MALAM TANPA AKHIR

CAST : Wu Yifan, Huang Zitao, Kim Minseok, Kim Jongdae, Zhang Yixing, Luhan, Kim Jongin (For This Chapter)

GENRE : Thriller, Horror, Tragedy, Mistery

RATED : T – M (For Crime Scenes)

AUTHOR : DeerUnicorn

It's Yaoi!

.

.

.

Sebagaimana kelembutan melahirkan kelembutan, kekerasan pun melahirkan kekerasan dan kekejaman melahirkan kekejaman...

.

.

.

2 Januari

Matahari pagi bersinar cukup cerah. Sekelompok mahasiswa pecinta alam tengah bersiap-siap untuk pulag dari lokasi perkemahan. Mereka masing-masing tengah sibuk memberesi tenda-tenda dan mengepak barang-barang bawaan ketika Minseok, salah satu kawan mereka, berteriak ketakutan sekaligus kesakitan.

"Aaaaaauuuwww...!"

Beberapa orang kawannya segera menengok ke arah Minseok, sementara Jongdae, yang berada di dekat Minseok mendekati namja berpipi bulat itu dan berteriak panik, "Ada apa?!"

Minseok menunjuk-nunjuk sesuatu yang tengah bergerak perlahan di atas tanah, di dekat onggokan tenda yang baru diturunkan. Seketika mata Jongdae menangkap seekor ular yang bergerak mendekatinya. Panjang ular itu sekitar setengah meter, berkulit hitam mengkilat dengan bintik-bintik warna kuning dan jingga di sekujur tubuhnya, dan berkepala pipih dan membesar.

'Sepertinya bukan ular kobra', batin Jongdae sambil memperhatikan ular itu dengan hati-hati. Dengan cepat, diambilnya sebuah tongkat penyangga tenda dan segera dihantamkannya tongkat besi di tangannya ke arah ular itu.

Semua orang langsung mengerubuti ular itu dan menyaksikan bagaimana Jongdae menghajarnya tanpa ampun. Hanya dalam waktu singkat, ular itu sudah tak bernyawa, dan Jongdae melemparkannya dengan ujung tongkatnya.

Kini semua perhatian tertuju kepada betis kaki Minseok yang nampak melepuh.

"Ah, sakit sekali" rintih Minseok.

Masalah semacam itu bukanlah masalah yang asing bagi para pecinta alam yang sudah terbiasa mendaki gunung dan menjelajahi hutan. Terseret jalanan yang menurun curam, tersesat di tengah belantara, dehidrasi, terjatuh atau terluka karena sesuatu, tersangkut akar liar, ataupun dipatuk ular, itu sudah menjadi hal yang biasa dalam aktivitas mereka. Dan mereka pun segera tahu bagaimana cara menghadapinya.

Yixing yang tahu apa yang telah terjadi pada diri Minseok segera menyobek kain yang telah dipersiapkan dalam tas ranselnya, dan kemudian segera membebatkannya ke kaki Minseok, untuk menahan agar racun ular yang mematuknya tadi tidak segera merambat ke bagian tubuh yang lain.

"Sakit banget, Yixing~" rintih Minseok lagi merasakan kain yang mengikat kuat di kakinya.

"Tahan sebentar saja, kita akan mencari pertolongan" Sahut Yixing.

Wu Yifan, ketua rombongan pecinta alam itu, nampak memperhatikan luka di kaki Minseok, dan kemudian bertanya pada Jongdae, "Ular apa tadi yang mematuknya, Jongdae?"

Jongdae hanya menyengir dan menjawab asal-asalan, "Aku juga tidak tahu, Yifan ge"

"Sialan, kukira kau tahu" ketus Yifan.

"Lagipula aku tidak sempat memperhatikannya. Yang ada di dalam pikiranku hanya sesegera mungkin membunuhnya. Bukannya kau juga melihatnya, ge?"

Yifan mengangguk. "Tapi aku tidak tahu itu ular jenis apa"

"Aku juga tidak tahu!" sahut Jongdae, "baru tadi aku melihat ular yang aneh seperti itu"

Luhan yang mendengar percakapan itu segera menimbrung, "Jangan-jangan itu ular jadi-jadian" katanya.

"Jangan bercanda!" sahut Jongdae sambil bergidik karena dialah yang tadi membunuh ular itu. "Mana ada ular jadi-jadian muncul pagi hari begini?"

"Ya siapa tahu, kan?" balas Luhan.

