The Midnight
Genre: Supernatural, Horror, Fantasi
Rating: T
Cast: Cho Kyuhyun, Lee Sungmin and other
Pairing: Kyumin
Disclaimer: Super Junior © SMent
All cast © God
The Midnight © yunshine
Warning: Boys Love, YAOI, OOC, Gajeness, Tidak mengutamakan EYD, Typo, Kyumin's centric
Summary: Berawal dari sebuah permainan mistis yang Sungmin mainkan bersama kedua temannya, tanpa sadar Sungmin terikat perjanjian darah dengan Kyuhyun.
Don't Like Don't Read!
.
.
.
Chapter 01 : Playing with The Midnight Man
Malam itu langit terlihat gelap dan kelam tanpa perhiasan manik-manik kecil yang biasanya bertebaran mengisi keluasan jagat. Bahkan bulan 'pun seakan sependapat dengan bintang untuk tidak menampakan diri malam ini, benda langit yang biasanya mengisi keindahan langit malam itu tampak malu-malu bersembunyi di balik tebalnya selimut awan hitam. Seolah benda bulat bersinar itu punya jadwal tersendiri untuk menemani kegelapan malam.
Seperti malam yang sudah-sudah, malam ini 'pun terasa begitu sepi dan mencekam. Suasana yang tak jauh berbeda juga ditemui dalam sebuah ruangan kamar yang terlihat cukup luas untuk di tempati lebih dari satu orang. Hanya bisikan-bisikan kecil yang bersahutan mengisi keheningan kamar itu. Bisikan-bisikan itu terdengar menggema seolah memantul di sekitar dinding-dinding kamar yang tinggi dan kokoh.
"Aku tidak yakin melaksanakan permainan konyol ini di rumah Sungmin adalah ide yang bagus. God! Kita harus mengelilingi istana ini selama tiga jam? Pikirkan itu!" sayup-sayup terdengar bisikan dengan nada kesal yang mampu di tangkap oleh dua pasang telinga lainnya yang ada disitu. Sosok itu berbisik dengan nada yang jelas menunjukkan kalau ia tengah kesal dan tak menyetujui suatu hal. Saking kesalnya, ia bahkan beranjak bangkit dari hadapan kedua sosok namja yang duduk berhadapan dengannya.
"Kibummie!" sosok berwajah tirus ikut bangkit dan menahan lengan Kibum; namja yang berbisik dengan nada kesal tadi. "Kau tak bisa melarikan diri begitu saja. Kita sudah setengah jalan," namja berwajah tirus itu mengeluarkan kalimat yang mungkin bisa menahan Kibum.
Kibum menggeleng pelan, "Kita belum melakukan apapun, Ryeowook-sshi. Oh God! Kerasukan apa aku ini! Aku bahkan tidak begitu mengenal kalian tapi dengan bodohnya mau mengikuti permainan konyol ini," Kibum memasang raut wajah kolaborasi menyesal dan kaget yang di dramatisir.
Sosok yang sedari tadi duduk tenang menonton percakapan Kibum dan Ryeowook kini ikut berdiri dan melemparkan tatapan tajam tepat ke iris bening Kibum. Sedang yang di tatap bersikap acuh dan menata raut wajahnya sedatar mungkin.
"Seingatku kau ingin balas dendam dengan Siwon sehingga mau mengikuti permainan konyol yang di tawarkan oleh dua orang namja berstatus satu sekolah denganmu —yang katamu tak begitu kau kenal, bukan begitu, Kibummie?"
Kibum mendengus pelan, ia paling benci kalau nama namja yang menjadi cinta pertamanya kembali di sebut. Mau tak mau kalimat Sungmin membangunkan singa yang tertidur jauh di sisi terdalam seorang Kim Kibum. Singa liar penuh kebencian yang selalu meronta dalam dirinya untuk segera membalaskan napsu terpendamnya. Balas dendam.
"Aku masih ingat bagaimana Si—"
"Stop it!" Kibum berteriak kalut ketika Ryeowook akan berbicara yang ia tahu kemana arah pembicaraan namja berdagu sedikit runcing itu. "Jangan mencoba untuk mengungkit-ungkit itu lagi, Sungmin-sshi, Ryeowook-sshi. Aku tidak mengatakan kalau aku tidak mau melanjutkan permainan konyol ini, aku hanya—err maksudku aku ragu dengan 'istana' milik Tuan Muda Lee ini, ini—"
"Mengingatkanmu dengan 'istana' Tuan Muda Choi?"
