FF - Pt. 1

Title: Game

Cast: Kim Jaejoong (Hero Kim), Jung Yunho (U-know Jung), Jessica Jung, Lucille Scott (OC)

Genre: Mysteri.

Warn: INI BERBEDA DENGAN FF YUNJAE LAINNYA karena ini mengikuti cara tulis novel, dan bukan FF ._.

Disclaimer, untuk beberapa tokoh.

.

.

.

Soft kitty, warm kitty,

Little ball of fur.

Happy kitty, sleepy kitty,

Purr, purr, purr.

-Sidney Sheldon-

.

.

.

Jaejoong terengah. Napasnya berbenturan dengan udara dingin mencekam, yang menyelinap di sela-sela kulitnya. Seolah merobek syaraf perasanya dengan serpihan-serpihan kaca tajam yang menyakitkan. Amat dingin, hingga uap-uap air terbentuk begitu ia bernapas.

Dadanya terasa sesak karena berlari. Ia bahkan perlu berpegang pada tembok lembab dan kotor yang mengapit tubuhnya. Kedua matanya terbuka waspada dan telinganya siap dengan rangsangan suara sekecil mungkin yang ia bisa dapat.

Kring,

Ia terkesiap. Sesuatu yang berat dan terbuat dari besi terjatuh di kejauhan, berisiknya terpantul hingga penjuru lorong-lorong bawah tanah, menggema, dan mendengung memasuki telinga Jaejoong.

Lehernya mendadak terasa dingin, lalu ia merinding.

Ia memaksa kakinya yang membengkak untuk kembali bergerak. Tidak, ia tidak seharusnya berlari lagi. Sudah terlalu lama ia berlari, hingga kaki-kakinya terluka dan memar disana-sini.

Apa? Lelah atau mati?

Ia berbelok ke kanan pada sebuah tikungan, menjaga langkahnya agar tetap pada tempatnya dengan meraba dinding lorong yang lembab dan berlumut. Seandainya ia bisa melihat sepercik cahaya saja, mungkin ia akan terbantu, atau terkejut dengan apa yang mungkin ia lihat, di tempat ini.

Kring,

Lagi suara itu menggema hingga ke atap-atap. Membuat sekelompok hewan tak terlihat memekik, dan mengepakan sayapnya yang berat. Jaejoong pernah mengira bahwa itu adalah bunyi gembok yang terbuka. Tapi kemudian ia ingat, gemboknya telah terbuka saat ia ada disana. Lalu apa?

Suara langkah kaki yang tegas bekelibat tepat di depannya. Ia sontak berhenti dan menahan napasnya. Tidak, ia tidak bisa melihat apapun. Tapi angin berhembus di wajahnya. Seperti, seseorang baru saja melewatinya.

Ia ragu untuk bersuara. Meskipun 70% kemungkinan dari suara itu berasal dari salah satu temannya, namun 30% kemungkinan selalu menakutinya.

Ia memeluk tubuhnya sendiri, dan kembali berjalan lurus. Napasnya tersentak-sentak, dan seluruh tubuhnya ngilu.

Kring,

Kring,

Suara itu tidak pernah mendekat. Karena suara itu selalu mendekat. Suara, baja yang dijatuhkan. Tapi ia tidak dapat menebak apa itu.

Jaejoong merasakan seseorang mengikutinya. Ia berjalan semakin cepat dan cepat.

Sebuah suara. Suara helaan napas berat seakan berhembus dibalik telinganya.

Ia terlalu takut untuk mengintip ke belakang. Sehingga ia berjalan maju dengan cepat. Hampir tidak dapat merasakan batu yang di tata sebagai lantainya, ia seolah berjalan dengan melompat-lompat.

Kring,

Kring,

Kring,

Gemerincing itu terdengar semakin cepat dan dekat.

Ia ketakutan, Jaejoong bahkan merasa dadanya sakit karena detak jantungnya yang berlebihan.

Kring,

Kring,

Kring,

Jaejoong berlari, ia berlari secepat tubuhnya bisa tampung. Tidak peduli dengan paru-parunya yang sulit mendapat oksigen, ataupun kedua kakinya yang bahkan tidak dapat berpijak imbang.

Ia tetap berlari.

Hingga sesosok wanita menghentikannya.

Ia hampir saja berteriak. Dengan keadaannya yang bisa saja mati karena serangan jantung tiba-tiba.

Wanita itu berkulit amat pucat, dengan rambut kecokelatannya yang basah. Ia mengenakan baju dengan corak putri Eropa kuno. Mungkin berumur belasan tahun namun tubuhnya lebih tinggi dari Jaejoong.

Ia tidak memiliki waktu apakah kakinya berpijak pada tanah atau tidak. Namun yang pasti, ia bukan manusia.

Wanita itu menatap kosong melewati bahu Jaejoong. Wajahnya sayu, dengan kantung mata yang menyeramkan. Tidak bernyawa.