Jongdae sepertinya akan berkata lagi, namun Yixing yang telah selesai mengurusi kaki Minseok kemudian berkata, "Kita harus cepat cari pertolongan"

Yifan kembali memperhatikan kaki Minseok dan kini betis Minseok nampak mulai membiru. Ikatan kain yang dibebatkan Yixing pasti sangat kuat sampai menghentikan aliran darah di betis Minseok. Yifan pun menyadari bahwa secepat mungkin kita harus mendapatkan pertolongan.

"Ada beberapa villa di dekat sini" Kata Yifan kemudian. "Kita bisa ke sana dan meminta bantuan"

Kawan-kawannya yang berjumlah sekitar sepuluh orang itu pun segera bangkit dari tempatnya masing-masing. Minseok berdiri dipapah oleh Jongin dan Jongdae, sementara yang lain segera melangkah menuju daerah villa yang ditunjuk Yifan.

Mereka berada di dataran tinggi di pinggiran ibukota Seoul, sebuah dataran tinggi yang biasa digunakan untuk acara perkemahan, juga terkadang penjelajahan para pecinta alam. Pada tanggal 31 Desember kemarin, mereka mendirikan perkemahan di daerah itu untuk menyambut datangnya tahun baru. Ada cukup banyak rombongan pecinta alam lain yang juga menikmati tahun baru di sana, namun sebagian besar sudah meninggalkan dataran tinggi itu pada satu hari setelahnya. Rombongan Yifan dan awan-kawannya termasuk rombongan akhir yang meninggalkan kawasan itu.

Seperti yang dikatakan Yifan, di dataran tinggi itu juga terdapat beberapa villa yang dibangun. Ada beberapa villa milik pribadi, dan adapula villa-villa yang dibangun untuk disewakan kepada para pengunjung. Villa-villa pribadi yang dibangun di sana memiliki ciri yang khas; jaraknya dengan villa yang lain cukup berjauhan. Mungkin karena pemilik villa itu memang menginginkan privasi yang benar-benar terjaga.

"Kita benar-benar beruntung" kata Yifan dengan senang hati melihat di kejauhan di depannya nampak sebuah bangunan villa pribadi yang jelas masih berpenghuni. Ada dua buah mobil mewah berbeda warna yang terparkir di depan halaman itu. "Kita bisa ke sana" kata Yifan pada kawan-kawannya.

Mereka pun mempercepat langkah agar segera sampai di villa yang dituju. Selama bertahun-tahun menjadi pecinta alam, mereka tahu dari pengalaman bahwa orang-orang selalu mau menolong meskipun tidak saling mengenal, dan kini mereka pun yakin bahwa orang di villa itu pun pasti akan mengulurkan tangannya untuk menolong mereka.

Semakin dekat jarak mereka dengan villa itu, semakin cepat pula mereka melangkah. Minseok sudah pingsan dan kini dia tidak lagi dipapah tapi digotong oleh Jongin dan Jongdae. Sementara yang lain memanggul tas-tas besar di punggung mereka.

Yifan mendekati pintu gerbang dan mencari bel yang dapat digunakannya untuk memanggil orang di dalam villa, tapi bel yang dicarinya tidak ditemukannya. Diperhatikannya halaman villa dari pintu gerbang besi di hadapannya, dan villa itu nampak sepi sekali. Apakah para penghuninya masih tertidur?

Yifann melihat kalau pintu gerbang itu tak terkunci. Maka didorongnya pintu besi itu dan ia segera melangkah masuk ke halaman setelah pintunya terbuka. Kawan-kawannya mengikutinya di belakang.

Saat melewati mobil-mobil yang terparkir di halaman, Yifan sempat melihat nomor platnya, dan ia tahu mobil itu memang dari Seoul. Ternyata ada orang Seoul yang memiliki Villa di sini, pikirnya.

"Sepi sekali" kata Zitao yang memegang tas besar milik Minseok dan tas besar miliknya yang tersampir di bahunya.

"Mungkin penghuninya masih tidur" Sahut Yifan sambil memperhatikan Villa itu.

Luhan yang ada di belakang mereka yang masih memakai tas besar di punggungnya kemudian berbisik, "kalian boleh percaya atau tidak, tapi aku tahu kalau ini adalah villa yang angker"

Jongdae dan Zitao yang telah membaringkan tubuh Minseok di bagian depan Villa itu segera saja melotot ke arah Luhan.

"Kenapa sih otakmu selalu penuh dengan hal-hal yang seperti itu, ge?" sewot Jongdae dengan suara lirih.

"Aku sudah sering mendengar tentang villa ini dari kawan-kawanku yang biasa berkemah di daerah sini" jawab Luhan setengah berbisik, "dan kata mereka..."

