Truth of My Destiny

.

.

Disclaimer : Gakuen Alice © Tachibana Higuchi

Truth of My Destiny © Sunny Narcieq February

Fict ini juga sekuel dari cerita New World

...

MIKAN SAKURA and NATSUME HYUUGA

Sebuah hamparan rumput hijau nan luas, bunga-bunga bermekaran dengan indahnya, dan rumah mungil yang bercerobong. Di sana, di langit biru dan hamparan rumput yang indah, ada dua anak kecil berlari kejar-kejaran. Yang satu adalah seorang anak perempuan berusia 5 tahun, berambut panjang cokelat keemasan sambil memegang boneka Beruang berbulu cokelat. Dan yang satunya lagi, adalah seorang anak laki-laki berusia sama dengan anak perempuan tersebut. Dia memiliki rambut hitam.

"Kejar aku, Natsume!" seru anak perempuan tersebut masih terus berlari.

Nama anak laki-laki tersebut namanya Natsume. Natsume terus berlari mengejar anak perempuan berambut cokelat keemasan tersebut. Saat mencapainya, Natsume mengulurkan tangannya untuk mengambil bajunya. Anak perempuan tersebut kaget karena Natsume sudah menarik bajunya.

Mereka pun akhirnya jatuh bersama-sama di hamparan rumput yang luas.

"Aku mendapatkanmu, Mikan," balas Natsume terengah-engah. Dia merubah posisinya dari wajahnya mencapai rumput yang harum ke wajah melihat hamparan langit biru yang luas.

Sekarang posisi mereka, kepala mereka berhadapan dan kaki mereka berdua berbeda-beda posisi. Mikan lalu menatap Natsume.

"Sungguh mengasyikkan, ya, Natsume."

"Hn."

"Aku merasakannya saat kamu menyentuhku."

Natsume menatap Mikan. Mata mereka bertemu. Sang bola mata merah dan bola mata cokelat madu.

Natsume tidak mengucapkan apa-apa. Apa yang dilihat oleh Mikan, pasti adalah masa depan.

"Aku bisa melihat di mana perang di antara kita. Di mana kita akan bertarung satu sama lain. Di antara kita juga akan menghilang dari dunia ini."

"..."

"Aku merasakannya saat aku tertidur. Dan di saat kamu menyentuhku." Mikan menatap Natsume lekat-lekat, "kamu tahu Natsume, sepertinya kamu akan menjadi Raja yang hebat. Mengingat aku adalah musuhmu. Pasti kamu akan menjadi keren. Aku merasakannya saat kamu memakai mahkota besar dan penuh kebijaksanaan memerintah rakyatmu."

"..." Natsume tidak bicara apa-apa lagi. Dia memalingkan wajahnya ke arah lain, tidak mau menatap Mikan.

"Mungkin kebenaran di takdirku akan berlanjut terus sampai dewasa. Dan sampai aku mati."

Natsume menutup matanya dan tidak mau mendengar kata 'mati' lagi di mulut Mikan. Saat Mikan mau bicara lagi, suara seseorang menyadarkan mereka.

"Mikan! Natsume! Ayo, makan!" teriak dari kejauhan seorang wanita berambut hitam melambaikan tangannya ke atas untuk memanggil mereka berdua.

Mikan bangun dan duduk kemudian berdiri. Dia menghapus semua kotoran dan debu di bajunya, lalu mengambil boneka beruang tersebut di atas rumput hijau. Mikan mendekat ke Natsume, dan mengulurkan tangannya untuk membantunya berdiri.

"Ayo, Natsume, kita pulang ke rumah."

Natsume menatap uluran tangan Mikan dan menepisnya. Natsume beranjak dari tidurnya dan berdiri. Dia melewati Mikan, cuek.

Mikan tersenyum kecut. Dia tahu apa yang Natsume pikirkan. Natsume tidak mau kalau kebersamaan mereka menghilang. Tapi, itulah kebenaran dari takdir mereka berdua. Tidak ada yang bisa menghancurkannya.

