Only You
By
FyRraiy
Warning:
Gaje, Aneh, Typo(s), gk nyambung, BL
Don't Like! Don't Read!
Don't be a Basher!
HAPPY READING!
Yoongi pov
Aku mendudukan diriku di atas pasir putih pantai ini sambil menatap kedua orang yang sedang bermain air di sana. Sangat menyenangkan hingga tidak memperdulikanku yang mungkin saja hanya dianggap sebutir pasir pantai yang tak terlihat.
Saat ini kami sedang menikmati liburan musim panas di pulau Jeju. Aku, Jimin dan Jungkook tentunya. Sebenarnya sih, aku inginnya hanya berdua dengan Jimin, sekalian merayakan hari jadi kami yang ke satu tahun yang belum sempat kami rayakan. Tapi apa dayaku. Jimin bersi keras mengajak Jungkook ikut.
Aku bosan. Sangat bosan jika tidak dianggap terus seperti ini. Jimin itu kekasihku, tapi selalu saja inginnya dekat-dekat dengan Jungkook. Miris sekali diriku kan?
Bukannya aku menyalahkan kehadiran Jungkook. Tapi, hanya saja aku merasa sedikit cemburu. Atau mungkin memang cemburu.
Tapi aku tidak ingin mengganggu mereka meskipun itu hanya sekedar memperingatkan mereka untuk tidak melakukkan sesuatu hal yang nantinya akan berbahaya untuk merekan. Karena sesungguhnya aku takut. Aku takut jika Jimin malah menyalahkanku. Aku takut jika Jimin mengatakkan kata-kata yang akan menghancurkan hatiku yang bahkan sudah hancur ini.
Seperti saat itu, aku sudah memperingatkan mereka untuk tidak berlari saat menuruni bukit yang cukup curam. Yang berakhir dengan Jungkook yang terjatuh karena ulah mereka sendiri. Tapi malah aku yang disalahkan.
Flashback on
"Yak! Kalian jangan belari seperti itu, nanti bisa terjatuh! Hati-hati" teriakku cukup kencang memperingatkan dua orang remaja yang kelakuannya masih sangat kekanakkan. Tetapi mereka tetap saja tidak mendengarkanku.
Mereka hanya asik saling kejar-mengejar diselingi tawa gembira dari keduanya. Bahkan mereka tidak memperhatikkan jalan yang mereka pijaki saat ini sangat licin dan banyak bebatuan yang menyebabkan jalanan ini sangat-sangat tidak rata. Menurutku ini sangat sulit untuk dipijakki.
"Jungkook ayo cepat kejar aku!" Teriak Jimin pada Jungkook yang menyadarkanku dari lamunan tentang jalanan menurun yang cukup beresiko ini. Jimin terus berlari cukup cepat.
"Aww!" Pekik Jungkook yang kulihat tadi inigin menambah kecepatan berlarinya sekarang malah jatuh tersungkur. Ia tersandung akar pohon yang cukup besar itu. Lantas aku segera berlari mengahmpirinya untuk melihat bagaimana keadaan Jungkook.
"Jungkook-ah, apa kau baik-baik saja?" Tanya ku khawati sambil membantunya untuk duduk.
"Aku bai-"
"Yak! Hyung, kau harusnya menolongnya tadi. Kenapa kau membiarkannya terjatuh seperti itu!" Teriak Jimin.
"Tadikan aku sudah memper-"
"Tapi kau seharusnya tidak membiarkannya terjatuh! Lihat lututnya berdarah! Kau itu yang tertua disini, tapi seperti tidak berguna sekali hyung!"
Aku diam mematung. Perkataanmu itu sungguh menyakitkan, Jimin.
Aku hanya bisa terdiam melihat Jimin menggenndong Jungkook di punggungnya. Meninggalkanku yang masih mematung sendiri.
Flashback off
Terkadang aku benar-benar berfikir bahwa Jimin menjadikanku kekasihnya hanya untuk pelariannya dari jungkook. Karena Jungkook sudah menyukai orang lain.
"Yoongi-hyung, jangan melamun terus ayo kemari! Airnya sangat jernih!" Teriak Jungkook. Namun aku hanya tersenyum dan menggelengkan kepalaku sedikit.
"Yasudah, nanti jangan mengeluh ingin main air ya!" Teriak Jungkook –lagi.
Setelah itu pun tidak ada lagi tanda-tanda bahwa merka berdua menganggapku ada di sekitar mereka.
Aku menuntun tanganku untuk mengukir hangul dari namaku dan Jimin. Yang setelah itu ku buat legkungan seperti simbol hati mengelilingi ukiran nama kami di atas pasir pantai ini.
