Perkenalkan, namaku Haruno Sakura. Usiaku 17 tahun. Aku adalah putri semata wayang keluarga Haruno. Seperti yang diberitakan di media massa, keluarga Haruno adalah pemilik saham terbesar pada bisnis dunia yang dikenal dengan nama Asean Corps. Terlahir dari keluarga bangsawan akan membuat siapapun yang mendengar akan berdecak iri. Tak hanya kaya raya, kehidupanku bak putri raja. Serba mewah, serba berkecukupan, apapun yang aku inginkan selalu dipenuhi-tidak, lebih tepatnya harus dipenuhi. Orang-orang yang berada disekitarku bukan orang sembarangan.

Tak hanya sampai disitu, akupun harus berada ditempat-tempat yang layak untuk putri keluarga kaya sepertiku. Segala sesuatu yang aku kenakan adalah barang kelas dunia, tak semua orang dapat memakainya. Pakaian, tas, sepatu, make-up, bahkan makananku dibuat khusus hanya untukku.

Mungkin sebagian orang yang pernah sesekali melihatku akan berkata bahwa aku menjalani operasi bedah kecantikan, karena fisikku memanglah sempurna. Tubuh semampai ditambah warna kulitku yang putih mulus akan membuat lelaki manapun tak dapat berpaling dariku. Warna rambut yang tak biasa tak cukup untuk menutupi kecantikan paras wajahku. Kuakui, aku memanglah cantik. Wajah tirus dengan pipi ranum membuatku tampak seperti boneka. Tak lupa dengan hidung mancung nan mungil menambah daftar kecantikanku. Bibir mungil yang terlihat ranum dan merona sudah aku miliki sejak lahir. Semua itu alami aku dapatkan dari kedua orang tuaku yang memang cantik dan tampan.

Sejak kecil aku sudah dibebani banyak tanggung jawab. Sebagai penerus satu-satunya keluarga Haruno, aku harus menguasai semua bidang. Sekolah, musik, teknologi, sosial, sains, semua sudah menjadi konsumsiku sejak aku belajar membaca. Setiap hari aku selalu memiliki jadwal yang padat. Bersekolah di tempat paling bergengsi dijepang tak berarti aku harus berleha-leha dalam belajar. Aku harus menjalani les dalam semua mata pelajaran. Semua itu sudah cukup membuat sebagian waktuku habis.

Namun apa kau mengerti perkataan orang tua yang menyebutkan bahwa 'tuhan maha adil.' ?

Ya itulah yang aku rasakan selama ini. Dengan segala macam rentetan kemewahan dan fasilitas yang kedua orang tuaku berikan, kupikir semua itu tak ada artinya. Sejak aku kecil, aku dibesarkan sengan selusin pelayan pribadiku. Ya. Aku jarang bahkan hampir tak pernah merasakan kehangatan keluarga yang sesungguhnya.

Pernah suatu waktu aku berkunjung kerumah temanku dan makan malam disana. Temanku bukanlah orang kaya sepertiku, keluarganya hanya mengelola toko roti. Tapi kupikir itu sangatlah menyenangkan. Kau tahu ? Aku tak pernah merasakan kehangatan saat makan malam bersama keluarga. Aku tak pernah disuapi, aku tak pernah dibacakan dongeng sebelum tidur, aku tak pernah dimandikan, aku tak pernah dijemput orang tua saat pulang sekolah, semua itu digantikan dengan pelayanku. Aku bahkan lebih nyaman dengan pelayan-pelayanku dibanding bersama orang tuaku.

Tak perlu ku beri tahu kau sudah tau mengapa, bukan ?

Mereka terlalu sibuk sampai-sampai tak ada waktu untuk mengurusku.

Cih, ini yang dinamakan bak putri raja ? Kupikir ini tak lebih dari sekedar 'kesepian'.

Oh My Boypen !

Naruto Fanfictions

Disclaimer: Naruto © Masashi Kishimoto

Pair : Uchiha Sasuke x Haruno Sakura

Rate : M (for Save)

WARNING : OOC, Typo dimana-mana, Acak-acakan, dan hal gaje lainnya

Genre : AU, Romance

Original Story by

FellyXa

Ini merupakan cerita fiksi biasa, apabila terdapat

Kesamaan Tokoh maupun Cerita itu semua murni kebetulan semata

.

.

.

.

.

.

1st Chapters

"My name is Haruno Sakura"

06.30 A.M – Haruno Mansion Tokyo, Japan

"Nona, nona bangun. Sudah pagi."

"Mhhh."

