Disclaimer: I do not own Hetalia Axis Powers, it's belong to Hidekaz Himaruya-sensei

Warning :Out of Character a.k.a OOC, AU a.k.a Alternative Universe and Full OC

A/N :Fic pertama saya di fandom Hetalia. Don't like don't read. Happy reading! =)

~~~Chapter I : When I First Met You~~~

Indonesia membolak-balik majalah remaja terkenal ibu kota langganannya, dan sesekali ia tersenyum-senyum sarap(?) melihat artikel fashion yang terpampang di rubrik fashion dan mix and match baju, yang merupakan rubrik favoritnya. Baru saja ia hendak mengambil syal wol-nya dari lemari untuk memadukannya dengan blus kesukaannya pintu kamarnya diketuk dari luar.

Seraya menggerutu Indoensia melempar syal-nya ke atas ranjangnya kemudian melangkah terseret untuk membukakan pintu bagi si tamu tak diundang. Indonesia terus menggerutu hingga dia melihat bahwa yang mengetuk pintunya adalah ibunya. Oh well, bukan kejutan besar—hal besar—karena itu sudah jadi rutinitas bundanya tapi tiba-tiba kedua orangtuanya berdiri di luar kamarnya. Mereka tersenyum lebar pada puteri mereka yang menatap mereka dengan tatapan kok-bisa-ayah-ama-bunda-ada-disana?

"Nesia," sang Bunda tersenyum lagi, menarik lengannya lembut agar ia keluar dari kamar. "Begini, kami—err... kami ada perlu denganmu."

"Perlu apaan?" sahutan Indonesia seperti biasa nyolot dan jutek, bahkan pada kedua orang tuanya sendiri. Oh bukannya jutek durhaka, itu emang dasar sifatnya aja yang cablak.

"Yah, kamu makanya ikut kami dulu untuk turun ke ruang tamu, "sang Ayah ikut angkat bicara. "Ada seseorang yang ingin kami kenalkan padamu."

Insting Indonesia yang hafal betul tindak-tanduk orangtuanya langsung membunyikan alarm. Dipikiran Nesia saat ini: Ohmaygat, gak bisa, gue gak mau. Bahaya, muka mereka—ohmaygat gue rasa mereka ada maunya. Ini gak bisa, gak biasa banget hari libur ada yang nyariin gue, apalagi ngelibatin Ayah-Bunda. Aduuh, gue sakit peruuut(?)

"Pe-penting ya? "Indonesia berkata lemah.

"Penting nggak penting, yang penting ya penting buangeeeet, "si Ayah mencoba melontarkan guyonan yang membuat ekspresi Nesia jadi jayus-banget-lo itu. "Bah, oke, ini penting. Ayo, cepet kamu ganti baju yang rapi terus kamu turun ke bawah. Kami tunggu lima menit kau harus sudah ada di ruang tamu."

Indonesia cengo secengo-cengonya dan seraya menyentakkan kakinya dengan gemas, ia kembali masuk ke kamar. Ia memakai kaus yang sengaja ia pilih paling rombeng dan celana pendek belel, ia bertekad, siapapun tamu untuknya itu, sekalipun Pak Presiden SBY dia bakal memberi kesan terjelek saat pandangan pertama. Apapun yang terjadi. Bahkan tidak sampai lima menit ia sudah berlari menuruni tangga seraya menyentak-nyentakkan kakinya yang beralaskan sandal jepit Swallow kepunyaan pembantu rumahnya. Gerutuannya terus aja menggema ke seisi rumah. Dan begonya si Nesia tidak berpegangan saat berlari menuruni tangga dan hampir aja jatuh terjengkang jika ia terlambat berpegangan pada sesuatu.

Oke, setidaknya ia sudah selamat dari pantat ngilu. Tapi..tapi tunggu dulu! Dia memang jatuh ke lantai dan pantatnya tidak ngilu, tapi kenapa justru yang menjadi alas tempat ia terjatuh dalam posisi duduk kayaknya... empuk gimana gitu. Ia menengok ke bawah dan demi jenggot Zeus seorang cowok-lah yang menjadi jaring penahannya saat jatuh tadi. Oke, baca: yang menjadi penadahnya saat ia terpeleset jatuh.

"O-em-ji, maaf, maaf. Aduuh, "Nesia segera bangkit berdiri dan membantu cowok itu untuk menegakkan tubuhnya dan Nesia yakin banget kalo itu cowok pasti salah satu rusuknya patah. Indonesia meskipun kurus nggak bisa dibilang enteng juga. Pikirnya Nesia: gue yakin pasti tadi mantaf banget, pasti mantaf! Nah, sekarang masalahnya, dia bakal ngamuk apa kagak nih?

