Welcome.
This is just the Fragments of the Prologue.
The real prologue?
Just you wait.
A Persona 3 (Portable) fanfic: Bestowed Punishment
Prologue: The Fragments
EDITED! Yeah, karena saya goblok pembaca saya jadi bingung! HAHAHAHAHA- *digiling*
Seorang gadis menyusuri sebuah ruang angkasa yang hampa, tanpa sedikitpun tanda-tanda kehidupan di sekitarnya. Bintang-bintang menghiasi langit berwarna merah di atasnya, kelihatan amat tinggi dan tak mungkin diraih, seperti tujuan yang ingin dicapainya saat ini. Seperti khayalan seorang anak kecil dan ilusi seorang penyihir jahat yang membuatnya terpengaruh.
Jalan yang disusurinya untuk mencapai tujuannya pun terlihat seperti tak ada ujung sama sekali. Kabut-kabut aneh berwarna keemasan mempersulit penglihatannya, seperti mengejeki dirinya.
"Aku…telah datang sejauh ini…Jangan mempersulitku!"
Dengan harapan dan tekadnya yang masih bulat, gadis itu dapat menangkis "ejekan" itu dengan berlari lurus ke depan. Ia sudah yakin, bahwa inilah yang ia cari, sebuah jawaban atas yang selama ini ia pertanyakan kepada dirinya sendiri.
Sebuah jawaban dari sebuah kehidupan.
Semenjak sang tamu, pemuda berambut biru itu, menemukan jawaban dari kehidupannya, yaitu menjadi sebuah dinding antara umat manusia dan Nyx, sang pembawa kehancuran bernama "The Fall", entah kenapa ia ada sesuatu yang hilang dari dirinya. Seperti sebuah kepingan puzzle yang tidak lengkap, merasa sangat gemas dengan ketidak-lengkapan itu, terasa sangat ingin untuk mencari kepingan yang hilang tersebut, demi menyelesaikan permainan tersebut.
Hatinya tergerak untuk menyelamatkannya, meskipun itu berarti ia akan melepaskan semua tanggung jawabnya, dan bisa berarti ia harus mengorbankan nyawanya demi misi ini. Namun ia tak peduli.
Setiap manusia berhak mencari atas apa yang ingin ia raih, dan inilah apa yang ingin ia raih. Perempuan ini ingin mendapatkan sang pemuda kembali, mengembalikannya kepada kehidupannya sebagai seorang manusia, seorang lelaki biasa, kembali bertemu dengan orang yang ia cintai dan orang-orang yang mencintainya.
Bukanlah menjadi sebuah patung batu yang terkunci dari semua perasaan manusianya, kesenangan dunia dan cinta. Ia tak ingin jiwa pemuda itu terkunci di dalam sebuah penjara yang amat sangat kejam sendirian tanpa jalan keluar. Bahkan, patung itu terus menerus dihantam oleh sebuah monster mengerikan.
"Erebus," perempuan itu bergumam pelan. Itulah nama monster tersebut. Sebuah bentuk dari semua emosi negatif manusia yang menginginkan Nyx kembali ke dunia. Hasratnya semenjak ia lahir hanya satu- bergabung dengan Nyx dan membawa The Fall. Seperti sang pangeran jahat yang menginginkan kekuatan yang sangat besar untuk menguasai dunia di dalam dongeng, Erebus menghancurkan semua yang menghalanginya, termasuk segel itu.
Sama halnya dengan Erebus, perempuan itu melihat semua yang menghalanginya sebagai ancaman dan halangan.
"Kemari, jelek. Biar aku yang menghadapimu."
Erebus, merasakan adanya hawa kekuatan yang asing di sekitarnya, langsung menerjang gadis itu dengan serangan membabi-butanya. Dengan gerakan yang menipu, ia menuju ke titik dimana Erebus tak bisa melihat arahnya, dan mengeluarkan sebuah energi besar ke arah segel itu yang membebaskan tubuh dan arwah sang pemuda, namun tidak menghancurkan segelnya, melainkan memperkuatnya. Sebagai efeknya, sebuah cahaya menyilaukan mata mereka berdua, namun gadis itu tidak melihatnya sebagai halangan, melainkan sebagai sebuah kesempatan emas. Sambil tersenyum puas, ia berlari menjauh dari Erebus dengan rute yang sama agar ia tidak hilang ataupun malah mendekati monster tersebut.
Ini dia. Saat yang ia tunggu.
Akhirnya ia bisa menemukan jawaban atas kehidupannya dengan cara yang sempurna.
Ceritanya berakhir dengan sebuah klimaks yang cantik dan teratur.