"Apa, ge?" tantang Jongdae.

"Kata mereka... sering terdengar jeritan-jeritan mengerikan dari villa ini"

Jongdae dan Yixing nampak saling pandang, sementara kawan-kawan mereka yang lain ikut mendengar bisikan itu nampak merinding, terutama Zitao.

Kini Yifan mulai mengetuk pintu Villa yang masih tetap nampak sepi itu, sementara yang lain nampak memperhatikan.

Tok tok tok...

Tok tok tok...

Yifan terus mengetuk-ngetuk pintu villa itu dengan ketukan yang sopan, namun penghuni villa itu tetap tak ada yang keluar.

"Lebih keras lagi, Yifan ge" kata Yixing.

Yifan pun mengetuk pintu villa itu dengan suara yang lebih keras, namun tetap tak ada yang keluar dan membukakan pintu villa.

"Apa villa ini kosong?" tanya Jongdae sambil masih memperhatikan villa itu yang nampak begitu sepi. Kaca depan villa itu terbuat dari kaca rayban, sehingga orang yang berada di luar tak bisa menyaksikan keadaan di dalam.

"Pasti ada orangnya", sahut Zitao, "mobilnya masih terparkir di sini"

Jongdae lalu mencoba untuk mengintip ke dalam melalui kaca depan, namun pandangannya terhalang oleh gorden yang menutupi kaca dari dalam.

Yifan kembali mengetuk-ngetuk pintu villa, namun tetap tak ada yang keluar.

"Sudah kubilang villa ini angker" kata Luhan, "penghuni villa ini pasti bukan manusia..."

"Bisakah kau jangan mengatakan hal itu, ge?" tanya Yixing lelah. Zitao mengangguk dan berdiri takut di belakang Yixing.

Lalu dengan jengkel Yixing mencoba mengetuk pintu villa itu dengan sangat keras, atau lebih tepatnya menggedor. Tetapi tetap saja tak ada yang menengar, tak ada yang membukakan pintu.

Kini Yifan dan Jongdae saling pandang dengan heran sekaligus bingung. Kalau memang penghuni villa ini masih tidur, tenu mereka akan mendengar gedoran Yixing yang sangat keras itu, selelap apapun tidur mereka. Suara gedoran yang bercampur dengan kejengkelan itu rasanya sudah cukup untuk membangunkan mayat!

Akhirnya Jongdae mendekati pintu itu dan mencoba membuka handel pintunya. Seketika dia melepaskan pintu itu ketika ternyata pintu villa itu sama sekali tak terkunci. Sekali lagi mereka saling berpandangan dengan heran.

Didorong oleh kebutuhan untuk meminta pertolongan bagi kawan mereka, dicampur dengan rasa penasaran, akhirnya Yifan, Jongdae dan Luhan memberanikan diri masuk ke dalam villa itu. Yixing nampak membuntuti mereka dari belakang dengan takut-takut, sementara yang lain memilih untuk tetap berada di luar. Kalau memang benar villa ini angker seperti yang dikatakan Luhan tadi, biarlah cukup penghuni sebelumnya saja yang dimangsa oleh makhluk yang ada di dalamnya!

Ruang depan villa itu nampak kosong, namun bekas keberadaan orang begitu nampak di sana. Ada beberapa bungkus rokok dan puntung-puntungnya yang bertebaran, juga beberapa botol minuman alkohol yang telah kosong.

"Sepertinya di sini telah mengadakan suatu pesta alkohol" bisik Jongdae.

"Memangnya ada hantu yang minum minuman alkohol?" tanya Luhan yang berada di belakang mereka.

Jongdae dan Yifan menghela nafas. Lelah dengan hipotesa tidak masuk akal dari Luhan.

Yifan yang pertama kali memperhatikan adanya warna merah yang membekas di lantai ruang depan itu,dan matanya menelusuri warna merah yang nampak memanjang dari tempatnya berada. Kini Yifan melangkah masuk ke ruang dalam, mengikuti bekas warna merah tersebut, dan Jongdae serta Yixing yang mengikuti di belakangnya. Luhan membuntuti.

"Baunya tidak enak" kata Luhan tiba-tiba sambil mengenduskan hidungnya seperti mencoba mengenali bau di hidungnya.

Yixing langsung menoleh ke belakangnya dan berbisik, "apa gege akan bilang ini bau badan hantu?"

"Tapi sepertinya iya" jawab Luhan sungguh-sungguh.

Yixing menggelengkan kepalanya. Heran dengan perkataan aneh dari salah satu seonbae nya di universitas dan klub pecinta alam.

