Servant of Evil
AkaKuro
Romance, Drama, Tragedy
Rate T
Warning!: OOC, AU, dark theme, yaoi, BL, slash, unbeta-ed, typo(s), yandereness, etc
Disclaimer
.
.
Kuroko no Basuke © Fujimaki Tadatoshi
.
.
Story © Kuhaku
Author's note: doumo, minna-san! author balik ^~^ dengan cerita lain yang tidak kalah gajenya. Umn.. jadi.. kali ini author buat cerita karena terinspirasi dari lagu Vocaloid, Servant of Evil. Kalian dengerin aja, lagunya bagus! walalupun cerita ini tidak persis dengan PV nya, author sih liat liriknya :v dan disini Akashi maupun Kuroko juga bukan anak kembar.
Jadi.. silahkan membaca~
Suara ketukan sepatu terdengar pelan namun jelas, beradu dengan karpet beludru merah di bawahnya. Koridor itu sepi, sangat sepi. Tak ada orang di koridor, hanya pemuda yang sedari tadi melangkah sendirian.
Koridor mansion itu sangat besar, jarak dari satu dinding ke dinding lain kira-kira hampir 6 meter. Lantainya terbuat dari kayu jati mahal, ditutup karpet merah dengan garis bordiran emas. Dindingnya dilapis dengan wallpaper krem dengan border coklat keemasan di bagian tengahnya. Chandelier mewah menggantung di langit-langitnya, menambah kesan mewah koridor itu. Rak kayu tunggal berwarna coklat tua berjejer, diberi jarak beberapa meter, di atas rak itu berbagai pajangan mahal dengan harga selangit. Guci, patung pahat, dan koleksi mahal lainnya milik sang empunya rumah.
Pemuda itu berbelok ke kiri di tikungan koridor yang panjang. Kakinya melangkah terus, seakan ia tidak lelah sedari tadi berjalan. Mungkin memang ia tidak lelah. Pemuda itu terus berjalan, sesekali melirik ke kanan dan kiri, memperhatikan pajangan yang tersusun rapi di atas rak dan beberapa lukisan mahal di dinding. Pemuda itu mengenakan setelan jas berwarna hitam dengan ekor yang terbelah dua pada bagian belakang bawah jasnya. Dua kancing perak dihubungkan dengan sebuah rantai kecil menjadi hiasan di jasnya, di bagian pinggang belakang. Sepatu kulit warna hitam yang mengkilap, tampaknya disemir setiap hari, pagi dan malam. Kemeja putih bersih menjadi dalamannya, dasi hitam legam menggantung rapi, sarung tangan putih menutup kedua tangannya. Surai birunya di tata sedemikian rupa, sebelah kiri ia sampirkan ke belakang, sedang bagian kanan ia biarkan begitu saja. Manik matanya biru, sedingin es dan menusuk. Namun, justru itu yang membuat sosoknya semakin indah. Bulu matanya panjang dan lentik, menyapu bagian bawah matanya ketika berkedip, tubuhnya mungil dan ramping, kulit putih pucat bagai salju. Wajah minim ekspresi, membuatnya semakin misterius.
Setelah sekian lama berjalan, ia akhirnya sampai di depan sebuah ruangan. Ia berdiri, menatap pintu jati besar di depannya sejenak. Ia kemudian mengetuk pintu jati kokoh itu.
Tok! Tok! Tok!
Tak langsung masuk, ia menunggu jawaban dari dalam untuk diperbolehkan masuk.
"Masuk"
Terdengar jawaban dari dalam, ia pun membuka salah satu pintu jati dengan ukiran rumit tersebut. Tanpa ragu, ia melangkah masuk dan kembali menutup pintu itu. Pemuda bersurai biru itu melangkahkan kakinya, mendekat ke arah pemuda yang duduk di balik meja kerjanya. Pemuda bersurai biru itu membungkuk dalam.
"Akashi-sama."
Pemuda yang dipanggil Akashi-sama itu tersenyum kecil. Ia menautkan kedua tangannya kemudian membuatnya sebagai tumpuan dagunya.