Bibirku melengkung membentuk sebuah senyuman tipis. Namun miris.
Aku hanya bisa tersenyum miris dan menatap nanar pasir putih yang tadi ku ukir dengan namaku dan Jimin yang memudar terkena ombak yang nantinya akan menghapus seluruhnya.
.
Bahkan menghapus namaku di hatinya.
.
Menghapus seluruh ingatannya tentang bibirnya yang selalu mengucapkan kata-kata manis untukku.
.
Dan... menghapus diriku dari hidupnya selamanya.
.
.
.
Saat ini hampir jam sebelas malam di sini. Aku baru saja menyelesaikan acara membersihkan badanku. Mengusak rambutku yang basah dengan handuk kecil putih ini. Aku berjalan mencari keberadaan dua bocah kelebihan energi itu yang biasanya ribut dan tidak bisa diam, kini tidak bersuara sama sekali.
Villa yang kami sewa ini tidak terlalu luas dan tidak terlalu kecil. Toh, memangnya ada berapa orang yang ikut menginap disini. Aku terus melangkahkan kakiku ke ruang tamu. Namun nihil. Di dapur pun juga tak ada siapa-siapa.
Hingga aku membuka kamar yang seharusnya menjadi kamarku dan Jimin. Namun mungkin itu hanya mimpi belaka. Yang nyatanya, Jimin memilih satu kamar dengan Jungkook.
Yeah, kakiku terasa sangat lemas sekarang. Melihat kedua bocah itu tidur di satu ranjang dengan Jimin yang memeluk Jungkook. Mataku terasa panas menahan buliran air mata yang terus mendesak keluar.
Tubuhku merosot tiba-tiba dengan isakkan yang mulai keluar dari mulutku. Akan lebih baik jika aku pergi berlari untuk saat ini. Tapi aku tak bisa. Kakiku sudah terasa sangat lemah. Semua tenagaku hilang enah kemana.
"Y-yongi hyung"Ucap Jimin terbata saat ia bangun dan mendudukkan dirinya untuk melihat siapakah gerangan yang mengganggunya saat sedang berduaan dengan Jungkook.
Ia segera menghampiriku dan memelukku erat. Hatiku berkata untuk pergi sekarang. Tapi tubuhku melakukkan yang berlawan dengan hatiku.
Rasanya nyaman desiran halus yang selalu ku rasakan saat ia memelukku. Meskipun dengnan perasaan yang sudah hancur mendebu. Menangis dalam diam di pelukkan hangatnya.
.
.
.
Satu minggu sudah berlalu sejak hari itu. Seperti biasa, aku selalu berpura-pura melupakan banyak kejadian yang menyesakkan dadaku ini. Selalu bersikap bahwa tidak ada kejadian yang berarti yang pernah terjadi. Selalu tersenyum semanis mungkin dan bersikap seolah-olah aku baik-baik saja.
Lagi dan lagi. Bukankah kita bisa karena telah terbiasa? Tapi tidak dengan yang satu ini. Aku tidak bisa dan tidak akan pernah bisa. Meskipun aku terus bersikeras untuk terbiasa. Aku tidak bisa berpura-pura terus bahwa aku sudah terbiasa melihat Jimin yang selalu menempel pada Jungkook.
Tapi Jimin kan jelas-jelas pacarku? Tapi aku terus-terusan cemburu begini.
Aku sih bukannya meragukan Jimin. Tapi kan mungkin saja, Jimin tiba-tiba berpaling dariku dan lebih memilih Jungkook.
Aku tahu betul tentang ini. Tentang diriku yang meyakinkan akan suatu hal yang tidak pasti. Tentang Jimin yang tulus mencintaiku.
Lihatlah. Bahagia sekali mereka bercanda tepat di depanku begini. Serasa dunia ini hanya milik mereka berdua. Aku benar-benar ingin mencincang si Park Jimin bodoh itu. Dia itu sangat tidak peka! Aku sakit hati tau!
Tadi saat dirumahku tiba-tiba saja ia memaksaku pergi ke rumah Jungkook yang jarakknya cukup jauh dari rumahku. Apa kalian tau dia mengatakan apa?
'Hyung, tiba-tiba saja aku merindukkan Jungkook. Ayo pergi kerumahnya!'
Bukannya merindukan kekasihnya malah merindukan orang lain. Bukankah itu sangat menyakitkan?
Lagipula sekarang kan sedang hujan. Kan ingninnya kalau kami saling berbagi kehangatan bersama dengannya seperti berpelukkan – ekhem misalnya. Tapi sepertinya aku berharap terlalu tinggi. Dia kan selalu dan akan selalu fokus dengan Jungkook.