"Itu tidak lucu, Ryeowook!"
"Ya! Jangan mulai pertengkaran lagi! Aku paham maksudmu Kibum, kau berpikiran kalau rumahku terlalu luas untuk di kelilingi sepenuhnya selama tiga jam, begitukah?" Tanya Sungmin berusaha bersikap santai namun hanya disambut anggukan kecil dari Kibum.
"Kurang lebih seperti itu,"
Sebenarnya bukan itu yang mengusik pemikiran seorang Kim Kibum sekarang. Ia tak peduli dengan rasa bosan, lelah, takut atau apapun itu nantinya. Ia hanya sedang ingin sendiri sekarang, merenung dan memikirkan apakah langkah yang ia ambil nantinya adalah langkah yang tepat. Dan tentu saja itu semua ingin dilakukannya tanpa dua namja cerewet –menurutnya- yang notabene merupakan mantan-mantan kekasih namja yang menjadi cinta pertamanya.
"Aku rasa kita harus berbagi territorial, begitu saja 'kan? Aku di lantai atas itu artinya mencakup kamar-kamar di lantai ini juga. Kau, Kibum, di lantai bawah dan Ryeowook di sekitar halaman luar rumah. Setelah menghabiskan waktu penuh selama tiga jam tiga puluh tiga menit kita berkumpul lagi di ruang tamu, bagaimana?"
"Aku menolak," Ryeowook menginterupsi, kini giliran namja tirus bertubuh paling kerempeng itu yang mulai bertingkah. Mau tak mau Sungmin memutar kedua bola matanya menanggapi tingkah kedua temannya itu.
"Membagi territorial? Ya! Kalian pikir kita sedang bermain dengan bocah ingusan yang masih di gendong? Kita bermain dengan setan! Arwah! Roh! Atau apapun itu! Membagi territorial dengan artian berjalan sendiri dalam keadaan gelap dan hanya ditemani cahaya lilin di rumah yang sangat luas ini sama sekali bukan solusi, Sungmin. Bersama lebih baik, percayalah!"
Sungmin mengernyit dan berusaha mencerna kalimat yang Ryeowook lontarkan dengan nada panik itu sedangkan Kibum otak jeniusnya dengan cepat menyimpulkan penuturan Ryeowook.
"Kau takut," gumam Kibum dengan raut wajah yang belum juga berubah, datar. Kedua pasang telinga dalam ruangan tersebut mampu mendengar gumaman Kibum meski dalam volume yang nyaris berbisik.
"Kau bilang apa?" Ryeowook tersinggung.
"Kau takut. Kesimpulan dari kalimatmu tadi, pabbo. Kau takut! Iya 'kan?" Kibum mencibir, entah kenapa ia senang sekali membuat salah satu dari dua orang yang ada di hadapannya saat ini menjadi kesal. Mungkin ini semacam efek balas dendam dan cemburu yang masih tersisa karena mereka pernah 'mencicipi' cinta dari pacar pertamanya.
"Jangan memancing keributan di rumahku, Kibummie. Kau mulai menyebalkan," sebelum kembali terjadi adu mulut, Sungmin memperingatkan namja yang memiliki raut wajah paling datar itu. Kalau boleh jujur sebenarnya Sungmin mulai kesal dengan sikap dan kata-kata tajam yang meluncur dari mulut Kibum namun ia berusaha untuk bertahan demi kelangsungan permainan mereka.
"Setelah ini aku tidak akan mau berurusan denganmu lagi," mengacuhkan peringatan Sungmin, jari telunjuk Ryeowook teracung tepat ke depan wajah Kibum.
Kibum mencibir kesal, "Aku juga merencanakan itu jauh sebelum kau memperingatkanku,"
"Oya? Kalau begitu aku—"
"CUKUP! Sekarang ini sudah hampir memasuki tengah malam. Kita tak punya waktu untuk berdebat atau beradu kata-kata konyol. Wookie-ya, cepat bacakan kembali buku petunjuknya,"
.