Suara bising yang mengisi ruangan mewah membangunkan sang putri dari tidurnya. Terdengar suara seorang wanita yang hendak membangunkan seseorang didalam sana. Dari balik pintu itu, seraya ia mengetuk pintu ringan agar Nonanya tak terkejut.

Tak membutuhkan waktu lama untuk membuat gadis cantik bermarga Haruno itu memperlihatkan bola mata indahnya. Mengucek ringan kelopak mata lentiknya untuk sekedar menghilangkan rasa kantuk yang masih menyelimuitnya.

"Apa perlu saya siapkan air hangat untuk mandi, Nona ?" Lanjut wanita itu.

"Tak usah, aku bisa sendiri."

Berjalan melewati barang-barang mewahnya, Sakura lebih memilih untuk mengabaikan godaan dari bantal-bantal kesayangannya. Sesungguhnya ia masih mengantuk, tapi ia harus berangkat sekolah jika tidak orangtuanya akan menghukumnya. Ah, betapa ia lelah dengan semua ini.

Bunyi keran air yang mengeluarkan isinya mengguyur tubuh mulus gadis itu, sembari mengoleskan sabun pada kulit putihnya. Ia sangat suka dengan wanginya, sangat menenangkan. Sakura memang selalu menggunakan serangkaian perawatan tubuh untuk menjaga kecantikannya. Ini bukan semata-mata untuk memikat banyak orang, ia hanya suka dengan semua ini. Itu membuatnya nyaman.

Setelah puas bermanja-manja dengan cairan bening itu, Sakura masuk kedalam bathub untuk sejenak berendam dengan wewangian aromaterapi.

"Ahhh, nyamannya..." Memejamkan matanya guna sedikit melupakan rasa bosan dengan hidupnya.

Sedikit memainkan air hangat dalam bak mandinya, termenung. Ia akan kembali menjalankan kehidupannya yang datar. Apa ia tak bersyukur ? Ada banyak gadis diluar sana yang menginginkan kehidupan sepertinya. Tapi ia tak merasa begitu, ia merasa kehidupannya terlalu datar. Semua sudah diatur. Sekolahnya, temannya, kehidupan sosialnya, semua sudah diatur. Ia tak memiliki hak untuk menghindarinya. Ia sangat lelah dengan semua ini.

Memilih untuk menyudahi kegiatan mandinya, Sakura bangun dari bathub dan membungkus tubuhnya dengan handuk. Handuk itu hanya mampu menutupi sebagian dari tubuh indahnya. Berjalan melewati batas antara kamar mandi dan ruangan kamarnya yang luas, Sakura melihat pakaian seragam telah tergeletak manis di atas ranjangnya. Menghela napas ringan saat paham siapa yang telah melakukan ini untuknya.

"Ayame, sudah kubilang kau tak perlu melakukan ini."

.

.

.

Nnnngggggg...

Suara pengering rambut yang menghiasi kamar Sakura membuat siapapun yang mendengar akan mengerti apa yang dilakukan seseorang didalamnya. Sakura mengeringkan rambutnya karena ia tak suka jika rambutnya basah.

Mengoleskan sedikit bedak tipis-tipis pada wajahnya, ia tak terlalu suka dengan makeup tebal. Lip gloss tipis yang mewarnai bibir ranumnya sudah cukup untuk menambah daftar kecantikannya hari ini. Tak perlu banyak usaha untuk membuatnya tampak mempesona, ia memanglah sudah mempesona.

Mengurai seluruh rambut panjangnya adalah gaya yang paling ia sukai. Rambutnya sudah menutupi punggungnya dan poninya sudah sepanjang setengah dari panjang rambutnya, ia berpikir dua kali untuk memotong sedikit rambutnya.

Tokk...ttokk...tok...

"Permisi Nona, sarapan sudah siap." Seru seorang pelayan pribadinya yang berada diluar kamarnya.

Tak menjawab perkataan pelayannya tadi, Sakura lebih memilih untuk menuju sumber suara.

"Aku tak lapar, Ayame. Dan kau tak perlu menyiapkan bajuku." Tepat setelah Sakura membuka pintuk kamarnya, ia langsung berkata begitu pada pelayannya.

"Tapi Sakura-sama harus makan walau sedikit, jika tidak nanti-"

"Aku akan terlambat sekolah jika aku makan sekarang, aku akan makan nanti. Dan jangan membuatkanku bekal." Sakura tak memperdulikan respon pelayannya akan dirinya, ia langsung pergi menuruni tangga.

