Erhem! Fic kedua di fandom ini. Sengaja fic ini saya post karena fic saya yang sebelumnya ( yang 'The Yellow Melody' ) sedang dalam gangguan ( author block kali? ). Jadi, siapa tahu saya bisa mencari ide disini juga :D

Semoga fic ini ceritanya gak abal ( pastinya abal ), gak jayus ( oh pasti SANGAT jayus! ), dan gak banyak typo ( palingan typo bersebaran ). Semoga doa saya terkabul *amiiiin*

Okay, start the fic~~


Ouji-sama No Dango!

Chapter 1 : History Makes a Dust War

-Rin's POV-

Dengan sekuat tenaga, aku berusaha mengangkat kotak yang berat ini dan… HUFF! Akhirnya terangkat. Aku langsung memindahkannya di sebelah sebuah meja.

"Kerja bagus, Rin! Tidak kusangka kamu bisa mengangkat kotak yang berat ini." Puji seorang laki-laki yang lebih pendek sedikit dariku menepuk pundakku dengan tangan kirinya.

"Hehehe, ini tidak terlalu berat kok!" Kataku sambil terkekeh-kekeh.

Oh, aku lupa mengenalkan diri! Namaku Rin Kagane. Aku hanya seorang perempuan biasa yang menyukai jeruk. Aku bekerja part-time di sebuah toko kue Dango yang bernama 'Habadango' ( artinya apaan ya -_- ) untuk memperoleh uang sakuku sendiri.

Aku bekerja kepada Nigaito Hatsune ( harusnya sih Nigaito Shion, tapi saya ubah demi cerita ya :D )—atau sering kupanggil Nigaito-san, itulah orang yang barusan menepuk pundakku tadi. Tinggi badannya hampir menyamaiku. Dia kelihatan sedikit lebih pendek dariku, tapi dia lebih tua dariku. Dia terkenal pemalu, tetapi kadang-kadang dia bisa berubah menjadi easy going.

"Rin-chan! Bisa bantu aku membakar dango-dango ini? Aku kewalahan nih!" teriak seseorang dari ruangan yang lain. Aku merespon cepat dan berlari kearah sumber suara itu.

"Iyaa, aku kesana!" kataku sambil berlari.

Orang yang barusan berteriak itu adalah Mikuo Hatsune. Nigaito-san adalah sepupunya. Mereka menjalankan bisnis bersama. Mikuo mempunyai rambut yang berwarna teal dan warna matanya tang senada dengan rambutnya, dan di wajahnya selalu tampak senyum yang membuatku meleleh!

….err… kau tahu kan maksudku?

Enggak tahu kan~

Uhh…

Oke, kuakui… aku menyukai Mikuo! Sejak hari keempat aku bekerja disini, aku mulai suka dengannya. Aku sering sekali melihatnya, selain satu sekolah, kan kita juga bekerja di tempat yang sama. Asik sekali! Dia hanya satu tahun lebih tua dariku.

Aku mulai membakar dango-dango yang sudah direbus ketika aku menghampiri Mikuo.

-Time Skip~-

"Fuh, akhirnya selesai juga~" kataku sambil mengelap keringat memakai sapu tanganku. Aku melihat langit yang sudah gelap. Pasti ini sudah sekitar jam 8. Sebenarnya aku selesai bekerja disini sekitar jam 6, tapi aku barusan mengerjakan PR-ku dengan bantuan Mikuo.

"Lebih baik kamu pulang sekarang. Sudah malam." kata Mikuo. Aku mengangguk setuju.

"Oke kak, aku pulang dulu ya!" kataku yang lalu berlari menuju rumahku.

Sesampainya didepan rumahku, aku langsung melepas sepatuku dan berjalan pelan menuju ruang tamu. Lalu aku mengumpat dibalik dinding.

"LAGI-LAGI KAMU MENGHAMBURKAN UANGMU!" teriak seorang wanita kepada seorang lelaki yang didepannya.

"Lalu? Maumu apa? Ini uangku, jadi ini keinginanku!" bantah si laki-laki itu.