"Tetsuya, kau boleh angkat kepalamu."
Pemuda bersurai biru itu mengangkat kepalanya, menatap pemuda di hadapannya, tuannya. Akashi Seijuuro. Pemuda bernama Akashi Seijuuro itu punya segalanya, ketampanan, ketenaran, uang, dan kejeniusan. Tipe yang didambakan seluruh wanita. Ketampanannya tak perlu dipertanyakan lagi, surai merah menyala yang dipotong pendek namun rapi. Manik mata heterokrom, scarlet-gold . Kulit putih bersih, bentuk tulang rahang sempurna serta tubuh atletis. Lelaki mana yang tak iri melihatnya? Dan perempuan mana yang tak jatuh cinta dengannya?
Pemuda bernama Akashi Seijuuro itu kini memandang papan shogi yang ada di atas mejanya, terbuka dengan pion yang ia jalankan. Satu tangannya menumpu kepalanya, dan satu tangan memegang bidak shogi. Tanpa mengalihkan pandangannya dari papan shogi itu, ia berbicara dengan butler sekaligus asisten pribadinya, Kuroko Tetsuya.
"Tetsuya."
"Ha'i , Akashi-sama?" Tetsuya berdiri tegap, kedua tangannya bertautan di balik tubuhnya.
"Bagaimana keadaanmu hari ini?"
"Ha'i , saya baik, Akashi-sama." Jeda sebentar. "Bagaimana dengan anda?" lanjut Tetsuya.
Seijuuro tertawa kecil. "Seperti yang kau lihat, aku baik." Ujarnya sambil menjalankan bidak shogi yang ada di dalam genggaman tangannya.
"Umnh.." Tetsuya menggumam kecil, ia menunduk sedikit.
"Tetsuya." Panggil Seijuuro lagi.
Tetsuya segera mendongak, menatap Seijuuro. "Ada apa, Akashi-sama?"
"Bagaimana dengan rencana yang kemarin?" Tanya Seijuuro tanpa mengalihkan pandangannya.
"Semua lancar, Akashi-sama. Semua saksi sudah dilenyapkan." Ujar Tetsuya sembari membungkuk.
"Semua?" Tanya Seijuuro lagi memastikan.
Tetsuya mengangguk. "Ha'i , semua. Tanpa tersisa, Akashi-sama."
"Hmm…" Seijuuro menggumam sambil mengangguk-angguk, tanda puas. Ia kemudian mendongak, menatap Tetsuya sambil menyeringai kecil. "Kemarilah, Tetsuya." Ujar Seijuuro.
Tetsuya mendongak, menatap tuannya. "Bolehkah, Akashi-sama?"
Seijuuro mengangguk. "Tentu saja, ini perintah."
Tanpa menunggu lebih lama lagi, Tetsuya melangkahkan kakinya tanpa ragu. Ia berjalan mendekati Seijuuro yang menatapnya dengan seringai di paras tampan itu. Seijuuro memutar kursinya agar ia bisa menghadap ke arah Tetsuya yang berdiri di kanannya. Tetsuya memandang Seijuuro sejenak sebelum akhirnya duduk di pangkuan Seijuuro.
Seringai Seijuuro semakin lebar. Ia mengelus surai biru Tetsuya. "Tetsuya.."
"Ha'i , Akashi-sama?"
Seijuuro mendecakkan lidahnya. "Tetsuya, namaku."
"Sumimasen. Sei-sama."
"Hmn.." Seijuuro menggumam pelan, tanda puas dengan panggilan yang keluar dari mulut asisten pribadinya. Seijuuro melingkarkan kedua tangannya di pinggang Tetsuya, mendekapnya dengan mesra. Tetsuya pun melingkarkan kedua tangannya di leher Seijuuro, membuat jarak diantara mereka semakin kecil.
Seijuuro menenggelamkan wajahnya di perpotongan leher Tetsuya, menghirup wangi vanilla dari tubuh mungil Tetsuya.
"Nn.. Sei-sama.." Tetsuya mendesah pelan, merasa geli dengan perlakuan Seijuuro.
