Warning: INCEST. ABSURD (inborn quality, unfortunately). OOC. YAOI. Saya nggak yakin apakah ini bisa dihitung semi-lemon, tapi yang pasti nggak ada scene penetrasi. Berhubung pairing terlalu absurd untuk di-list, bagi yang tidak keberatan membaca seme!lil'bro dan uke!bigbro dipersilakan membaca sendiri. Bertambahnya minus atau resiko lain yang mungkin mengikuti harap ditanggung sendiri. Pesan dari sponsor pribadi: silakan kabur bagi yang punya potensi alergi.

Yang tidak kabur, selamat membaca dan semoga menikmati :)


.

` ~ ; - Drink, Drank, Drunk - ; ~ '

Hetalia belongs to Hidekaz Himaruya.

I own nothing but this story, all the typos, and its half-assed idea.

.


Hal pertama yang muncul di benaknya adalah mungkin langit-langit kamarnya akan lebih awesome lagi kalau dicat ulang dengan aksen hitam putih layaknya (mantan) bendera kebangsaannya. Lengkap dengan coat of arms yang dahulu membuat lawan-lawannya menciut seketika.

Hal kedua yang muncul di benaknya adalah mencari orang yang sudah mengajari adiknya mengikatkan simpul mati dan menyuruh Gilbird mematuki siapapun itu, sampai mati kalau perlu.

Hal ketiga adalah, well, napas adiknya sedang bau. Apalagi dalam jarak sedekat itu. Apalagi ditambah bisikan-bisikan dan bujuk rayu yang diam-diam diingatnya satu per satu supaya setelah semua ini berakhir dia minimal punya bahan blackmail untuk sekali-sekali membuat adiknya malu.

Hal keempat...dia sudah terlalu buntu. Tidak dengan jemari-jemari kapalan itu mengelus perlahan tubuhnya yang terentang kaku. Tidak dengan napas beraroma bräu yang membelai lembut sisi pipi, turun ke leher, mendarat di bahu...

"Bruder…"

Prussia tidak pernah tahu adiknya yang kelewat stoik dan kaku itu bisa membisikkan kata sederhana itu dengan begitu…penuh nafsu.

"Ja?"

Prussia bahkan tidak tahu adiknya bisa menyeringai seseram itu.

"Let's essen."


Vas bunga.

Koran lama.

Asbak dengan Union Jack terukir di dasarnya.

Semuanya menghantam lantai dengan tidak elitnya bersamaan dengan terjungkirnya meja, mendarat di dekat botol ale yang isinya tinggal kurang dari sepertiga. Sumber dari segala permasalahannya.

Scotland tetap mempertahankan ekspresi menantang bahkan ketika adiknya—ya, si bungsu yang menurutnya lemah, cengeng, yang kalau ada apa-apa langsung lari ke Japan atau America—menduduki pahanya, memerangkapnya di antara tubuh sang adik dengan sofa. Dan jangan lupa atribut utama; seringai bak seorang bajak laut yang sudah berbulan-bulan berkelana di lautan saat melihat wanita atau pria—tergantung gender dan preferensi yang bersangkutan—untuk pertama kalinya.

Scotland kini mengerti betul perasaan Spain di abad pertengahan.

Tangan yang lebih kecil itu mengambil rokoknya yang masih menyala—dan mematikannya dengan telapak tangan—seringai itu tak pernah absen dari bibir yang biasanya mengumbar gerutuan dan sumpah serapah kekanakan, bahkan ketika pemuda pirang itu merendahkan kepalanya, membenamkan giginya di leher jenjang sang kakak berambut merah, yang dengan refleks mengeluarkan erangan pelan.

"Oh my. Do I sense fear, dear brother?"

Hee. Dari mana si cengeng satu ini belajar mengintimidasi?

Bertekad mempertahankan superioritasnya, Scotland menjulurkan lehernya, mengklaim bibir adiknya. Pertarungan memperebutkan dominasi itu panas, basah, penuh ego dan hasrat. Ketika keduanya menjauh untuk menghirup udara, Scotland baru menyadari kemejanya sudah robek terbuka, dan England dengan penuh kemenangan menjilati pisau lipat yang didapatnya entah dari mana.

Well,

Scotland mundur sejauh yang dia bisa ketika ujung pisau—ujung yang tumpul memang, tapi tetap saja—itu menelusuri dadanya yang kini telanjang.

If it's just once in a while…

Seringai itu tak pernah padam, yang ada malah makin melebar.

I guess I won't mind.

Wajah yang mirip namun tidak serupa itu kembali berdekatan—dalam jarak sedekat itu dia bahkan bisa melihat dengan jelas poni adiknya yang menempel di dahi oleh keringat—dan bibir itu terbuka, menguarkan aroma ale yang tajam.