Aku ingin menangis saja rasanya. Bahkan bibirku sudah manyun lebih sepuluh senti rasanya. Tapi dia tetap saja tidak melirikku sama sekali.
Aku ingin menendangnya hingga aku tak pernah bisa lagi melihat muka jeleknya itu lagi. Tapi tentu saja tidak mungkin. Karena aku terlalu mencintainya.
.
Apa aku harus berhenti sampai disini? Mengakhiri hubunganku dengannya?
Entah setan dari mana yang menghasutku. Tiba-tiba saja terlintas di pikiranku. Tapi, bukankah jika terus seperti ini aku akan semakin sakit hati?
Kueratkan bantal yang sedari tadi kupeluk. Makin membenamkan wajahku. Sungguh aku ingin sekali menangis.
Sudah hampir dua tahun kami menjalin hubungan ini. Tapi dua tahun juga dia bersikap seperti ini. Ya, meskipun kuakui dia itu terkadang romantis. Tapi bisa saja dia berucap manis seperti itu hanya sebatas di bibir.
Meskipu ribuan kata cinta terus dia ucapkan dibibirnya, bukan berarti hatinya juga berkata seperti itu bukan?
Haruskah aku menganggapnya seorang pembohong besar setelah ini?
.
Aku sungguh mencintaimu. Tidakkah kau mendengar itu Park Jimin?
.
Aku terus bertanya-tanya akan perasaan di hatinya yang sesungguhnya. Benarkah kau mencintaiku dengan tulus Park Jimin?
Bodoh! Mana mungkin ia menjawabnya. Ia kan tidak pernah peka. Selama ini aku terus berusaha meyakinkan diriku atas kata-kata manisnya. Tapi apakah semua kata-kata itu tulus?
Aku terus mencoba menahan air mataku sekuat mungkin ketika melihat dirinya tersenyum sebahagia itu bersama Jungkook. Bahkan terkadang sikapnya pada Jungkook kelewat batas. Sangat melewati batas sikap antar teman.
Meskipun ia terus berkata bahwa mereka hanya sebatas teman. Tapi mungkinkah memeluk dan mencium pipi itu dianggap hanya sebatas teman. Bahkan kalau diingat, ia jarang bercanda denganku, jarang memelukku, apa lagi menciumku. Kami benar-benar tidak pernah berciuman. Bahkan saat peringatan hari jadi kami yang ke satu tahun, ia hanya mencium keningku. Tidak lebih.
Aku benar-benar tidak kuat untuk menahan air mataku yang terus mendesak keluar. Air mataku bahkan sudah deras mengalir sekarang. Aku mecoba mengatur napasku agar tidak terisak.
Ah, bahakan aku sudah seperti ini saja dia tidak perduli. Bahkan jika nanti aku mati mungkin ia dengan santainya hanya terus bermesraan dengan Jungkook.
Hingga akhirnya aku tidak sanggup lagi menahan isakkanku. Ia baru mengalihkan pandangannya padaku.
Tiba-tiba saja ada yang menarikku dan memelukku. Bukan. Bukan Jimin. Tapi, Seojkin- Kakak angkat Jungkook- lah yang memelukku dengan erat. Mengusap rambutku dan membisikkan kata-kata yang menenangkanku. Membiarkan pakaiannya basah oleh air mataku.
Aku makin membenamkan wajahku ke dadanya. Aku sudah tidak tahan dengan segala sikap Jimin yang seolah menganggapku tak ada saat ia sedang bersama Jungkook.
"Lepaskan Yoongi-hyung!" Teriak Jimin keras membentak Seokjin. Namun Seokjin tidak perduli seakan tidak ada Jimin saat ini.
Aku tidak perduli dengan statusku dengan Jimin lagi. Biarkan aku melepaskan bebanku sejenak. Biarkan aku melupakan bebanku, meskipun hanya sejenak. Karena aku tidak akan pernah bisa melepaskanmu Jimin. Jika kau pergi dari sisiku, maka hanya ada penderitaan yang aku rasakan untuk selamanya.
"Jangan menyentuh Yoongi-hyung, Kim Seokjin!" Jimin menarik paksa diriku dari pelukkan Seokjin.
Ia kini yang memelukku. Mencoba menenangkanku. Mengecup rambutku berkali-kali.
Kenapa baru sekarang? Kenapa baru sekarang kau perduli padaku? Ah, mungkin ini hanya sebatas rasa iba terhadapku. Persetan dengn status kami. Tentu saja ia harus bersikap sebagaimana seorang namjacinghu.