Mendengar desahan Tetsuya, Seijuuro menyeringai kecil. Ia melonggarkan dasi hitam Tetsuya dan membuka dua kancing teratas kemeja putih Tetsuya. Cukup untuk mempermudah aksesnya pada kulit pucat Tetsuya. Seijuuro kemudian mengecup pelan leher Tetsuya, membuat tubuh mungil dalam pelukannya bergetar kecil.
"Ngh.."
Seijuuro menjilat leher Tetsuya. Membuat Tetsuya mendesah semakin kencang, dirinya pun semakin gencar menciumi tubuh mungil Tetsuya.
"Sei.. sama.. anh"
Tetsuya mendesah tertahan, merasakan lidah basah Seijuuro di lehernya. Wajahnya merah dan peluh mulai terbentuk di keningnya. Seijuuro menggigit pelan cuping telinga Tetsuya.
"Umn!"
Flashback
Pemuda itu berjalan di tengah gelapnya jalanan malam. Sepatu kulit mahalnya membuat suara ketukan, begesekan dengan aspal basah akibat hujan yang belum berhenti. Ia terus melangkah, tak memperdulikan setelan jas mahalnya dan tubuhnya basah karena hujan.
Ia berhenti di depan sebuah gang kecil, menyeringai kecil. Pemuda itu masuk ke dalam gang yang sempit dan gelap. Tangan kanannya ia masukkan di saku celana, berjalan dengan santai seolah tak akan terjadi apa-apa malam ini. Bau sampah menusuk indra penciuman tak ia hiraukan, tak ada waktu mengurusi hal-hal sepele seperti ini. Ada hal yang lebih penting yang harus ia selesaikan malam ini. Sampai di perempatan dalam gang itu, ia menengok ke kanan dan kiri, tampak mencari sesuatu, atau mungkin seseorang. Ia menyeringai begitu menoleh ke kiri, ia melangkah ke sana. Pandangannya terfokus pada sebuah bagunan bertingkat empat dengan cat putih yang sudah rusak dan mengelupas di sana sini. Tumbuhan liar dan lumut menutupi dinding bangunan tua itu, tampaknya sudah lama tak terpakai.
Pemuda itu berjalan, semakin mendekati bangunan yang ia lihat daritadi. Kaca-kacanya sudah pecah dan bahkan ada beberapa jendela yang tinggal kusen saja. Ia memutar, menuju ke pintu belakang. Ia buka pintu besi abu-abu itu, menimbulkan suara berderit yang memekakkan telinga. Pemuda itu masuk ke dalam gedung yang gelap. Tak ada penerangan kecuali sinar rembulan dari luar yang membantunya, walau sedikit. Dengan perlahan, agar tak menimbulkan suara, ia menaiki tiap anak tangga yang membawanya ke lantai dua. Seringai di paras tampannya terlihat semakin jelas, kedua manik matanya berkilat.
Ia melangkahkan kakinya di koridor gedung tua itu, koridor lantai dua. Kedua kaki jenjangnya sudah tahu kemana ia harus melangkah, sebuah ruangan utama di lantai itu. Pemuda itu berdiri di depan pintu ruangan utama, pintu jati dengan ukiran dua naga. Ia mendegus, mengejek dan meremehkan. Walau bangunan tua itu sudah termakan usia, tampaknya hanya ruangan ini yang diperbaharui oleh 'penguasanya'. Tanpa ragu, pemuda itu mendorong kedua pintu jati itu, masuk ke dalam ruangan. Orang-orang di dalam terkejut, mereka semua berdiri.
"Siapa kau?! Beraninya masuk ke sini?!" bentak salah seorang laki-laki, tubuhnya penuh dengan tato.
Pemuda itu melirik laki-laki yang baru saja membentaknya dengan pandangan mengejek. "Aku tak ada urusan dengan kalian."
"Siapa kau?!" kini laki-laki lainnya lagi berteriak.
Pemuda bersurai merah itu menoleh. "Aku? Kenapa tidak kau tanyakan pada bos mu saja, hm?" ujarnya sambil menyeringai.