-o0o-
.
Dan disinilah ketiga namja dengan raut wajah manis yang diatas rata-rata itu sekarang. Di ruang tamu kediaman keluarga Lee. Mereka duduk manis di salah satu sofa panjang yang mewah dimana di hadapan mereka terdapat sebuah meja kaca bening yang mengkilat dengan benda-benda aneh di atasnya. Benda-benda yang menjadi properti pelaksanaan ritual permainan mistis mereka. Permainan Tengah Malam —The Midnight Game—.
Mulai dari lilin, pematik api, pulpen, kertas, penghitung waktu, garam bahkan jarum. Semua benda-benda yang di beli sepaket dengan buku petunjuk The Midnight Game-nya itu kini tergeletak sembarangan di atas meja kaca tersebut.
"Langkah pertama. Pastikan kalau seluruh ruangan yang merupakan bagian dari rumah tempat diadakannya permainan dalam keadaan gelap. Jangan biarkan setitik cahaya 'pun menerangi rumah Anda -selain lilin- di ruangan manapun!" suara Ryeowook menggema di ruangan luas tersebut.
Sungmin dan Kibum yang duduk berdampingan dengan Ryeowook terlihat mengangguk kecil sebelum akhirnya Sungmin memanggil satu-satunya pelayan yang menetap di rumahnya untuk memadamkan segala penerangan dalam rumah tersebut tak terkecuali penerangan lampu taman.
"Kau yakin ini tak apa-apa? Rumahmu 'kan besar sekali, kalau ada maling yang mengambil kesempatan bagaimana?" pertanyaan logis yang dilontarkan Kibum mendapat sahutan setuju berupa anggukan kecil Ryeowook. Sungmin mengangkat sedikit bahunya sebagai gesture bahwa ia tak peduli.
"Tenang saja," senyum yang sukar di artikan tercetak sempurna di wajah Sungmin, membuat si penanya mengernyit heran.
"Wookie, kau tunggu apa? Kajja lanjutkan lagi," suara Sungmin terdengar lagi bersamaan dengan menggelapnya ruangan yang dalam artian pelayan Sungmin sudah melaksanakan tugasnya dengan sempurna.
Berhubung dalam permainan tidak di izinkan menggunakan penerangan lain seperti senter atau semacamnya, Kibum dengan tanggap meraih —meraba— lilin besar yang ada di meja dengan pematik api lantas menghidupkannya.
"Lanjutkan!" pandangan dengan berbagai ekspresi yang Ryeowook dan Sungmin lemparkan ke Kibum langsung teralih begitu mendapat perintah singkat dengan nada setengah berbisik dari namja itu.
Di bantu penerangan lilin yang ada pada Kibum, Ryeowook kembali melanjutkan membaca hal yang menurutnya penting dalam buku petunjuk yang berada di pangkuannya tersebut.
"Langkah kedua. Tulis nama semua pemain beserta masing-masing keinginan yang akan di ajukan ke Midnight Man di selembar kertas yang sudah di sediakan. Usahakan membuat permintaan yang dapat di jangkau oleh Midnight Man dan tidak membuatnya merasa tersinggung ataupun marah,"
Jemari tangan Sungmin meraih selembar kertas tipis beserta pulpen yang tergeletak di meja. Untuk saat ini mereka mencoba serius dan berkonsentrasi dengan tidak terlalu banyak bicara yang mungkin akan menciptakan pertengkaran dan berakhir dengan gagalnya ritual dalam permainan tersebut.
"Berapa permintaan yang boleh di ajukan?" Tanya Sungmin seraya menoleh pada Ryeowook sesaat sebelum pulpen di tangannya menyentuh kertas tipis di atas meja kaca. Ryeowook memutuskan untuk mengecek kembali isi buku petunjuk yang ada di pangkuannya. Kibum 'pun ikut meneliti, tak lama kemudian kerutan tercipta di dahi namja manis tersebut.
"Tak ada. Di sini di katakan hanya menulis permintaan dan tak ada keterangan detailnya," penjelasan Kibum disahut anggukan setuju Ryeowook. Sungmin berdecak kesal.