Yifan dan Jongdae juga mulai mencium aroma yang tidak sedap itu, dan mereka mencoba mengenali bau apakah itu. Mereka mengedarkan pandangannya menyapu ke seluruh ruangan, dan ruangan ini pun jelas terlihat pernah dihuni dalam waktu dekat ini. Di atas meja besar di sana terdapat beberapa bekas lilin dan juga gelas-gelas serta teko dan juga bungkus-bungkus wafer dan cookies.

Pandangan mata Yifan tertuju pada sesuatu yang nampak aneh, tak jauh dari tempatnya berdiri. Di dekat pintu menuju ke dapur atau entah menuju ke mana, nampak sepasang kaki yang menjulur. Dia menepuk bahu Jongdae di sebelahnya dan Jongdae pun segera melihat sepasang kaki itu. Dengan takut-takut mereka kemudian melangkah mendekati pintu itu, dan seketika mereka terbelalak ngeri.

Di balik pintu itu nampak tergeletak seseorang yang telah tewas dengan leher yang menganga mengerikan, seperti dicacah dengan kejam. Sementara tak jauh dari mayat yang tergeletak itu, nampak mayat-mayat lain, yang sepertinya juga dibunuh dengan sangat kejam. Bagian leher mayat-mayat itu terbuka semua dengan luka menganga yang mengerikan, dan bekas darah yang kini mulai mengering terlihat di mana-mana.

Yifan dan Jongdae merasa membeku di tempat, sementara Yixing terperangah dan Luhan segera memalingkan muka.

Belum habis keterkejutan mereka, Yixing menepuk pundak Yifan dan berbisik, "Lihat ke atasmu, ge..."

Yifan menoleh ke atas dan seketika jantungnya melorot dari tempatnya. Nampak sesosok mayat lain tergantung-gantung dengan seutas tambang yang mengikat erat di lehernya. Yifan langsung membuang muka, ia tak ingin hidupnya dihantui pemandangan yang mengerikan itu.

Yixing yang paling dulu menyadari keadaan, dan segera saja menarik Yifan dan Jongdae di depannya. "Segera tinggalkan tempat ini" bisiknya dengan panik.

Saat mereka berbalik untuk meninggalkan tempat itu, mereka baru menyadari kalau pintu salah satu kamar di ruangan itu kini telah terbuka.

Yifan dan Jongdae saling berpandangan dan Yixing kembali berbisik ketakutan, "Perasaan tadi masih tertutup..."

Lalu Luhan menjawab dengan ekspresi yang sama menakutkannya. "Tadi... aku yang membukanya..."

"Sialan kau, Luhan ge!" rutuk Jongdae.

Yifan yang penasaran dengan isi kamar itu kini mendekati kamar yang telah terbuka dan sekali lagi dia merasakan tubuhnya membeku. Di dalam kamar, di atas tempat tidur, kembali nampak sesosok mayat dalam kondisi yang menyeramkan. Lehernya juga nampak menganga terbuka dengan bekas darah yang muncrat kemana-mana.

Kembali Yixing menarik kawan-kawannya itu untuk segera keluar dari villa itu dan sambil berlarian panik mengikuti mereka, Luhan masih sempat berkata, "Aku kan sudah bilang kalau villa ini angker..."

Jongdae yang sejak tadi gerah dengan perkataan seonbaenya itu tengah memikirkan bagaimana caranya agar Luhan bisa diam dan tidak membahas hal itu lagi.

Sesampai di luar villa kembali, napas mereka nampak ngos-ngosan sementara kawan-kawan mereka yang masih menunggu di luar memperhatikan keempat namja itu dengan bingung sekaligus heran dan ketakutan.

"Apa yang terjadi?" Tanya Jongin dan Zitao bergantian.

"Ada mayat-mayat di dalam" Jawab Yifan dengan bingung.

Semua yang berkumpul di situ mendadak merinding. Mayat?

Luhan kemudian berkata dengan penuh kepastian, "Sepertinya itu... itu bekas acara inagurasi para arwah..."

"Acara apa?" semua kawannya bertanya dengan bingung.

"Kau jangan bercanda, ge..." protes Jongin.

"Aku serius. Inagurasi para arwah... Pem... Pembantaian massal"

Jongdae rasanya ingin membantai Luhan, namun mengingat Luhan adalah seniornya, maka niat itu ia urungkan.

Yifan segera mengambil inisiatif. "Kita harus melaporkan hal ini pada polisi"

"Bagaimana dengan Minseok hyung?" Tanya Jongin.