Sesampainya Sakura di ruang tamu, Sakura langsung disambut dengan selusin pelayan-pelayan yang berjejer dirumahnya. Para pelayan pria itu memakai jas dan celana panjang serba hitam, sedangkan untuk pelayan wanitanya mereka memakai pakaian ala Maid. Semua pelayan-pelayan itu membungkukkan badannya hormat, untuk menyapa Nona mudanya.

"Selamat pagi, Sakura-sama." Para pelayan itu serentak memberi sapa pada Sakura.

"Pagi." Balas Sakura singkat. Ia kemudian berjalan diantara para pelayan-pelayan itu menuju luar rumah, dimana supir pribadinya sudah menunggu disana.

"Selamat pagi, Sakura-sama." Sapa sang supir tepat disamping mobil mewahnya sambil membungkukkan badan.

"Hm, pagi. Tomoya, hari ini aku yang akan membawa mobilnya." Jawab Sakura yang mengetahui bahwa ia akan kembali diantar oleh supir pribadinya. Bukannya ia tak dibolehkan membawa mobilnya sendiri. Persetan dengan orang tuanya yang mengetahui kegiatan Sakura jika ia membawa mobilnya tanpa supir pribadinya. Oh ayolah, ia ini bukan anak TK yang baru belajar sekolah bukan ?

"Tapi, Sakura-sama. Nanti bisa-bisa orangtua-"

"Ini mobilku, bukan ? Sudah sepantasnya aku menggunakan mobilku sendiri. Mereka tak akan pulang sampai makan malam, kau tak perlu khawatir." Balas Sakura santai.

"..."

"Kuncinya ?" Sakura mengulurkan tangannya meminta kunci mobilnya.

"Tapi, Sakura-sama-"

Tinn... ...

Belum supir pribadi Sakura menyelesaikan perkataannya, ia sudah terhenti dengan terdengarnya bunyi tlakson mobil mewah yang menuju kearah mereka. Mobil itu tepat berhenti didekat mobil Sakura. Mobil sport mewah itu berwarna merah khas pemiliknya, membuka kaca mobilnya guna menampakkan diri yang sudah tak asing lagi dimata gadis bermarga Haruno itu.

"Ohayou, Sakura."

"Sasori."Jawabnya dengan wajah datar. Sakura sudah tak terkejut lagi. Sudah sewajarnya ia datang pada saat keadaan seperti ini.

"Ohayou, Tomo-san." Sapa lagi pemuda itu pada supir pribadi Sakura.

"Ohayou gozaimasu, Sasori-sama." Balasnya sambil membungkukkan badannya.

"Ara, bertengkar lagi ?" Ujar Sasori bercanda, ia tahu apa yang telah terjadi pada sahabat kecilnya itu.

"Aku tidak sedang bertengkar, Sasori."

"Bagaimana kalau kau naik ke mobilku ? Ini sudah siang kau tahu."

"Haahhh." Sakura tak punya pilihan lagi selain menuruti pemuda manis berambut merai itu. Satu-satunya jalan tengah adalah dengan bersamanya. Karena dengan bersamanya ia setidaknya ia akan sedikit lebih bebas tanpa takut dimata-matai oleh orangtuanya.

"Itterashai." Pelayan itu kembali membungkukkan badannya.

Sakura masuk kedalam mobil mewah itu meninggalkan supir pribadinya. Duduk disamping Sasori sembari menghela napas berat.

"Hoo pagi yang berat, Sakura-sama ?"

"Berhenti memanggilku begitu, Sasori." Jawab Sakura lengkap dengan tatapan membunuh khasnya.

"Apa kau berniat membunuhku dengan tatapan itu ? Aku sedang menyetir Sakura." Walau ia sedang menyetir, itu tak membuat ia berhenti menggoda gadis cantik disampingnya. Sesekali wajahnya menengok kearah kanan tempat Sakura berada. Melihat Sakura yang sedang kesal sembari menggembungkan pipinya. Manis.

"Jangan menggembungkan pipimu seperti itu, kau tambah jelek."

"Biarin ! "

"Ahahaha, baiklah baiklah aku menyerah. Kemana tujuan kita selanjutnya, Nona ?"

Selalu seperti ini saat ia pergi bersama dengan Sasori. Sasori sangat tahu jika Sakura bosan dengan kehidupannya yang ia anggap datar ini. Sasori akan membawanya kebanyak tempat yang ia sukai untuk sekedar menghiburnya.

Sakura tak menjawab. Ia masih asyik dengan pemandangan kota pada pagi hari. Hari ini tidak terlalu ramai jadi toko-toko dipinggir jalan dapat terlihat dengan jelas.

"Sasori, berhenti !"