"Sial. Percuma Appa membeli mahal!" rutuknya kesal.
"Berikan padaku. Biar aku yang duluan menulisnya," usul Kibum yang di sambut baik oleh Sungmin sehingga kedua namja manis itu bertukar properti yang ada di tangan mereka. Kini Sungmin memegang lilin panjang dengan diameter yang lumayan lebar, sedangkan Kibum memegang pulpen beserta kertas tipis dengan Ryeowook yang memangku buku petunjuk yang lumayan tebal di tengah-tengah mereka.
/Kim Kibum
Permintaan : -aku ingin namja bernama Choi Siwon bertekuk lutut padaku
-aku ingin bebas dari Umma
-aku ingin hidup tenang tanpa ada masalah satupun/
"Wow..wow…itu frontal sekali, Kim Kibum. Kau benar-benar sudah tergila-gila dengan namja kekar itu ya?" goda Ryeowook mengintip tulisan Kibum.
"Diamlah! Selanjutnya kau!" entah kenapa Kibum jadi malu sendiri membaca tulisannya di atas kertas tipis tersebut sehingga menimbulkan semburat merah di kedua pipinya. Bersyukurlah dengan syarat permainan ini yang mengajukan kegelapan yang ternyata cukup membantu Kibum menyembunyikan rona merahnya, kalau tidak mungkin ia akan menjadi bulan-bulan Ryeowook dan Sungmin lagi. Dia benci itu.
Tanpa basa-basi Ryeowook menyambar kertas dan pulpen dari Kibum. Ia tampak berpikir sejenak sampai akhirnya mencoret-coret selembar kertas itu juga.
/Kim Ryeowook
Permintaan : -aku ingin Kim Jongwoon dan teman-temannya berhenti meledek dan membully-ku
-aku ingin memiliki harta yang melimpah
-aku ingin menjadi pusat perhatian semua orang
-aku ingin memiliki badan yang sedikit berisi/
"Konyol sekali. Kau takut terkena anoreksia?" ledek Kibum yang di sahut tawa ringan dari Sungmin. Namja tirus itu hanya mendengus kesal tanpa ada niat untuk mengganti permintaan terakhirnya.
"Kalau kau ingin gemuk sering-sering saja datang ke rumahku, Wookie-ya. Jangan sampai mengikuti permainan mistis ini segala," ledekan Kibum menuai sahutan dari Sungmin yang tampaknya belum bisa menghentikan tawa kecilnya.
"Aishhh…kau ini memihak Kibum sekarang?" sungut Ryeowook seraya meletakan kedua benda yang tadi di pegangnya ke pangkuan Sungmin. Sungmin yang menyadari kekesalan sahabatnya mulai meredakan tawanya dan menepuk pelan lengan namja tirus yang duduk di sampingnya itu.
"Tenanglah. Aku hanya bercanda," hibur Sungmin yang tanpa menunggu respon Ryeowook langsung melaksanakan keinginan menggebunya.
/Lee Sungmin
Permintaan : -aku ingin kedua orang tuaku tidak terlalu sibuk untuk berada di rumah
-aku ingin mendapatkan banyak kejutan dalam setiap hari-hariku yang membosankan ini
-aku ingin Kim Ryeowook mendapatkan tubuh berisinya/
"Lihat! Lihat! Aku bahkan memasukkan keinginanmu ke dalam daftarku, bukankah ini membuktikan kalau aku memang sahabatmu?" Sungmin dengan bangganya mengacungkan selembar kertas yang sudah penuh oleh coretan pulpennya dan kedua temannya itu ke depan wajah Ryeowook.
Ryeowook menyambar kertas tersebut dan membacanya kembali bersama Kibum. Senyum dan cengiran lebar silih berganti di wajah manis namja tirus tersebut.
"Gomawo, Minnie," ujar Ryeowook dengan mata sedikit berkaca-kaca, "Kau memang sahabat terbaikku,"
Dalam waktu yang menunjukkan hampir tengah malam berlangsunglah acara telletubies abal yang diperankan oleh Sungmin dan Ryeowook. Mau tak mau Kibum memutar kedua bola matanya melihat adegan klise yang berlebihan itu.
