Title: Spider

Summary: Masa lalu melilit erat, seperti benang laba-laba yang melilit mangsanya. Apakah dia laba-laba itu, ataukah dia hanya akan menjadi mangsa lain jaring masa lalu yang melahap semua?

Pairing: mungkin mau dibikin sedikit bumbu Sandy/Pitch?

Rate: T untuk chracter death dan sedikit darah-darahan, mungkin bakalan ada sedikit deskripsi pembunuhan.

Disclaimer: Bukan yang saia~!

Bacotan: cerita baru just because I hate myself, thank you very much. Cerita ini ga bakalan terlalu panjang sih, paling 2 bagian doang? Mungkin kalo niat, dibikin lebih, lol.

Happy reading!


London, Britania: Iris Corps., 23 Juli 2xxx, 06:23

Satu detik dalam perang cukup untuk bisa menentukan dia keluar dari tempat ini hidup atau mati. Dan satu detik keraguan pria dengan sebuah senapan hitam di hadapannya baru saja menyelamatkan nyawanya, sama seperti satu detik keraguannya menarik pelatuk baru saja menyelamatkan nyawa pria itu.

Codename-nya Mother Nature, dan dia tidak suka ketika hidup mempermainkannya seperti ini.


Marseilles, Prancis: Kediaman Seraphina Hart, 13 Juli 2xxx, 13:04

"Cukup basa-basinya, Tuan North. Aku tahu kau tidak kemari hanya untuk secangkir teh dan sepiring kue."

Pria paruh baya itu, North, mengangguk. Masalah ini bukanlah masalah yang akan selesai dengan berbincang seharian. "Kami akan mengumpulkan kembali anggota Overwatch."

Tidak ada balasan.

"Kau sudah tahu organisasi teroris yang akhir-akhir ini kembali marak dibicarakan?"

"Maksudmu Fearling?" Dia tidak terlihat senang dengan anggukan North. Rengutan di wajahnya semakin dalam. "Kau tahu aku berusaha tetap berada di pihak netral disini, Tuan North."

"Sekarang bukan lagi saat yang tepat untuk berada di pihak netral," cetus suara lain dari pintu, "Kedamaian dunia bergantung pada kita." Kedua orang yang duduk berhadapan di ruangan itu menoleh. Pria berambut pirang berdiri disitu. "Hai, Emily Jane, bagaimana kabarmu?"

Nyaris seperti refleks, wanita itu membalas, "Aku bukan 'Emily Jane' lagi."

"Ah, maafkan aku. Seraphina… kan?"

"Iya. Dan aku baik-baik saja, terima kasih. Dirimu?"

"Aku juga baik-baik saja. Jadi North tidak berhasil meyakinkanmu?"

Wanita bergaun hijau itu menggeleng. "Kurasa tidak ada yang bisa meyakinkanku, love."

"North, bisa biarkan aku bicara berdua dengannya?"

North berdiri dan mengangguk, walaupun sedikit sangsi. Dia sudah menghabiskan tiga jam berbasa-basi tanpa hasil. Apa yang bisa Sandy lakukan?

"Ayolah, Em—Seraphina, tidak bisakah kau mempertimbangkan ini sekali lagi?" bujuknya begitu temannya keluar.

"Aku tidak tahu. Kau tahu sendiri pandanganku terhadap perang, Sandy."

"Tetapi tidak mengambil tindakan disaat seperti ini sama saja dengan membantu kejahatan menang. Kumohon? Demi pertemanan kita?" Dia merasa curang menggunakan taktik itu, tapi apa boleh buat? Kalau ada cara yang lebih baik, dia sangat ingin mendengarnya.

Rengutan di wajah wanita di hadapannya sedikit melembut sebelum akhirnya menghilang, digantikan pasrah. "Baiklah, berikan aku waktu seminggu."

"Tidak bisakah lebih cepat?"

"Seminggu, Sandy, atau tidak sama sekali."

"Baiklah."

Sandy kemudian dipersilakan duduk dan selama beberapa jam kemudian menghabiskan waktu mengobrol, saling menceritakan kisah yang terlewatkan selama sepuluh tahun mereka tidak bertemu, sebelum akhirnya jam di dinding menunjukkan jam dua belas malam.

"Aku akan kembali untuk menjemputmu seminggu dari sekarang."

"Akan kuingat."

Dengan sebuah lambaian tangan, Sandy pergi dari situ, meninggalkan Seraphina yang semakin menyesali keputusannya seiring detik berlalu. Dia benci perang, tetapi dia lebih benci lagi dengan berhadapan dengan mimpi buruknya.