Sontak semua lelaki di sana memandang satu orang, pemimpin mereka. Haruzaki Kawa. Lelaki bersurai hitam itu mendecih melihat sosoknya.
"Akashi Seijuuro." Nama itu meluncur mulus, nada penuh kebencian terkandung di dalamnya. Jelas sekali dapat dilihat kebencian.
Pemuda bersurai merah itu menyeringai semakin lebar. "Kawa.. lama tak jumpa, hm?"
"Apa maumu? Akashi Seijuuro."
"Aah.. langung ke poin? Membosankan sekali?"
Lelaki bernama Kawa itu tiba-tiba berdiri, amarah tampak di wajahnya. Ia memukul permukaan meja di hadapannya. "Apa maumu?!"
Pemuda bersurai merah bernama Seijuuro itu menghela nafas. "Ya sudah, kuturuti maumu." Ujarnya sambil memejamkan kedua matanya. "Mudah saja, mauku adalah membunuhmu. Haruzaki Kawa." Ujarnya santai.
Wajah Haruzaki beserta anak buahnya terkejut, kedua mata membulat. Keringat dingin mulai meluncur dari pelipis Haruzaki.
"A..Apa yang kau katakan?!" Haruzaki berujar, berusaha seolah tak takut. Namun, tak ada ha yang terlewat dari seorang Akashi Seijuuro. Ia bisa melihat jelas ketakutan di wajah targetnya malam ini.
Akashi Seijuuro, pemuda tampan bersurai merah. Usia 20 tahun, tinggi 173 cm, berasal dari keluarga konglomerat Akashi, jenius, lulus dari SMA Rakuzan degnan nilai sempurna. Ulang tahun, 20 Desember, Sagittarius. Handal dalam permainan senjata; pedang dan senjata api. Seorang penguasa underworld yang ditakuti, ahli dalam hal "menyingkirkan" orang lain. Namanya dikenal oleh hampir seluruh orang, tak ada yang tak tahu tentang kehebatannya dalam urusan pembunuhan. Polisi pun tak berani bertindak akibat status tinggi keluarganya yang dapat dengan mudah menutup kasusnya dengan sejumlah uang, berapapun harga yang harus ia bayar.
Seringai di wajah Seijuuro semakin lebar, melihat Haruzaki Kawa dan anak buahnya ketakutan melihat sosok dirinya. Oh, betapa senangnya ia membuat orang lain meringkuk ketakutan di bawah kuasanya.
"Hmph.. takut?" ejek Seijuuro dengan seringai yang tak pernah lepas dari wajah tampannya.
"A..Apa?! Tidak mungkin!" teriak Haruzaki, mengelak.
"Bukankah sudah cukup, basa basi kita, Kawa?"
Seijuuro mengeluarkan dua buah pistol hitam dari saku jasnya, menembak dengan cepat dan akurat.
"Ukh!"
"Argh!"
Satu persatu, anak buah Haruzaki tewas ditangan Seijuuro yang hanya bermodalkan dua buah pistol. Haruzaki yang panik berlari ke lantai teratas gedung tua itu, atap gedung. Haruzaki yang kabur ke atas tak luput dari pandangan Seijuuro, ia bergegas menyelesaikan "pekerjaan" nya di ruangan itu. Seijuuro kemudian mengejar Haruzaki, ikut naik ke atap gedung. Pagar-pagar kawat di sekitarnya sudah rusak, salah langkah sedikit saja maka kau akan jatuh ke bawah.
Seijuuro berdiri, berhadapan dengan Haruzaki. Di dalam dekapannya ada seorang pemuda, matanya tak menunjukkan kehidupan, mati dan dingin. Haruzaki menodongkan pistolnya ke pelipis sang pemuda yang ia sekap sebagai tawanan.
"Ah.. Akashi Seijuuro.. ini kan yang kau cari? Tawanan yang dicari-cari." Ujar Haruzaki.
