A Rainy Day In November
Kuroko no Basuke milik Fujimaki Tadatoshi
Cerita milik saya
Enjoy!
.
Pemuda itu menatap langit mendung dengan tatapan kosong. Wajahnya yang pucat tampak lesu, sedangkan matanya yang sewarna samudra memandang hampa ke langit yang mulai menangis. Ditangannya, ada bunga liar yang masih lumayan segar.
"Tuhan…kapan kau akan membebaskanku dari sini?"
Di hari hujan di bulan November, dia tak bisa melakukan hal lain selain berdiam di gereja tua itu dan menunggu saatnya dibebaskan dari sana.
.
.
A Rainy Day In November
.
.
Hari demi hari terlewat tanpa bisa ia hitung berapa lama yang telah berlalu. Ia bahkan tak tahu kapan siang dan kapan malam, karena yang ia lihat setiap melongok kejendela hanyalah langit mendung yang senantiasa menangis. Ia hanya menjalani rutinitas yang sama setiap harinya. Duduk, berdiam, berkeliling, dan kadang berdoa. Ia setia menanti. Menanti namanya dipanggil dan ia dapat bebas dari sini.
.
Pemuda itu termenung di kursi panjang barisan paling depan digereja tersebut. Tangannya yang pucat masih menggenggam bunga liar yang sudah setengah layu dipangkuannya.
"Haah…" ia menghela nafas singkat, lalu selebihnya ia kembali diam dan membiarkan hening menguasai gereja yang sepi.
Netra samudranya menatap mimbar yang lapuk dimakan rayap dengan tatap kosong yang tak pernah berubah sejak ia terjebak di gereja tersebut. Kemudian ia berdiri, meletakkan bunga digenggamannya ke kursi lalu berkeliling.
Tap! Tap! Tap!
Ia berjalan, berputar-putar, lalu duduk lagi. Ia menatap keluar jendela dan pemandangannya masih sama. Langit mendung yang tengah menangis. Kadang ia bertanya-tanya dalam diam, apakah waktu berhenti disini?
Lagi, lagi, dan lagi. Rutinitasnya yang membosankan kembali ia ulangi. Kegiatan yang ia lakukan apabila ia sudah terlalu bosan duduk berdiam ditemani oleh bunga yang semakin lama semakin layu. Satu-satunya kegiatan yang bisa mengusir sepinya.
Ia berkeliling lagi dengan wajah hampa yang seakan ia adalah raga yang tak terisi oleh nyawa lagi kemudian duduk bila sudah bosan.
Lalu semua kembali lagi pada pemandangan suram diluar jendela.
.
.
.
Ini sudah entah yang keberapa jam, menit, dan detik yang telah ia lewati dengan terjebak digereja tua ini. Ia lelah. Ia muak. Hingga sampai disuatu titik, ia berteriak.
Begitu menyayat, seakan hanya dengan teriakan itu satu-satunya cara baginya untuk menggambarkan suasana hati yang mengalahkan ributnya badai diluar jendela.
Ia muak pada semua yang ada. Pada gereja lama yang sunyi, pada bunga layu di kursi, pada hujan badai diluar jendela, pada waktu yang seakan terhenti, bahkan pada sepi yang membuatnya merasa hampa dan hampir tertelan dalam sepi.
Ia mengamuk, meluapkan semua yang selama ini ia tahan. Berteriak dan menangis, meminta kepada keheningan untuk segera menjemputnya.
"Sudah cukup, Kuroko Tetsuya. Sudah saatnya."
Mata sewarna samudranya yang basah melebar sebelum menyipit disertai bibirnya yang melengkung. Setetes air mata masih mengalir, namun tak juga ia pedulikan.
.
.
"Tuhan… akhirnya kau menjawab doaku…"
.
.
Lalu… sunyi.
.
.
End (?)
.
A/N : Sekian, utang fic November selesai 3 Rnr?
.
.
Gereja lama itu masih sama. Masih sepi, masih kosong, dan waktupun masih serasa berhenti disana. Meski begitu, ada juga yang berubah. Seperti langit luar jendela yang menampakan langit biru beserta pelangi dan juga bunga liar segar yang terletak diatas kursi.
.
Lalu sisanya hanyalah… sepi.
.