"Let the feast begin."


Untuk ukuran personifikasi negara yang sudah cukup berusia, China memiliki ingatan yang cukup bisa dipuji akurasinya.

"Nihon? Kamu sakit, aru? Mukamu merah begitu..."

Kejadian yang berlangsung ratusan tahun yang lalu dari zaman Warring States sampai Cultural Revolution saja masih bisa ia narasikan kalau diminta, tentu tak usah ditanya betapa jelasnya ingatannya akan kejadian yang berlangsung hanya beberapa jam sebelumnya.

"Kok, tidak dimakan, aru? Ini tenpura teishoku kesukaanmu lho, aru. Padahal sudah susah payah kumasakkan, lengkap dengan misoshiru..."

Namun anehnya, entah kenapa...

"Eh? Kamu sudah kenyang minum bir Sapporo satu krat tadi di rumahmu? Kamu ini mikir apa, aru! Itu kan tidak sehat, aru!"

Selain jemari langsing yang menelusuri kulit punggungnya, mengusap rambut cokelat panjang yang sudah tidak berikat pita, menggelitik bagian belakang telinganya...

"Tu- Nihon... Ke-kenapa ekspresimu... AIYAH! Kamu pegang apa barusan, aru! Lepaskan, a—ahhh..."

Selain sentuhan yang seolah tahu persis lokasi titik-titik tersembunyi yang hanya diketahui olehnya, yang menguji sensitivitas saraf dan sensornya, yang tinggal sejengkal dari membuatnya gila...

Sang tertua Asia nyaris tidak bisa mengingat apa yang terjadi setelah adiknya yang biasanya sangat proper dan sopan itu menindihnya, setengah tanpa busana, seringai bak predator lapar tersungging di bibir mungil berwarna merah muda ketika kata itu dibisikkan perlahan.

"Itadakimasu."


Mengatur napasnya, mempertajam pendengarannya, Portugal membuat catatan mental untuk untuk membakar semua film macam Gergaji, Jeritan, dan film lain yang memfiturkan tokoh bertopeng psikopat yang bisa dia temukan di rumah.

Itu, dan dia juga harus memastikan kapak yang menjadi pajangan di kamar adiknya dilebur menjadi benda yang lebih tumpul dan lebih tidak berbahaya; spatula misalnya.

Itu semua dengan asumsi kalau dia berhasil bertahan hidup sampai waktu siesta tiba.

Suara derakan keras yang menandakan pintu kayu sudah roboh ke dalam kamar itu melempar harapannya keluar jendela, dilindas konvoi balap sepeda, ditendang anak-anak kelebihan gula, dan berakhir digondol chihuahua.

"Hermano~ Kutemukan juga dirimu~"

Mata biru itu menyapu cepat seisi kamar, mencari-cari benda yang bisa dipakai melawan psikopat berkapak besar yang melangkah perlahan memasuki kamar, botol sangria berayun di tangannya yang tidak memegang senjata.

Catatan mental entah yang keberapa: menyimpan pedang atau minimal belati di bawah kasurnya, untuk berjaga-jaga kalau kejadian ini terulang untuk yang kedua kalinya. Yang dimaksud dengan 'kejadian ini' tentu saja: menjadi target raep pedo-turned-psycho mabuk yang kebetulan adalah adiknya.

"Tenang saja~ Hermano boleh ngutang aku kok, buat beli pintu baru~"

Sok banget ngomongnya, seolah dia sendiri nggak hampir bangkrut aja. Namun, protes apapun yang mungkin dikeluarkan sang tertua Iberia itu tenggelam begitu Spain menyeberangi ruangan dalam tiga langkah cepat dan berbisik perlahan dengan wajah hanya sekian inci dari wajahnya; napas beraroma sangria itu mengembun di kedua belah bibirnya.

"Julukan país de la pasión itu bukan tanpa alasan lho, hermano~"

Yang mau tak mau harus dia akui kebenarannya. Otot basah itu dengan lihai meliuk, menyapu, menantang, menggoda. Di dalam rongga mulutnya. Membuat darahnya menggelegak, dinding beton baja tebal yang sendari tadi dibangunnya untuk membendung hasrat terlarang itu runtuh perlahan-lahan.

"Ayo, kita jadi satu. Seperti dulu~"

Mata biru itu sudah terlalu berkabut oleh hasrat untuk menyadari bahwa jemari adiknya sudah menyelip ke bawah sana, membuat sensor di otaknya menjerit oleh sensasi luar biasa. Terlalu berkabut untuk melihat bibir eksotis itu membuka perlahan, melantunkan frasa begitu pelan sampai nyaris tak terdengar.

