.

Little Thing Called Love

Disclaimer : Masashi Kishimoto

Story by : Pinky Rain

Pairing : SasuSaku

Warning : AU, maybe OOC, gaje, ntah cerita macam apa ini, ide pasaran, penuh dg kemodusan dr tiap chara, typo(s)

Rated : T

DLDR

.

.

.


A Letter

.

Seorang gadis bersurai merah muda tengah memandang seorang pemuda berhelaian raven dengan emo style yang sedang berjalan seorang diri. Dengan kedua tangannya yang ia masukkan ke dalam saku, pemuda itu berjalan dengan santainya tanpa mempedulikan lirikan serta decakan kagum atau bahkan memuja dari para kaum hawa yang kebetulan dilewatinya.

Pemuda itu berjalan menuju loker miliknya untuk kemudian membukanya. Sekilas ia tampak menghela napas malas saat melihat isi lokernya yang begitu penuh dengan surat. Apalagi kalau bukan surat cinta. Yang makin hari makin banyak memenuhi isi lokernya.

Dengan malas pemuda itu mengambil uwabaki miliknya kemudian memakainya. Setelah meletakkan sepatunya dalam loker pemuda itu kembali menutup pintu loker tersebut, namun tak lama kemudian ia kembali membukanya dan tanpa basa-basi mengambil surat-surat yang menumpuk itu kemudian melemparnya ke dalam kotak sampah.

Dengan santai pemuda itu kembali berjalan. Saat melewati si gadis merah muda dia menoleh sekilas, membuat gadis tersebut terkesiap kemudian menundukkan wajahnya sembari meremas sebuah benda persegi panjang berwarna soft blue dalam tangannya.

Dengan wajah yang merona merah, gadis itu melirik pemuda yang kini berjalan melewatinya. Setelah pemuda itu memiliki jarak agak jauh darinya, dia menghembuskan napas yang sedari tadi tanpa sadar ia tahan dengan keras.

Lagi-lagi. Lagi-lagi dia tidak berani memberikannya. Memberikan surat cinta yang beberapa minggu lalu ia tulis untuk diberikan kepada sang pujaan hati. Setiap kali ia bertekad memberikannya, tekadnya itu akan luntur seketika saat melihat pemuda itu.

Dia takut. Dia tidak percaya diri. Pemuda itu selalu tampak bersinar dimana pun dan kapan pun dia berada. Sementara dirinya hanyalah seorang gadis pendiam yang biasa-biasa saja. Wajah biasa. Penampilan biasa. Dan memiliki kecerdasan otak yang biasa pula. Hal yang menjadi tidak biasa darinya adalah dia menyukai pemuda yang luar biasa.

Gadis dengan pita rambut berwarna merah yang mengikat ekor kuda rambutnya itu menghela napas. Dia kembali memandang pemuda yang kini tengah berjalan dengan seseorang berambut kuning jigrak memasuki kelas.

"Sakura." gadis itu menoleh saat ada yang memanggil namanya. Dia tersenyum saat mendapati sahabat pirangnya sedang tersenyum sembari berjalan ke arahnya.

Sekilas sahabatnya itu menoleh pada pemuda yang kini telah memasuki kelas sebelum akhirnya kembali memandangnya.

"Memandanginya lagi, eh?" godanya, membuat gadis yang ia panggil Sakura itu menundukkan wajahnya yang merona.

"Berhentilah menggodaku Ino." cemberutnya masih dengan wajah yang bersemu. Ino terkekeh kemudian merangkul pundak sahabatnya itu.

"Ayolah. Nanti kita terlambat masuk kelas." kemudian mereka berjalan beriringan menuju kelas.

.

.

.

Seorang gadis behelaian merah muda melongokkan kepalanya ke dalam sembari sesekali menghela napas. Dia sudah bertekad bahwa dia akan memberikan suratnya. Apapun yang terjadi dia akan memberikannya. Harus memberikannya.

Gadis itu tanpa sadar menahan napasnya ketika orang yang sedari tadi ia tunggu telah menampakkan diri. Dia sedang berjalan bersama segerombolan anak lelaki yang sedari tadi bercengkerama satu sama lain. Tanpa sedikitpun menanggapi saat ada yang mengajaknya bicara.

Sakura menghelas napas. "Aku akan memberikannya." gumamnya penuh tekad.

Dia kembali menoleh pada pemuda yang kini tengah membuka lokernya.

"Wah, kau mendapat surat lagi Sasuke." cetus seorang pemuda berambut coklat panjang.

Tanpa mau repot-repot menjawab, pemuda bernama Sasuke itu mengambil surat-surat dalam lokernya kemudian melemparnya ke dalam tempat sampah yang berada tak jauh dari sana. Ia heran. Padahal tadi pagi ia sudah membuang begitu banyak surat. Apa surat-surat itu berjalan dan kembali masuk ke dalam lokernya.

"Setidaknya ambillah satu surat saja dan bacalah. Kau benar-benar tidak menghargai usaha orang, Teme." kini pemuda berambut kuning yang menimpali.

"Hn." hanya itulah tanggapan yang keluar dari mulutnya. Pemuda itu kemudian memakai sepatu yang telah ia ambil dari loker.

Sakura melihatnya. Dia melihat semua kejadian tadi. Bagaimana Sasuke yang mengambil surat-surat itu kemudian membuangnya. Dia menghela napas berat. Bagaimana jika surat miliknya juga mempunyai nasib yang sama? Berakhir di tempat sampah.

Dia membuat surat ini semalaman. Berulang kali dia menulis, kemudian meremas kertas-kertas itu, kemudian kembali menulis. Demi menghasilkan sebuah surat yang memuaskan baginya. Tapi bagaimana jika Sasuke membuang suratnya?

Tekadnya untuk memberikan surat itu kembali lenyap. Dengan sedih dia pandang surat yang ia genggam dengan kedua tangan itu. Bagaimana jika Sasuke membuangnya?

"Mungkin tidak usah kuberikan saja surat ini." gumamnya sedih.

Tiba-tiba sebuah tangan terjulur dan mengambil surat itu dari tangannya.

"Eh?" Sakura tekejut kemudian mendongak. Seorang pemuda raven kini telah mengambil alih surat miliknya.

Tanpa mempedulikan Sakura yang masih terkejut, pemuda itu melenggang santai menyusul teman-temannya yang sudah berjalan jauh darinya.

"Kau lama sekali, Sasuke." teriak seorang pemuda berambut kuning.

"Hn." responnya.

Dengan wajah yang bersemu merah, Sakura tersenyum memandangi pemuda yang tanpa sepengetahuannya, kini juga tersenyum di balik punggungnya.

.

.

.

TBC?

.


waah apa ini?

bukannya nerusin fic malah berniat bikin fic MC lagi, dasar author gk bertanggung jawab, *plak #ditabok

cuma fic pelepas penat, jd gk panjang dan mgkn untuk chap selanjut ny bakal pendek ky gini (emg ada chap selanjut ny?) ehehe

boleh minta tanggapannya? :)