("Now we've come so far from darkness
And will never be apart.
So we leave for tomorrow,
To start our lives again.
Find me there, my tiny feathers
Of my holy ancient days,
You will calm all my sadness
And ring your song, only for me
Find me there, my tiny feathers
Of my holy ancient days
I will calm all your sadness,
and sing my song, only for you." – Ring Your Song © Kajiura Yuki)
.
.
.
Ring Your Song
.
Screenplays!Sulay and others
.
T
.
I don't own anything, except storyline
.
Akai Momo
.
Yaoi/ BL/ Be eL/ Boys Love/ Alternative Universe with much baby typos
.
No like, don't read!
.
Summary!:
Cerita antara seorang pemuda miskin dan sebatang kara yang memutuskan untuk menjadi menjadi budak jualan dengan seorang pria saudagar kaya raya yang kebetulan singgah di kota tempatnya berada. Bersama dengan matahari yang merangkak tiap detik waktu, gumpalan awan putih bagai kapas yang mengantung di langit biru, angin padang pasir yang kasar menyengat-nyengat kulit dan butiran-butiran pasir berwarna kuning pudar tempat mereka berpijak dan melangkah maju menuju harapan baru, sepasang majikan dan budak itu perlahan mulai menikmati sensasi menyenangkan yang menggelitik hati bernama cinta.
Wealthy-Merchant!Joonmyun dan Slave!Yixing
Era!1001 Arabian Night
.
.
.
1.) Aku bawa ff Sulay lagi!
2.) Yixing-nya aku buat kalem tapi tetap tegar. Say horray, please. XD
3.) Mencoba dengan latar belakang yang baru, 1001 Arabian Night-Era! Belum ada di ffnet, 'kan…? :D
4.) Sibuk mencari referensi untuk memperdalam latar belakang cerita ini! kalau ada yang mau membantu dan berbagi informasi, silahkan PM aku! ^^
5.) Untuk referensi pakaian para tokoh, aku akan membuat sketsanya dan kuposting di fb-ku, kalau mau lihat, silahkan ke fb: Abbey Kingsworth. :*
6.) RnR biar aku bisa cepat update!
.
.
.
1st night "Waiting"
.
.
.
Sepasang mata hitam kecoklatannya menjelajah ke sekitar, melihat ke seluruh sudut-sudut ruangan yang cukup remang –bahkan di sudut-sudut atas ruangan terdapat jarring laba-laba yang cukup banyak, mengesankan jika tempat tersebut sangat tidak dirawat baik-, ruangan yang terbuat dari batu bata dengan dua jendela berbentuk persegi yang dihiasi jeruji besi di salah satu sisi ruangan.
Di salah satu sudut terdapat satu meja bundar dengan sebuah lampu minyak berbentuk tabung yang bersebelahan dengan dua toples kosong dan tepat disebelahnya terdapat lemari kayu tua berpintu dua yang tampak rapuh dan akan roboh kapanpun.
Di salah satu sisi ruangan lainnya, terdapat kawat yang membentang sebagai tempat untuk mengantung pakaian-pakaian, dan di beberapa tempat di lantai ada beberapa kasur jerami yang disinari cahaya raja hari.
Ruangan tersebut terasa sumpek dan telah terisi oleh beberapa orang yang –mungkin- bernasib sama seperti dirinya. Tanpa sanak saudara, miskin, dan seolah tak ada jalan lain untuk melanjutkan hidup diri sendiri selain merelakan menjadi budak yang menunggu untuk dibeli oleh saudagar kaya ataupun para raja-raja.
Mengingat hal itu, sepasang mata yang semula tampak tenang dan sedikit tidak acuh, berubah menjadi gelisah, memelas dan menyedihkan. Bahkan ia bisa merasakan jika butir-butir air mata mulai merangsek memberontak keluar, merasa mengasihani dirinya sendiri atas pilihan yang tak ia kira ini, sampai-sampai ia ingin menangis tersedu kembali.
Akan tetapi, begitu ia mengingat pengalamannya yang lalu, pengalaman di mana ia menangis hingga berteriak sampai suaranya menghilangpun, semua yang telah terjadi dan yang telah berlalu tidak akan berubah. Dan yang hanya bisa ia lakukan hanyalah pasrah-ikhlas-terus berjuang melangkah tanpak harus ragu-ragu. Tanpa berpikir untuk menoleh ke belakang untuk sesaat, walaupun rasa menyesal akan pilihannya semakin menggumpal di relung hati.
Pemuda manis dengan kondisi tubuh yang tampak memprihatinkan tersebut kembali menegarkan diri, menghirup udara pelan dan menghembuskannya pelan pula, sebelah tangannya yang terdapat sepasang gelang perak tua warisan almarhum nenek dan gelang manik-manik dari kayu buatan tangan almarhum ayah tercinta mengusap pelupuk matanya.