"Uang 'mu'? Tidak! Itu uang 'kita'! Kamu tidak berhak untuk—" belum saja si wanita itu menyelesaikan ucapannya, yang laki-laki langsung meludah kepada si wanita, lalu berjalan santai menuju ruangannya. Wanita itu hanya terpaku dan diam.

Wanita itu adalah Lily, dia ibuku, dan laki-laki bodoh yang tadi itu Leon, ayahku yang tidak bertanggung jawab. Aku mengambil tindakan, langsung kupeluk ibuku yang daritadi masih terpaku disana. Sekarang dia mulai mengeluarkan air matanya. Mereka selalu saja bertengkar, tapi pasti disetiap beberapa pertengkaran, kadang-kadang masalahnya berbeda-beda.

"Sejak kapan kamu menguping?" tanyanya.

"Tidak lama, aku baru saja pulang." kataku yang masih memeluk ibuku. Akupun menghapus air matanya, dan ibu memelukku sesaat dan melepaskannya. Ibuku langsung tersenyum kecil.

Aku menjawab pertanyaan yang tadi dengan sangat gampang, karena setiap aku pulang, mereka selalu saja bertengkar. Tapi itu bukan berarti aku tidak peduli pada mereka.

"Kamu tidur saja dulu. Ibu masih ada pekerjaan lain." ibuku langsung menuju ruangan yang lain, dan akupun menaiki tangga, berjalan menuju kamarku.

Sesampainya, aku berganti baju dan merebahkan tubuhku di kasur. Aku memeluk bantalku dan menutup mataku.

"Semoga masalah ini cepat selesai," kataku pelan. "Aku tidak ingin ibu terus kesakitan.. tapi caranya?"


Aku cuman bisa duduk bengong dengan satu tangan menopang daguku. Aku suka sekali melamun, karena… uh… tidak tahu. Tiba-tiba aku merasakan seseorang sedang mengguncangku.

"Rin! Rin! Riiinn!" kata seseorang sambil mengguncang-guncangku. Aku risih dan langsung menghentikannya.

"Stop, Miku! Rambutku jadi berantakan nih!" omelku, lalu aku membetulkan bando pita putih besar yang ada di kepalaku, dan menjepit ulang rambutku dengan jepitan putihku.

"Ehehehe, maaf! Tadi habisnya, aku minta tolong padamu daritadi, eh tapi gak dijawab. Lagian kamu udah kelas 1 SMA loh. Jangan suka melamun lagi dong." Kata Miku. Aku bingung. Perasaan tadi aku tidak dengar apa-apa? Mungkin aku terlalu serius melamun?

Oh ya, perempuan ini namanya Miku Hatsune. Dia adalah adik dari Mikuo. Dia punya rambut teal panjang yang diikat dua, di sisi kiri dan sisi kanan. Warna matanya senada dengan warna rambutnya seperti Mikuo. Dia adalah sahabatku, dan dia cukup populer. Entah kenapa dia yang populer malah sering sekali bergaul denganku yang sama sekali tidak populer.

"Oh… PR fisika, ya kan? Untung saja tadi malam aku dibantu Mikuo~" kataku senang. Muka Miku langsung mengerut.

"Giliran Rin bertanya tentang PR, dia mau membantu. Kenapa giliranku bertanya dia malah mengacuhkanku? Huh, tidak adil!" kata Miku dengan ekspresi mukanya yang masih kecut. "Atau karena kakak suka sama Ri—" dengan cepat aku membungkam mulutnya.

"AH! AHAHA RI… RISAU! Ya! Kakakmu suka risau, kan? Ahahaha!" kataku salah tingkah. Miku yang menyadari bahwa dia keceplosan, langsung meminta maaf.

"Eeeh, ano… maaf ya Rin! keceplosan…" katanya pelan.

"Hmm, ya tidak apa-apa. Udah, sana contek aja semua jawabanku." Seketika mata Miku bersinar dan dengan secepat kilat dia mengkopi semua jawabanku. Aku hanya bisa tertawa.