Mikan melihat Natsume berjalan pulang ke rumah sambil mengantongi kedua tangannya ke saku celananya. Mikan mengejarnya, tapi berhenti lagi dan menatap langit biru yang luas.

"Jika bisa, aku ingin sekali melindungimu dari keegoisanku, Natsume. Karena aku menyukaimu. Bukan karena kita adalah teman sejak kecil, tetapi sebagai seorang perempuan menyukai laki-laki yang dicintainya. Aku berharap, apabila kedua mataku dan diriku yang satu lagi bangun, aku masih bisa melindungimu darinya."

Mikan menutup mata. Ingin sekali dia menangis, tapi air matanya tidak mau keluar. Dia memeluk erat boneka Beruangnya dan menundukkan wajahnya sehingga matanya ditutup oleh poninya berwarna cokelat keemasan, "jika waktunya tiba, aku akan menyerahkan hidupku untuk Natsume."

"Hoi, Idiot!"

Mikan membuka matanya dan melihat Natsume memanggilnya. Mikan tersenyum dan berlari ke Natsume sekencang-kencangnya. Mikan memeluk Natsume erat.

Natsume menatap Mikan keheranan. Natsume ingin mengatakan sesuatu, tapi semua tidak dilakukannya karena Mikan memeluknya erat. Natsume pun menyerah dan balas memeluknya juga. Dia mengelus rambut Mikan yang halus dan berbisik.

"Tidak apa-apa, Mikan. Karena aku akan melindungimu."

Mikan terkejut. Dan melepaskan pelukannya, Mikan terharu dan tersenyum lebar membuat Natsume tersenyum juga. Mikan melihat senyuman Natsume, berkata dengan gembiranya ke arah seorang wanita berambut hitam.

"Kaoru-san, Natsume tersenyum!"

Wanita berambut hitam bernama Kaoru tersebut tersenyum melihat kelucuan Mikan. Dia mengelus-ngelus rambut Mikan. Lalu, dia menatap ke Natsume dan berjalan ke arahnya untuk mengelus rambut hitam Natsume.

Kaoru menatap ke Mikan lalu ke Natsume, "lebih baik kalian masuk, nenek sudah memasak sesuatu untuk kalian."

"Asyik!"

"Hn."

Mikan mengambil tangan Natsume dan masuk ke dalam rumah mungil disusul oleh Kaoru. Mereka bertiga melihat nenek mereka yang sudah tua, meletakkan makanan yang selesai di masak ke meja makan. Mikan berlari ke nenek tersebut bernama Yumiko.

"Nenek Yumiko!"

Yumiko melihat cucu-cucunya sudah pulang. Mikan memeluk Yumiko. Yumiko membalas pelukannya. Yumiko melihat Natsume, dia tersenyum, lalu mengulurkan satu tangannya ke Natsume menyuruhnya untuk datang kepadanya. Natsume menurut dan juga memeluk Yumiko dengan penuh kasih sayang.

Setelah itu, Yumiko melepaskan pelukan cucu-cucunya dan berdiri. "Ayo, kita makan. Takutnya nanti makanannya dingin. Nenek membuat makanan kesukaan kalian, lho."

"Wahh! Asyiknya!" Mikan berlari ke kursi meja makan diikuti Natsume yang juga senang, tapi hanya dalam hati.

Yumiko melihat cucu-cucunya dan ikut ke kursi makan dibantu oleh Kaoru.

Mereka semua makan bersama-sama. Setelah selesai makan, Mikan dan Natsume membantu Yumiko dan Kaoru membersihkan meja makan. Setelah itu, mereka berdua masuk ke kamar. Di dalamnya, ada dua buah tempat tidur untuk Mikan dan Natsume. Mikan di sebelah kiri, Natsume di sebelah kanan.

Mikan tertidur dengan sebuah lagu pengantar tidur dari Kaoru. Natsume yang tidak tidur menatap Kaoru yang ternyata adalah ibunya.

"Ibu...?"

