So shine bright tonight, you and I ...
.
.
.
"A-Ah ... Lebih cepat! Naruto-kun."
.
.
.
We're beautiful like the diamonds in the sky
.
.
.
"... Hn ... agh, Hinata ..."
.
.
.
Diamonds.
Cahaya matahari mulai mengintip dari celah-celah tirai biru tua di sudut ruangan yang berlawanan arah dari mereka. Mereka berdua.
Mereka berdua yang kotor.
Yang haus kasih sayang.
Yang terlihat indah, tapi sebenarnya menyembunyikan retakan mereka.
"Hn ..."
"Sudah bangun, Sasuke-kun?"
"Hentikan senyuman polos itu, ugh."
Salah satu diantara mereka berdua yang berjenis kelamin perempuan terkekeh geli. "Bukankah ini pagi yang paling baik untukmu? Jarang sekali loh, ada vokalis band terkenal yang cantik disampingmu tanpa sehelai kain mengumbar senyumnya untukmu."
"Berhenti memuji dirimu sendiri, Sakura." Kemudian si lelaki berdiri dari tempat tidur, dan saat melihat bawahannya, si gadis, Sakura mengutuk si rambut raven adonis. "Agh. Sial, aku meminum terlalu banyak alkohol." Lanjut si raven sambil mengacak rambutnya lalu menuju kamar mandi.
Sakura mengerucutkan bibirnya kesal. "Hei, Sialan. Kenapa kau tidak membangunkanku kalau kau mandi semalam?"
"Aku tidak mandi, Bodoh. Cuma pakai celana." Suara dari kamar mandi menyahuti Sakura—yang terkejut karena suaranya yang pelan bisa terdengar. "... Asal kau tahu saja, aku tidak ada masalah pendengaran apapun terakhir kali aku ke rumah sakit."
Sakura menggumamkan bibirnya, mengkomat-kamitkan kutukan pada si Uchiha sialan yang sedang mandi. Tapi, rasanya, Sakura tak enak hati untuk menambahkan kutukannya, karena semalam, gadis yang dicintai lelaki itu menggandeng seorang pria berumur dua puluhan saat mereka sedang makan di waralaba favoritnya.
Tentunya gadis sialan itu tidak mengenalinya. Dan hanya berkata "Ini rahasia kita, Sasuke-kun." Dan meninggalkan mereka yang salah satunya tercekat napasnya.
Tentu saja, bukan dia.
Dan tentu saja, ia mengenakan penyamaran.
Maksudnya, siapa publik figur yang bodoh keluar tengah malam bersama seorang pria tanpa mengenakan penyamaran sama sekali?
"Sasuke-kun," si kepala gulali mulai memakai seluruh pakaiannya yang terlipat rapih di kursi—yang tentu saja bukan dilipat oleh sang gadis karena ia langsung tertidur setelah 'olahraga malam' mereka—dan memakai masker dan topi. "Aku pulang, ya." Lanjutnya.
"Hn? Tidak mandi?"
Suara menggema dari kamar mandi terdengar sedikit aneh, dan Sakura tidak dapat menyembunyikan senyumannya. "Tidak, tiga jam lagi aku dijemput manajerku dan harus ketempat live. Jadi hari ini aku tidak sekolah. Dan aku tidak mau membuang waktuku disini."
Setelah mendengar gumaman khas lelaki raven itu, Sakura melenggang keluar dari kamar Sasuke dan apartemennya. Lalu berjalan menunduk, takut-takut ada papparazi gila yang menunggu semalaman di apartemen Sasuke.
Yah, hanya untuk jaga-jaga.
...
Sakura Haruno's PoV.
Bukan salahnya ia mencari pelarian.
Bukan salahnya ia dan Sasuke masuk ke lingkaran setan.
Salah gadis itu.
Jalang sialan.
Yang dengan mata amethyst-nya yang 'terlihat' polos dipuja-puja laki-laki.
Kalau bukan karenanya, mereka tidak akan menjadi 'pengganti' untuk satu sama lain. Kalau bukan karenanya yang mulai menggoda lelaki yang seharusnya menjadi milikku, aku dan Sasuke tidak akan pergi ke klub sesering ini, dan Sasuke menjadi remaja alkoholik.
Menyedihkan bukan?
Tok, tok.
"Sakura-chan, bisa cepat tidak? Perutku mulas dan Sai menguasai kamar mandi bawah, maaf sekali."