"Jangan berlebihan! Ayo lanjutkan!" Kibum melerai adegan berpelukan itu begitu menyadari waktu yang hampir mencapai puncak permainan dari penghitung waktu yang ada di meja kaca.
"Aishh..kau ini! Dasar tak punya teman!" gerutu Sungmin dan Ryeowook hampir bersamaan. Kibum memasang raut wajah tak peduli. Ia tak peduli pada apapun saat ini kecuali kelangsungan permainan dan terkabulnya permintaannya.
Ryeowook kembali menekuni buku di pangkuaannya dengan cahaya dari lilin besar yang sudah Sungmin letakkan di atas meja kaca sebelum mengisi kertas tipis tadi.
"Langkah ketiga. Lukai jari masing-masing pemain dengan jarum yang sudah di sediakan sehingga menghasilkan luka dengan darah segar. Masing-masing tetesan darah dari pemain wajib di teteskan ke atas kertas —yang berisi nama dan keinginan tadi— hingga merembes ke dalam serat kertas. Ingat! Jangan menggunakan darah orang lain yang tidak terlibat permainan karena hanya akan menyebabkan kegagalan ritual dan tidak terpanggilnya Midnight Man,"
Setelah Ryeowook selesai membacakan syarat ketiga, ketiga namja manis itu saling bertukar pandang; berbicara lewat sorot mata hingga akhirnya ketiga namja yang masih duduk di bangku menengah atas itu bertukar anggukan pelan —tanda kalau mereka tidak keberatan untuk memenuhi syarat ketiga tersebut. Setetes darah tak ada artinya dari apa yang akan mereka dapatkan kelak jika permintaan mereka di penuhi Sang Midnight Man.
Belum sempat Kibum —orang pertama yang bersedia meneteskan darahnya— melukai jari tangannya, Sungmin keburu mencegah.
"Waeyo?" Kibum mengernyit tak sabar. Sungmin tak langsung menjawab namun sepasang mata foxy-nya mengarah tepat ke buku yang ada di pangkuan Ryeowook. Jari tangannya menunjuk sebaris kalimat dengan huruf kecil yang berdampingan dengan syarat ketiga.
"Ada catatan kecil disini…panjang juga,"
Ryeowook dan Kibum ikut menoleh dan membaca tulisan kecil yang lumayan panjang namun rapi tersebut, "Ini mantranya!" pekik Ryeowook girang. Kibum ikut mengangguk setuju.
"Kenapa di tulis sekecil ini? Apa sengaja di sembunyikan dan di buat luput dari mata kita?" gumam Kibum heran.
"Tapi untuk apa, Kibummie? Agar ritual tidak berlangsung dengan berhasil? Dengan kata lain, buku petunjuk ini sengaja menggagalkan ritual dalam permainan?" Tanya Sungmin ikut berpikir keras dengan dahinya yang mulai berkerut.
"Entahlah. Mungkin saja,"
"Aishh…sudah..sudah! Jangan pedulikan itu! Mau dilanjut atau tidak?" entah karena malas berpikir atau tak mau terkesan sok misterius, Ryeowook menyela dengan nada sedikit gusar.
"Baiklah. Lanjutkan!" ucap Kibum dan Sungmin berbarengan. Ryeowook tersenyum puas dan kembali menunduk untuk menangkap bacaan yang mereka duga sebagai mantra penting dalam permainan mistis tersebut.
"Baca bersama-sama saja, ne?" saran Ryeowook disahut anggukan pelan dari kedua namja yang duduk di kanan dan kirinya.
"Wahai Penguasa Tengah Malam, panggilkan roh yang nyata dalam bayang belenggu kuasamu. Ajarkan mereka untuk berkerja sama dengan jiwa yang hidup disini. Maut dan waktu menjadi saksi pertemuan dalam perjanjian. Kelak aliran darah dan masa yang akan membuktikan. Ikat kami! Ikat dirimu! Dalam perjanjian hitam dengan darah, LEKAS MULAI BERMAIN!"
PRANGGG!
Ketiga namja itu terlonjak kaget begitu salah satu pigura foto yang berukuran kecil menggantung di ruang tamu jatuh begitu saja. Entah mereka sadar atau tidak sekelebat bayang hitam lewat dengan sangat cepat bersama hawa dingin yang terasa asing di kulit. Hawa dingin yang entah berasal dari mana.
