Love At First Sight

.

.

.

Edelweise

.

.

.

VIXX

.

.

.

Romance.

Rate T

AU. OOC, Typo(s). Plotless

.

.

Leo-N/Taekwoon-Hakyeon

Enjoy Reading

.

DLDR

.


Mungkin ini yang namanya jatuh cinta pada pandangan pertama. Mudahnya ini hanya perasaan suka. Yang jelas, jatuh cinta tidak hanya memiliki satu rasa.

Jung Leo, mahasiswa tingkat akhir di salah satu universitas Seoul. Kata orang-orang Leo adalah orang yang dingin. Sulit diajak bicara. Tampan. Dan tidak mudah digapai. Banyak gadis yang menyatakan cintanya kepada Leo. Tapi, Leo selalu menolaknya. Alasannya? Jung Leo tidak merasakan hal yang sama dengan mereka.

"Leo, sebelum kita ke apartemenmu, bagaimana jika kita mampir sebentar ke cafe di dekat stasiun?" Ravi bertanya kepada Leo.

Leo memandang Ravi bingung. Pandangan matanya seolah bertanya kepada Ravi.

"Aa. Aku ingin bertemu kekasihku sebentar," ucap Ravi seolah mengerti maksud Leo.

"Baiklah," ucap Leo pelan lantas memasang headsetnya.

Leo selalu seperti ini. Daripada bicara dengan orang lain, ia lebih memilih mendengar lagu sambil sesekali ikut menyanyikannya. Teman terdekatnya hanya Ravi. Tidak heran jika Leo sering dikira patung berjalan.

"Leo, apa kau benar-benar tidak mau berpacaran?"

Saat ini mereka sedang berjalan menuju cafe dekat stasiun.

Leo menggeleng pelan, "Aku belum tertarik dengan siapapun."

"Ya! Apa kau benar-benar tidak tertarik? Atau kau hanya malu mengatakannya? Ayolah Leo beri tahu aku," Ravi bertanya heboh.

Leo hanya melirik Ravi sekilas.

"Atau jangan-jangan kau menyukaiku?" Ravi melihat Leo sambil meringis.

Leo melemparkan tatapan tajam kepada Ravi, "Kau gila," kemudian Leo mempercepat langkahnya meninggalkan Ravi.

...

"Hakyeon, temani aku ke cafe di dekat stasiun ya?"

"Untuk apa ke sana?" tanya Hakyeon sambil merapikan buku yang berserakan di mejanya.

"Aku ingin mengembalikan komik Ravi yang aku pinjam kemarin."

"Kau yakin hanya mengembalikan komik? Tidak berkencan?"

"T-tentu saja! Aku hanya mengembalikan komik kok," ucap Ken berusaha meyakinkan Hakyeon.

"Minggu kemarin kau juga bilang tidak berkencan. Tapi ternyata kau menghabiskan waktu satu jam di sana dan aku seperti orang bodoh."

"Maaf. Tapi kali ini benar-benar tidak berkencan kok. Ravi bersama temannya,"

"Tigapuluh menit. Jika lebih aku akan pulang lebih dulu."

"Oke tigapuluh menit," ucap Ken sambil tersenyum.

Ken menarik lengan Hakyeon yang terlihat malas-malasan menemaninya.

"Jangan cemberut, Hakyeon. Nanti aku akan membelikanmu frappuccino."

"Kau janji?"

"Iya aku janji. Aku tidak pernah mengingkari janjiku, Hakyeon. Kau tahu itu. Lagi pula, siapa tau teman Ravi itu tipemu. Kan kalian bisa berkenalan," ucap Ken ceria.

Hakyeon memutar bola matanya bosan, "Tipeku tidak sepertimu, Ken."

"Ya, ya kau suka pria yang bisa diandalkan, yang senyumnya bisa membuat hatimu meleleh, yang sopan. Oh tambahan! Yang bahunya lebar agar kau bisa menangis di bahunya. Uuh romantis sekali," Ken meracau.

"Ya! Teruskan ocehanmu dan aku akan meninggalkanmu di sini!" Hakyeon menyipitkan matanya.

"Maafkan aku, Cha Hakyeon," ucap Ken sambil melakukan aegyo.

...