"Nggak apa-apa kan? Nggak sakit kan? "Nesia berkata khawatir sambil berusaha merapikan hoodie si cowok, yang sumfah jangkung pisan. Dia harus berjinjit-jinjit dan saat mendongak menatap wajah si cowok... jiaaaaahhh berasa kayak di sinetron.

Kalau ini di komik-komik atau anime pasti bakal ada bunga-bunga melayang. Dan kalau ini ada di sinetron pasti backsound-nya lagu-lagu Lovey Dovey gitu. Cowok itu... cowok itu kok ganteng banget ya? Dengan polosnya Nesia cengo dengan mulut mangap dan muncul kata-kata dipikirannya: K-kok ini cowok ganteng banget nyak? Dikasih makan apa gituh ampe ganteng begini? Tunggu! Di-dia bukan sebangsa ama gue. Ta-tapi guanteng kyaaaaaaaa~

"Ka-kamu nggak apa-apa, kan?"

Tiba-tiba si cowok nyerocos macam senapan tempur dalam bahasa yang sama sekali tidak dimengerti oleh Indonesia. Telunjuknya di arahkan pada cewek rebel tersebut dan tatapannya jelas jengkel tapi Nesia yang udah keburu cengo dijejelin ama kata-kata bahasa asing yang sama sekali tidak familier membuat dia makin bingung. Dan saat si cowok bishie itu selesai menuntaskan kekesalannya, Nesia dengan sangat innocent-nya bertanya, "Siapa kau? Ngapain ada di rumahku? Mau nyolong ya? Ish, cakep-cakep maling, malu ama tampang!"

Indonesia mengira bahwa si bishie sama sekali tidak mengerti ucapannya sampai si cowok menempeleng kepala Nesia dan menyahutinya. "Aku? Maling? Aku ini tamu. TAMU disini. Kamu yang siapa? Pembantu?" tapi jelas aksen bicaranya memperkuat bahwa ia tidak termasuk keturunan bangsa Indonesia.

Karena tidak mampu menyahuti lagi ucapan cowok bishie itu, dan juga karena saking emosinya, Indonesia mengangkat kakinya kemudian menghantamkannya ke tungkai cowok itu hingga ia berteriak kesakitan dan melompat-lompat sambil menyumpah dalam bahasa... Belanda?

Nesia mengumandangkan tawa iblisnya(?) sambil berkacak pinggang. "Nyahahahahahahaha, mantaf kan tuh, sukurin, macem-macem sih situ ama ane." (A/N: Indonesia memakai banyak kata serapan dan bahasa karena memang Indonesia mempunyai banyak bahasa di daerahnya).

Ditengah kesakitannya si cowok meraih wajah Nesia dan mencengkeramnya. "Hei, jangan dikira saya takut untuk melawan perempuan. Kamu kira saya segan untuk tak membalas?"

GLEK! Mendengar itu Nesia hanya bisa mengeluarkan tatapan Wah, mamfus deh. Demi mencari aman, ia menutup mulut.

Kemudian si cowok bishie melangkah dengan sedikit terpincang-pincang menuju ruang tamu. Ugh, Nesia yakin tendangannya tadi ke tulang kiri orang itu cukup keras dan mantap. Pasti sakit, Nesia meringis. Setidaknya dia tidak membalasnya. Indonesia mengikuti langkah si bishie dengan lunglai sampa akhirnya satu pikiran menghampirinya dan ia membeku di tempatnya.

"Demi pampers Eros!" ia mulai menggerutu.

Ayah Indonesia yang melihat cowok bishie itu duduk di sofa di sebelahnya dan putrinya yang tertahan berdiri saja sedari tadi dekat lemari bufet akhirnya buka mulut. "Ada apa, Indonesia? Oh, kurasa kalian sudah saling bertemu ya? Sudah berkenalan? Kami tadi mendengar suara ribut, apa yang terjadi?"

"Si-siapa pria tersebut, Ayah?"

"Lho, kamu belum tahu? Kok masih bertanya? Coba deh kamu ke sini dan Ayah akan memperkenalkannya padamu. Ayo, sini, Nesia, jangan malu-malu begitu. "

Indonesia memilih tempat kosong di samping kiri ayahnya agar tak perlu berdekatan secara langsung dengan si bishie. Gue malu-malu ? Ama cowok ini ? Demi lipstik Aphrodite, ngerasa bahagia aja kagak, malu-malu ama dia cuma karena dia malu-maluin. Cepatlah selesai, ayo ayooo ,doanya dalam hati.