"Hm ?" Sasori menghentikan laju mobilnya didepan sebuah toko perhiasan. 'Tumben Sakura ingin membeli perhiasan' batinnya.

"Kita mampir kesini sebentar." Sakura langsung turun dari mobil meninggalkan Sasori yang masih berada didalam mobil. Entah apa yang ada dipikirannya, ia terlihat senang memasuki toko perhiasan tersebut.

"Haha, dia bahkan tak menungguku." Sasori berjalan menyusul Sakura yang telah lebih dahulu masuk kedalam toko itu. Sesampainya disana, ia melihat Sakura sudah berdiri didepan etalase-etalase yang berisikan pernak-pernik berkilauan.

"Sasori Sasori, lihat ! Ini manis sekali !" Sakura yang melihat Sasori sudah masuk kedalam toko, ia langsung memanggilnya dan menunjukkan sebuah perhiasan berbentuk berbagai macam buah.

"Buah ?" Sasori sedikit heran dengan bentuk perhiasan yang lebih mirip dengan, manisan ?

"Ini gantungan kunci. Lihat bahkan bisa dipakai di handphone !" Sakura terlihat sangat antusias menunjukkan pernak-pernik itu. Gantungan kunci itu dibungkus dengan sebuah kotak manis yang dihiasi manik-manik dan pita. Dalam satu kotak terdapat tiga buah gantungan kunci yang masing-masing berbentuk buah. Mereka sangat berkilauan seperti manisan.

"Aku pikir ini permen." Balas Sasori.

"Mereka lucu ya. Tolong kotak yang ini satu." Tak membutuhkan waktu yang lama bagi Sakura untuk memantapkan hatinya yang ingin membeli gantungan kunci itu.

"Baik, silahkan." Setelah mengurus pembayaran, Sakura langsung membuka kotak tersebut yang berisikan tiga buah gantungan kunci berbentuk buah ceri, apel, dan tomat.

"Manis ya. Sasori ingin yang mana ?" Sakura menyodorkan kotak tersebut pada Sasori, menyuruh ia untuk memilih mana gantungan kunci yang ia suka.

"Umm, apel ?" Sasori melihat ia tak mungkin memilih buat ceri, dan ia tak suka tomat. Apel adalah pilihan terakhir.

"Baiklah, ini untukmu. Jangan lupa dipakaikan di ponselmu ya."

"Hai hai." Sasori sebetulnya tak terlalu suka dengan gantungan kunci ini. Baginya ini bisa menurunkan tingkat kejantanannya sekitar 3%. Namun, senyum tulus Sakura membuatnya mengabaikan semua itu. Akhir-akhir ini ia sangat jarang tersenyum, melihatnya tersenyum seperti pada pagi hari ini cukup untuk membuat dirinya ikut bahagia.

Sakura memang hanya akan menunjukkan sifat aslinya pada orang-orang terdekatnya, termasuk Sasori. Bahkan, orangtuanya pun tak pernah melihatnya seperti ini. Yang orang-orang tahu Sakura adalah gadis yang cukup dingin. Padahal ia akan sangat manis jika menunjukkan sifat manjanya. Walau sangat jarang.

"Lihat lihat, aku juga memakainya di ponselku. Manis kan ?"

"Aa." Tak mampu berkata apapun, Sasori sudah puas dengan Sakuranya hari ini.

Tunggu, Sakura-nya ?

.

.

.

.

.

"Hei, turunlah. Kita bisa kesiangan." Menyuruh sakura untuk segera turun dari mobilnya dikarenakan Sakura yang tak kunjung mengalihkan pandangannya pada ponselnya. Apa ia memiliki sebuah ponsel baru ? Tidak. Perhatiannya tertuju pada gantungan yang ia beli tadi. Sepertinya ia sangat menyukainya.

"Iya, iya. Bawel sekali." Sakura menurut, ia turun dari mobil Sasori dan menunggu sang pemilik mobil merah itu untuk turun dan berjalan menuju kelasnya masing-masing.

Apa kau berpikir mereka satu kelas ? Jelas tidak, bukan ?

"Jidat, ohayou." Mendengar ada suara yang memanggil namanya, Sakura langsung menuju dimana sumber suara itu berada.

"Ah Ino, ohayou."

"Astaga Sakura, lihat aku. Apa kau salah makan pagi ini ?" Ino langung memegang tengkuk Sakura dengan kedua tangannya.

"Ino ! Apa yang kau lakukan, lepaskan !" Sakura langsung menyingkirkan tangan Ino dari wajahnya.