Tiba-tiba pintu kelas terbuka, dan berjalan masuk seorang laki-laki. Laki-laki yang kubenci. Tapi pasti semua orang menyukainya, apalagi para cewek. Tapi Miku tidak sependapat denganku, dia juga mengatakan bahwa dia fangirl-ing dengan Len, tapi sikapnya sangat biasa dan sangat kalem. Ekspresi laki-laki itu hanya datar dan seperti malas akan sesuatu.

"Len-kuuuunn!" teriak semua para murid perempuan yang ada di kelasku. Kecuali aku dan Miku, tentu saja. Mereka buru-buru menyapanya seperti 'Halo', 'Bagaimana kamu?' atau 'PR sudah selesai?" dan mungkin ada yang lain.

Sementara bocah itu hanya bisa mendengus dan menghiraukan mereka. Aku hanya bisa kesal sendiri. Udah bagus-bagus disapa, eh malah dicuekin. Gak tau untung banget nih bocah!

Dia? Dia itu Len Kagamine, bocah shota dan katanya merupakan keturunan sebuah kerajaan. Menurut semua perempuan di sekolah ini dia sangat keren. Heh, darimana kerennya? Dia mempunyai appearance yang sama sepertiku, seperti warna rambut honey blond yang sama, warna mata yang sama, muka yang sama, dan bahkan nama yang hampir sama. Rambutnya diikat ponytail kebelakang, menyisakan beberapa poni yang berantakan. Matanya berwarna Aquamarine, sama sepertiku, tapi matanya seperti lebih tajam dariku.

Dia duduk di meja yang jauh dariku. Dia duduk di bangku yang paling pojok di sebelah kanan di deretan ke-4, dia paling suka disitu karena disitu ada jendela, dan dia bisa memandangi pemandangan sekolah.

"Oh iya. PR-ku ketinggalan. Ck" dengusnya pada saat dia sampai di mejanya. Para perempuan mendegar dengusan itu, dan buru-buru meminjamkan PR mereka padanya.

"Len-kun! Pakai punyaku saja!" kata salah satu perempuan.

"Punyaku aja, jawabannya bener semua loh!" sela perempuan yang lain.

"Punyaku lebih bagus tulisannya~!"

"Punyaku!"

Ah, kata-kata itu bikin muak aja. Mana si Len cuman bisa santai. Dia kayaknya juga males ngerjain PR. Ya tapi masa bodo lah. PR dia ini, kok jadi aku yang ribet? Tapi aku kesel! Rasanya aku ingin mengatakan sesuatu buruk tentangnya-

"Sombong sekali." Ups. Tidak sengaja kukatakan. Len yang sepertinya terkejut, langsung mengarahkan matanya kearahku.

"Kau… Kagane...?" katanya. Dia masih terus menatapku tajam, sementara aku hanya bisa santai.

"Apa sih ngeliatin aku terus? Nge-fans? Bilang lah" kataku santai. Semua yang didalam kelas langsung terkejut, termasuk cowok-cowok dan Len. Tapi terkecuali Miku, dia kan sudah biasa dengan sikapku. Sepertinya si Len baru diperlakuin begitu sama seseorang. Para perempuan langsung berontak, seperti melindungi Len dengan cara memakiku dan mengataiku. Tapi yang cowok? Mereka terkesan padaku karena aku adalah cewek satu-satunya di sekolah ini yang benci Len.

"Heh, siapa juga yang mau nge-fans sama kamu? Jijik amit-amit dah, rambutmu aja berantakan gak karuan!" bantahnya. Aku gak kaget, cuman santai aja. Ternyata nih bocah nyolot abis ya! Herr. Padahal rambut berantakan ini kan, lupa disisir aja. Sisir pake jari saja juga langsung rapi!

"Lah terus? Suka-suka aku dong~" kata gue sambil ngeloyor keluar kelas. Sekilas kulihat muka si Len. Dia kayak pissed off sama kelakuanku barusan. Yang perempuan, mereka hanya shock. Yang mereka, aku tidak tahu kenapa. Yang laki-laki, tepuk tangan atau berseru 'wow' dan semacamnya yang bermaksud pujian.