Kepalanya yang ditutupi kain sutra transparan berwarna ungu menoleh ke segala arah perlahan, mencoba melihat wajah-wajah asing yang mulai hari ini akan menjadi teman seruangan. Pemuda berambut hitam legam yang terlihat berantakan namun tak mengurangi sisi manisnya tersebut berdecak kecil, ia merasa malu karena tertipu oleh wajah para pemuda yang hampir seluruhnya cantik-cantik, bahkan mengalahkan para pemudi yang juga ada di sana.
"Apa yang kau tunggu lagi..?!" pemuda itu terlonjak mendengar suara pria paruh baya yang sempat ia lupakan. Berjengit kaget ketika suara tersebut berhasil mengambil perhatian orang-orang disana untuk tertuju padanya. "Mulai sekarang, inilah kamarmu sampai kau dibeli oleh saudagar kaya raya atau raja yang membutuhkan budak sepertimu!"
"Ayo cepat masuk ke dalam dan siapkan dirimu untuk transaksi malam ini!" Tangan gemuk yang dihiasi cincin batu cantik itu mendorong kasar punggung sang pemuda tersebut, setelah dengan lancangnya mengelus-elus ceruk punggungnya yang tak tertutupi sehelai benangpun.
"Ah!"
Pemuda bertubuh kecil tersebut nyaris saja jatuh terjerembab akibat keseleo karena didorong sedemikian kencangnya tiba-tiba jika ia tidak menahan diri, dan begitu ia benar-benar masuk ke dalam ruangan, terdengar suara debam dari pintu tua yang terbuat dari kayu berukiran cantik setelahnya, lalu suara nyaring rantai hingga beberapa menit kemudian hanya heninglah yang datang berkunjung di sana.
Ia hanya bisa menatap sendu pintu cantik di hadapannya, pintu yang menjadi pembatas antara dunia dalam ruangan dengan dunia luar ruangan yang dulu sempat ia jajaki.
"Kuharap," gumamnya dengan pandangan masih tertuju pada pintu tersebut. Mencoba untuk tidak peduli dengan tatapan beragam ekspresi orang-orang di sana. "kuharap aku bisa pergi dari sini dan melihat dunia luar lagi untuk selamanya." Sepasang mata yang ketika ia masih berusia kanak-kanak berbinar indah, kini tampak kosong dengan cahaya harapan yang mulai memudar.
Sebuah suara kecil namun nyaring seorang gadis muda menyentak lamunannya. "Apa kau akan tetap di sana seperti orang idiot..?"
"Eh..?!" pemuda itu menoleh ke sumber suara, untuk kemudian bertatapan dengan gadis berambut ikal pendek berwarna merah kecoklatan, gadis yang sekilas tampak lebih muda darinya. Gadis itu duduk di atas tumpukan jerami dengan diapit dua pria berwajah lusuh yang bermuka tajam, berjarak tak jauh darinya berdiri. "a-apa..?" balasnya lirih dengan nada tidak yakin.
"Selain idiot, apa kau juga tuli..?! kalau begitu, mana ada yang mau membelimu!"
Kata-kata tersebut cukup membuat sang pemuda sakit hati dan terbawa emosi, namun ia hanya bisa diam dan mencoba bersabar, sebab tidak ada guna jika ia memiliki reputasi buruk di hari pertama ia tinggal di tempat tersebut. Selain itu, ia lebih memilih pergi untuk tidak memperdulikan ocehan-ocehan bernada kesal dari sang gadis dan bisik-bisik menyudutkan dari orang-orang yang menatapnya dengan sinis. Mencoba untuk membuat tuli telinganya sejenak, dengan memfokuskan diri kepada tujuan utama semenjak ia datang kemari beberapa menit lalu.
Melangkah agak tanpa semangat, dengan denyutan-denyutan menyedihkan di hatinya, meninggalkan si pintu dan mendekati salah satu jendela berjeruji yang terdapat tirai jaring-jaring kecil berwarna abu-abu gelap, tirai yang berdansa santai bersama terpaan angin padang pasir yang kasar, hanya untuk mengintip pemandangan lautan padang pasir, dengan hamparan kanvas biru cerah yang dihiasi sapuan awan tipis dan senyum ramah dari raja hari yang merangkak di pucuk langit.
Mulai menunggu dengan sabar pada seseorang yang akan membelikannya, mengeluarkannya dari tempat ini dan menyelamatkan hidupnya yang sudah terpuruk terlalu dalam ke lubang keputusasaan.
.
.
.
To be Continued
.