"Oke pertama, Ayah cuma mau bilang kalau—"

Indonesia menginterupsi ucapan sang Ayah dengan mengangkat tangannya dengan sopan dan menjulurkan wajah ke depan. "Err… bisa langsung ke topik pembicaraan saja, Ayah? Kumohon?"

Beliau berusaha mengerahkan kesabarannya bagi puterinya yang manja ini, memutar bola matanya kemudian melanjutkan, "Baiklah, Indonesia aku hendak memperkenalkan engkau pada Netherland. Kau—kau bisa memanggilnya Holland jika kau mau. Dan… eh…. "

"Ayah, topik pembicaraannya? Topik utamanya..?" dengan tidak sabar Indonesia merongrong sang Ayah dan ia muak untuk melihat wajah si bishie yang kadang suka mencuri pandang ke arahnya.

"Dengarkan aku baik-baik, Nesia, kau harus mendengarnya baik-baik. Dan jangan memotong ucapan Ayah jika belum selesai juga—"

"Ayah, jika Ayah tidak mengulur pembicaraan maka aku takkan mengeluh. Aku janji!"

"Oke. Netherlands ini datang jauh-jauh dari Holland (sama aja ya? -_-") kemari karena dia adalah lelaki yang akan dijodohkan denganmu. Dia adalah calon tunanganmu, Nesia."

"Oke, " Nesia mengedip-ngedipkan kelopak matanya tanda dia mulai shock dan bingung. "Boleh aku bicara?" ketika sang Ayah mengangguk, ia merepet keras-keras macam ban mobil. "Demi arang Hestia! Ayah belum pernah memberitahukan hal ini padaku—oh mungkin saja pernah dan aku sama sekali lupa. Tapi—tapi kenapa harus dia?" Indonesia mengacungkan telunjuknya ke arah Netherland tajam. "Oh, Ayah, Demi celana Apollo yang trendi! Kenapa—kenapa harus dia? Seharusnya Ayah memberitahuku jauh-jauh hari—oh tidak, seharusnya Ayah memberitahuku dari dulu!"

"Nesia—"

"Jahat banget, pemaksaan, kejam! Dan DEMI RENCONGNYA POSEIDON KENAPA NETHERLANDS HAH?"

"Cukup, Nesia, cukup—"

"Ohmaygat, pampers Eros, lipstik Aphrodite, sepatu Nike!"

"CUKUP, NESIA!"

Dan dengan amat sangat sopannya dan mungkin saja demi menarik perhatian orang tua Indonesia (itu dimata Nesia) Holland mengambil alih pembicaraan dengan sedikit mengajaknya bicara. Pemilihan katanya yang baik dan sopan juga tutur katanya yang lembut pasti akan membuat siapa saja melupakan sifatnya yang tadi kasar pada Nesia. Bahkan Indonesia hampir saja melupakan hal itu. Ia mendengarkan dengan seksama sambil mengangguk-angguk sok ngerti dan tisu di tangan kanan untuk menghapus air mata yang dengan deras mengalir yang hanya oleh Indonesia, Tuhan dan seisi Olympus saja yang tahu apakah itu air mata asli atau sekadar trik untuk mencuri hati orang tuanya.

"Yah, kau mengerti kan, sejak kecil—sejak kau baru lahir—kita di.. err.. maksudku ditetapkan untuk berjodoh. Bukan berarti ini juga mauku ," ia menekankan kata terakhir itu dan melanjutkan. "Jadi ini juga terserah padamu, Nesia. Kita—kita bisa menjalin kerja sama, kau tahu. Oh ya, kau bisa memikirkannya lagi, semuanya terserah padamu."

"Akunya nggak mau tuh, gimana dong?" dengan sarkastik dan nyolot dia menyahut pasti. "Aku nggak mau ama cowok macem dia, Ayah, Bunda. Ngertiin aku dong!"

"Mungkin kita bisa bicara berdua untuk mendiskusikannya?" saran Holland ringan.

"Diskusi? Wong aku nggak mau ama kamu, apa yang harus diomongin lagi? Ge-er ah kalo kamu pikir aku mau ama kamu. Pokonya. Aku. Nggak. Mau. Dijodohin. Ama. Netherlands. Atau. Holland. Atau. Siapapun. Kau."

