Tapi si bungsu Uchiha itu hanya menggumam, " Hn… " saja.

Kiba segera mengambil inisiatif untuk menyelamatkan situasi. "Hey, ayolah! Mumpung Hinata disini. Gaara, kau yang traktir kan ? Nah, pilihlah sesukamu, Hina-chan. "

" Ah, iya, Sudah lama kau tidak mentrkatirku Gaara-kun, " kata Hinata, "Kali ini berapa gol yang kau lesakkan ke gawang lawan ? "

"Eh ? " Kiba terlihat heran, " Apa kau begitu sibuk sampai tidak sempat nonton ? Kita menang besar lho ; 4-1 lawan Kusanagi FC dan Gaara mencetak hattrick. Sayang sekali kalau kau tidak melihatnya. "

" Hontou ni gomenasai, " sesal Hinata. Belakangan ia memang tidak terlalu memperhatikan perkembangan Klub. Obito tidak suka ia terlalu dekat dengan teman-temannya. Bahkan untuk sekedar menonton pertandingannya di TV. Dan sayangnya Hinata memilih untuk menjaga perasaan suaminya. Gaara benar, pernikahan memang telah mengubah Hinata.

.

.

.

Hinata membuka pintu rumahnya. Aneh, kenapa tidak terkunci. Seingatnya ia tidak pernah lupa mengunci apartemen mereka saat akan pergi. Apa suaminya sudah pulang ? Mendengar suara televisi menyala, Hinata yakin akan tebakannya barusan.

" Obi-kun, kau sudah pulang? " sapanya lembut.

Obito tidak menjawab. Sorot matanya terlihat sangat dingin seolah siap membekukan Hinata. Sudut bibirnya membentuk huruf 'n'. Hinata menghela nafas, ia cukup pintar untuk mengerti ; Obito sedang marah padanya.

" Maaf, aku tidak tahu kau akan pulang lebih awal, " kata Hinata, " Jadi aku pergi dengan teman-temanku. "

" Bagus, kau sudah berani pergi tanpa memberitahuku. Ini yang disebut sebagai istri yang berbakti? " sindirnya, masih dengan suara dinginnya.

Hati Hinata seakan ditusuk jarum tak terlihat. Memangnya dia harus memasang pengumuman jika ingin pergi dengan teman-temannya? Lagipula ia pergi dengan teman-temannya, dengan Sasuke yang notabene adalah adik sepupu suaminya. Oh, Hinata lupa akan satu hal ; hubungan mereka berdua memang tidak bisa disebut baik.

" Apa sulitnya menelponku sekedar untuk memberi tahu? Alexander Graham Bell tidak menciptakannya hanya untuk aksesoris, " kata Obito. Matanya sedikit memerah, bukan karena teriritasi tapi karena menyimpan amarah yang begitu besar.

"Ma-maaf, " kata Hinata, " Kukira kau sibuk dengan urusan kantor. "

" Sibuk dengan urusan kantor katamu ? Mana bisa aku berkonsentrasi dengan pekerjaanku sementara istriku pergi dengan para pesebakbola yang suka menebar sensasi ! Kau pikir aku tidak melihatnya, hah! Kau pikir aku akan duduk tenang di meja kantor sementara kau bebas menyelinap untuk pergi dengan kekasih gelapmu itu? Dasar istri murahan! " kata Obito. Ia melayangkan tangannya ke pipi Hinata.

PLAKK!

Sebuah tamparan keras diterima Hinata. Saat itu juga Hinata merasa kepalanya pening akibat kerasnya tamparan Obito. Ia mencoba menahan rasa sakit yang begitu tiba-tiba itu. Tamparannya memang sakit, tapi lebih sakit lagi hatinya. Sepanjang pernikahan mereka, memang tak terhitung berapa kali Obito marah padanya, tapi baru kali ini Obito bertindak kasar padanya. Inikah cara Obito mencintainya?

" Obi-kun, aku hanya bertemu dengan teman-temanku. Tadi siang Kiba menelponku, mengajakku bergabung dengan Gaara-kun, Kiba-kun dan bahkan Sasuke-kun untuk merayakan kemenangan Klub, " Hinata mencoba membela diri. Mereka bertiga adalah teman baik Hinata saat Hinata masih menjadi Ahli Gizi untuk tim Chidori FC; klub sepakbola tempat ketiganya bernaung.

" Itulah sebabnya aku tidak suka kau dekat-dekat mereka ! Sejak sering bertemu mereka, kau jadi istri pembangkang! " kata Obito mempertahankan nada tinggi dalam suaranya.

" Obi-kun, a-aku… "

PLAKK!

Satu tamparan lagi diterima Hinata. Hinata tidak mampu berkata apa-apa lagi. Ia berusaha menahan laju air matanya yang tertahan sejak tadi. Tidak, Hinata tidak ingin menangis. Obito pasti hanya khilaf. Ia pasti tidak bermaksud menyakitinya. Tapi yang dilihatnya hanya Obito yang masih terlihat gusar. Ia melangkah pergi dan membanting pintu apartemen mereka. Sementara Hinata hanya bisa terdiam memeluk lutut. Lelehan air mata yang sejak tadi ia tahan akhirnya mengalir juga di pipi putihnya.

Jika kalian mengira Hinata adalah wanita bodoh yang tidak pandai dalam memilih pasangan hidup, kalian keliru. Obito yang dikenal Hinata bukanlah Obito yang temperamen dan kasar. Dulu Obito adalah pemuda impian semua gadis. Ia memiliki segalanya, termasuk sebentuk hati yang akhirnya dimiliki Hinata. Tapi kalian boleh menyalahkan Hinata yang tidak mampu melihat sisi lain dari Obito yang begitu mengerikan. Firasat-firasat kecil yang seringkali Hinata abaikan hanya atas nama cinta. Ironis memang. Seandainya Hinata sadar lebih awal, ini semua tidak akan terjadi.

TBC

A/N : My second fic, masih hancur kah ? Mohon koreksinya dari senpai-senpai sekalian. Fic saya kemarin memang minim deskripsi dan gantung banget. Mungkin suatu saat mau saya perbaiki dalam bentuk multichap aja. Mind to Review ?