Semburat merah muncul dipipiku.
Aah.
Rasanya hangat, lebih hangat dari air yang mengguyurku dari atas ini. "Ya ... Bisa tunggu sepuluh menit lagi?"
Laki-laki yang hanya terpisah pintu dariku ini mengetuk-ngetuk jarinya pelan pada kamar mandi, aku bisa mendengar bunyi ketukannya. Ia mungkin tidak sadar punya kebiasaan seperti itu, laki-laki itu terlalu bodoh untuk menyadarinya, dan hanya dirikulah yang tahu kebiasaan itu. Kebiasaan lelaki yang dicintaiku, lelaki yang selalu menganggap dirinya sebagai kakak laki-lakiku.
Oh, well. Maaf, aku punya fantasi untuk mendorongmu ke kasur, Kak.
"Ah, juga, Sakura-chan ..."
Aku menoleh. Kudengar beberapa kali ia menggumam, seperti ragu untuk menanyakannya. "Ah ... itu ..."
Kumatikan shower-ku agar bisa mendengarnya lebih jelas dan mulai mengelap sisa-sisa air dengan handuk dan mulai memakai baju.
"A-Apa benar semalam kau pergi ke rumah Ino?"
Gerakan tanganku yang sedang mengancing kemeja terhenti. Lalu dengan cepat bekerja lagi untuk mengancingi bajuku dan memakai celana. Lalu membuka pintu kamar mandi.
Dihadapanku, seorang laki-laki berkulit cokelat hangat dan berambut pirang ini menatapku kikuk. Seperti ingin mencari tahu jawabanku, tetapi sedikit takut untuk mengetahui jawabanku.
Aah.
Pasti semalaman Naruto-niichan khawatir terhadapku.
Segera saja, kupasang senyumku yang paling sumringah. "Ya, Nii-chan. Apa aku kurang jelas saat memberi pesan?"
Ia melempar pandangannya ke samping, dan mengabaikan fakta bahwa ia sedang mulas. "Tidak, maksudku, kau tahu ... Aku diberi tanggung jawab oleh orang tuamu untuk menjagamu tinggal aman di apartemen band kita. Kau perempuan satu-satunya. Kau mengerti, 'kan?"
"Ya." Aku tersenyum, lalu melenggang melewatinya.
Aah.
Aku kotor sekali.
...
Sasuke Uchiha's PoV.
Jujur saja, kehidupanku selama ini datar. Sampai aku sadar bahwa teman kecilku—yang lebih tua dariku satu tahun ini—mulai bermain dengan laki-laki. Si iblis berwujud malaikat yang membuatku sadar kalau aku tidak ingin hanya sekadar pertemanan biasa.
Awalnya, aku melihatnya berciuman dengan seorang teman sekelasnya, kupikir itu wajar, mana mungkin si gadis ametis ini tidak pernah jatuh cinta?
Lalu, kulihat ia berciuman dengan kapten klub kendo. Lalu dengan ace klub sepakbola. Lalu dengan drummer band SEVEN. Lalu semalam kulihat ia bergandengan tangan dengan guru les privatnya sewaktu tengah malam.
Mungkin gadis itu kesepian—pikirku naif. Namun jatuhnya, ini malah menjadi self brain-wash yang meyakinkan diriku bahwa gadis itu tidak salah.
Tapi, sekuat-kuatnya aku meyakinkan diriku, kadang aku mencapai breaking point. Dan aku butuh sesuatu untuk menenangkan jiwaku. Seperti alkohol, atau gadis berambut gulali yang bernasib sama menyedihkannya dengan diriku.
Aku paham ini tidak benar. Aku paham betul kalau sekarang aku tengah duduk di bangku kelas namun pikiranku terbuai kemana-mana. Tapi, bukan itu masalahnya. Aku bisa saja mengerjakan test tanpa persiapan terlebih dulu, kalau-kalau guru galak yang sedang menjelaskan di depan itu mulai berulah kepadaku.
Aku dan Sakura.
Seharusnya, kami hanya teman satu SMA yang berbeda jurusan, aku mengambil bisnis, dan ia mengambil jurusan seni. Itu seharusnya. Tetapi karena nasib kami yang tidak beruntung melihat dua orang yang kami cintai saling bercumbu, kami mulai berulah.
Awalnya, kami hanya saling mengangguk setelah melihat adegan menjijikan di hadapan kami lalu diam meninggalkan satu sama lain, dan aku yakin kalau gadis itu sedari awal paham tentang perasaanku.