"Biasanya kau akan langsung balas jika aku memanggilmu jidat. Apa kau sudah di exorcist hari ini ?"

"Ino jangan membuatku takut !" Sahut Tenten yang entah sejak kapan berada disana.

"Sakura sedang bahagia hari ini." Sasori ambil bicara.

"Bahagia ? Jadi benar kau sudah di exorcist."

"Aku tidak kerasukan ! Dan berhenti mengatakan exorcist !"

"Lalu apa ?"

"Lihat !" Sakura menunkan ponselnya.

"Apa itu ? Manis sekaliii." Tenten antusias melihat sesuatu yang manis bergantungan diponsel Sakura.

"Berisik Tenten." Ino menjauhkan wajahnya dari Tenten yang berteriak didekat wajahnya.

"Aku mendapatkanya ditoko perhiasan dekat pertigaan, kau harus mendapatkannya juga Ino."

"Memang ini sangat manis." Sepertinya Ino tak se heboh Sakura saat melihat manisan itu.

"Hei bisa kita sudahi ini ? Aku lelah berdiri." Sai yang merasa diabaikan ingin segera menuju kelas karena ini sudah dekat jam masuk.

Mereka yang merasa begitu langsung berjalan menuju kelas. Diperjalanan, tak henti-hentinya pandangan murid-murid KIHS tertuju pada mereka. Mereka memang terkenal dengan pesonanya. Mereka bahkan terkenal dengan julukan 'Starish'. Cantik, tampan, pintar, kaya raya, mempesona, jago olah raga, musik, mereka adalah sekumpulan muda-mudi yang sempurna. Terutama Sakura. Disekolah ini, ia selalu mejadi primadona. Anak semata wayang keluarga Haruno yang memiliki paras sempurna. Semua memuji kehidupan sempurna Sakura. Namun, tak semua orang menyukai Sakura. Sakura yang sedikit tertutup membuat sebagian orang yang tak terlalu mengenal dirinya beranggapan bahwa Sakura orang yang angkuh. Itu membuat sebagian orang membenci dan berusaha menyakitinya. Tidak bolehnya ia mengendarai mobil adalah salah satu buktinya. Untungnya Sakura adalah gadis yang kuat. Ia tak mau bergantung dengan orang lain.

.

.

.

"Ohayou."

"Ohayouu !"

"Osu !"

"Sakura-chan ohayou !" Sapa lelaki berambut pirang dengan tiga buah goresan di masing-masing pipinya.

"Ohayou Naruto." Sakura membalas sapaan pemuda pirang itu. Naruto juga masuk salah-satu anggota 'Starish', masih ada dua orang lagi dan mereka belum menampakkan diri. Entah sejak kapan julukan itu ada, mereka tak terlalu memperdulikannya. Mereka memang sudah berteman sejak kecil.

Sakura melangkahkan kaki-kaki jenjangnya pada tempat dimana tempat duduknya berada, tanpa mengindahkan pandangan aneh orang-orang disekitarnya. Mereka hanya berpikir Sakura adalah anak manja yang tak pernah melakukan apa-apa. Memilih untuk mengabaikan orang yang ia anggap tak penting, Sakura kemudian duduk dan mengutak atik ponselnya. Hatinya saat ini sudah cukup senang mendapatkan mainan baru. Entah kapan terakhir kali ia merasa memiliki sesuatu yang baru. Karena ia menganggap apa yang ia miliki sekarang ini adalah hal yang membosankan.

"Hei, kau ini bukan anak sd yang baru tahu mainan kan ?"

"Urusai yo, Bakaino." Sakura melihat sahabat karibnya itu duduk dihadapannya. Menyilangkan kaki seksinya dan mengibaskan rambut indahnya.

"Apa itu berlian ?" Tanyanya heran sambil memandang ke arah ponsel Sakura.

"Bukan, ini hanya mainan biasa." Jawab Sakura sambil memainkan gantungan kuncinya.

"Mainan ? Tak seperti biasanya." Ino menopangkan wajahnya pada tangan kanannya, masih menghadap Sakura. Memang mungkin ini pertama kalinya Sakura memakai barang murahan, karna biasanya ia selalu memakai barang mewah. Tak jauh beda dengan dirinya.

"Lihat, mereka memiliki tiga bentuk. Apel, tomat, dan ceri." Lanjut Sakura dan menunjukkan kotak tempat gantungan itu disimpan.

"Kemana yang apel ? Kau hanya memiliki yang tomat dan ceri." Tanya Ino yang melihat dalam kotak tersebut hanya ada satu gantungan.

"Aku berikan pada Sasori." Jawab Sakura.