"Apa masih lama?" Leo akhirnya bicara setelah duapuluh lima menit mereka terjebak dalam keheningan.

"Sebentar lagi mereka sampai," ucap Ravi sambil meletakkan ponselnya di atas meja.

Leo menyesap cappuccino miliknya perlahan.

"Ah, itu mereka!" Ravi mengangkat tangannya memberi kode kepada kekasihnya.

Ken berjalan cepat menghampiri Ravi. Lengan kanannya menggandeng lengan Hakyeon dengan erat.

"Tidak bisakah kau lebih lembut kepadaku, Ken?" Hakyeon menatap Ken sebal. Ken hanya tersenyum menghadapinya.

Ken menarik Hakyeon agar duduk di sampingnya.

"Apa kalian sudah lama menunggu?" tanya Ken.

"Duapuluh lima menit lama atau tidak?" Ravi balik bertanya.

"Apa kau menghitungnya? Astaga..." Ken berucap jengkel.

Hakyeon mengabaikan ocehan Ken dan memesan minumannya. Leo menatap Hakyeon dengan pandangan menilai. Manis. Ucap Leo dalam hati.

"Kau tidak ingin mengenalkan temanmu?" Ken memberi kode pada Ravi.

Hakyeon melotot kepada Ken. Ayolah, ini bukan kencan buta. Harusnya tidak ada acara kenalan.

"Ah ya. Hakyeon, kenalkan ini temanku. Jung Leo."

Hakyeon mengulurkan tangannya. Leo menyambut uluran tangan Hakyeon.

"Cha Hakyeon."

"Jung Leo."

Hanya sebatas itu perkenalan mereka. Singkat sekali.

Minuman Hakyeon datang. Hakyeon cepat-cepat menyesapnya.

Leo memperhatikan semua tingkah laku Hakyeon. Jangan tanya kenapa. Karena tidak ada alasan pasti. Matanya hanya ingin memperhatikan Hakyeon. Tidak mungkin 'kan Leo jatuh cinta dengan Hakyeon. Ia tidak percaya cinta pada pandangan pertama.

Saat sedang asik memperhatikan Hakyeon, matanya melihat cincin yang dipakai Hakyeon. Hakyeon memakainya di jari kelingking. Dan entah kenapa Leo merasa kecewa.

...

Mood Hakyeon hancur pagi ini. Alarmnya tidak berbunyi. Jadilah ia terlambat mengikuti pelajaran bahasa inggris. Sialnya hari ini ada ujian.

"Hakyeon, kau mau makan apa?"

"Ken, tinggalkan aku sendiri. Aku mohon. Aku butuh waktu untuk menyendiri."

Ken mengangguk mengerti. Lantas ia meninggalkan Hakyeon seorang diri.

Sepeninggal Ken, Hakyeon berjalan-jalan ke taman kota untuk melepaskan stresnya. Angin bertiup dengan kencang menerbangkan helaian rambutya. Hakyeon mengusap tangannya mencari kehangatan. Sekali lagi Hakyeon merutuki kebodohannya yang lupa membawa jaket tebal. Sekarang ia malah kedinginan.

"Apa yang kau lakukan di cuaca berangin seperti ini?"

Hakyeon nyaris saja melompat jika saja ia tidak bisa mengendalikan saraf motoriknya.

"Menghibur diri tentu saja. Sial. Dingin sekali," Hakyeon menjawab.

"Sudah tau dingin kenapa tidak membawa jaket?"

"Aku lupa membawanya, Jung Leo," Hakyeon melirik Leo kesal. Ada apa sih dengan pria tampan di sebelahnya ini.

Leo melepaskan jaket yang dikenakannya dan memberikannya kepada Hakyeon. Hakyeon mengangkat salah satu alisnya pertanda bingung dengan sikap Leo.

"Pakai ini. Kau bisa sakit," Leo berujar lirih.

Hakyeon mengambil jaket itu dan mengenakannya dengan terburu-buru. Keduan tangannya ia masukan ke dalam saku jaket guna mendapatkan kehangatan.

"Terimakasih. Aku akan mengembalikannya nanti."

"Tidak masalah."

"Apa yang kau lakukan di sini?" Hakyeon bertanya sambil berjalan di samping Leo.