"Buen provecho~"


Ini sungguh sangat absurd sekali.

Absurditas dalam kadar cukup tinggi untuk membuatnya cukup frustrasi untuk menggigiti kuku jari kaki.

Dan sudahkah dia bilang semua ini sungguh sangat, sangat OOC?

"Tung- Zeala- nnn!"

Kalimat itu tak pernah selesai karena belah basah itu membungkamnya dengan segera, memenuhi gua mulutnya dengan aroma segar bak padang rumput yang mendominasi dua pulau kecil di sebelah timurnya. Dia tidak pernah tahu saudaranya itu bisa sepiawai ini memanjakan lidahnya. Dengan siapa kiranya dia melatih tekniknya? Indonesia? Papua New Guinea? Atau negara random dari Oceania?

"Jangan samakan aku dengan pulau milik Denmark itu. Kakakku."

Oh man. Menakutkan sekali apa yang bisa dilakukan beberapa galon brandy pada adiknya yang mestinya polos, sama sekali tidak belagu, dan sangat unyu itu. Walaupun sebagian besar ini salahnya yang menantang New Zealand adu berburu, dan menyuruh yang kalah minum brandy berkadar alkohol 60% peninggalan England di jaman perang dulu.

"Ayo sebut namaku yang benar, kak Australia..."

Kalimat itu dibisikkan hanya beberapa senti jauhnya dari bibirnya, membuat napas hangat beraroma brandy itu memasuki rongga mulutnya, membuat kepalanya seolah melayang entah karena hasrat tak terkira atau karena baru menghirup karbondioksida. Yang jelas, lututnya sudah melemah dan pemuda mungil itu hanya bisa pasrah ketika saudaranya-lebih tepatnya adiknya, membenamkan jemari langsing di rambutnya, membelai kedua kedua ahoge di rambut gelapnya. Tangan yang satunya tidak usah ditanya sudah berada di mana.

"N-New Zealand..."

Kata-kata selanjutnya tenggelam dalam desahan panjang ketika rambut lembut bak gumpalan bulu domba itu menyentuh pipinya, sang pemilik tengah menjilati bahunya dalam gerakan berputar, seolah-olah menandai target sasaran. Bahkan dengan sensor-nya sedang mengalami overload karena 'serangan-serangan' yang dilakukan adiknya, dia entah bagaimana bisa merasakan lidah itu meninggalkan bahunya, napas hangat dan sentuhan geligi di kulitnya, sebelum kata-kata itu mencapai telinganya.

"I'm digging in."

-stay tuned for part two-


QUICK NOTES:

Bräu : German for 'beer'

Ale : Salah satu minuman beralkohol khas Inggris

Sapporo Beer : Bir asal Sapporo, Hokkaido. Produk yang paling terkenal di sana setelah ramen dan festival salju.

Sangria : Minuman beralkohol asal Spanyol

Brandy : Semacam minuman keras asal Eropa

Let's essen / Let the feast begin / Itadakimasu / Buen provecho / I'm digging in : artinya kira-kira sama semua: selamat makan. Saya cuma yakin yang bahasa Inggris sama Jepang; kalau ada yang mau mengoreksi bahasa Jerman dan Spanyol-nya, saya terima dengan tangan terbuka. Juga berhubung saya masih underage (untuk standar Jepang setidaknya) dan nggak tahu banyak soal minuman keras, kalau ada yang mau mengoreksi kalau ada salah fakta atau apa, monggo~ XD

Chapter depan akan keluar lima incest pairing lain. Ada yang berminat menebak? Yang paling cepat bisa menebak betul EMPAT dari lima pairing untuk chapter depan boleh memilih salah satu incest pairing di fic ini untuk dilanjutkan jadi oneshot PWP rate M #nyengirinosen Yang paling cepat doang lho ya. Dan berhubung author lagi setengah hiatus, mungkin baru bisa kelar dalam waktu dua atau tiga minggu #bow #niatambilrekuestgasih Oh. Dan jangan kaget soal urutannya; memang di sini sengaja dibikin si adik mabuk dan menyeme si kakak. Absurd memang, tapi bukankah absurdity itu menyenangkan? XD #teoritanpakorelasi

Dan saya masih punya Pairing Mishaps jadi benda ini mungkin update-nya agak lama, ahaha #dirajam Tapi ini sepertinya bisa selesai duluan daripada ParMis; lebih gampang ditulis, cuma twoshot, isinya cuma fangirling… #bikintulisanmutudikitnapakek #dibuang

Kritik, saran, maupun komen lewat akan sangat dihargai. Stay tuned for the next (and last) chapter :)

Regards,

Ryokiku