Love & Caring
disclaimer: not me.
Sewaktu Kuroko berumur lima tahun, keluarganya miskin, ia hidup pas-pasan dan tinggal di rumah yang kumuh, tetapi orangtua kuroko sangat menyayangi dan selalu menganggap kuroko berharga. Mereka setiap hari makan bersama di ruang makan, walaupun hanya nasi dengan telur goreng atau kadang hanya dengan rumput laut.
'Jauh lebih menyenangkan,' pikirnya, itulah masa lalu bahagia seorang kuroko tetsuya yang kini menginjak umur tujuh belas tahun, sekarang, ia sekolah di sekolah yang super elite dan favorit, setiap hari ia belajar seperti orang gila belajar, sekolah itu memang sangat sulit dan ketat.
Saat ini ia sedang berada di ujung gedung sekolahnya, memikirkan nasibnya, memikirkan segalanya, dan apakah ini adalah jalan keluar yang terbaik?
Napas berat ia hembuskan sambil melihat kebawah dan merinding berapa tingginya gedung sekolah ini...
"Mengerikan... tapi jauh lebih mengerikan hidup di kehidupan seperti ini," katanya entah pada siapa karena ia sendirian saat ini.
Satu hari lagi.
'mungkin akan ada keajaiban, mungkin mereka akan melihatku lagi,' pikirnya sambil melangkah mundur dan turun dari loteng tersebut.
Sesampainya di gerbang keluar ia melihat temannya, Aomine Daiki. Rupanya ia menunggu kuroko.
"Tetsu, lama sekali, habis ngapain, sih?" katanya dengan nada pura-pura kesal, kuroko hanya tersenyum lemah menghadapi temannya.
"Kau tahu..." ucap si coklat-bukan-hitam secara tiba-tiba, "Kalau kau punya masalah, ceritakanlah pada temanmu, aku mungkin bisa membantu," lanjutnya dengan wajah yang serius dan menatap ke arah kuroko.
Kuroko tersentak mendengar ucapannya, mungkinkah... ia melihat kuroko di atas sana?
"Terimakasih, Aomine-kun."
"Hmm."
akhirnya perjalanan pulang sore itu menjadi sunyi namun membuat kuroko merasa tenang... ia berterimakasih karena aomine tidak menganggu ketenangan itu sampai ia berada di depan gerbang rumahnya.
"Bye, tetsu!" teriak aomine dari kejauhan.
"Bye-bye," ia melambaikan tangan pada aomine dan segera memasuki rumahnya. Rumah yang sunyi, dingin, dan hanya ada pembantu.
Ketika ia masuk beberapa maid membungkukan badannya, dan mengambil tas kuroko, segalanya dilakukan sang maid untuk "membantu" sang majikan. Hahaha, tentunya di bayar dengan harga yang selangit.
"Aku pulang..." ucapnya tanpa ada yang menjawab. Sudah biasa...
satu hari.
Hati kuroko nyeri ketika mengingat bahwa tinggal satu hari lagi. Sebenarnya ia takut, tapi mungkin, lelah dan kecewa yang amat sangat membuatnya tidak peduli lagi.
"Ayah, lihat aku dapat nilai seratus!" katanya sambil menunjukan hasil ulangannya dengan senyum yang lebar.
Namun, ayahnya hanya melengos dan mengabaikan kuroko dan berkata, "Hal gampang seperti itu memang seharusnya bisa kau dapatkan."
bohong... kuroko mati-matian belajar demi nilai ini, agar ayah memuji, hanya satu pujian pun tidak apa...
Boleh kan...?
kuroko menghempaskan badannya di kasurnya dan melihat bingkai foto di sampingnya... ah betapa ia rindu makan bertiga bersama orangtuanya... walaupun hanya nasi dan kecap, tapi, ia bahagia...
"Aku rindu kalian..." bisiknya sambil menutupi wajahnya dengan bantal.
Air mata mengucur deras akibat terlalu sering ditahan. Ia tidak tahan lagi, terlalu banyak masalah di benaknya. kuroko sudah lelah, lelah memikirkan cara bagaimana agar orangtuanya melihat kearahnya lagi. Kuroko seperti ditinggal jauh di belakang.
Mungkin inilah jalan yang tepat,
penyesalan memang selalu datang terakhir,
tapi aku tidak menyesal,
jika kematianku bisa membuat kalian memperhatikanku kembali.
Dan terdengar suara tulang dan daging yang terkoyak.
Fin
Tidak ada yang lebih penting dari kasih sayang dan cinta orangtua. Namun sampai sekarang masih banyak sekali orangtua yang menelantarkan anaknya dirumah karena mengejar kekayaan semata. Fanfic ini terinspirasi dari hal tersebut, tetapi ini bukan cerita fiksi, terimakasih sudah membaca ^_^