Seijuuro menyipitkan matanya, merasa terhina. Matanya memandang pemuda yang disandera oleh Haruzaki. Surai biru cerah, mata biru yang dingin dan menusuk sayu, kulit pucat, tubuh mungil, bibir pink, bulu mata yang panjang dan lentik. Indah, sosok yang indah. Baru pertama kali ini Seijuuro melihat sosok manusia yang begitu indah. Apa bahkan sosok di hadapannya itu manusia? Bukan malaikat?
"Ah.. benar sekali, Kawa. Ini yang kucari." Ujarnya dengan seringai penuh kemenangan.
Haruzaki meneguk ludahnya, semakin gugup dengan tingkah Seijuuro. Namun , satu hal tak ia duga. Sebelum Seijuuro berhasil menembaknya, pemuda yang ia sandera menyikut perutnya, menendang kepalanya, kemudian dengan cepat menusuk perutnya dengan sebilah pisau tajam yang ia dapat entah dari mana.
Haruzaki tewas.
Seijuuro tercengang, sekaligus terkejut. Ia memperhatikan pemuda bersurai biru di hadapannya. Nafasnya terengah-engah. Ia perhatikan pemuda mungil itu dari atas sampai bawah, ia hanya memakai kemeja putih yang menutup sebagian paha mulusnya dan bertelanjang kaki. Pemuda itu menoleh ke arahnya, memperlihatkan wajah yang indah itu padanya.
"Siapa kau?" suara mungil meluncur dari bibir mungil pemuda bersurai biru itu.
Seijuuro menyeringai. "Siapa aku? Lebih tepatnya siapa kau?"
"Hmph.. apa itu perlu?" cibir sang pemuda.
"Hoo.. kalau kau mau tau namaku, kau harus perkenalkan dirimu. It's called manner." Ujar Seijuuro
"Kuroko. Kuroko Tetsuya." Ujarnya dengan wajah datar.
"Hm.. Tetsuya.."
"Siapa kau?" Tanya pemuda itu lagi.
"Akashi Seijuuro."
Tetsuya berjalan, mendekat ke arah Seijuuro. Ia berhenti, tepat dua langkah di hadapan Seijuuro. Dengan cepat, Tetsuya mengayunkan pisau berlumur darah yang masih ia genggam sedari tadi. Namun, bukan Akashi Seijuuro kalau ia mati begitu saja. Seijuuro menggenggam pergelangan tangan Tetsuya dengan erat, membuatnya tak dapat berkutik sedikitpun. Tetsuya mendecih, ia melepaskan pisau itu kemudian mengangkat kakinya, hendak menendang Seijuuro – yang berhasil ditangkis juga.
Seijuuro mengunci pergerakkan Tetsuya, menghempaskannya ke dinding terdekat. Seijuuro sedikit mencondongkan tubuhnya ke depan, tubuh Tetsuya membelakanginya. Ia menggenggam tangan kanan Tetsuya di belakang tubuhnya. Seijuuro berbisik di telinga sensitif Tetsuya.
"Hm.. manis.. tapi liar. Aku suka.." ujarnya dengan suara seduktif. Bisa ia rasakan tubuh di bawahnya bergetar pelan.
"Hnn.." Tetsuya mendesah tertahan begitu tangan Seijuuro menjelajah tubuhnya. Pergelangan tangannya dilepas, bisa ia rasakan tangan Seijuuro di bagian depan tubuhnya. Tangan kanan Seijuuro mengelus pelan kulit Tetsuya yang tak tertutup kemeja.
"Aang.. unn.." Wajah Tetsuya merah padam. Ia segera menutup mulutnya yang beru saja mengeluarkan desahan.
Terdengar Seijuuro di belakang terkekeh kecil. Ia kembali berbisik dengan suara seduktifnya. "Jangan ditahan, aku ingin mendengar desahan manismu. Tetsuya sayang.."
"Anhh.."
Kini Seijuuro menjilat dan menggigit pelan cuping telinga Tetsuya. Serta kedua tangannya bermain dengan dua titik sensitif di dada Tetsuya.
"Aah.. Akashi-sama!"
Seijuuro terhenyak dengan panggilan yang baru saja keluar dari bibir mungil pink menggoda itu.