"OMO!" pekikan kaget dengan sirat ketakutan terlepas dari mulut namja berwajah tirus dan namja berbibir plump yang ada di sebelahnya. Mereka terlihat ketakutan dan bergidik hebat begitu cahaya lilin padam sehingga tercipta kegelapan yang gulita.
Bahkan Kibum yang sedari tadi bersikap tenang dengan raut wajah datarnya yang khas juga mulai merasa ketakutan. Padahal ia sudah mencoba berpikir rasional tapi entah kenapa hawa dingin yang tak jelas asalnya itu seolah menumpulkan logikanya.
"Ba-bagaimana ini? Pa-padahal kita belum menyelesaikan permainannya tapi sudah se-mengerikan ini," suara Ryeowook terdengar bergetar memecah kesunyian yang tadi sempat tercipta karena ketiga namja itu sibuk dengan pikiran mereka masing-masing.
"Itu tandanya permainan ini bakal berhasil. Ayo lanjutkan!" meski takut tapi Sungmin tak bisa menutupi kesenangannya dengan kemungkinan-kemungkinan yang akan ia dapatkan jika permintaannya terwujud. Sungmin terlalu bersemangat.
"Ki-kibummie? Kenapa kau diam saja?" ada rasa peduli dari suara bergetar Ryeowook yang membuat Kibum yang tadinya berniat mengerjai namja tirus itu menjadi tak tega dan luluh.
"Aku masih di sampingmu. Kita lanjutkan!" pematik yang sedari tadi bersama Kibum kini dinyalakan kembali ke arah lilin besar yang ada di atas meja. Sinar dari lilin yang cukup besar itu terlihat temaram mengisi hampir sebagian ruangan luas tersebut.
Tanpa banyak bicara Kibum meraih kembali jarum di atas meja dan melukai jari telunjuknya sendiri. Setelah jarinya terluka dan mengeluarkan darah, darah tersebut lantas di teteskan diatas kertas tipis berisi nama dan permintaan mereka tadi. Benar-benar terlihat seperti perjanjian darah yang tak terlanggar.
"A-apakah ini akan baik-baik sa-saja?" Tanya Ryeowook ragu-ragu ketika mendapat giliran untuk meneteskan darahnya di atas kertas. Sungmin memutar kedua bola matanya memperlihatkan kalau ia bosan dengan sikap penakut Ryeowook.
"Tenanglah. Kita bertiga! Kalau ada apa-apa kita selesaikan bersama-sama, arra?" kalimat Sungmin berhasil meyakinkan Ryeowook, ia langsung melempar tatapan tajam sebelum Kibum sempat menyela kalimatnya. Namja miskin ekspresi itupun membatalkan protes yang hampir ia lontarkan ke Sungmin.
"Selanjutnya apa?" Tanya Sungmin setelah menutup penyelesaian syarat ketiga dengan tetesan darahnya yang merembesi kertas tipis tersebut.
"Langkah keempat. Letakkan kertas —yang berisi nama, permintaan dan rembesan darah dari masing-masing pemain— diluar pintu rumah dengan lilin yang menyala diatas kertas tersebut. Tutup pintu rumah Anda dan tepat pada pukul 00:00 ketuk pintu rumah dari dalam sebanyak 22 kali tanpa henti. Ketukan harus di selesaikan sebelum pukul 00:01. Setelah ketukan selesai buka kembali pintu rumah Anda. Perhatikan kertas dan lilin yang Anda letakkan di luar pintu, jika lilin padam segera nyalakan kembali tapi jika kertas menghilang itu berarti Anda berhasil menjalankan permainan dengan sempurna dan Anda telah berhasil mengundang sosok Midnight Man,"
"Mengetuk pintu rumah sebanyak 22 kali selama satu menit di tengah malam begini? Hell no, tetangga-tetanggamu akan merasa terganggu dan menganggapmu gila, Sungmin-sshi!" komentar Kibum memperlihatkan kalau ia mulai tidak setuju dengan syarat dalam permainan tersebut. Syarat keempat tepatnya.