Beberapa menit kemudian aku kembali lagi kekelasku dengan membawa buku di tanganku ( iyalah, masa di kaki? ) dan bel tiba-tiba berbunyi. Setelah aku duduk di bangkuku, guru sejarah-ku langsung masuk ke kelas.

"Anak-anak, diam dan duduklah! Sekarang taruh PR kalian semua di atas meja kalian." Suruh guru kita. Akupun langsung menaruh PR-ku diatas meja. Guruku, Momone-sensei ( yaa, dia adalah Momo Momone~! ), melihat kearah meja Len, dan menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Kagamine, lagi-lagi kamu tidak mengerjakan PR-mu?" kata Momone-sensei pasrah. Len hanya bisa mengangguk santai.

"Kalau begitu terus, nilaimu bakal turun drastis! Kamu harus rajin mengerjakan PR, supaya nilaimu membaik. Akhir-akhir ini nilaimu menurun terus. Pokoknya sepulang sekolah, saya minta kamu untuk membersihkan gudang sekolah!" omel Momone-sensei. Len hanya mengangguk lagi, dan nasihat yang barusan diberi sensei sepertinya tidak masuk ke otak Len.

"Ha, pemalas sih." Kataku sangat pelan. Tiba-tiba Len langsung melihatku dengan sorotan tajamnya. Aku duduk di bangku deretan terakhir, tapi cukup jauh darinya. Tapi masa iya suaraku yang sepelan ini bisa dia dengar? Aku hanya balas memandangnya tajam. Len lalu mengembalikan pandangannya kearah sensei yang sekarang sudah ada didepan papan tulis, menulis sesuatu.

Aku langsung menengok kearah sebelah kanan, tepatnya bangku Miku. Kita bersebelahan. Aku langsung berbisik dengannya.

"Psst, Miku, nanti kamu ada di Habadango gak?" bisikku.

"Hmm, gimana ya. Nanti aku mau diajak belajar bareng Gumi, tapii… males ah belajar sama dia. Ujung-ujungnya aku ditarik dia beli wortel. Oke, aku nanti disana deh!" katanya. Aku langsung cekikikan. Tiba-tiba saja..

"Kagane disana! Kamu kenapa cekikikan? Ini ditengah pelajaran tahu! Dan ini adalah bab tersusah! Kenapa kamu cekikikan, hah?" kata Momone-sensei marah-marah. Aku cengo, memikirkan alasan yang tepat.

"Uh.. Aku—" belum saja aku menyelesaikan kata-kataku, sensei langsung memotong.

"Tidak ada alasan lain kan? Pokoknya, sepulang sekolah kamu harus menyelesaikan 40 soal bab ini di gudang sekolah!" suruh sensei. Aku kaget. Hell, aku tidak mau berdua dengan bocah nyolot itu!

"Tapi sensei! Aku mau mengerjakan 40 soal itu, tapi jangan di gudang sekolah! Pindahkan ke tempat yang lain, boleh sensei?" kataku memelas.

"Tidak. Baik, mari kembali ke pelajaran" kata sensei mengalihkan pembicaraan dan mengibaskan rambutnya. Seketika aku langsung naik darah. Kupatahkan pensil batanganku. Miku yang melihat itu, langsung bergeser jauh.

"R-Rin… nanti tanganmu berdarah…" katanya.

Dan aku langsung menyumpahkan si guru maniak persik itu dengan berbagai macam hal. Saat ini, dia adalah guru yang paling… freak! Siapa yang sudi mau melakukan suatu hukuman bareng Len? Oh, semua orang mau. Kecuali aku.

Tuhan, lakukan apa saja biar waktu pulang sekolah lama selesai.


"KRIIIIINGGGG!"

Oh great, bel pulang waktu pulang sekolah sudah berbunyi. Ini berarti aku harus mengerjakan hukuman bareng si freak Len.

Aku berjalan kesal ke luar kelas, dan saking kesalnya aku tidak meliat apa-apa didepan dan menabrak… Mikuo!