Jaejoong menelan ludahnya hingga menimbulkan bunyi "Cegluk" ia melirik pada perut wanita itu. Kemudian menemukan gores-goresan bekas cabikan cakar dan gigi sesuatu.

Ia mengangkat wajahnya, untuk menemukan wanita tadi melotot dengan sangat lebar dan mulutnya terbuka.

Mulai dari cicitan kecil, perlahan berubah menjadi lengkingan menyakitkan. Wanita itu berteriak hingga Jaejoong harus menutup telinganya agar tidak terluka.

Lengkingan itu menggaung di dinding-dinding lorong, menjadi pelan dan jauh.

Saat Jaejoong membuka kedua matanya, wanita itu menghilang.

Ia hampir bisa bernapas normal, saat sebuah geraman terdengar tepat dibalik kepala Jaejoong.

Wajahnya memucat dan tubuhnya mendadak lemas.

Dentuman di dadanya terdengar hingga ke telinga, dan ia bernapas pendek-pendek.

Sesuatu berbentuk jari-jari yang terlampau panjang menyentuh pundaknya.

Jaejoong melirik, dan melihat kuku-kuku hitam yang pasti bukanlah milik manusia hampir mengoyak seragamnya.

Jari-jari yang serupa batang kayu hitam itu menarik punggung Jaejoong perlahan, seolah menuntun pemuda itu untuk berbalik.

Kring, kring.

Jaejoong melihat rantai berat yang mengikat kaki kanan makhluk itu bergemerincing tiap kali ia bergerak. Dan pertanyaanya tadi terjawab, dengan cara yang tidak pernah ia harapkan. Kaki-kakinya begitu panjang dan berjinjit. Seperti kaki kucing yang berdiri namun dibalut kulit pasti yang berwarna hitam kotor.

Makhluk itu menghembuskan napasnya yang panas ke wajah Jaejoong, membuatnya mengernyit karena bau aneh yang menguar.

Dengan amat perlahan Jaejoong mengangkat pandangannya. Ia bisa melihat tulang-tulang rusuk dan tulang selangka yang terbalut kulit hitam licin pada dada makhluk itu.

Deretan gigi-gigi rapi tersimpan dibalik sebuah mulut yang menganga lebar, dan mungkin mampu untuk menelan satu kepala manusia utuh. Gigi-gigi itu seolah diasah runcing, memudahkannya untuk merobek daging.

Ia tercekat begitu kedua matanya menangkap sinar putih dengan garis tepi berwarna biru cerah pada kedua bola mata makhluk itu. Ia berkedip, dan merasakan jantungnya kehilangan detakan yang selama ini menghidupinya.

Makhluk itu bernapas semakin berat, dan hembusannya menerpa langsung pada wajah Jaejoong. Pria itu tidak berani bergerak sedikitpun, karena mungkin saja, satu gerakan akan membuatnya terbunuh.

Uap-uap panas dari mulut bau makhluk itu menyembur semakin kencang, membuat kedua matanya menyipit. Dan saat ia kembali membuka kedua matanya, mulut bergigi tajam milik makhluk tadi telah berada di depan wajahnya.

Drrt, drrt, drrrt.

Jaejoong tersentak, dan menatap kamarnya dengan linglung. Ia merutuki alarm yang mengagetkanya, dan melemparkan benda kotak itu ke lantai.

"Jae, cepatlah turun. Bukankah kau memiliki kelas pagi ini, sayang?" Jeritan ibunya bersahutan dengan bunyi penggorengan, juga pekikan-pekikanEllen, dan Jonathan.

Ia beringsut duduk dengan malas, dan menutup matanya untuk beberapa saat. Ia berharap ia memiliki dua jam lagi untuk tidur.

Jaejoong memaksakan kakinya untuk masuk ke kamar mandi, dan melepaskan satu per satu baju yang melekat di tubuhnya. Ia menampung air keran dalam kedua tangannya, kemudian menenggelamkan wajahnya ke sana.

Jaejoong mengambil handuk untuk mengusap wajahnya yang basah, kemudian meraih sikat gigi yang entah bagaimana tergeletak diatas toilet.

Ia merutuki dua dari empat adiknya yang mungkin melakukannya. Kemudian meraih pasta giginya di sudut wastafel.

Jaejoong menggumamkan sebuah refrain lagu saat ia menggosok giginya, kemudian mengecek setiap detil wajahnya.

Ia melihat sebuah coretan merah di bahu kanannya, seperti bekas cengkeraman sesuatu yang keras. Ia mengusap bekas itu dan mencoba untuk memastikannya.

Bekas itu asli, dan terasa sakit. Tapi ia tidak ingat dari mana ia mendapatkan bekas-bekas seperti itu.

Ia, tidak ingat sama sekali.

.

.

.

End of Pt. 1