Kaoru melihat anaknya memanggilnya, menatapnya. Sebelum dia menjawabnya, Kaoru merapikan selimut Mikan yang berantakan dan mencium dahi Mikan. Selesai dengan itu, Kaoru berdiri dan berjalan ke tempat tidur Natsume. Dia duduk di tepi tempat tidur.

"Ada apa, Natsume?"

"Mikan..."

"Ada apa dengan Mikan, Natsume?"

"Kapan dia akan pergi?"

"Maksudmu apa, sayangku?"

"Kapan dia akan meninggalkan aku?"

Kaoru tahu apa maksud Natsume. Maksudnya adalah kapan Mikan dan Natsume akan mendapatkan kebenaran dari takdir mereka? Kapan mereka akan saling bertarung? Itu semua bermula saat Mikan bisa melihat masa depan. Di mana mereka berdua bertarung habis-habisan.

"Hanya waktu yang bisa menjelaskan semuanya, Natsume." Kaoru memegang tangan mungil Natsume. Natsume menundukkan wajahnya ditutupi oleh poninya yang panjang.

"Kapan kamu tahu kalau dia adalah Putri Kegelapan?"

Kaoru terkejut. Dia mengeratkan pegangan tangannya, "darimana kamu tahu hal itu, Natsume?"

Natsume masih menundukkan wajahnya, "saat Ibu dan Nenek berbicara kemarin tentang kalung yang dikenakan Mikan."

"Kamu mendengar semuanya?"

Natsume mengangguk sekali.

Kaoru melepaskan pegangan tangannya ke Natsume. Kaoru mengangkat tangannya untuk menutup mulutnya. Dia menangis menundukkan wajahnya. Natsume mengangkat kepalanya dan memeluk ibunya.

"Ibu..."

"Maafkan aku, Natsume... Aku tidak menyangka kamu akan mengetahui hal ini..."

"Ibu..."

Kaoru melepaskan pelukan Natsume dan menghapus air mata di pelupuk mata merahnya. Kaoru menatap ke Natsume dan menjelaskan kejadian padanya.

"Aku akan menceritakan kisah di mana aku bertemu Mikan." Natsume mengangguk mengerti dan mendengarkannya baik-baik. Kaoru melanjutkannya, "saat itu di musim dingin..."

Flashback: Dua tahun yang lalu di musim dingin.

Kaoru yang baru pulang dari pasar kota sambil berjalan kaki. Dia berjalan di hamparan salju putih yang luas. Saat itu dia berhenti karena melihat seorang perempuan memakai mantel putih dengan lambang Alice Royal Academy di balik mantelnya bersama dengan anak perempuan berusia tiga tahun juga memakai mantel bulu berwarna putih.

Kaoru mengamati tubuh milik perempuan misterius itu. Dia tidak memperlihatkan wajahnya karena ditutup oleh kerudung mantelnya. Tapi, yang membuat Kaoru terkeju adalah ada darah merembes di balik wajahnya. Kaoru menjatuhkan barang belanjaannya dan menghampiri perempuan dan anak perempuan kecil tersebut berdiri.

"Anda tidak apa-apa? Apa Anda baik-baik saja?" tanya Kaoru khawatir.

"Aku baik-baik saja..."

"Tapi... Darahmu..."

"Lukaku tidak akan terpengaruh. Biarpun dihentikan, luka ini akan terus keluar dan keluar. Waktuku tinggal sedikit lagi..."

Kaoru terdiam sejenak. Dia mendengar suara nyanyian yang merdu dari mulut perempuan misterius tersebut. Sangat nyaman dan hangat.

"Aku mohon... Jaga anak ini..." Perempuan misterius itu mendorong punggung mungil rambut cokelat keemasan tersebut.

Kaoru melihat ke anak kecil itu. Dia berlutut. Kedua lututnya mencapai tanah salju yang dingin. Tapi, entah kenapa, hal itu tidak berlaku untuknya, karena di sampingnya ada dua buah cahaya.

Kaoru menatap anak perempuan tersebut. Kedua bola mata cokelat madu, kulit seputih salju tapi tidak pucat, bibir mungil merah muda, dan rambut panjang cokelat keemasan.

"Siapa namamu, sayang?"

