Warning: AU, OOC dan agak rush, formal-informal style.
Karena ini masih chapter 1, jadi saya bikin singkat saja. Happy reading!
[Sakura-san, apa alasan Anda memutuskan berhenti menjadi idol? Apakah karena masalah kesehatan?]
[Iie, bukan masalah kesehatan, saya memiliki alasan tersendiri.]
[Lalu apakah benar Anda akan pindah ke Konoha?]
[Ya, saya sudah memutuskan akan tinggal di sana sementara waktu.]
[Apakah ada kemungkinan Anda akan kembali lagi ke sini?]
[Maaf, saya belum tahu, mungkin akan saya pikirkan lain kali.]
[Lalu, bagaimana dengan film yang akan Anda bintangi nanti? Bukankah Anda mendapatkan peran utamanya?]
[Masalah itu—
"Hei, hei, jadi beneran nih, Cherryblossom—Haruno Sakura, berhenti jadi idol?"
Seorang gadis remaja berusia belasan tahun yang sedang bersantai di halaman sebuah kafe mengalihkan pandangannya dari siaran ulang konferensi pers di ponsel di genggamannya, bertanya pada temannya yang duduk di hadapannya. Kentara sekali mereka baru pulang sekolah karena keduanya masih memakai seragam.
Di layar ponsel kedua remaja tersebut tampak seorang gadis berambut merah muda panjang dengan wajah datar duduk di belakang meja panjang. Puluhan mikrofon terletak di hadapannya. Ia berusaha menjawab berbagai pertanyaan dari puluhan wartawan yang hadir di konferensi pers tersebut. Gadis itu terlihat didampingi oleh manajernya.
Temannya tadi mengangguk seraya menyesap minumannya, "Uh-hum, dan sekarang dia ada di sini! Yang aku tahu keluarga ibunya punya usaha di kota ini."
Gadis tadi kemudian berseru riang, "Berarti kita bisa ketemu kapan saja dengannya di sini! Aku nggak percaya ada seorang idol yang pindah ke sini!"
.
See You When I See You
Naruto belongs to Masashi Kishimoto
Persona 4: The Animation belongs to Atlus
.
Sakura yang mendengar percakapan dua gadis remaja saat melewati kafe kecil itu mendengus. Idol, huh? Bodoh. Ia memperbaiki letak kacamata dan topinya hitamnya, merapikan rambutnya yang dipotong pendek, lalu meraih ponselnya. Sakura melangkahkan kaki menuju tujuannya—supermarket. Ia sebenarnya enggan meninggalkan rumah, tapi apa boleh buat, ibunya memaksa ia berbelanja.
Ini musim panas, dan udara terasa begitu menggerahkan. Musim panas di Konoha tidak membuatnya nyaman, selain itu kota kecil ini sepi. Ia sedikit banyak merindukan kesibukan Tokyo, meski karena alasan itu pulalah ia memutuskan berhenti menjadi idol dan beristirahat di kota kelahiran ibunya ini.
Jempol Sakura bermain-main di layar sentuh ponsel pintarnya, membuka email-email yang baru diterimanya, lalu beralih ke browser di ponselnya dan membaca berita seputar berhentinya ia. Membosankan! Sakura memutar bola matanya, kesal. Tiba-tiba pandangannya menangkap huruf-huruf raksasa yang membentuk nama supermarket—lebih tepat disebut pusat perbelanjaan daripada supermarket karena gedungnya yang besar dan bertingkat—persis seperti yang dikatakan ibunya tadi. Ia segera melangkahkan kakinya ke sana, menyelipkan ponselnya di sisi tas yang terselip di bahunya.
xxx
Sakura mengecek catatan yang diberikan ibunya, lalu berjalan menuju stan makanan kaleng dengan keranjang belanja di genggamannya. Pusat perbelanjaan ini cukup luas, ia harus berkeliling dan kembali mengitari tempat yang dilewatinya beberapa kali saat mencari barang-barang yang dipesan ibunya.
Sakura baru saja selesai membayar belanjaannya ketika ia merasa dirinya diikuti seseorang. Ia tahu itu, ia sudah biasa mengalaminya saat di Tokyo. Sakura tidak mau bertemu penggemar gila di tempat ramai seperti ini—bukan berarti ia mau jika keadaan sepi. Lagipula Sakura sedang malas melayani permintaan foto bareng atau semacamnya. Ia berjalan lebih cepat, berusaha memperjauh jarak dengan orang di belakangnya, tapi langkah sepatu orang tersebut malah semakin dekat.
Akhirnya, dengan langkah yang lebih cepat, ia berusaha menerobos orang-orang yang menghalangi jalan di depannya, "Permisi! Tolong beri aku jalan!" Sakura mempercepat langkahnya—nyaris berlari, menyelipkan diri di antara orang-orang lalu pergi mencari lift.
Sesampainya di depan lift, ia malah menemukan kerumunan orang menunggu lift terbuka. Sial! Kenapa hari ini ramai sekali? Akhirnya ia memutuskan turun melalui tangga. Langkah di belakangnya masih terdengar. Sial sial sial! Sakura terus mengumpat dalam hati. Ia sekarang berlari, menuruni tangga dengan cepat.
