A/N: Yo! Para penggemar-penggemarku (:v Lolz), kali ini aku membuat sebuah Fic terobosan terbaru dimana suatu cerita akan di selimuti oleh cerita yang pastinya akan berakhir menjadi sebuah cerita (makin gak jelas), awal cerita ini setelah ketemunya sosok mati dalam Anime Another, pasti sudah pada tahu 'kan? Baiklah kalau begitu, Let's read this story.

.

A Sixth Sense: Evil's Call

Disclaim: All character is not be Mine

Genre: Mystery, Supernatural, Horror, Adventure, Romance (I don't think so)

Warning: OOC, AU, Gore (Maybe)

Summary: Sebuah ritual yang di lakukan pada satu keturunan terpilih, Ritual yang menyebabkan terbukanya Mata Iblis.

.

Pernahkah kalian mendengar apa itu indera keenam? Pastinya kalian sering mendengar nama itu. Pada umumnya manusia hanya memiliki lima indera inti, penciuman, pengelihatan, pendengaran, perasa, dan peraba. Lalu apakah indera keenam itu? Indera keenam itu adalah mata hati atau yang biasanya di sebut pengelihatan batin.

Pengelihatan batin adalah pengelihatan yang dipakai untuk melihat makhluk yang sebenarnya tak berada di lingkaran kehidupan. Indera keenam sebenarnya sudah menempel pada manusia sejak mereka lahir, orang-orang awam menyebut indera keenam tersebut sebagai berkah, tapi ada juga yang menyebut indera keenam sebagai kutukan.

Itulah pendapat dari manusian awam, tapi bagaimana pendapat bagi para pemilik indera keenam? Mungkin bagi mereka yang mengidap hal tersebut dari lahir, melihat hal-hal astral yang sebenarnya tak bisa dibayangkan oleh akal pikiran pasti biasa saja.

Ya, memang indera keenam adalah berkah sekaligus kutukan bagi orang yang menderitanya. Namun, bagaimana kalau indera keenam didapatkan dari sebuah ritual? Bisakah itu terjadi? Dan apakah hal itu benar-benar ada? Maka aku akan menjawab, itu benar adanya.

Kalian tahu siapa namaku? Namaku adalah Naruto Namikaze, anak dengan rambut pirang jabrik yang hanya bisa membuka satu mata saja. Jika dilihat dari luar, aku mengangap kalau orang-orang pasti melihat penampilanku seperti biasa saja, tidak ada yang spesial, monoton, dan mainstream. Itu hanya pendapat dari pandangan fisik, bagaimana pendapat mereka tentang jiwaku?

Pagi ini aku dipindahkan oleh kakekku ke sebuah kota terpencil di Jepang, aku sendiri kurang mengerti tentang alasan kakekku memindahkanku ke sini. Dia berkata kalau kota besar tak cocok untuk jiwa spiritualmu, kemudian dia memindahkanku ke tempat dimana orang tua ibuku tinggal, kakek dan nenek dari pihak ibu.

Aku memandang datar rumah kayu yang masih terlihat kokoh di depanku. Tak ada sebuah bel atau lonceng untuk dibunyikan, pertanda kalau aku sudah sampai di sini. Kutaruh tas besar yang berisikan keperluanku untuk tinggal di sini, setelah meletakkan tas tersebut tepat di atas tanah segera ku ketuk pintu kayu yang berada di depanku.

Tak ada suara sahutan dari dalam, kucoba sekali lagi mengetuk pintu di depanku ini. Dan setelah menunggu beberapa saat, akhirnya suara seorang wanita tua kudengar dari balik pintu di depanku. Segera aku melepaskan sebuah penutup mata yang kupakai pada mata kananku, aku melihat pintu di depanku terbuka.

"Ah, Okaeri Naruto-kun."