Anak perempuan itu tersenyum, dia mengangkat kepalanya untuk menatap perempuan misterius itu. Kaoru juga mengikuti tatapannya. Perempuan misterius tersebut tersenyum sambil mengangguk. Anak perempuan kecil itu menurunkan kepalanya menatap ke Kaoru masih tersenyum.

"Namaku adalah... Mikan. Mikan Sakura!"

Kaoru tersenyum dengan kehangatan yang dipancarkan oleh anak perempuan bernama Mikan itu.

OHOK! OHOK!

Kaoru dan Mikan terkejut mendengar suara batuk itu. Mereka berdua menolehkan ke atas dan melihat perempuan misterius itu sedang menutup mulutnya. Darah merah keluar dari bibir mungilnya.

Kaoru berdiri dan memegang bahu mungil perempuan misterius itu.

"Kamu tidak apa-apa?" tanya Kaoru khawatir.

"... aku.. baik-baik... saja..."

Kata-kata itu masih membuat Kaoru khawatir. Di sisi lain, anak perempuan kecil tersebut, hanya menatap diam. Tidak tahu harus berkata apa.

Perempuan misterius itu sudah menghentikan batuknya dan menoleh ke bawah. Dia menatap Mikan dan berlutut. Pandangannya sejajar dengan pandangan Mikan. Dia menyentuh dada Mikan. Dia tahu kalau di dalamnya ada sebuah kalung berbentuk bintang berwarna putih.

"Mikan... Aku ingin kamu tidak melepaskan kalung ini. Jika kamu melepaskannya, 'dia' akan bangun dan matamu yang sekarang akan tertutup untuk selamanya. Tapi, jika kamu mendapatkan cinta sejati sebelum terlambat... Kamu tidak akan mendapatkan masalah dan 'dia' tidak akan bangun lagi... Ingat itu, Mikan?"

Mikan hanya mengangguk.

Perempuan misterius itu memeluk Mikan dan membisikkan sesuatu di telinganya untuk mengucapkan kata 'terima kasih'. Perempuan misterius itu melepaskan pelukannya dan tersenyum pada Mikan.

Kaoru melihat peremmpuan misterius itu sudah berdiri menghadapinya. Kaoru merasakan ada tatapan sedih dari balik kerudung mantelnya itu. Sebuah keharusan untuk kebenaran.

"Aku titip Mikan padamu, sang Jendral Alice Royal Academy, Kaoru Schorlantz Igarashi."

Kaoru terkejut. Ternyata ada yang tahu namanya saat di Alice Royal Academy.

"Bagaimana kamu tahu namaku?"

"Itu... tidak penting lagi..."

Kaoru tidak membalas ucapannya lagi karena dia melewati Kaoru. Kaoru membalikkan badannya dan menatap gerak langkah terhuyung-huyung dan juga darah menetes dari balik mantel ke tanah salju yang putih bersih.

"Tunggu..."

Perempuan misterius tersebut menghentikan langkahnya dan membalikkan tubuhnya. Dia melihat ke Kaoru dan tersenyum sedih.

Kaoru terpana melihat rambut cokelat keemasan yang sangat panjang, sama seperti milik Mikan.

Perempuan misterius itu balik ke tubuhnya kembali ke depan dan berjalan. Kaoru dan Mikan melihat sosok perempuan misterius tersebut sudah menghilang dari pandangannya. Kaoru membalikkan ke Mikan dan tersenyum.

"Ayo, Mikan, aku akan mengajakmu pulang ke rumah. Di sana kamu akan bertemu dengan anakku bernama Natsume dan juga ibuku, Yumiko." Kaoru mengulurkan tangannya ke Mikan untuk mengajaknya ikut ke rumahnya.

Mikan membalasnya sambil tersenyum.

Kaoru mengambil barang belanjaan yang terjatuh di tanah salju putih. Kaoru membawa Mikan ke rumahnya. Di dalam hati Kaoru, dia sudah berjanji bahwa dia akan melindungi Mikan dan Natsume. Pasti.

End Flashback.