"Kau mau ?" Sakura menawarkan satu lagi gantungan kunci yang berbentuk buah tomat pada Ino.

"Tidak, aku tidak suka tomat."

"Ahaha, benar juga."

"Lebih baik kau simpan, ya siapa tahu saja nanti bisa kau berikan pada orang lain."

"Ini pertama kalinya aku memiliki sesuatu yang aku mau. Biasanya Okaa-sama yang memilihkannya untukku." Mengabaikan perkataan Ino, Sakura memilih untuk mengutarakan isi hatinya.

Sakura benar. Ino hanya dapat memandang tanpa arti pada sahabatnya yang sudah ia anggap lebih dari saudara itu. Ino bersama Sakura sejak mereka belum lahir kedunia. Keluarga mereka adalah rekan bisnis, sudah sepantasnya mereka bersama. Namun mereka bersahabat bukan karena itu. Mereka cocok sekian tahun memang karena mereka sama-sama memiliki kesamaan, yaitu 'kesepian'. Tapi Ino masih memiliki ibu yang perhatian padanya, setidaknya Ino tak semalang dirinya.

"Pulang sekolah nanti ada acara ? Aku mengadakan pesta kecil-kecilan untuk merayakan hari jadiku dengan Sai. Kau mau ikut ?"

"Baiklah. Akupun tak berniat pulang."

"Ahahaha dasar anak bandel."

"Terima Kasih." Mereka terlalu asyik berbincang sehingga tanpa sadar seorang guru masuk kekelas mereka. Tunggu. Sakura tak mengenal guru itu.

"Ohayou."

"Ohayou gozaimasu, sensei." Jawab beberapa murid serentak.

"Ahaha, kalian tak perlu kaku begitu. Ah ya perkenalkan, namaku Sabaku Gaara. Aku guru baru disini, ini pertama kalinya aku mengajar. Disini aku mengajar dua mata pelajaran. Bahasa dan musik. Salam kenal."

"Sensei." Lelaki yang dipanggil sensei itu mengarahkan matanya pada murid lelaki dengan coretan di pipinya yang mengangkat tangannya."

"Ya, kamu. Ada apa ?"

"Sensei berapa usiamu." Tanya lelaki itu.

"Benar juga, aku tak menyebutkan usiaku. Usiaku dua puluh tahun." Jawab pria tampan yang memiliki tato 'Ai' didahinya.

"Apa kau sudah berkeluarga ?" Tanya murid lainnya.

"Tidak."

"Apa sensei sedang single ?" Tanya gadis manis bercepol dua.

"Yup. Aku belum pernah memiliki pacar."

"HEEEEEEEE !?"

"Sensei itu mustahil."

"Berarti sensei belum pernah ciuman ?"

"Kyaaa ! Sensei masih pure !"

Dan banyak lagi celotehan yang keluar dari mulut siswa-siswi kelas itu. Mereka menyayangkan nasib sensei tampan yang belum pernah berpacaran. Ada yang dengan senang hati melamar. Ada yang menawarkan bantuan. Ada yang menawarkan nomor telepon. Ada juga yang tidak peduli.

"Hei kalian, tunjukkan rasa hormatmu pada guru kalian !" Akhirnya sang ketua kelas ambil bicara. Seketika itu suasana kelas pun menjadi hening.

"Ah terima kasih, kimi. Ku pikir karena usia kita tak terlampau jauh, kalian tak perlu terlalu segan denganku. Kita santai saja, oke ?" Lalu sensei itu melanjutkan perbincangannya sedikit sebelum memulai pelajaran. Semua siswi semangat mendengarkan penjelasannya. Siswi ? Ya, siswi.

Sensei itu terlalu senang menjelaskan karena ia merasa murid dikelas ini sangatlah pintar. Sedikit saja ia menjelaskan, semuanya langsung mengerti dan melanjutkan kemateri berikutnya. Yah sesuai dengan nama kelasnya. XI A-1, sasuga.

Semuanya berjalan dengan lancar sampai-sampai mereka tak sadar bahwa bunyi bel tanda jam istirahat telah terdengar. Dengan berat hati sensei bersurai merah itu mengakhiri pembelajarannya.

"Tak terasa waktu kita sudah habis. Aku sangat sengang berada disini."

"Aku juga sensei !"

"Tenten, bisa kau diam ?"

"Urusai Ino !"

"Hahaha, tak apa. Bagi yang ingin silahkan berkunjung keruanganku."

"Hontou desu ka !?"