Fearling. Organisasi teroris yang sudah ada selama lebih dari tiga puluh tahun.

Kedua orangtuanya sudah menjadi korban.

Apa ini berarti dirinya juga?


Gibraltar: Markas Overwatch, 20 Juli 2xxx, 19:59

Seminggu terbukti berlalu terlalu cepat untuk mempersiapkan hatinya, tetapi terlalu lama sebelum akhirnya keraguan kembali menghantuinya. Tapi tentu saja dia tidak punya waktu untuk memikirkan itu karena dia punya masalah baru sekarang. Setelah berjam-jam duduk sambil menahan nyeri otot akibat perjalanan yang tidak bisa dibilang menyenangkan, dia harus langsung duduk di ruang rapat. Setidaknya dia bisa menemukan sedikit kenyamanan dari kursi empuk yang seperti menelannya hidup-hidup dan mulai membuatnya mengantuk.

"Maaf kami langsung menggelar rapat. Aku yakin kau lebih butuh istirahat sekarang."

"Oh, ah… maaf, apa aku terlihat selelah itu?"

"Tidak, tidak. Maksudku, kau memang terlihat lelah, tapi aku bicara dari pengalaman. Percayalah, penerbangan non-stop dari India kemari, hoooh… aku meringis mengingatnya. Aku Tooth, ngomong-ngomong."

"Aku Seraphina."

"Ah! Kau tenaga medis yang baru, kan?"

Dia menangguk pelan. Matanya semakin berat dan dia akan sangat berterima kasih kalau rapat ini segera dimulai agar bisa segera selesai. Terima kasih pada Tooth yang berbicara tanpa henti sehingga bisa sedikit menghadang kantuknya.

"Ah, kulihat kalian sudah kenalan!"

"Tuan North, selamat malam."

"'North' saja cukup, kita sudah kenal lama, ya? Ayo, Tooth, cepat duduk. Kita mulai rapat dalam lima menit."

Rapat itu berlangsung cukup lama, dimulai dengan perkenalan anggota baru, Seraphina Hart (itu dirinya), kepada anggota yang lain. Tentu saja, dia sudah terlebih dahulu mengenal setengah dari agen yang hadir disitu.

Pertama ada Nicholas Saint North, salah satu pendiri Overwatch, seperti Aster di sampingnya, dan Sandy di depannya (seperti ayahnya juga, tapi dia tidak perlu menegaskan itu). Nama sandinya North, spesialis baju pelindung dan medan gaya. Kabarnya North sangat kuat, walaupun tanpa tanknya, sampai ada desas-desus North pernah mengalahkan satu pasukan kavalri hanya dengan sebilah pisau steak berkarat.

Lalu Aster, sandinya Bunny. Pria berkebangsaan Australia itu tidak pernah suka dengan nama sandinya, tetapi nama itu melekat erat karena bentuk pelindung kepalanya. Dan marganya. Dan kecintaan tak berbasisnya terhadap Paskah. Dan binatang kesukaannya. Spesialis pertahanan, cukup mahir dengan pertarungan tangan kosong. Sangat, sangat temperamental.

Sandy, nama sandinya Sandman. Singkatnya, dia penembak jitu. Panjangnya, dia penembak jitu yang juga bertugas melumpuhkan musuh terkadang bukan dengan membunuh tapi dengan menghilangkan kesadaran di saat dimana pertumpahan darah bukanlah sebuah pilihan. Sangat dapat diandalkan, dan sangat sering dikira lebih muda dari usia sebenarnya.

Lalu dilanjutkan dengan yang sebelumnya belum pernah dia kenal.

Anggota termuda mereka, Jack Frost alias Snowman. Dulunya anak jalanan dan pencopet kambuhan sebelum akhirnya direkrut setelah nyaris membakar habis fasilitas rehabilitasi (ahem, penjara remaja) tempat dia ditahan karena sebuah insiden yang menyangkut sebuah panci presto, oven, kompor, minuman soda, dan permen mint. Bekerja sangat baik dengan elemen dingin dan sangat fasih dalam hal yang berhubungan dengan es. Termasuk mendaftar sepuluh toko es krim terbaik sedunia.

Tooth atau Toothiana dulunya sempat menjadi tenaga medis mereka, tetapi mereka semua memutuskan bahwa dalam perang, kesehatan badan mereka secara keseluruhan lebih penting daripada hanya kesehatan mulut. Sangat cepat dalam bergerak karena modifikasi baju pelindungnya dan postur tubuhnya yang mungil memungkinkan dia terbang melesat seperti burung kolibri yang terkenal cepatnya. Sangat mahir dengan pedang talwar ganda dan lebih memilih pertarungan jarak dekat dibanding jarak jauh. Nama sandinya Titania, seperti nama ratu peri dalam karya Shakespear.

