Assassination Classroom © Matsui Yūsei

Tidak ada keuntungan finansial yang diambil selain kesenangan pribadi. Selamat membaca~


Okano hanya mengetuk-ngetuk meja.

Tak ada apapun di kepalanya selain awan-awan kelabu yang membuat ia khawatir. Kelas baru berakhir dua jam lagi dan Okano sudah yakin kalau pakaiannya akan menggantung basah nanti. Awan-awan hitam itu, kenapa muncul begitu cepat, sih?

Padahal baru kemarin Okano berganti sepatu, basah juga kena hujan. Sedang payung ternyata tidak seberguna sebelumnya karena ada angin kencang yang membawa rintik air singgah di muka sepatunya. Ah, Okano lebih menyukai hari terik.

"Apa ada lagu yang bisa membuatmu memutarnya berulang-ulang?" Isogai membawa suatu subjek di awal istirahat, membelakangi papan penuh tulisan; pekerjaan rumah.

Okano melirik, kemudian menjawab diam-diam dalam hati. Ia sedang suka salah satu lagu tentang bintang terbang yang menghilang di balik malam. Menjelma menjadi bubuk impian keemasan bagi semua anak-anak yang tertidur. Kini liriknya berputar-putar lagi seolah ada angin kecil di dalam kepalanya, membuatnya ingin bernyanyi.

"Kau sendiri, Isogai-kun, sedang suka lagu apa?" Kayano bertanya.

Isogai tertawa canggung sambil mengusap tengkuk. "Aku sedang suka lagu yang diputar di radio kemarin. Tapi lupa judulnya. Mungkin seperti na, na, na na na."

Kayano menganggukkan kepala selagi ada mimik lucu di wajahnya—mungkin tidak ingin memperpanjang cerita atau mungkin merasa geli lebih dulu. Entahlah. Okano hanya bertopang dagu dan melihat bagaimana setiap interaksi kecil dari teman-temannya terasa begitu magis. Dengan na na na itu, siapa yang bisa tahu, Isogai?

Kayano berganti melihat Maehara. "Kalau kau Maehara-kun, lagu apa yang kau suka?"

"Kalau aku ..." Maehara berpikir beberapa detik, memutar badannya, dan menjatuhkan pandang pada Okano—membuatnya terkejut setegah mati. Cengiran bodoh itu menghalanginya akan raut-raut wajah milik Isogai dan Kayano. Padahal Okano belum selesai dengan interaksi magis itu.

Okano tak ada pilihan lain selain menatap garang, atau mungkin ia memang tak ingin membuat pilihan."Apa?!"

Maehara berbalik pada Kayano dan Isogai, sekejap, dan kembali melihat Okano dengan cengiran yang masih sama wujudnya. "Sebenarnya, aku suka suara Okano dan ingin kuputar terus sampai kasetnya rusak."

Ekspresi Okano memburuk ketika Maehara mulai terkekeh. "Apa maksudmu, suaraku seperti kaset rusak?"

Maehara berhenti tertawa. "Eh?"

Remaja berambut pendek di hadapannya tidak tersenyum, Maehara membuat wajah yang mengatakan kalau ia sadar telah berbuat kesahalan. "Bukan begitu, yang kumaksud—"


Terlambat. Okano sudah melempar wadah pensilnya.

END


AN : Katanya, saat orang mendapat pertanyaan seremeh apapun, walau nggak ditujukan pada dirinya, otak akan mencoba mencari jawaban. Seperti yang terjadi pada Okano. Lagu yang disebut di sini hanya fiktif belaka. Kurasa wajar bagi Mae buat ngegombal (walau agak ragu juga dia 'berani' ngegoda Okano), jadi, yeah, idk ini makin random saja DX


VEE

[Lmg/10.06.2017]