"Aa, kalau begitu sampai jumpa pada jam pelajan musik." Sensei itu meninggalkan ruang kelas yang penghuninya masik sibuk membicarakan sensei bening tersebut. Mereka asyik membayangkan bagaimana manisnya sensei itu jika bersama dengan mereka yang notabene sudah berkali-kali pacaran. Anak jaman sekarang.

"Mereka itu, seperti tak pernah melihat cowok tampan saja." Ino mulai kesal dengan kelakuan teman-temannya yang menurutnya itu berlebihan.

Selesai membereskan buku-bukunya, Ino menghadap kebelakang tempat Sakura berada. Terlihat ia sedang sibuk dengan ponselnya. 'Tadi gantungannya, sekarang ponselnya', batin Ino.

"Ino, apa kau mendapat broadcast dari sekolah ini ?"

"Ha ? Maksudmu KIHSzone ?"

"Iya, coba lihat." Sakura menunjukkan layar ponsel mewahnya pada Ino.

"Hm ? NetPen ? Oh, itu. Aku tahu."

"Kau tahu ?"

"Jangan-jangan kau tidak tahu ya, Sakura ?" Ino sedikit mendekatkan wajahnya kearah Sakura.

"Tidak." Jawab Sakura sambil menjauhkan wajahnya dari wajah Ino.

"Sudah kuduga exorcist-mu tadi pagi itu berbahaya." Ino memegang dagu dengan tangan kanannya sambil berpose heran.

"Sudah kubilang aku tidak di exorcist !"

=o=0=o=0=o=0=o=0=

"Jadi, apa itu NetPen ?"

"NetPen itu adalah semacam situs yang memungkinkan penggunanya untuk berbagi apapun disana tanpa takut rahasianya dibocorkan dengan orang lain. Karena masing-masing pengguna memiliki rahasia, jadi mereka akan saling menjaga." Jelas Ino sambil menyantap makan siangnya.

"Apapun ? Maksudmu seperti barang ?" Tanya Sakura yang juga sedang menikmati sup buahnya.

"Tidak, tidak. Ini lebih seperti tempat dimana orang bisa berbagi rahasia pribadinya dengan orang lain tanpa harus merasa khawatir rahasianya terbongkar."

"Disana memiliki sistem keamanan yang tinggi. Bahkan, untuk login kesana saja harus melewati berbagai macam tes." Lanjut Ino.

"Kau tahu dari mana semua itu ?"

"Aku pernah berkali-kali mencoba masuk kesana, tapi tesku tidak lulus. Aah, tes itu sulit sekali." Ino berdecak frustasi.

"Seperti apa tesnya ?" Tanya Sakura heran.

"Tes yang menunjukkan bahwa kau itu dapat dipercaya dan layak masuk disana. Kupikir itu bukan tempat untukku."

"Coba kau masuk Sakura, siapa tahu kau akan lulus tes." Lanjut Ino yang sudah menyelesaikan makan siangnya.

"Kalau tempat itu memiliki sistem yang tinggi, untuk apa dibuat." Begitu kesan pertama Sakura saat pertama kali mendengar NetPen. Pertama kali ? Yah karena yang kedua kalinya ia sudah login-

-dan ia lulus.

"Apanya yang sulit ?" Sakura dapat masuk dengan mudahnya. Awalnya ia tak tertarik dengan hal ini. Menurutnya ini hanya akan menghabiskan waktu. Sampai ia tahu bahwa ia akan menghabiskan malam minggunya dirumah lagi. Sendirian. Karena orang tuanya memerintahkan pelayannya untuk menjemputnya-jadi ia tak bisa berpesta dengan Ino.

Ia mengunduh aplikasinya dan langsung login. Sebelum masuk ia diberi beberapa pertanyaan seperti kata Ino. Pertanyaan itu seperti 'berapa teman dekatmu', 'apa yang kau lakukan pada malam hari', dan 'apa kau menikmati hidupmu'. Pertanyaan bodoh. Dan bodohnya lagi Sakura menjawabnya dengan tepat-bukti bahwa ia dapat masuk ketempat ini dengan mudahnya.

Saat ia sudah dapat masuk ia dikejutkan dengan ribu-tidak, jutaan akun anonim yang tak satupun memiliki tanda pengenal. Disini seperti grup chat dimana orang-orang dapat dengan bebas membuka obrolan tanpa takut akan keamanannya. Jika tertarik pengguna lain dapat masuk dalam obrolan itu yang pesannya akan diketahui oleh semua anggota yang masuk dalam obrolan itu. Jika merasa tidak cukup dengan obrolan bersama, pengguna yang tertarik bisa mengajak sang pemilik obrolan tadi untuk melakukan private messenger, dimana hanya ia dan pengguna itu yang dapat mengetahui perbincangannya. Disini juga banyak berita-berita yang tersebar luas diberanda luar tentang pada selebritis dan berita tersebut tak ada dimedia massa. Tak hanya selebritis, bahkan teman sekelas mereka yang tak ada disini pun ikut menjadi sorotan. Sepertinya tempat ini memang 'gudangnya' rahasia.