Terakhir, wanita muda bernama Katherine yang bertugas menerangkan seluk-beluk misi mereka, mulai dari target objektif, dugaan serangan berikut, latar belakang organisasi-organisasi teroris yang berada di puncak prioritas, dan tentu saja, jika tersedia, anggota-anggota organisasi itu. Dia tidak ikut dalam medan perang, tetapi perannya sangat besar dalam menjamin kesuksesan misi.

Baru perkenalan ini saja sudah menguras tenaganya. Dia membutuhkan lebih banyak kopi sebelum bisa melanjutkan ini. Terima kasih, wahai mesih penyaring kopi yang senantiasa menyediakan asupan kafein untuk tubuh yang lelah ini.

"Bagaimana, Seraphina?"

"Huh?"

"Nama sandimu? Tentu saja kalau kau tidak mau, kau bisa memakai nama aslimu."

"Uh…"

Otaknya bekerja begitu keras sampai-sampai dia yakin ada suara putaran roda gigi dari dalam kepalanya dan seisi ruangan itu bisa mendengarnya. Dia sebaiknya memikirkan hal ini baik-baik karena nama sandinya akan selalu menempel seumur hidupnya. "Uhm… Mother Nature… mungkin?" Dia sama sekali tidak memikirkan ini panjang-panjang, tapi salahkan saja keinginannya untuk menyelesaikan rapat ini lebih cepat.

"Mother Nature! Pilihan bagus, Seraphina."

Dia tidak ingin mendengar pujian untuk nama sandi yang dia pilih tanpa pikir panjang begini!


Setelah rapat berkepanjangan, Katherine mungkin merasa kasihan padanya dan memutuskan untuk melanjutkannya setelah dia cukup beristirahat.

Begitu banyak terima kasih yang ingin dia ucapkan pada Katherine, teman barunya si penyaring kopi, dan tempat tidurnya yang sangat empuk. Rasanya seperti tenggelam di gumpalan awan.

Sebaiknya dia menikmati tidurnya karena dia yakin tidak akan lama sebelum dia harus maju ke medan perang, meskipun sebenarnya dia sudah menunda-nunda cukup lama datangnya hari itu. Kalau pertanyaannya apakah dia sudah cukup siap untuk maju perang, jawabannya adalah, ya. Lebih dari satu dekade terakhir hidupnya yang dia habiskan untuk bersiap menghadapi perang, baik dia suka atau tidak.

Tapi itu bukan berarti hatinya siap.

Sebuah ketukan memanggil kembali pikirannya yang sudah siap melanglangbuana ke negeri mimpi.

"Seraphina, kau masih bangun?"

"Masuk saja, pintunya tidak kukunci."

Rambut Sandy sedikit berkibar diterpa angin malam dari jendela kamarnya yang terbuka lebar. "Hai, kau ada waktu sedikit?"

"M-hm. Kurasa aku bisa menunda tidur sekitar lima menit lagi."

Keduanya tertawa. "Maaf kalau perjalanan kita begitu melelahkan. Kami mencoba untuk tidak terlalu mencolok dengan menggunakan helikopter kalau bukan keadaan darurat."

"Tidak apa-apa, Sandy."

Sandy menarik kursi dari ujung ruangan, tempat sebuah meja lengkap dengan alat tulis di atasnya berada. "Aku membawakanmu fail ini. Anggota inti organisasi Fearling. Siapa tahu kau mau mendengar. Dan biar lebih mudah untukmu mengikuti rapat besok."

"Baiklah, sedikit belajar sebelum ujian tidak ada salahnya."

"Ya. Pertama, Eris, dia tenaga medis, jadi ada baiknya kalau kita bisa melumpuhkannya secepat mungkin. Ingat, Seraphina, kemungkinan besar mereka juga berpikiran sama dan akan mencoba melumpuhkanmu terlebih dahullu. Aku ingin kau sangat hati-hati. Tentu saja kami juga akan melindungimu, tetapi aku yakin akan ada titik buta disana-sini terlebih ketika—"

"Sandy, cukup denganku. Kembali pada Eris."

"Ah, ya, benar. Dia dulu anggota Overwatch, namanya Helena Hyde. Dia dikeluarkan dan ditahan setelah serangkaian percobaan ilegal terhadap anggota lapangan. Dia punya kebiasaan menggunakan racun sianida, selain itu belum ada hal baru lagi."

"Wah… kalian benar-benar jago merekrut."