Lalu, kami berdua bertemu di klub malam, itu adalah awal dari lingkaran setan kami. Kalau saja mataku tidak setajam ini dan pura-pura bodoh saja tidak menyadari saat melihatnya memakai wig cokelat sambil meminum vodka yang menurutku tidak cukup untuk menyembunyikan identitasnya.
Kalau aku seorang papparazi, gadis yang namanya dielu-elukan negeri kami sebagai 'Prodigi Musik' itu mungkin sudah terlibat banyak skandal. Seperti bagaimana ia dengan santainya meminum alkohol padahal baru kelas dua SMA, lalu berciuman di toilet klub denganku sesaat setelah aku menyadari keberadaannya, ditambah lagi pemalsuan kartu identitasnya.
Benar-benar gadis yang nakal.
Awalnya hanya beberapa kalimat, tapi tau-tau kami sudah berciuman di toilet sampai seseorang datang dan mengganggu kami.
"Kau, Haruno, 'kan?"
"Hei, Uchiha. Bagaimana perasaanmu minggu lalu? Apakah kau memutuskan jalang itu?"
"Kami tidak berpacaran."
"Oh, berarti kau sama denganku. Mau menjadi pengganti satu sama lain?"
Hanya sekadar percakapan kecil. Tapi malam itu, setelah kami berciuman, kami memilih melanjutkannya di apartemenku, dan mengambil keperawanannya.
"Kau yakin saat-saat pertamamu tidak ingin dengan pemain drum bandmu?"
"Tenang saja, kalau seperti itu, aku akan menjadi perawan seumur hidup. Ah, mungkin aku akan menjadi biksuni saja kalau kau 'mundur' malam ini."
Hell yeah. Mana ada biksuni yang memalsukan identitasnya, mabuk-mabukan dan berciuman di toilet? Kalau aku pikir sekarang, gadis itu memang suka mengatakan hal-hal yang gila dan irrasional.
Drrt. Drrt.
Suara getaran handphone membuyarkan pikiranku, dan dengan segera aku membuka isi mail.
From: Cotton C.
Niichan mulai curiga. Apakah aku terlalu jelas? Oh iya, malam ini ada waktu?
Saat aku siap membalasnya, sebuah mail baru muncul di panel notifikasi. Kubuka, dari Hinata.
From: Hinata
Sasuke-kun? Kau ada waktu malam ini? Aku ingin pergi belanja bulanan. Akan kutunggu di apartemenmu.
Aku menggigit bibir bawahku, dan mulai mengetik.
For: Cotton C.
Aku tidak bisa malam ini, maaf.
Aku memejamkan mataku, rasanya sangat lelah mengetik enam kata. Tapi, ini perjanjian kami sedari awal, jika mungkin ada keajaiban kalau-kalau salah satu dari kita berjalan lancar dengan yang dicintai atau hubungan kita tersebar ke teman-teman kami, ini akan berakhir.
Promises are always promises.
...
Sakura's PoV.
Sedari tadi, aku hanya diam saja. Aku baru mulai angkat bicara saat penata riasku menemukan tanda merah di tengkukku dan mulai membisikkan hal-hal yang tidak penting seperti;
"Sakura-chan, kau tahu? Fans-fans sekarang itu fanatik. Kalau mereka menemukan tanda ini ditengkukmu, apa jadinya nanti?"
Aku tersenyum. "Lalu tugas penata rias, 'kan juga merangkap untuk meminimalisir kejadian tersebut."
Lalu setelah itu, keadaan kembali diam dan tidak berubah sebelum penata riasku menemukan love bite ditengkukku—kecuali kalau menambahkan foundation disekitaran area kemerahan tadi, keadaan ini tidak ada bedanya.
Setelah itu, aku berjalan keluar dari ruang riasku sendiri, berbeda dengan anggota yang lain seperti Sai, Naruto, dan Kiba. Karena, apakah kalian tau bahwa aku gadis satu-satunya di band kami?
Tahu, 'kan?
Maka itu menjelaskan semuanya.
Saat aku melangkahkan kakiku ke ruang tunggu tempat rekaman live bandku, aku disana sudah disambut dengan senyuman teman-temanku. Aku tersenyum balik lalu duduk.
"Sakura ... akhir-akhir ini kau sering ke rumah Ino, ya? Tidakkah ia sibuk?" tanya Sai memancing. Kalau aku bukan temannya dari beberapa tahun yang lalu, aku pasti sudah terpancing emosi.