"Hanya berjalan-jalan. Kau?"

"Mencari udara segar sekaligus menghilangkan setres."

"Ada masalah?"

"Aku terlambat mengikuti kelas bahasa inggris. Sialnya hari ini ada ujian."

Hakyeon tidak mengerti, kenapa ia mau menceritakan masalahnya kepada orang yang baru dikenalnya beberapa hari yang lalu. Ia hanya merasa Leo adalah orang yang tepat untuk menjadi tempat berkeluh-kesahnya. Mudahnya, Hakyeon merasa nyaman berjalan di samping Leo. Ini aneh. Karena Cha Hakyeon tidak mudah merasa nyaman dengan seseorang.

...

Musim gugur tahun ini datang bersamaan dengan angin yang lumayan kencang. Ini membuat banyak daun momiji berguguran. Leo harus berkali-kali membenarkan tatanan rambutnya agar tidak terlalu berantakan.

Saat ini ia sedang dalam perjalanan menemui Ravi di rumahnya. Kalau saja ini bukan masalah tugas kelompok mereka, Leo lebih memilih berkencan dengan kasurnya yang empuk dan selimut kamarnya yang sangat hangat.

Leo menekan bel rumah Ravi. Setelah menunggu beberapa detik, akhirnya pintu berwarna coklat itu terbuka juga.

"Kau datang!" Ravi berseru senang.

Leo hanya menatap Ravi datar. Sebenarnya ia sangat ingin memukul sahabatnya.

"Sebenarnya apa yang kau inginkan?" ucap Leo sambil menatap Ravi malas.

"Haha kau tahu ya aku mempunyai tujuan lain."

Leo memutar matanya jengah.

"Aku benar-benar butuh bantuanmu, Leo. Hari ini anniversaryku bersama Ken. Aku ingin membuat kue. Tapi aku tidak bisa membuatnya. Tolong ajari aku," ucap Ravi memberi pandangan memohon kepada Leo.

"Kenapa kau tidak beli saja?"

"Ya! Apa yang istimewa kalau seperti itu?"

Leo menghela napas kesal. Hancur sudah liburan musim gugurnya.

"Kau punya bahan-bahannya?"

"Tentu saja. Aku sudah menyiapkan semuanya. Tolong bantu aku, Leo. Lagi pula, Hakyeon juga akan datang ke sini," ucap Ravi sambil mengedipkan sebelah matanya.

Leo menggeram sebal. Ravi benar-benar berpikir kalau ia menyukai Hakyeon. Bahkan dirinya sendiri tidak yakin.

"Jangan konyol," ucap Leo sinis.

"Oh ayolah, kau bahkan khawatir kepada Hakyeon. Kau meminjamkan jaket kesayanganmu karena kau tidak tega melihatnya kedinginan. Sudah pasti kau tertarik padanya,"

Akhirnya, Leo memilih mengabaikan Ravi. Leo tau, percakapan ini tidak akan pernah berakhir jika ia sendiri tidak mengakhirinya.

Satu minggu yang lalu, Ravi bertanya ke mana hilangnya jaket coklat yang selalu ia pakai. Bodohnya, ia menjawab jaket itu ia pinjamkan kepada Hakyeon. Akhirnya, Ravi membuat kesimpulan sendiri. Ravi bilang ia menyukai Hakyeon.

Bagaimana mungkin ia bisa menyukai Hakyeon saat mereka baru dua kali bertemu?

.

.

.

.

T.B.C


a/n : hello! saya balik lagi nih bawa fanfict leon. kali ini multichap. tapi gak banyak-banyak kok. paling ini cuma dua atau tiga chapter. ohh iya, karena kemarin banyak review yang bilang cerita buatan saya ringan, yuk sekarang saya mau menjelaskan kenapa saya buat fanfict leon yang bertema ringan.

menurut saya, interaksi mereka di rl itu udah menyesakkan :" jadi saya lebih memilih buat fanfict yang ringan. tapi, tidak menuttup kemungkinan saya bakal buat angst yaa hehe.

akhir kata, tolong isi kotak review dengan kritik dan saran yang membangun :)

Thanks to :

yeonnn, zoldyk, Kim Eun Seob, HMYgrey, Kimi KrisHo, , Firda473, aiiuukirei