Dapat kulihat kalau bukan hanya Nenek yang keluar, tapi juga sosok yang bergelantungan di kaki kirinya. "Tadaima, Mito-baachan." Setelah kujawab salam sambil tersenyum pada Nenekku, aku kembali mengarahkan tatapanku ke arah bawah dimana seorang anak kecil berambut panjang dengan satu mata yang hanya terlihat rongganya. Dia balas menatapku, dan kemudian dia tersenyum lebar.

~0~

"Kamar ini tidak pernah berubah," Naruto meletakkan tas yang berisi perlengkapannya di atas kasur yang dilapisi oleh selimut berwarna biru, dia juga duduk disana dan memandang seluk beluk isi kamarnya yang terkesan sederhana. Tak ada televisi, tak ada komputer, hanya ada sebuah meja kayu untuk belajar dan sebuah lemari dua pintu yang salah satu pintunya terdapat sebuah cermin.

Naruto beranjak ke lemari tersebut, berdiri tepat di depan cermin dan melihat wajahnya sendiri. Tak ada satupun hal aneh di wajahnya, kecuali satu mata yang memiliki iris warna berbeda dari iris mata pada umumnya. Warna merah sepekat darah yang dipisahkan oleh pupil hitam berbentuk vertikal, menjadi pemandang tidak biasa di mata orang-orang.

Semasa Naruto menginjakkan kakinya di Sekolah Dasar, tak pernah sekalipun dia menunjukkan mata itu pada publik. Waktu dia menginjak Sekolah Menengah Pertama, dia sempat menentang perintah kakeknya yang menyuruhnya untuk tidak pernah melepaskan penutup mata kanannya. Dan karma setelah menentang apa yang disuruh kakeknya terjadi, Naruto langsung dijauhi oleh teman-teman sekelasnya yang menganggapnya aneh. Masa-masa indah pada waktu SMP pun Naruto lalui dengan kesendirian.

"Ya, karena mata kutukan inilah aku berakhir dengan kesepian." Gumaman tersebut terlontar begitu saja setelah Naruto selesai mengingat kejadian miris dirinya sendiri. Dan pada saat diejek oleh teman sekolahnya itulah, dia bersumpah tidak akan lagi menunjukkan mata terkutuk ini kepada siapapun lagi, kecuali pada keluarganya.

Mata merah tersebut bukanlah hasil dari rekayasa atas sebuah lensa, namun mata itu memang Naruto miliki sejak dia lahir. Naruto sendiri juga tak mengetahui kenapa satu matanya sangat berbeda, dan saat dia bertanya ke kakeknya dulu, sang kakek hanya menjawab kalau mata itu adalah hasil keturunan kedua orang tuanya. Dan saat kakeknya memberikan jawaban saat itu, Naruto dapat melihat aura keunguan terpancar dari tubuh kakeknya.

"Naruto-kun, Nenek mau belanja untuk makan malam. Tolong jaga rumah sebentar!"

Samar-samar mendengar suara neneknya yang sedang berteriak di lantai satu, Naruto langsung saja tersadar dari lamunannya tentang masalalu. Segera Naruto menanggapi teriakan neneknya dengan sebuah jawaban mengerti, kemudian dia beranjak keluar dari kamarnya dan turun dari lantai dua.

Setelah menuruni beberapa puluh anak tangga, akhirnya Naruto sampai di ruang tengah rumah Neneknya. Terlampau sederhana, mungkin itu yang saat ini ada di dalam pikiran Naruto. Sejauh matanya menulusuri seluk beluk ruang tengah, tak ada satupun alat elektronik terpampang disana. Naruto tersenyum maklum akan hal ini, bagaimanapun juga yang tinggal disini hanyalah dua orang tua, jadi pastilah mereka hanya hidup dalam kesederhanaan.

Tak berselang tiga detik, Naruto akhirnya memutuskan untuk menggerakkan kedua kakinya ke arah meja dan kursi kayu yang tak jauh dari tempatnya berdiri tadi. Setelah duduk dan menyamankan posisinya pada kursi kayu yang di dudukinya, hal selanjutnya yang Naruto lakukan adalah merogoh saku celana miliknya dan mengeluarkan sebuah ponsel lipat sederhana.