"Berbeda dengan kita, ia tidak mengambil penjurusan inti Entertainer. Ia pelukis, lebih tepatnya designer. Jadi ia punya waktu senggang." Jawabku membantah.
"Heeh ... walaupun satu jurusan seni, kita merasakan sekali bedanya, ya, kalau beda jurusan inti," Timpal Naruto-niichan.
"Jangan bilang kalau selama ini kau tidak menyadarinya, Naruto-nii?" Timpal Kiba lagi.
Aku hanya tertawa melihat pertengkaran kecil mereka. Rasanya seperti dikelilingi oleh banyak kakak—dan selama ini, aku dan satu kakak laki-laki kandungku hampir tidak pernah berbicara, karena kami berasal dari Ibu yang berbeda.
Aah.
Rasanya ia ingin mengabadikan momen ini selamanya.
...
Sasuke's PoV.
Hari telah menunjukkan pukul lima petang saat aku kembali dari sekolah, sialnya, hari ini sama seperti bulan-bulan kemarin. Tidak ada yang masuk di otakku. Jadi jangan heran kalau sudah satu semester ini aku menjadi bulan-bulanan guru dan keluargaku di Kyoto karena terdepak dari tiga besar satu sekolah yang biasa kucapai.
Aku tahu aku menyedihkan. Aku menjadi remaja alkoholik yang hanya diketahui teman-teman dekatku, Gaara, Shikamaru, dan Neji—ditambah satu gadis gulali yang kalau bisa disebut teman. Hinata tidak tahu.
Dan aku tidak akan memberi tahunya kalau ia menjadi penyebab diriku menjadi Sasuke yang payah.
Ting!
Bunyi bel pintu depan apartemenku berbunyi seiringan dengan terbukanya pintu sebelum aku membukanya sendiri.
"Bunyikan bel atau buka sendiri, pilih salah satu, Hinata."
Gadis berambut biru tua didepannya ini mengeluarkan semburat merah pada wajah bulatnya—dan karena kulitnya yang kelewat pucat, semburat merah setipis apapun pasti akan terlihat. Benar-benar menggemaskan. Sulit dipercaya bahwa gadis berwajah polos dihadapanku ini sudah bercinta dengan banyak laki-laki.
"Maaf, aku ingin membuka pintunya sendiri, tapi kurasa tidak sopan, jadi kubunyikan dulu belnya." Ujarnya sambil tersenyum lalu duduk di sofa depanku.
Wanginya tercium dari seberang, dimana diriku berada. Semerbak lavender lembut yang membuatku terbuai, kulihat ia sudah berganti seragam.
"Jadi, kau mau kemana?"
Gadis didepannya tersenyum sumringah.
...
Sakura's PoV.
Waktu telah menunjukkan pukul setengah tujuh malam saat diriku yang mengenakan masker ini berbelanja di supermarket dekat mansionnette bandku. Sengaja aku tidak ikut makan-makan dengan bandku setelah kami pulang jam lima tadi dan memilih berbelanja di supermarket.
Hidup sendiri, apalagi dikelilingi laki-laki, sangat tidak membantu. Aku harus cekatan untuk merapihkan semuanya agar tempat tinggal kami tidak seperti kapal pecah. Aku seorang maniak kebersihan dan aku bangga.
Setelah memasukkan biskuit yang menjadi temanku saat sedang menulis lagu, aku berjalan menuju rak pembalut yang berseberangan langsung dengan rak kebersihan laki-laki. Diam-diam aku mengutuk pengelola swalayan ini yang dengan seenaknya sendiri menaruh rak laki-laki disana. Apakah tidak awkward berbelanja pembalut sembari punggung-punggungan dengan laki-laki yang sedang memilih sabun?
Dan aku semakin mengutuk pengelola swalayan ini ketika aku bertemu seseorang yang cukup kukenal—karena ia teman dari friends with benefit-nya. Seorang laki-laki bermata jade dan berambut merah api.
Aku pura-pura tidak mengenalnya saja, untungnya aku memakai masker dan topi saat ini. Lalu mulai memilih pembalut—dan sialnya. Kalau saat ini aku boleh mengutuk si pengelola swalayan, aku akan mengutuknya. Kenapa brand yang selalu aku pakai ditaruh di rak yang jauh diatas? Benar-benar Setan.