"E-Eh.. Mikuo! Maaf kak! Aku tadi tidak lihat ada kakak didepan!" kataku meminta maaf dengannya. Mikuo hanya bisa tertawa kecil.

"Hahaha, itu bukan hal yang besar Rin-chan, berhentilah meminta maaf seperti kau habis menabrakku dengan truk. Oh ya, nanti mau ke Habadango sama-sama gak?" tawar si Mikuo. MAU BANGEEEEETTTT! Tapi… aku ada hukuman. Hiks. Hukuman sialan.

"Errmm… aku mau, tapi aku ada hukuman dari Momone-sensei. Jadi, maaf banget ya, aku gak bisa… mungkin nanti aku akan menyusul" kataku sambil membentuk muka '-,-'. Mikuo hanya bisa ber-'ohh' ria dan melambaikan tangannya padaku, tanda dia mau pergi. Aku membalas melambaikan tanganku.

Oke… aku harus segera ke gudang sekolah. Disana pasti si sensei menungguku kesal, karena aku pikir aku terlalu lama berada disini.

Aku berlari, lari dan lari. Pada saatnya aku sampai di area gudang sekolah, aku membuka pintu gudang itu dan aku melihat sensei dengan muka kecutnya. Disitu ada Len yang sedang menyapu lantai gudang ini yang penuh debu.

"Lama sekali kau Kagane! Contohlah Kagamine, dia juga mendapat hukuman tetapi dia lebih cepat darimu!" omel Momone-sensei. Di seberang sana, Len hanya memberiku senyuman licik. Cih, apa-apaan tuh?

"Maaf sensei, tadi aku sedang berbicara tentang proyek dengan teman-temanku" kataku mengambil alasan. Len langsung menyambar.

"Teman-teman'mu'? Bukankah kamu tidak punya teman sama sekali? Oh mungkin ada, tapi hanya si penggila daun bawang itu, bukan?" sambarnya. Double Cih! Apaan tuh menghina aku segala? Aku tau deh dia punya banyak temen, tapi tidak usah ngatain aku juga kali!

"Apa-apaan sih kau Kagami—" baru saja aku mau membentak Len, Momone-sensei langsung memberhentikanku dengan cara menempelkan kertas soal-soal didepan mulutku.

"Sudahlah! Tak usah pakai berantem segala. Kagane, cepat selesaikan soal itu, dan Kagamine, bersihkan gudang ini! Bagi Kagane, kalau soalnya sudah selesai, taruh di meja ibu saja di ruang guru. Dan untuk Kagamine… besok gudang harus sudah terlihat rapih." Kata sensei sambil meninggalkan kami berdua di gudang ini.

Aku memandang sinis Len, dan begitu juga dia.

"Apaan sih liat-liat lagi?" kataku sinis. Dia cuman bisa memandangku, lalu kembali menyapu. Cuih, sok cuek. Aku langsung mengambil pulpen yang ada di kantong rokku, lalu mengerjakan soal itu sambil berdiri, tanpa bangku dan tanpa alas. Aku tidak mau duduk di lantai, karena lantainya penuh dengan debu.

Aku terjebakdi soal nomor 8, soalnya seperti ini: 'Sejarah sebagai seni, karena…?'. Entah kenapa aku bingung, padahal soal ini termasuk soal yang gampang.

"Hmm… kenapa sejarah sebagai seni? Mungkin.." kataku pelan.

"Sejarah memerlukan intuisi, emosi, gaya bahasa dan imajinasi. Oleh karena itu yang menyebabkan sejarah sebagai seni." Jawab Len tiba-tiba. Aku langsung terkejut dan langsung menulis jawaban itu di kertasku.

"Ya! Bagus sekali Kaga—H-Hei! Apa-apaan kau? Kasih tahu jawabannya? Jangan-jangan salah lagi! Itu mungkin jebakan! Itu pasti—" sebelum aku menyelesaikan omelanku, Len langsung berada di depanku dengan kecepatan luar biasa ( tadinya jaraknya sangat jauh dengan Rin ) dengan buku sejarah di tangannya. Aku menyambar buku itu dari tangannya. Akupun membuka halaman yang berisi jawaban soal itu. Ternyata…

"Jawabannya… benar…" kataku. Len memasang senyum kemenangan.