"Indonesia!" Bundanya memberi tatapan peringatan dan jika Bundanya sudah angkat bicara seperti ini, berarti posisinya sudah terjepit. Ini nggak adil, tiga lawan satu. Dia dikeroyok! Oh oke, ini namanya sudah direncanakan sehingga ia tak bisa menyiapkan argumen yang praktis bisa memenangkannya dalam debat keroyokan ini. Biasanya Bunda-nya akan selalu membelanya dan ia akan selalu menurut apa kata Bunda tapi jika sudah begini maka ia akan bertahan sendiri.

Say no to Netherlands or whatever his name!

Bundanya menarik tangan Nesia untuk keluar dari ruang tamu menuju taman belakang rumah sederhana mereka, oh rupanya sekarang ibunya yang hendak ambil tindakan untuk membujuknya jika ayahnya sudah tak mampu lagi mengatasi sikap keras kepala Indonesia.

Well, baru saja bundanya mengutarakan maksudnya Indonesia sudah menebalkan telinganya dan bersenandung sumbang dengan ber-lalalalalalala~ ria yang sama sekali tak merdu namun berguna menahan ucapan bundanya yang sedari tadi bercuap-cuap ria. Ibunya yang sudah putus asa menghadapi sikap penolakan Nesia akhirnya meninggalkannya dan berkata bahwa ia akan mengucapkan sampai jumpa pada tamu tampan mereka yang belum tentu datang seumur hidup sekali ke rumah mereka.

"Cih, di pikir aku mau ama cowok bishie macam Netherlands? Mimpi kali ye dapetin cewek secantik aku ini. Emang nggak banyak sih ada cewek kayak aku, tapi kayaknya nggak usah ngejar-ngejar ampe segitunya deh. Dipikir aku mau ama si bishie itu…. Wait! Bishie?"

Indonesia baru menyadari gumamannya itu, tapi kemudian tak mau ambil pusing. Lagipula pasti Netherlands sudah pulang dan takkan datang lagi untuk mengganggunya.

"Indonesia."

"Gyaaaa~ Ayammm ayam!" dengan latahnya yang kelewatan parah, Nesia terlonjak mendengar suara bisikan tepat di telinganya. Ia memerah malu saat melihat Netherland berdiri tepat di sampingnya, sedikit menunduk agar bisa berbisik tepat di telinganya. "Ka-kamu, ohmaygat… issshhh demi pispot—"

"Oh baiklah, jangan membawa barang-barang dewa-dewimu, Nesia. "Netherlands tertawa kecil melihat tingkah polah Indonesia yang mungkin saja amat sangat lucu di matanya. "Aku kemari, yah jujur saja untuk bicara secara langsung padamu. Kau tahu, tentang… perjodohan kita."

"Nyeh, kayak aku mau dengar saja. Ya sudah, lanjutkan. " Indonesia melipat tangannya di dada dan membuang tatapannya jauh-jauh, menolak untuk menatap secara langsung sepasang mata hijau yang terus memandanginya.

"Sejak kau kecil, orangtuaku—orangtuamu juga—sudah membuat kesepakatan untuk menjodohkan kita. Mereka pikir kita mungkin bisa saling bekerja sama untuk membangun negaramu, Indonesia. Lagipula, aku yakin jika kita bersatu—oke, kau ngerti maksudku kan? Kita bisa membuat negerimu jadi lebih baik. Kita akan membagi kekuasaan menjadi dua, mengurus negerimu bersama. Well, saling bahu-membahu maksudku."

"Tidak membuatku tergoda. Trims" oh oke, gue mulai termakan omongan si Netherlands, oh Zeus tolong aku!

"Tidak ada salahnya untuk mencoba, bukan? Mari kita awali dengan kerja sama. Dan, apa kau tidak tahu, kita sudah menjalin kerja sama sejak lama dan semuanya semakin berjalan baik, bukan? Mengapa kita tidak melanjutkannya untuk menjadi lebih baik lagi?"

Tidak, tidak. HELP! Charming banget, kenapa gue lemah ama sosok bishie ini? CIH! DEMI GAUN HERA APA YANG HARUS GUE LAKUIN? Omongan Netherlands bukan cuma manis, tapi bagaimana jika ada benarnya?

"Menurutmu begitu?" tanya Indonesia, mencoba menyembunyikan nada keraguan dalam suaranya.

"Yeah, kurasa kita harus mencoba."