Di lantai bawah, ia segera berlari menuju lift—tidak tahan kalau harus terus berlari menuruni tangga lalu mengedarkan pandangan ke arah lift berada. Tidak ada orang! Sakura mendesah lega dan segera berlari ke sana dan menekan tombol turun, menunggu lift terbuka dengan tidak sabar.
Ketika lift membuka, Sakura buru-buru masuk dan menekan tombol LG—lower ground. Ia baru saja hendak mengembuskan napas lega—sebelum pemilik langkah yang mengikutinya tadi ikut masuk ke dalam lift bersamanya.
xxx
Sakura terkesiap. Di hadapannya kini berdiri seorang pemuda berambut pirang berseragam SMA yang kira-kira seumuran dengannya. Pemuda itu kemudian menyodorkan barang yang membuat Sakura tertegun. Ia segera memeriksa tasnya. Ponselnya tidak ada.
"Kau menjatuhkannya," katanya singkat dengan tangan menyodorkan ponsel berwarna putih dengan gantungan kue tart dari bahan busa.
Sakura yang tersadar dari kagetnya buru-buru mengambil ponsel yang disodorkan si pemuda tadi. "Seharusnya kau bilang daritadi!"
Tanpa sadar Sakura telah berbicara dengan suara keras padanya—tentu saja, pemuda ini sedikit banyak punya andil dalam membuatnya cemas setengah mati sesaat tadi.
Pemuda itu memandangnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Mungkin sedikit terkejut dan kesal. "Maaf kalau begitu," katanya.
Sakura tertegun sejenak, kaget dengan tanggapan orang yang ada di depannya ini. Akhirnya ia memutuskan untuk berterimakasih. "Uhm, karena kau sudah mengembalikannya, terima kasih," kata Sakura pelan.
"Yeah, sama-sama," balas pemuda tadi. Ia menatap wajah Sakura sesaat, lalu segera keluar dari lift setelah suara dentingan terdengar.
Sakura masih berusaha menenangkan degup jantungnya yang tidak keruan akibat berlari saat tiba-tiba pemuda tadi berbalik dan berkata, "Oh, strapmu itu," ia menunjuk gantungan ponsel Sakura sambil tersenyum kecil, "kelihatan enak."
Sesaat setelah mengatakan itu, ia kemudian berlalu, meninggalkan Sakura yang menatap gantungan ponselnya dengan kening berkerut.
Dasar cowok aneh!
xxx
"Aku nggak percaya Haruno Sakura sekarang ada di kota ini," kata seorang gadis pirang tiba-tiba pada ketiga temannya yang sedang serius mengerjakan—bukan, tapi mengamati soal yang ada di depan mereka. Jemarinya sibuk memutar-mutar pensil mekanik sementara matanya menatap lembaran soal di meja.
"Ino, kau sudah mengulangnya sebanyak delapan kali! Diamlah!" seru pemuda jabrik berambut coklat yang kesal pada gadis yang bernama Ino tadi karena terus menerus meneror telinganya dengan ucapan aku-nggak-percaya-Haruno-Sakura-ada-di-kota-ini.
"Berisik kau, Kiba!" Ino melotot padanya.
Ino, Kiba, Naruto dan Shikamaru saat ini sedang belajar bersama di rumah Shikamaru. Kedoknya belajar bersama, tapi kebanyakan waktunya diisi dengan cerita-nggak-penting-nya Ino. Shikamaru menguap bosan, sementara Naruto dan Kiba setia memandangi soal yang tak kunjung selesai.
Ujung-ujungnya, mereka menyerah dan memutuskan menyalin pekerjaan Shikamaru.
"Gimana rasanya kalau aku tiba-tiba ketemu dengannya?" tanya Ino beberapa saat kemudian, masih setia dengan bahasan idol Sakura-nya.
"Kurasa aku tadi ketemu dengannya," sahut Naruto tiba-tiba.
"Heeeeh?!" Ino refleks menggebrak meja, membuat Shikamaru yang baru saja membaringkan kepalanya di atas meja tersentak bangun. "Kau nggak bohong, kan? Apa dia benar-benar cantik seperti di TV?"
Naruto mengingat kembali kejadian tadi. Lalu ia mengedikkan bahu. "Jauh lebih cantik," katanya, "tapi sepertinya pemarah."
"Hee?" Agaknya Ino kecewa dengan jawaban Naruto.
"Ah!" Naruto tiba-tiba berdiri lalu cepat-cepat membereskan lembaran kerjanya, membuat semua yang ada di ruang keluarga itu terkejut. "Sudah malam! Aku harus pulang sekarang, bisa-bisa makan malam dihabiskan pamanku semua!"
"Aku ikut denganmu, Naruto!" seru Kiba.
Mereka kemudian pamit pulang pada Shikamaru dan Ino—yang masih betah tiduran di tatami ruang keluarga Shikamaru.
"Hati-hati, kalian berdua!" kata Ino pada mereka.
"Yup! Jaa!"
.
.
.
TBC
Halo! Sebenernya ini fic paling pertama saya tahun 2013 kemaren tapi udah diapus gegara WB dan males mau ngelanjutin hahaha maafkan. Ide ceritanya sebagian (besar) terinspirasi dari episode 9-nya Persona 4 (gila jadul), tapi ntar sisanya harusnya beda sih~ btw kata-kata miring di dalam tanda [...] itu artinya suara tv/radio. Dan lagi-lagi, masih soal peridolan (Lah fic satu lagi belom kelar udah mau post yang baru)