"Ha, makanya jangan asal menuduh, Kagane Rinny-san." Kata Len. Aku kaget. Hell, nama panggilan itu… asal sebut saja dia! Memangnya kita teman?

"Heh! Jangan sebut nama panggilan bodoh itu lagi! Memangnya kita teman sampai kau membuat nama panggilan khusus untukku?" kataku sewot. Dia hanya tertawa. Apaan sih?

"Memang ada masalah, Rinny-san?" dia langsung memberikan glare yang licik.

"Banyak sekali, Kagamine Lenny!" balasku padanya. Dia kaget dengan nama panggilan yang baru saja tadi kusebut.

"Apa-apaan itu..?" katanya tidak percaya. Aku terkekeh-kekeh. Refleks, dia langsung melemparkanku debu-debu yang ada di pengki-nya. Akupun langsung kaget.

"AAAAHH! INI KOTOR, KAGAMINE LENNY-KUN!" teriakku sambil mencoba membersihkan debu-debu yang ada di rokku. Tapi mau apa dikata, debu itu sebagian malah menempel.

"Hahahaha, rasakan itu, Rinny-san!" tawanya. Aku kesal, lalu akupun memeper debu yang barusan kubersihkan dari rokku ke bajunya. Dia tak kalah kagetnya denganku.

"RINNY-SAAAANN! BAJU INI PUTIH TAUK! SUSAH BERSIHINNYA!" teriaknya. Akupun tertawa terbahak-bahak. Ternyata tampang sok cool, tapi teriaknya kayak cewek asli!

"Ooooh, susah dibersihin? Berarti selama ini kamu cuci bajumu sendiri? Wow, kau sudah melebihi skill ibu rumah tangga!" ejekku. Mukanya mengerut dan melemparkanku debu lagi. Kali ini kearah baju. Aku ikutan kesal, dan aku memeper+melemparkannya debu lagi.

Kali ini kita bukannya menjalani hukuman, malah perang debu? Murid macam apaan kita?


-Len's POV-

Aku sedang dalam sebuah perang. Bukannya perang maki-makian atau perang fisik… tetapi debu! Perang. Debu. Ya, terdengar aneh… tetapi jujur, tadi pagi, aku sempat merasa kesal dengan perkataan Rin. Dia adalah satu-satunya perempuan yang berbeda dengan lainnya; tidak ada rasa nge-fans padaku.

Itu membuatku tenang karena aku mungkin tidak terlalu banyak fans, tapi, hei, aku juga kesal. Tampangku yang cool begini kok dilecehkan olehnya? ( Len kepedean -_- )

Tapi jujur, meskipun aku suka kesal dengannya, dia cukup unik dari semua perempuan lainnya. Dimana perempuan lainnya bersikap ramah dan baik padaku, dia bersikap outgoing dan seakan-akan dia adalah laki-laki bagiku. Karena sikapnya yang berbeda, itu saja. Sehingga aku merasa asik bergaul dengannya, tapi ya, aku masih kesal.

"LENNY-KUN DISITU! AWAS! JANGAN MEPER DEBU LAGI! ATAU ENGGAK…" ancam Rin sambil memegang sapu. Aku tetap saja ngeyel, aku melemparkan debu lagi. Dia kehilangan kesabaran, sehingga dia menyodokku dengan sapu yang penuh debu itu. Akupun berlari darinya, tapi dia mengejarku.

"HEIII! SEENGGAKNYA GAK USAH NYODOK PAKE SAPU!" omelku sambil terus berlari. Dia masih 'gregetan' untuk menyodokku lagi dengan sapu itu.

"NAH MAKANYA JANGAN MEPER LAGI!" katanya, yang akhirnya dia melemparkan sapu itu ke kepalaku. Kepalaku sekarang penuh debu. Sial!