"Semuanya berubah ketika organisasi ini tidak dipimpin oleh anggota lagi, dear. Sekarang, tank mereka; Maharaja. Rajesvara Khan, dulunya pemilik Khan's Trading Company yang ditutup karena kasus penyelundupan manusia dan barang ilegal. Kurasa dia punya terlalu banyak sisa uang untuk dibuang jadi dia mendanai Fearling? Mungkin. Tapi cukup tentang dia, karena dia tidak terlalu penting.

"Selanjutnya, Lantern. Jackson Fyre, arsonis kambuhan tanpa niat berubah. Dia sudah ditahan berkali-kali dan juga kabur berkali-kali. Ahli bom rakitan. Kami curiga dia bertanggung jawab membangun senjata penghancur massal untuk Fearling. Apa kau masih bangun, Sera?"

"Masih, Sandy, lanjutkan saja."

"Hmm, lalu kita pindah ke Samhain alias Selena Diaz. Juga mantan agen Overwatch. Menerima suapan dari Khan Co. dengan balasan menutup mata atas aktivitas ilegal mereka. Juga terlibat dengan penyuplaian subjek tes dan kebutuhan eksperimen Helena Hyde."

Sandy memijit kedua pelipisnya seakan mengutarakan sebuah protes diam yang kira-kira berisi; "Petinggi macam apa yang memimpin Overwatch saat itu sampai ada skandal macam begini sih? Oh, iya, dia."

"Sedikit lagi, Sera. Ini adalah pemimpin Fearling, dia hanya dikenal sebagai Hades. Sangat sedikit yang kita ketahui tentangnya kecuali bahwa dia diduga melakukan percobaan ilegal dengan subjek manusia, salah satunya proyek manusia super. Spesialis pertahanan dan bioteknologi. Aku tidak heran kalau dia memang benar-benar berandil dalam proyek manusia super yang ditutup sepuluh tahun lalu dan menggunakan hasil penelitian itu untuk menguatkan oranisasinya.

"Dan tentu saja, aku menyisakan yang satu ini untuk terakhir karena kita benar-benar tidak tahu apa-apa tentangnya. Seperti… nyaris tidak ada. Dia tidak menyisakan satupun korban kemanapun dia pergi. Tidak ada saksi mata yang tahu bagaimana rupanya, kami curiga mungkin dia penembak jitu kalau diteliti dari sudut luka tembak—"

"Tunggu, dari sudut luka? Apa tidak ada peluru yang tersisa, misalnya?"

"Tidak ada. Seperti kublang, Sera, anggota satu ini benar-benar minim informasi. Laporan ini nyaris seluruhnya spekulasi. Aku bahkan tidak yakin dia menembak dengan senapan sniper. Seakan dia bukan menembak dengan peluru. Informasi lain yang kita punya tentang dia hanyalah nama sandinya, dan aku tidak yakin itu membantu banyak."

"Oke, oke… aku bisa melihat gambaran besarnya disini. Kalian tidak jago merekrut agen."

"Sera, itu tabu dibicarakan."

Seraphina tertawa kecil, sampai akhirnya Sandy melanjutkan rangkumannya sekaligus menutup sesi obrolan malam ini. "Ingat ini, Seraphina. Nama sandinya Boogeyman. Dia pembunuh berdarah dingin. Jangan ragu-ragu membunuhnya bila bertemu karena dia juga tidak akan ragu membunuhmu."


London, Britania: Iris Corps., 23 Juli 2xxx, 06:23

Satu detik dalam perang cukup untuk bisa menentukan dia keluar dari tempat ini hidup atau mati. Dan satu detik keraguan pria dengan sebuah senapan hitam di hadapannya baru saja menyelamatkan nyawanya, sama seperti satu detik keraguannya menarik pelatuk baru saja menyelamatkan nyawa pria itu.

Codename-nya Mother Nature, dan dia tidak suka ketika hidup mempermainkannya seperti ini.

Baru saja dia menghindari mati oleh tembakan mematikan dari orang yang selama ini dia kira sudah mati.

Ayahnya yang hilang dua puluh tahun lalu baru saja mencoba membunuhnya.


End of Part 1


Yyyyaaap. Maafkan, saia keranjingan Overwatch. Ahahaha, ada yang main kah disini? Saia sendiri sih ga main, ngan doyan ngeliat dua biji adek yang maen. Dari judulnya, mungkin udah bisa ketebak ini ceritanya bakal kira-kira kayak gimana, ahuehuehue.

Eniwei, seperti biasa, saia author lapar ripiu, dengan sangat meminta umpan balik kalau misalnya ada yang kurang enak mungkin? Lol. Sip.

Thanks for reading, lope muach!