Di bukanya lipatan ponsel tersebut dan di lihatnya layar ponsel miliknya yang kosong, tak ada pemberitahuan satu pun. Helaan nafas tak dapat Naruto tahan sekarang, segera ia buka informasi kontak di ponselnya dan dicarinya sebuah nama yang bertuliskan 'Kakek' di layar ponselnya.

Sebuah hawa dingin tiba-tiba dirasakan Naruto pada bulu kuduknya. Pemuda bersurai pirang tersebut seketika langsung menghentikan aktivitasnya, kedua mata dengan dua iris berbeda warna segera bergerak untuk menemukan sesuatu yang dicarinya. Dan kedua mata itu seketika berhenti di pojok ruangan yang terdapat sebuah lemari kecil yang berisikan buku yang di atasnya terdapat hiasan bunga bonsai.

Disana berdiri sesosok gadis kecil berambut hitam panjang dan berkulit pucat, memakai setelan kimono berwarna biru yang terdapat beberapa noda disekitarnya. Naruto dan sosok itu saling bertukar pandangan, dan gadis tersebut menyertakan sebuah senyuman tipis pada Naruto.

Naruto menautkan kedua alisnya, menajamkan pandangannya pada sosok itu. "Kau, tidak bisa bicara?" Sosok tersebut menanggapi pertanyaan dengan sebuah gelengan kecil, "Kenapa?" Dan setelah Naruto melontarkan pertanyaan tersebut, sosok gadis kecil itu menundukkan kepalanya dan memasang wajah sedih. Naruto bingung dengan ekspresi yang ditunjukkan gadis kecil itu, namun dirinya tetap menunggu dalam diam.

Detik jam berdentang terdengar dalam kesunyian ruang tengah tersebut. Naruto merasa kalau sosok gadis kecil tersebut tak ingin menjawab pertanyaannya, jadi dia memutuskan untuk melanjutkan kegiatan yang tertunda sebelumnya. Setelah mendapatkan kontak yang dimaksud dari ponselnya, Naruto segera menekan satu-satunya tombol berwarna hijau yang berbentuk telepon.

Sambil menunggu panggilannya dijawab, Naruto terus menatap sosok gadis kecil tersebut yang tak sedikitpun merubah mimik wajahnya.

"Moshi-moshi, ada apa Naruto?"

"Ojii-chan, sudahkah kau mengurus keperluan sekolahku di kota ini?"

"Semuanya sudah beres, aku sudah menyuruh seseorang untuk mengantarkan seragamnya untukmu."

Sebelum Naruto kembali menjawab, terlebih dahulu Naruto meihat ke arah jam tangan di tangan kirinya. Masih pukul 7.14 a.m. "Baiklah, terima kasih Ojii-san." Naruto menutup sambungan teleponnya, meletakkan ponsel miliknya ke atas meja dan kemudian Naruto mengalihkan pandangannya ke sosok gadis kecil yang masih berdiri tepat di samping lemari buku di pojok ruangan. Dia tersenyum lagi, pikir Naruto.

Tok-Tok

"Summimasen... summimasen..."

Naruto segera bangkit dari duduknya dan beranjak dimana pintu masuk rumah berada. Dengan langkah agak terburu-buru, Naruto terus berjalan sambil meneriakkan sambutan yang biasa diberikan pada tamu.

Setelah sampai tepat di depan pintu, segera Naruto putar knop pintu tersebut. Hal yang pertama kali dilihat oleh kedua mata dengan iris berbeda tersebut adalah, wajah dari seorang gadis bersurai hitam pendek sebahu yang juga balas menatapnya.

"Apakah kau Naruto Namikaze?"

To be Continued

.

A/N: misterinya belum muncul ya? Hahaha, cerita ini hanya prolog. Tulisan chap 1 saja tidak ada, hahahaha.

Azriel Log out.