"R-Rinny-san… rambutku…" lirihku sambil memegang rambutku yang penuh debu. Rin hanya bisa tertawa.

Tiba-tiba sebuah sarang laba-laba jatuh ke kepala Rin. tiba-tiba Rin menegang, lalu dia bertanya pelan kepadaku.

"L-L-Lenny-kun… di kepalaku… ada apa?" tanyanya.

"Sarang laba-laba." Jawabku santai. Matanya langsung melebar.

"KYAAAA!" tiba-tiba dia langsung mengacak rambutnya sampai berantakan hingga sarang laba-laba itu tidak tampak lagi di kepalanya.

Aku tertawa keras. Kali ini aku yang tertawa keras. Sepertinya sekarang perang debu sudah selesai. Karena ada 3 faktor; Rin sudah kecapaian, kita sudah sangat kotor, dan sebentar lagi jam setengah 6.

"Astaga! Sudah mau jam setengah 6 tapi aku belom menyerahkan tugasnya! Aaah gawat!" katanya panic sambil menyilang semua jawaban di soal itu secara asal. Untung saja soal itu semuanya pilihan ganda, atau tidak nasib nilai sejarahnya akan berakhir. Aku? Aku melakukan metode 'ngebut nyapu'.

10 menit kemudian, kami selesai. Kita melepaskan nafas berat, tanda sudah menyelesaikan tugas masing-masing. Aku mengantar ( lebih miripnya mengikuti ) Rin menuju ruang guru, dia meletakkan kertas soal itu di meja Momone-sensei. Untung saja kertas itu tidak kotor.

"Eh? Kenapa ngikutin aku kesini?" tanya Rin.

"Siapa tahu nanti kamu di tanya-tanya guru tentang kenapa-kau-kotor-sekali itu?" jawabku. Dia hanya mengangguk, tanda setuju.

"Uhm…. Baiklah. Aku akan pulang sekarang." Katanya sambil menenteng tasnya dan berjalan keluar sekolah. Aku rasa aku jadi ingin sedikit tahu lebih banyak tentangnya, karena perempuan yang satu ini cukup… aneh.

"Eh! Err… Rinny-san!" panggilku.

"Hm?" katanya enteng.

"Bolehkah aku meminta e-mailmu?" tanyaku. Dia diam sesaat.

"…"

"Ayolah?"

"Tidak akan. Kau dan aku adalah musuh, benar?" jawabnya sambil keluar dari sekolah. Mendengar jawaban itu, rasanya aku seperti batu yang baru dihancurkan oleh palu. Belum pernah aku ditolak permintaannya oleh perempuan!

Merasa kesal lagi, aku menendang batu kecil yang ada didepanku. Tiba-tiba ada orang yang terkena batu itu.

"Ouch!" katanya. Ups, salahku. Tapi sepertinya aku mengenali suara ini…

"Itu… Gakupo, bukan?" tebakku. Orang itu langsung membalikkan badannya. Yah, benar.. itu dia.

Gakupo adalah salah satu penasihat yang ada di keluargaku. Dia sangat baik dan suka bercanda. Tapi kadang-kadang candaannya sama sekali TIDAK lucu. Dia punya rambut ungu panjang sepinggang yang dikuncir ponytail kebelakang, dan menyisakan rambut panjang lainnya di sisi kanan dan kiri. Warna matanya sama dengan warna rambutnya. Yang paling kubenci darinya adalah, dia selalu mengungkit-ungkit info tentang terong.

Lupakan terong, Gakupo. Pisang lebih baik dan lebih bernutrisi.

"Ya, ini aku, tuan muda! Kenapa kau lama sekali—oh… dan sangat kotor?" tanyanya.

"Kau tidak perlu tahu. Ayo cepat pulang supaya aku bisa bebas dari debu-debu ini!" perintahku. Dia langsung masuk ke mobil, begitupun aku. Mobil ini langsung melesat kearah rumahku.