….Atau tidak?
Erebus, yang ternyata sedari tadi kebal terhadap cahaya menyilaukan itu, telah memperhatikan gerakan lawannya dengan cermat. Mengetahui bahwa ia masih dekat dengannya, ia segera mengayunkan tangannya yang besar ke arah si musuh. Murkalah ia, karena hasratnya sekali lagi tak dapat terpenuhi. Kemungkinannya mengejar Nyx semakin sulit, karena kekuatan segel yang menahannya sudah lebih kuat dari sebelumnya.
Tidak apa-apa.
Meskipun ceritanya tidak berakhir dengan cara yang ia inginkan, ia sudah puas. Sekarang, dengan hidupnya yang tinggal sedetik, gadis itu tersenyum puas merayakan "kemenangannya".
Berada dalam penungguan untuk disambungnya sebuah benang merah.
Mereka berdua adalah penyambung untuk sebuah cerita yang akan dimulai.
Mereka menunggu atas dibuatnya sebuah prolog yang akan dimulai dari ruangan berbentuk lift ini, dimana sang pemeran utama akan memulai lembaran pertama di atas kertas kontrak yang seolah menunggu atas dibubuhkannya tanda tangan sang pemilik.
Namun, penantian itu sangatlah lama. Tidak sebentar. Sama halnya dengan tujuan lift ini. Naik dengan mulus, namun menuju sebuah arah yang tak menentu.
Hidup.
Sebuah perjalanan yang sangat lama, penuh hambatan, penuh pilihan dan ketidakadilan. Sebuah perjalanan menakutkan bagi siapapun yang tidak siap, dan mereka akan terjerumus ke dalam sebuah jurang yang lebih dalam dari seluruh jurang di dunia, keputusasaan.
Mereka berdua, penunggu lift ini, tengah menanti akan seseorang yang tersesat dalam perjalanan ini. Apakah orang itu akan membuat mereka, penunggu lift berwarna biru ini, sampai ke tempat tujuannya? Semuanya akan bergantung pada orang itu.
…Untuk kedua kalinya.
"Selamat datang di Velvet Room, anakku."
Minato Arisato, sang pahlawan yang berani, kembali menjadi sang tokoh utama.
Dengan matanya yang sayu, tubuhnya yang lemas, dan kebingungannya, matanya menatap lurus pada lelaki tua yang baru saja menyapanya. Terjebak di dalam labirin yang dibuat oleh kebingungan dan keputusaannya sendiri, pemuda itu menghela nafas, terkejut dan sedikit sedih atas dirinya ini.
"Kenapa…aku hidup lagi…"
Midnight, Port Island Station
"Siapakah…aku?"
Pemuda itu bertanya kepada dirinya sendiri dan kekosongan, sambil memandangi tangannya yang merupakan sepasang tangan manusia sempurna, kulit yang berwarna seputih salju dan tanpa cacat.
Aku…Manusia?
"Aku ini apa?"
Mengapa aku bisa melihat seperti ini?
Kenapa semuanya terasa sempurna?
Sebuah kesempurnaan tanpa noda, yang harusnya ia banggakan sebagai salah satu manusia di dunia ini.
Namun, seperti bayi yang baru lahir, ia tak tahu untuk apakah ia hidup. Di matanya yang berwarna biru tua, dan pikirannya yang sebersih warna putih yang lembut, kebenaran masih seperti sebuah lorong panjang yang gelap.
Padahal, ia sudah pernah hidup sebelumnya di dunia ini, masih mengenal siapakah dirinya, dan masih mengetahui untuk apa ia hidup.
...Dan masih memiliki nama, sebuah kalimat yang dibutuhkan oleh semua makhluk hidup di dunia ini.
Ryoji Mochizuki.
Sekarang, semua memori itu seperti tumpukan sampah; terbuang dengan percuma.
Hanya satu yang ia ingat.
"Hades."
Persona miliknya, yang juga bukan bagian dari ingatannya sebagai sebuah "Persona" itu sendiri.
Haha...iya...Cerita pertama saya sebagai seorang author di FF.n. Saya udah komplit meng-edit cerita ini selama beraaapaaa mingguuuu gituu...Dan saya pikir saya agak...stress...Saya lagi mau ujian tapi kok malah nge-upload fic GaJe...*headdesk*
Reviews are highly appreciated, karena saya emang masih selevel anak ingusan begini. Tolong, kasih tau saya bahwa saya ini nulis fic yang GaJe (bukannya saya pesimis, tapi saya pengen tau kekurangannya...) Yoo, sekian, enjoy...
Eeerrr...nungguin chapter dua kali ya.