Yifan sepertinya sudah memikirkan segalanya. "Hubungi polisi segera, dan nanti kita bisa minta tolong pada mereka untuk membawa Minseok ke rumah sakit terdekat. Atau kita bisa mencoba mendatangi Villa yang lain"

Yifan mencoba menggunakan ponselnya, tapi tak ada sinyal. Di dataran tinggi itu, sinyal ponsel sangat sulit didapat. Kawan-kawannya yang lain juga mengambil ponselnya, namun tak ada satu pun yang mendapatkan sinyal. Semenjak pertama kali sampai di tempat ini, mereka sudah langsung menyadari bahwa komunikasi mereka telah terputus dengan dunia luar.

Yifan kembali berkata, "Aku akan mencoba mencari telpon umum terdekat. Kalian bisa menunggu di sini..."

"Sebaiknya jangan di sini" sela Luhan dengan gugup. "Cari tempat lain saja"

Yang lain pun segera setuju. Mereka segera bersiap meninggalkan halaman villa itu dan Jongin serta Jongdae kembali mengangkat tubuh Minseok yang masih pingsan.

Dengan ditemani Yixing, Yifan kemudian turun dari tempat mereka, untuk mencari telpon umum yang bisa digunakan, sementara kawan-kawannya menunggu di suatu lokasi yang cukup jauh dari villa tadi.

Yifan tahu bawa di bawah sana ada sebuah kedai yang biasa didatangi oleh para pecinta alam yang bersebelahan dengan telpon umum. Semoga saja kedainya buka. Dia perlu segelas minuman hangat untuk menghangatkan tubuhnya. Kejutan-kejutan pagi ini cukup membuat seluruh tubuhnya seperti membeku.

.

.

.

Sambungan telpon itu sampai di sebuah kantor polisi terdekat, dan sang operator segera mengangkat setelah tiga kali berdering.

"Kantor Polisi Sektor Timur, selamat siang" sapanya dengan formal.

"Selamat siang. Saya... saya ingin melaporkan sesuatu"

"Maaf, bisa menyebutkan nama anda terlebih dahulu?" sang operator meminta dengan halus.

"Yifan. Wu Yifan" sahut Yifan dengan suara yang terdengar gugup di sambungan telpon. "Kami... kami menemukan mayat-mayat di sebuah villa"

"Di mana posisi anda sekarang?"

"Saya berada di telpon umum di daerah dataran tinggi di pinggiran Seoul"

"Tolong ceritakan dari awal kronologi kejadiannya..."

"Ehm... semenjak tiga hari yang lalu saya dan kawan-kawan berkemah di sini, dan pagi tadi kami sudah akan pulang. Tetapi salah satu kawan kami terpatuk ular, dan kami pun berencana mencari pertolongan terdekat untuk membantu kawan kami itu. Kami mendatangi sebuah villa karena melhat ada dua mobil yang terparkir. Namun villa itu seperti tidak berpenghuni. Karena sangat butuh pertolongan segera, kami pun nekat masuk ke dalam villa itu, karena pintunya tidak terkunci. Dan di dalam... kami menemukan beberapa mayat yang... yang mengerikan. Sepertintya mereka kroban pembunuhan"

"Berapa mayat yang anda lihat?"

"Lima mayat, tapi mungkin ada mayat-mayat lain yang ada di dalam villa itu. Saya dan kawan-kawan tak berani berlama-lama di sana. Kami langsung keluar"

"Tak ada barang yang disentuh?"

"Sama sekali tidak, sejauh yang saya ingat. Kami tak menyentuh apa-apa"

"Jelaskan lokasi anda, dan lokasi villa itu"

Sang operator mendengarkan dengan seksama sementara suara di seberang sana menjelaskan lokasinya. Setelah selesai, dia menjanjikan, "Kami akan segera datang"

"Kalau bisa, hm... kami juga minta bantuan untuk membawa kawan kami yang sakit"

"Jangan khawatir. Akan ada beberapa ambulans yang akan ke sana"

Selesai meletakkan handel telepon pada tempatnya, sang operator menghadapi beberapa polisi di kantor itu, dan rekaman hubungan telepon barusan pun diputar. Semuanya mendengar suara seorang pemuda menjelaskan tentang beberapa mayat yang ditemukannya dalam sebuah villa yang sudah tak asing lagi bagi mereka. Daerah itu ada dalam distrik wilayah mereka, dan mereka pun tahu betul tentang villa ituk.

"Kedengarannya seperti sebuah pembantaian..." gumam salah seorang polisi. "Villa angker itu rupanya kembali meminta tumbal nyawa..."

.

.

.

To Be Continue / Delete?