Entah kenapa di mobil, amarahku makin meluap. Karena aku dapat mencium bau badanku yang habis terkena debu. Lalu aku mengecek handphone-ku yang pernah kutaruh di satu meja kecil di gudang itu—dan handphone ku juga penuh dengan debu! Sial! Mana aku ingat bahwa Rin telah menolak untuk memberikanku e-mailnya. Dan dia juga telah memanggilku 'Lenny'…

Harga diri seorang anak kerajaan terancam jatuh oleh gadis freak ini! Saking kesalnya, aku menginjak-injak lantai ( lantai? ) mobil ini berkali-kali. Kadang-kadang menonjok jok Gakupo. Padahal dia sedang menyetir.

"Whoa, whoa! Aku lagi mengemudi, kau tidak bisa lihat? Kalau tabrakan gimana!" protes Gakupo. Aku langsung diam tapi melipat tanganku di dadaku. Gakupo menyerngitkan alisnya.

"Tuan muda lagi… badmood?" tanyaya.

"Iyalah! Udah jelas tadi aku tonjok jok-mu terus menerus!" kataku sambil marah-marah.

"Kalau begitu, makan dango yuk! Makan yang manis-manis bisa membantu meringankan mood jelek" ajak Gakupo. Eh? Dango?

"Dango? …pastinya di sebuah warung dango, kan? Dengan pakaian seperti ini? Rambut seperti ini?" kataku. Gakupo langsung facepalm.

"Iya juga sih. Begini, kau siram saja rambutmu dengan air, lalu kamu ganti baju saja didalam mobil. Nanti aku keluar dari mobil" usulnya.

"Idemu cukup bagus. Tapi jangan berani untuk mengintipku berganti baju." Kataku.

Kami sudah sampai, lalu Gakupo keluar dari mobil. Aku langsung menyiram rambutku dengan air. Masa bodo mobil ini mau basah, yang penting penampilanku tidak terlihat debu sedikitpun. Aku langsung berganti baju dan tidak lupa memakai sedikit parfum, mengingat bau badanku seperti gudang lama. Lalu aku langsung keluar mobil.

"Oke, ayo masuk!" ajak Gakupo. Aku mengangguk dan memasuki warung ini. Kelihatannya warung ini tidak terlalu populer.

"Selamat datang!" kata seorang pemuda berambut hijau yang mengenakan syal hijau yang sangat panjang di lehernya.

"Lihat! Ada 2 pelanggan datang! Rin, tolong ambilkan pesanan mereka!" suruh si pemuda syal hijau itu. Eh? Rin…?

Rin bekerja disini? Di warung dango ini? Yang tidak populer ini?

Pfft, yang benar saja. Pastinya Rin yang lain, di Jepang, orang yang bernama Rin bisa lebih dari 1000 orang, kan?

"Ya, aku kesana~!" kata si pelayan itu. Lah? Suaranya… juga persis dengan Rin!

Jangan-jangan…?

"Tuan muda? Ada apa? Mukamu terlihat…?" tanya Gakupo.

"Erm, tidak apa-apa. Hanya bingung mau memesan apa." Jawabku. Dia hanya ber-'ohh' ria.

"Selamat sore! Mau pesan apa?" katanya riang. Eh… dia…

Aku langsung mengangkat wajahku pelan, dan menatap dia.

Dia… Rin… Kagane!

"….Rin-san…?" kataku pelan.

"Hah… Len….kun?"


Fuwaaaaa! Chapter 1 sudah selesai~ akhirnya, bisa mengetik sampai 3000 words. AH TAPI SEGINI KURANG PANJANG X(

Mengingat juga saya punya fic Vocaloid yang lain yang harus diselesaikan, kelihatannya susah juga. Semoga saya dapat inspirasi dari fic ini :DDDD

Mohon maaf ya semua kalau ada typo/kesalahan mengetik lainnya. Saya pingin cepat-cepat publish fc sih :3

Mohon review, bisa berupa kritik atau saran kok XD

Maaf juga kalo ceritanya terlalu ringan saya bakal senang kalo kalian enjoy fic ini! XD

Oke, akhir kata….

REVIEEEEEWW~~