Aku mendorong tubuhnya sekuat tenaga. Menunduk dalam tak ingin melihat wajahnya. Toh, pasti hanya raut wajah iba.
"Yoongi-hyung, gwenchana?" Ujarnya sambil ingin mengangkat wajahku dengan tangannya. Namun, aku menips tangannya kasar.
"Aku tidak pernah berharap memaksakan perasaanmu padaku Jimin" ujarku memberanikan diri menatapnya.
"Hyung, apa maksudmu?"
"Jika kau memang menginginkannya. Kenapa kau terus mempertahankanku? Aku tidak keberatan jika kita berakhir demi kebahaagiaanmu" ucapku mencoba terlihat baik-baik saja.
"Hyung!" Jimin sedikit meninggikan suarannya.
"Aku lelah Jimin, biarkan aku pergi..." Lirihku dan langsung berlari keluar dari rumah Jungkook.
Tidak memperdulikan hujan deras yang mengguyur jalan raya yang ku pijak ini. Aku terus berlari. Ini begitu menyesakkan. Biarkan derasnya hujan ini membawa semua bebanku. Biarkan aku menghilang saat ini juga.
"MIN YOONGI! BERHENTI!" samar-samar aku mendengar seorang meneriakiku. Park Jimin. Meskipun kalah keras dengan suara hujan namun aku tau betul itu suaranya. Tapi, mulai sekarang aku tak ingin perduli lagi padanya.
.
.
.
.
TOK TOK TOK
"Yoongi... Jimin datang mencarimu. Keluarlah" Samar kudengan suara ibuku di balik pintu sana.
Tak ada niatan sama sekali untuk bergerak membuka pintu kamarku. Hanya berbaring dan menangis.
"Yoongi..." lagi-lagi ibuku memanggilku yang sama sekali tak kujawab.
BRAKKK
Ternyata keinginanku terkabul dengan begitu cepatnya. Aku merasakan tubuhku yang terpental jauh membentur aspal. Sebuah truk menabrak tubuhku. Bau anyir mulai memenuhi indra penciumanku.
"Yoongi-hyung, bertahanlah" ucapnya sambil merengkuhku kedalam pelukannya.
Aku dapat melihat raut wajahnya yang terlihat begitu cemas. Tapi aku menepisnya jauh-jauh. Aku tidak boleh egois memaksakan perasaannya untukku.
"Jimin..." aku menuntun tanganku untuk menyentuh pipinya.
Ia menggenggam tanganku erat sambil mengecupinya. Aku masih dapat merasakan bulir-bulir air matanya yang terasa hangat saat mengenai tanganku saat ia menempelkan tanganku ke pipinya.
"Bertahanlah hyung! Bertahanlah untukku"
Aku mencoba untuk tersenyum mendengar penuturannya. Meskipun rasanya menyakitkan.
"Berjanjilah padaku, Jimin. Setelah ini kau harus selalu bahagia. Lupakan saja aku"
"Tidak hyung. Jangan berkata hal bodoh seperti itu. Aku tidak akan pernah melupakanmu hyung"
"Tidak Jimin... kau harus bahagia bersamanya. Bersama Jungkook. Kau tidak boleh menyakitinya, mengerti"
"Andwe! Seluruh hidupku hanya untuk dirimu seorang" Ujarnya sambil terus berlinangan air mata.
"Aku mencintaimu" aku berusaha tersenyum sangat manis, mungkin untuk yang terakhir kalinya. Terakhir kalinya mengatakan aku mencintainya.
"Aku lebih mencintaimu, Min Yoongi"
Perlahan aku mulai kehilangan kesadaranku. Mungkin akan lebih bahagia hidup di surga tanpa rasa sakit yang kurasakan.
'Aku hanya ingin kau bahagia.
Meskipun artinya aku harus lenyap dari kehidupanmu.
Biarkan aku menjadi kenanganmu. Kenanganmu yang terkubur terlalu dalam hingga kau tak dapat lagi mengeluarkannya.
Kau harus melangkah kedepan untuk menemukkan kebahagiaanmu tanpa perlu mengingatku.
Asalkan kau selalu tersenyum bahagia, maka aku juga akan tersenyum bahagia.
Bahkan aku akan melakukkan apa pun untuk kebahagiaanmu.
Karena pada kenyataannya aku terlalu mencintaimu, Jimin. Dan akan selalu mencintaimu.'
.
.
.
END
Mohon kritik, sarannya untuk fict gaje ini...
Mian, masih banyak kesalahan kesalahan dan mungkin alur ceria yang ga jelas bin gak nyambung/?
Thanks yang sudah mau sekedar membaca fict hancur leburku ini...