Sakura yang merasa masih jadi pengguna baru belum memiliki kenalan, berniat membuka obrolan walau hanya sekedar bertegur sapa. Tunggu, sebaiknya apa penname yang cocok untuknya ? Ia bahkan mengabaikan hal penting seperti itu. Masih bingung dengan nama yang harus ia pilih diakun NetPennya, Sakura mencari-cari apa nama yang akan ia gunakan.

"Namaku Sakura. Apa 'Hana' saja ? Ah tidak, itu terlalu mencolok. 'Spring' ? Itu juga terlalu mencolok. Ah ayolah Sakura berpikir." Disaat Sakura sedang sibuk dengan pilihannya, ia mengguling-gulingkan tubuhnya yang berada diatas ranjang king size pink senada dengan kamarnya karena sedang bingung. Kemudian tanpa sengaja kepalanya terbentur dengan benda kecil yang menggantung diponselnya.

"Aww, sakiit. Ceri ini-eh, ceri ?" Perkataannya terhenti, sebaliknya matanya tertuju pada benda yang tadi melukainya.

"Benar, ceri !" Sakura yang akhirnya menemukan nama yang tepat untuknya. Membalikkan tubuhnya yang tadinya terlentang menjadi tengkurap, Sakura kemudian melakukan gerakan pada ponsel tipisnya.

"Cherry."

Cherry : Selamat malam, perkenalkan aku Cherry. Aku pengguna baru, salam kenal !

Send

Menunggu seorang pengguna lain menanggapi obrolannya, Sakura berniat untuk mandi dan bersiap untuk makan malam. Saat Sakura hendak menuju kamar mandi, tiba-tiba ponselnya berdering. Tanda pesan masuk.

Mengurungkan niatnya yang ingin pergi kekamar mandi, Sakura menghidupkan layar ponselnya untuk mengetahui siapa yang mengiriminya pesan malam-malam begini.

NetPen

Tomato : I'd like you to invite chat in private messenger

Tunggu, NetPen ? Secepat ini ?

"Aku tak menyangka ada yang langsung mengajakku pm." Antara senang dan heran, mungkin ia belum terbiasa.

Confirm

Sakura menekan tombol setuju yang mengizinkan pengguna itu untuk berinteraksi dengan Sakura lebih jauh. Membaca kembali pesannya, Tomat ? Nama yang aneh.

Karena balasan dari pengguna itu lumayan lama, Sakura ingin cepat-cepat mandi dan berharap saat ia telah selesai mandi balasan dari pengguna itu akan tiba. Entah mengapa ia tertarik dengan hal ini. Sakura yang kesepian sangat mudah tertarik dengan hal baru yang ia anggap menyenangkan, mungkin ini akan sedikit menghiburnya saat ia kesepian. Lagipula nama pengguna itu aneh, tomat. Seperti tidak ada nama lain saja. Sakura juga merasa tak asing dengan nama itu, seperti sudah dekat dengannya.

"Tomato-san ? Hen na namae."

.

.

.

~To Be Continued~


A / N

Halo ketemu lagi dengan saya author yang mengabaikan fic lama tapi malah post fic baru xDa
Gimana ya, saya ga bisa nahan lama-lama gejolak ide yang bercucuran dikepala saya :v
Ini jujur nulisnya maksa banget, jadi maaf kalo gaje, typo mubal, dan ga memuaskan. Soalnya saya buatnya pas saya lagi di perpus daerah, niat hati dari rumah buat ngerjain tugas sampe sana stres gegara numpuknya tugas, dan berakhir di fic ini :v *gamaksudya
Okdh, buat kamu-kamu yang udah baca tulisan saya kemaren, silahkan coba yang ini. Lumayan buat nunggu yang ono, kan bisa jadi cadangan :v

Saya tunggu tanggapan kalian, mau itu komenan, curcol, curhat, minta update kilat, flame juga boleh terserah deh yang penting saya minta ripiunya :v *maksabanget

Mau fic ini lanjut ? Ya mohon kerjasamanya :v

Sampai jumpa lagi kapan-kapan :v

Sign, Fellycia Azzahra