"Aku benci mengakui ini, tapi aku setuju dengan Kibum, Min. Langkah keempat ini terdengar —err konyol sekali," imbuh Ryeowook. Sungmin menatap kedua temannya yang tengah bermandikan cahaya lilin yang menyala di atas meja. Ia berusaha berpikir keras sebelum akhirnya menghela napas panjang.
"Jadi, kita akhiri saja?" Tanya Sungmin ragu-ragu, berharap kedua namja itu menolak penuh usulannya. Namun Sungmin harus menelan kekecewaan ketika kedua temannya mengangguk bersamaan. Ryeowook yang menyadari itu menepuk pelan bahu sahabat terbaiknya.
"Mianhae, Sungmin-ah. Tapi kami tak mau merepotkanmu ataupun membuat tetanggamu kesal, 'kan kau juga yang akan menanggungnya resikonya, kami tidak mau," ujar Ryeowook kembali beralasan.
"Lagipula kita bisa melanjutkannya lain kali saja, di rumah Ryeowook mungkin? Aku yakin tetangga Ryeowook baik hati dan tak akan keberatan ataupun terganggu, bukan begitu, Ryeowook-sshi?" ujar Kibum seraya memberi beberapa kode lewat sorot matanya ke Ryeowook yang hampir saja membantah kalimatnya. Ryeowook yang mengerti maksud Kibum hanya bisa mengangguk dengan ragu.
"Ah ne! setidaknya tunggu sampai kedua orang tuaku tidak ada di rumah," Ryeowook menambahkan.
Sungmin menatap kedua temannya dengan penuh selidik, tapi nyatanya ia tak menemukan pancaran kejahilan ataupun keisengan dari kedua pasang bola mata itu.
"Aishhh…ada apa dengan kalian? Padahal tadi kalian masih bersemangat sekali sepertiku. Ya sudah, kajja kita tidur! Biar pelayanku saja yang memberesi ini semua besok pagi," sahut Sungmin yang hanya bisa mengalah dan terlihat putus asa. Ia tak bisa menyembunyikan kekesalan dan kekecewaannya. Kibum hanya mengangkat sedikit bahunya tak peduli saat Ryeowook menatapnya tak yakin. Detik selanjutnya ketiga namja itu berjalan beriringan menuju kamar Sungmin dengan sebuah lilin yang menerangi jalan mereka.
Sungmin menoleh ke belakang secara tiba-tiba yang membuat kedua temannya ikut berhenti dan menoleh lalu menatapnya heran.
"Waeyo?" Tanya Ryeowook terlihat mulai mengantuk dan menguap lebar. Sungmin memalingkan kembali tatapannya dan menatap Ryeowook dengan gusar.
"A-ani. Aku hanya merasa kalau ada seseorang yang—"
"Jangan berpikiran yang tidak-tidak! Aku mulai mengantuk sekarang. Kajja!" Kibum yang memegang lilin di tangan kirinya dengan cepat menarik tangan Sungmin yang bergandengan dengan Ryeowook. Mereka melangkah cepat menaiki tangga menuju kamar Sungmin.
Sekelebat bayangan kembali lewat di sekitar ruang tamu kediaman keluarga Lee yang hampir gelap seutuhnya. Di sinari rembesan cahaya bulan —yang mulai menampakkan diri— dari sela-sela gorden jendela, terlihatlah makhluk yang ternyata bukan sekedar bayangan semu belaka. Makhluk itu mulai menampakkan wujud nyatanya setelah berdiri di dekat sofa ruang tamu tersebut. Makhluk persis bayangan dengan jubah hitam yang begitu kelam terlihat menyeringai sebelum akhirnya menyambar kertas tipis yang tergeletak di atas meja.
"Now the game begins,"
.
.
.
TBC/END
Keep or delete?
Annyeong~ yunshine disini..
Yun bawa fict Kyumin nih dan janji bakal update ASAP kalau reviewnya banyak dan sesuai target yun hehe bukannya gila review atau apa tapi harus yun akui kalau review itu merupakan dorongan paling kuat untuk menyemangati yun menyelesaikan fict ini, jadi, di lanjut atau di deletenya fict ini tergantung readers~
So, mind to review?
Gomawo~