Aku mencoba menggapai-gapai dengan tanganku namun tidak bisa. Tiba-tiba dari belakangku tercium aroma segar musk yang tercampur dengan sabun—sedikit sama dengan Sasuke tetapi aroma ini lebih kuat sedikit.
"Maaf, apa kau berencana mengambil itu?" tanya laki-laki berambut merah menyala yang kemudian berdiri disampingku sambil menunjuk kearah pembalut yang kuinginkan.
Aku mengangguk malu, tapi tidak berkata apa-apa karena syok. Lalu saat ia mengambilkannya, aku dengan cepat membungkuk sopan lalu pergi, sebelum tanganku ditahan olehnya.
Sial.
Kemudian satu tangannya melepas topiku. Dan bola matanya membulat sebentar sebelum kembali biasa. "Haruno, 'kan? Vokalis SEVEN? Anak jurusan seni?"
Aku mengangguk lalu memakai topiku kembali.
Lelaki itu tersenyum senang. "Maaf, tidak sopan. Aku Sabaku no Gaara, apakah sehabis berbelanja mau makan bersama di kafetaria bawah?"
Aku terkesiap. Tapi bukan karena aku tidak mengenalnya, aku kenal betul lelaki nomor dua yang dielu-elukan gadis sekolah kami. Tapi aku terkesiap karena bingung dengan ajakannya yang tiba-tiba.
Tapi aku tidak bisa menolaknya. Selain karena itu tidak sopan, makan malam dengan lelaki sempurna berkemeja garis-garis biru ini tidak akan membuatnya rugi.
"... Oke."
...
Normal PoV.
Sakura sedang menyeruput jus mangganya pelan sebelum menyuap kembali yakisoba-nya. Sedari tadi, ia memilih diam saja tanpa berbicara dengan lelaki berambut merah menyala didepannya ini. Bukan, bukan karena Sakura yang terkesan jual mahal.
Tetapi, lelaki didepannya ini ber-table manner sangat bagus sehingga ia memilih untuk menyuap makanannya terlebih dahulu. Sangat tidak cocok dengan suasana kafetaria yang merakyat.
Setelah selesai dengan makanannya, Gaara mengelap mulutnya dengan tisu. "Maaf, aku membawamu ke tempat ramai seperti ini, tidak berkelas, 'kan?" tanyanya.
Aku menggeleng cepat, sehingga masker yang karetnya kucopot dari satu kupingku ikut bergoyang. "Tidak, aku suka makanan disini. Dan terimakasih karena sudah membayar," Timpal Sakura. Gaara tertawa geli.
"Tidak, tidak. Kau sudah mau ke tempat publik yang riskan seperti ini saja, aku sudah bersyukur. Kalau-kalau kau mendapat skandal, bukankah itu repot?" tanyanya. Sakura hanya tersenyum sambil menggeleng.
Lalu mukanya tiba-tiba menegang kaget sambil melihat kebelakang Sakura. Si gadis yang paranoid kalau tiba-tiba ada papparazi dengan cekatan memakai masker dan menengok kebelakang.
Huh, syukurlah ia memakai masker.
Kalau tidak, ekspresi wajahnya pasti sangat terbaca ketika melihat sepasang muda-mudi rupawan yang dua-duanya berambut kebiruan. Saat Sasuke melewati meja Sakura, ia melotot sebentar lalu merubah ekspresinya dengan cepat.
"Apa yang kau lakukan disini?"
TBC
A/N: After one year of vacuum. I've decided to go back, with new identity, of course. Haha. Semoga kalian menyambut dengan baik karya saya ini, dan saya mohon reviewnya. Oh iya, ide cerita ini, saya ambil dari banyak hal disekitar saya, seperti anime kuzu no honkai—seriously, that one anime is so fucked up like who would've thought that kind of tetragical love—lagu diamonds pun saya turut sertakan disini karena menurut saya ini cocok untuk Sakura dan Sasuke. Lalu, inspirasi saya datang dari imajinasi liar saya, nggak heran dong kalau ini erotis dan nggak etis? Seperti underage drinking. Tapi sekali lagi, saya udah melarang underage buat baca. Masalah lemon, kayaknya saya emang fix di rating mature, tapi 'adegan'nya nggak saya buat gamblang, bisa dibilang semi-lemon. Tapi tetap aja, ini nggak pantes buat anak-anak.
Oke sekian,
Kobayakawa Matsuri.