"Kau memanggilku.. apa?"
Seijuuro membalikkan tubuh Tetsuya, membuat Tetsuya menatap dirinya. Wajah Tetsuya merah padam, sedikit peluh di pelipisnya. Kedua mata Tetsuya sayu, saliva sedikit lolos dari sudut bibirnya.
"Seijuuro-sama.."
Seijuuro menyeringai puas. "Kenapa?"
"Aku.. akan mengabdi pada Seijuuro-sama.."
"Hmm.. begitukah?"
Tetsuya mengangguk kecil. "Sekalipun aku harus membunuh orang banyak. Sekalipun aku harus menghianati semua orang, aku tidak akan menghianati Seijuuro-sama."
"Anak pintar." Diikuti jilatan di lehernya.
"Aaangh.."
"Tetsuya, kau milikku."
"Anh.. Aku milik Seijuuro-sama.. uunnh.."
"Bagus.."
"Angh.. Seijuuro-sama.."
"Hm? Katakan apa maumu… Tetsuya…"
"Cintai aku. Puaskan aku.." ujar Tetsuya dengan wajah merah dan mata sayu, menggoda Seijuuro.
Seijuuro kembali menyeringai. "Tentu saja. Selama kau jadi anak baik."
"Anggh.. hyaa…"
Flashback End
"Ah ya, Tetsuya.." Seijuuro memanggil Tetsuya yang duduk di pangkuannya.
"Ha'i , Seijuuro-sama?"
"Aku punya tugas baru untukmu."
Tetsuya turun dari pangkuan Seijuuro. Ia berjalan memutar kemudian berdiri di depan meja kerja tuannya. "Apa itu, Seijuuro-sama?"
Seijuuro membuka laci mejanya, mengeluarkan beberapa lembar kertas dokumen. Ia meletakkannya di atas meja, membiarkan Tetsuya membacanya.
"Ini orang yang aku ingin kau bunuh selanjutnya."
Kedua mata Tetsuya membulat sempurna.
"Ogiwara Shigehiro."
Kedua tangan Tetsuya yang memegang kertas bergetar. Wajah ini, sosok ini, namanya. Ogiwara Shigehiro..
Seijuuro menaikkan sebelah alisnya. "Tetsuya?"
Tetsuya meletakkan kertas itu di atas meja. Ia berlutut, memberikan hormatnya pada Seijuuro. "Ha'i , Seijuuro-sama. Akan segera saya laksanakan."
.. adalah..
Seijuuro menyeringai puas. "Ara? Dia sahabatmu di panti asuhan, kan?" Tanya Seijuuro dengan seringai di wajahnya.
.. Sahabat baik Tetsuya..
Tetsuya mendongak, menatap wajah Seijuuro yang dipenuhi seringai. Dengan mudah ia menjawab, "Benar. Tapi.."
"Tapi?"
"Saya, Kuroko Tetsuya sudah berjanji. Sekalipun saya harus menghianati seluruh dunia, saya tidak akan menghianati Akashi, ah bukan. Seijuuro-sama." Ujarnya sambil membungkuk.
Seringai di wajah Seijuuro semakin lebar, puas dengan jawaban Tetsuya. "Kemarilah, Tetsuya."
Tetsuya menurut Seijuuro, ia kembali duduk di pangkuan Seijuuro. Seijuuro mencium bibir Tetsuya, kemudian mencium lehernya dan telinganya. Seijuuro berbisik di telinga Tetsuya.
"Anak baik, aku akan memberimu hadiah."
"Seijuuro-sama.. Aishitemasu"
Sekalipun aku harus menghianati seluruh dunia..
Sekalipun aku harus menghianati sahabatku..
Sekalipun aku harus menjadi jahat..
Sekalipun seluruh dunia membalikkan punggung mereka pada anda..
Aku..
Kuroko Tetsuya,
Tidak pernah akan menghianati anda..
Seijuuro-sama..
Akan kulakukan apapun..
Hanya untuk anda seorang..
Author's note: Jadi.. gimana ? Bagus? atau jelek? :v
Mind to Review? no flame please.