Indonesia melirik sepasang mata hijau cemerlang itu dan ia segera menyesal, panah Eros menancap di kedua matanya *salah* menancap padanya. Ia suka sekali dengan warna mata Netherlands. Belum, belum, ia tidak termakan dan terpesona begitu saja. Hanya saja ia menyukai warna matanya itu.

"Maksudmu mencoba dengan langsung kawin—maksudku, menikah? Begitukah? Oh yang benar saja, Zeus..." ia mulai berdecak dan menggeleng jengkel.

"Tidak harus, kita bisa melanjutkannya dalam tahap pertunangan. Mudah, bukan?"

"Yeeee.. itu mudah bagi kau, tidak untukku. Kamu tidak menanggung malu sama sekali kan? Aku, Indonesia, harus bertunangan di usia 16 tahun? Ha to the ha, silahkan cium pampers Eros!"

"Kau lucu sekali, aku menyukainya. "Lagi-lagi Holland tertawa seakan itu adalah lelucon, ia mengangkat telapak tangannya yang lebar untuk mengacak-acak rambut Nesia yang panjang dan terikat rapi dalam kepangan di satu sisi bahunya. "Yeah, kenapa harus malu? Kau dan aku, kau tidak sendiri kan?"

Cih, tadi dia tidak sebaik dan semanis ini saat aku menendang kakinya. Ada apa dengan dia? Kena timpuk batu gitu? Aku tidak yakin dengan dia, tapi... kurasa dia ada benarnya. Apa ucapannya bisa kupercaya?

"Maksudku, aku malu dengan teman-temanku. Mereka masih bersekolah, begitu juga aku, tapi aku malah—secara tiba-tiba seperti ini—oh bukan, amat sangat kelewat tiba-tiba, telah mendapat calon tunangan—"

"Calon suami, lebih tepatnya." Koreksi Netherlands cepat.

"Hei! Demi Tartarus, aku tak mau menikah muda. Itupun tidak dengan kau. Tidak, terima kasih."

"Jadi bagaimana dengan acara pertunangan kita? Bukankah tadi kau sudah menyetujuinya?"

Indonesia menyangkal dengan sedikit gelagapan, ia memilin-milin ujung kepangan rambutnya tanda gugup. "Aku tidak bilang bahwa aku setuju. Aku hanya bilang bahwa... bahwa kita bisa mencobanya."

"Itu kalimat lain dari 'ya' menurutku."

Indonesia memutar kedua matanya dengan jengkel. "Terserah kaulah mau ngomong apa."

Netherlands mengangkat lengannya dengan canggung kemudian mengalungkannya di bahu kecil Nesia untuk satu detik Indonesia hendak menolak namun sebelum ia bicara toh cowok bishie itu sudah melepaskan rangkulannya. "Menurutmu, kapan kita akan melangsungkan acara?"

"Ha to the ha, " Nesia tertawa hambar, bahkan tak niat. "Lucu deh, kau tanya aku maka aku akan meminta tenggang waktu selama mungkin."

"Bagaimana jika besok? Orangtuamu sudah setuju untuk melangsungkan acara besok jika kau sudah berkata 'ya'. Menurutmu bagimana dengan ide itu? Oh ya kurasa besok..."

"Demi Tuhan, ohmaygat, "bisikan ngeri itu hanya Nesia yang bisa mendengarnya. "Demi celana Zeus, demi bedak Aphrodite, demi botol susu Eros, demi blus keren Apollo, dan—dan oh demi kuburan Kronos di Tartarus, oh Tuhan..."

"... Indonesia, kau ingin memakai gaun apa di acara kita? Eh? Nesia..?" Netherlands menoleh ke belakang dan melihat gadis itu sudah tepar duluan di atas rerumputan saking shock-nya mendengar ucapan Netherland. Oh ya, benar dia pingsan saking terkejutnya.

Netherlands bahkan tersenyum kecut melihatnya.

xxxxxxXxxxxxx

A/N: Saya nggak bakal banyak omong di sini. Cuma mau minta maap kalo bahasanya Indo-tan si chara OOC itu campur aduk, kan para readers tahu sendiri kalo bahasa serapan ke bahasa Indonesia banyak banget jadi ya mohon dimaklumi kurangnya.

Reviews are appreciated, semakin banyak review yang mengalir semakin cepat chapter selanjutnya di-post.

Atau… review yang mandek justru makin memperlambat kisah abal ini untuk update. Thanks for reading =)