"Itulah ceritanya Natsume. Di situlah kamu bertemu Mikan, saat aku memperkenalkanmu padanya."

Natsume tidak bicara apa-apa lagi.

"Sekarang tidurlah Natsume. Jangan berpikir macam-macam dulu. Kehidupan masih panjang."

"Hn."

Kaoru tersenyum dan berdiri. Dia membantu Natsume tidur dengan tenang, dia juga memberikan selimutnya agar tidak kedinginan. Sebelum pergi, Kaoru mencium dahi Natsume dan berjalan keluar.

"Selamat malam, Natsume." Kaoru mematikan lampunya yang ada di dekat pintu. Kaoru pun berjalan keluar dan menutup pintu dengan pelan.

Natsume yang tidak tidur dengan baik, berbalik menatap Mikan yang sudah tidur nyenyak. Natsume berbisik agar tidak membangunkan Mikan.

"Apapun yang terjadi, aku akan melindungimu, Mikan. Biarpun kegelapan berada di dekatmu. Aku akan memberikanmu cahaya. Aku akan terus memberikanmu kehangatan. Asalkan kamu tersenyum terus. Aku berjanji Mikan. Aku tidak akan membiarkan kebenaran takdir itu mempermainkan kita. Sampai pada waktunya, di mana kita akan bertarung." Natsume merasakan kantuknya, dia menutup matanya perlahan. Sebelum itu, dia mengulurkan tangannya ke Mikan dan berkata, "aku mencintaimu, Mikan..." Natsume tertidur dan uluran tangannya terjatuh.

Mikan membuka matanya dan melihat Natsume. Mikan bangun dari tempat tidurnya dan berjalan ke Natsume. Dia mengambil tangan Natsume yang jatuh dan meletakkan ke sisi perutnya.

Mikan melihat ke Natsume yang sudah tertidur. Mikan memajukan wajahnya dan mencium dahi Natsume. Setelah selesai dengan itu, Mikan menatap lekat-lekat wajah Natsume yang tertidur.

"Saat kita saling membunuh, sayangku padamu tidak akan pernah berubah Natsume. Biar dunia berputar di sekitar kita. Cinta dan sayangku padamu masih tetap ada bersamaku. Aku juga akan melindungimu, Natsume."

Mikan merasakan kalau dia akan menangis, dia menghapus matanya cepat-cepat. Sebelum dia pergi ke tempat tidur di sebelah Natsume, Mikan mencium dahi Natsume lagi dan berbisik, "Aku mencintaimu, Natsume."

Mikan pun berjalan pelan ke tempat tidur setelah selesai mencium dahi Natsume. Mikan mengambil selimutnya, dan menutupinya agar sampai ke wajahnya. Mikan masih melihat Natsume dan mengucapkan, "selamat malam, Natsume."

...

Author Note's: Ini adalah side story dari sekuel New World. Di cerita ini, Mikan dan Natsume belum masuk ke Alice Royal Academy.

Menurut kalian, cerita ini aneh? Cerita ini bergenre romance dan fantasy. Saya mendapatkan cerita ini dari seseorang. Alur ceritanya berbeda dengan milik Razux yang TODAL. Karena peran Mikan dan Natsume berbalik (kalian mengerti maksudku, 'kan?). New World akan saya publishkan tahun depan, jadi bukan sekarang. Maaf, ya. Jadi, kalian harus menunggu sampai tahun depan. Maunya sih bulan November, tapi tidak jadi (soalnya saya harus menyelesaikan cerita saya di fandom Naruto).

Saya juga akan membuat cerita Trilogy untuk New World. Di mana orang tua character G.A (10 tahun) dan para sensei juga teman-teman orang tua mereka berusia muda, mungkin 15-17 tahun, berseekolah di Alice Royal Academy.

Saya akan mem-publishkan-nya sesudah Join The Gang dan STILL tamat.

Jika ada sesuatu yang mengganjal. Tulis review, PM, jika mau, kritik dan saran juga boleh.

Terima kasih,

Sampai jumpa di cerita 'New World',

Sunny Narcieq February